IMPLEMENTASI PERENCANAAN PAJAK DALAM MEMINIMALKAN JUMLAH PAJAK TERUTANG ( STUDI PADA SWISS-BELHOTEL KENDARI )
SKRIPSI
OLEH : HARTIA B1C112112
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2016
i
ii
IMPLEMENTASI PERENCANAAN PAJAK DALAM MEMINIMALKAN JUMLAH PAJAK TERUTANG (STUDI PADA SWISS-BELHOTEL KENDARI) SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Halu Oleo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana ( S-1 )
Oleh : Hartia B1C1 12 112 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
ii
iii
iii
iv
iv
v
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulisan skripsi yang berjudul ‘’ Implementasi Perencanaan Pajak Dalam Mengurangi Jumlah Pajak Terutang ‘’ dapat terselesaikan tepat waktu. Penulis mengharapkan dengan adanya penulisan skripsi ilmiah ini, dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca untuk menambah referensi dalam peningkatan ilmu pengetahuan baik akademik maupun praktik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta ketidak sempurnaan dalam proses penulisannya. Oleh Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Kendari, 12 April 2016
Penulis
vi
vii
UCAPAN TERIMA KASIH ALHAMDULILLAHIRABBILALAMIN,
Penulis
ucapkan
atas
rampungnya skripsi ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Tingkat Strata Satu (S1) Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Halu Oleo. Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan, tantangan, serta rintangan yang di hadapi oleh penulis. Namun, atas dukungan dan kerja sama keluarga serta kerabat penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada keluarga serta kerabat yang dalam penulisan skripsi ini telah banyak memberikan bantuan berupa materil dan moril sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ilmiah ini. Terkhusus untuk Alm. Ayahandaku tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sedalam –dalamnya karena telah mendidik saya, membimbing saya, mendoakan saya dan segalanya sehingga anandamu ini telah melangkah sejauh ini demi menggapai cita-cita dan membanggakan kalian malaikat tanpa sayapku. Besar harapanku agar engkau dapat mendampingiku hingga saat ini, tetapi hanya Allah swt memanggilmu terlebih dahulu. Doaku selalu untukmu papa. Terima kasih banyak. Semoga engkau bangga padaku dan semoga engkau bahagia disisinya. Maafkan untuk semua khilaf anandamu ini. Semoga engkau bangga menjadi ayahku. Ayah wjahmu kurindu. Sekali lagi terima kasih papa.
vii
viii
Kesempatan ini juga penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak yang saya hormati Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.Si. selaku rektor Universitas Haluoleo Kendari yang telah mengupayakan pelayanan pendidikan yang baik. 2. Bapak prof. Dr. H. Muh. Syarif,SE.,M.Si selaku dekan fakultas ekonomi dan bisnis universitas halu oleo. 3. Bapak Dr. H. Arifuddin Mas’ud,SE.,M.Si.,AK.,CA dan ibu Nur Asni, SE.,M.Si selaku dosen pembimbing saya yang selalu memberikan arahan serta masukan sampai skripsi ilmiah ini dapat terselesaikan. 4. Bapak Prof.Dr. H. Hasbudin,SE.,M.Si.,AK,.QIA.,CIA, Dr. Mulyati Akib.SE.,M.Si.,AK selaku dosen penguji saya terima kasih telah memberikan masukan dan koreksi yang bersifat membangun. 5. Bapak ibu dosen serta staf administrasi dilingkup jurusan akuntansi dan fakultas ekonomi dan bisnis yang telah merampungkan seluruh administrasi. 6. Terima kasih pihak Bank Indonesia ( BI ) yang telah memberikan beasiswa dan seluruh konstribusinya dalam proses penyelesaian studi saya. 7. Rekan-rekan GenBI Sulawesi tenggara terima kasih untuk masukan dan kerja samanya. 8. Untuk ibundaku tercinta Nur ahmad, terima kasih telah memberikan banyak arahan,dukungan, dan segalanya untuk tercapainya cita-cita ananda tercintamu. Doamu kekuatanku. Mencintaimu Mama. viii
ix
9. Untuk seluruh keluargaku tercinta terima kasih untuk dukungannya hingga saat ini. 10. Untuk kekasihku tercinta jefri aprianto,SE terima kasih telah mendampingi saya, mendengarkan seluruh keluhan saya dan terima kasih telah menjadi rekan yang baik. 11. Buat sahabat saya shetyanes-senja, terima kasih telah menjadi sahabat setia saya hingga saat ini, semoga persahabatan ini sampai nanti harapan untuk dapat mencapai gelar bersama selalu saya harapkan. Terima kasih banyak. 12. Untuk teman-teman kelas c 2012 selamat berjuang semoga kita dapat sukses bersama dimasa depan. 13. Untuk Lia Amdayani,S.Ak terima kasih sudah menjadi partner ujian yang banyak memberikan masukan pula untuk saya. Akhirnya hanya kepada Allah Swt semata penulis berserah diri dan memohon agar seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ilmiah ini, semoga menjadi ibadah dan mendapat pahala disisinya, aamiin. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pembaca tentunya. Wassalamualaikum wr.wb. Terima kasih untuk segalanya. Kendari, 13 april 2016
Penulis
ix
x
ABSTRAK HARTIA ( B1C1 12 112 ). Implementasi Perencanaan Pajak Dalam Meminimalkan Jumlah Pajak Terutang Studi Pada Swiss-belhotel Kendari. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu oleo Kendari. Pembimbing I Arifuddin Mas’ud, pembimbing II Nur Asni.
Penelitian ini bertujuan unutuk mengetahui implementasi Perencanaan Pajak dalam meminimalkan jumlah pajak terutang Pada Swiss-belhotel Kendari’. Objek dalam penelitian ini adalah perencanaan pajak Swiss-BelHotel kendari berdasarkan Laporan Keuangan Swissbel Hotel Kendari. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif tanpa menggunakan analisis statistik. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam menerapkan perencanaan pajak perusahaan memiliki kebijakan yaitu memaksimalkan biaya fiskal dan meminimalkan biaya yang tidak dijadikan pengurang dalam menghitung jumlah pajak terutang. Penerapan perencanaan pajak pada perusahaan swissbelhotel mampu meminimalkan jumlah pajak terutang perusahaan sebesar Rp. 962.282.372 dibandingkan sebelum di terapkannya Perencanaan Pajak yaitu sebesar Rp. 1.017.885.803.85 atau dengan selisih sebesar Rp. 55.603.431.89 atas perencanaan pajak pada akun Jamuan Sumbangan dan Promosi, Beban Handphone dan Pemeliharaan Kendaraan.
Kata kunci : Perencanaan Pajak, Pajak Terutang
x
xi
ABSTRACT
HARTIA (B1C1 12 112). Implementation Tax Planning to Reduce Tax Amount Due Study at Swiss-belhotel Kendari. Thesis Department of Accounting Faculty of Economics and Business, University of Halu oleo Kendari. Supervisor I Arifuddin Mas'ud, supervising II Nur Asni.
This study aims unutuk know the implementation of Tax Planning in reducing the amount of tax payable At Swiss-belhotel Kendari '. The object of this research is tax planning of Swiss-Belhotel kendari based Financial Statements of Swissbel Hotel Kendari. This research used quantitative descriptive analysis without the use of statistical analysis. Based on the research results can be concluded that: In applying the tax planning is tomaximize the company has a policy of fiscal costs and minimize the cost of which is not used as a deduction in calculating the amount of tax payable. Application of the company's tax planning swiss-belhotel able to minimize the amount of tax payable of Rp. 962 282 372 compared to prior to the implementation of tax planning is Rp. 1.017.885.803.85 or with the difference amounting to Rp. 55.603.431.89 on account of tax planning at Entertainment Donations and Promotion, Mobile Expenses and Maintenance of Vehicles.
Keywords: Tax Planning, Tax Payable
xi
xii
DAFTAR ISI HALAMA JUDUL ............................................................................................. i PENGAJUAN JUDUL ....................................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... x ABSTRAC .......................................................................................................... xi DAFTAR ISI....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL............................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 8 2.2 Pengertian Pajak.............................................................................................. 10 2.3 Pajak Penghasilan ........................................................................................... 12 2.3.1 Subjek Pajak........................................................................................... 12
xii
xiii
2.3.2 Objek Pajak ............................................................................................ 13 2.3.3 Pajak Penghasilan Final ......................................................................... 15 2.3.4 Tarif Pajak Penghasilan ......................................................................... 16 2.3.5 Penghasilan Kena Pajak ......................................................................... 17 2.3.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak............................................................... 18 2.4 Pengertian Pajak Terutang .............................................................................. 19 2.4.1 Perhitungan Pajak Terutang ................................................................... 21 2.5 Manajemen Pajak............................................................................................ 22 2.5.1 Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) ..................................................... 22 2.5.2 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan....................................................... 25 2.5.3 Pengendalian Pajak ................................................................................ 26 2.6 Perbedaan Permanen dan Temporer ............................................................... 26 2.6.1 Perbedaan Permanen ............................................................................. 27 2.6.2 Perbedaan Sementara ............................................................................ 28 2.7 Langkah-langkah Dalam Perencanaan Pajak.................................................. 28 2.7.1 Memaksimalkan Penghasilan Yang Dikecualikan................................. 28 2.7.2 Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal ..................................................... 29 2.7.3 Meminimalkan Tarif Pajak .................................................................... 33 2.8 Strategi Dalam Perencanaan Pajak ................................................................. 34 2.9 Pengertian Penghematan Pajak ....................................................................... 36 2.10 Pemilihan Metode Akuntansi........................................................................ 37 2.10.1 Penyusutan ........................................................................................... 37 2.11 Koreksi Fiskal ............................................................................................... 40 2.10.1 Beda tetap ........................................................................................... 41 2.10.2 Beda Waktu ........................................................................................ 42
xiii
xiv
2.12 Kerangka Pikir .............................................................................................. 43 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 45 3.1 Objek Penelitian.............................................................................................. 45 3.2 Jenis Data ........................................................................................................ 45 3.3 Sumber Data.................................................................................................... 45 3.4 Teknik Pengumpulan Data.............................................................................. 46 3.5 Metode Analisis .............................................................................................. 46 3.6 Definisi Operasional ....................................................................................... 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 48 4.1 Gambaran Umum Perusahaan......................................................................... 48 4.1.1 Profil perusahaan ................................................................................. 48 4.1.2 struktur organisasi perusahaan ............................................................. 50 4.2 hasil penelitian ................................................................................................ 53 4.2.1 implementasi perencanaan pajak dlam perusaaan ................................ 53 4.2.2 Kredit Pajak .......................................................................................... 55 4.2.3 strategi perencanaan pajak.................................................................... 56 4.2.4 perbandingan laba rugi fiscal sebelum dan sesudah tax planning ........ 61 4.2.5 perhitungan pajak penghasilan perusahaan .......................................... 64 4.3 pembahasan..................................................................................................... 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 71 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 72 5.2 Saran ............................................................................................................... 72 Daftar pustaka Lampiran
xiv
xv
DAFTAR TABEL
1.1 Laba Perusahaan Swiss-belhotel Kendaribperiode 2011-2014..................... 5 2.1 Wajib pajak Orang pribadi dalam negeri ...................................................... 16 2.2 Tarif pajak penghasilan untuk badan usaha .................................................. 34 4.1 Laporan Laba/Rugi Swiss-Belhotel Kendari Periode Yang Berakhir Pada Tahun 2014 ................................................................................................... 62 4.2 Perbandingan perhitungan laba sesudah pajak ............................................ 66 4.3 Tinjauan Pembayaran Utang Pajak Swiss-Belhotel Kendari Sebelum Tax Planning ........................................................................................................ 69 4.4 Tinjauan Pembayaran Utang Pajak Swiss-Belhotel Kendari Sesudah Tax Planning ................................................................................................. 69
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Pikir ............................................................................................. 43 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan .................................................................... 52
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar Negara Indonesia saat ini. Oleh karena besarnya konstribusi pajak, setiap tahunnya pemerintah selalu melakukan upaya dan inovasi dalam rangka memaksimalkan penerimaan pajak atas sumbersumber penerimaan pajak. Pandiangan (2008:5) mengemukakan bahwa “ Hampir semua negara di dunia mengenakan pajak kepada warganya, kecuali beberapa negara yang kaya akan sumber daya alam yang dijadikan sebagai sumber penerimaan utama negara tidak mengenakan pajak. Tiap Negara membuat aturan dan ketentuan dalam mengenakan dan memungut pajak di negaranya, yang umumnya mengikuti prinsip-prinsip atau kaidah dalam perpajakan”. Pembaruan sistem perpajakan nasional melalui reformasi perpajakan (tax reform) dilaksanakan sebagai upaya pembangunan dasar perpajakan yang baik dan sumber penerimaan negara yang layak dan dapat diandalkan. Tax reform merupakan suatu pembaharuan/ perombakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam bidang perpajakan yang dimulai pada tahun 1983,dengan melakukan perubahan atas system perpajakan untuk penetapan dan pemungutan pajak, yakni dari sistem official assessment menjadi self assessment, kemudian dilanjutkan pada tahun 1994 – 2000 hingga tahun 2008(pidato kenegaraan). Sejalan dengan berlakunya system self assessment tersebut, peranan positif dari Wajib Pajak untuk
1
2
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sangat diperlukan. Wajib pajak tidak mungkin dapat menghindari pajak karena pajak dapat dikenakan secara langsung maupun tidak langsung kepada dirinya. Dengan tidak memungkinkannya untuk menghindar dari pengenaan pajak, Wajib Pajak seharusnya sadar dan berusaha memahami ketentuan perpajakan yang benar. Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar sangat Mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan itu Wajib Pajakakan dapat melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar pula.Wajib Pajak dapat memanfaatkan penentuan perpajakan yang menguntungkan dirinya, paling tidak Wajib Pajak akan memanfaatkan ketentuan yang membuat pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi sehemat mungkin dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan itu sendiri. Tax planning tidak bertujuan untuk melakukan manipulasi perpajakan, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang berkaitan peraturan perpajakan yang menguntungkan Wajib Pajak dan tidak merugikan pemerintah dan dengan cara yang legal. Tax planning merupakan upaya legal yang bias dilakukan Wajib Pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan cara yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tax planning merupakan sarana yang memungkinkan untuk merencanakan pajak pajak yang dibayarkan, agar tidak terjadi kelebihan dalam membayar pajak. Undang-Undang No. 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 3 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
3
Perusahaan adalah sekumpulan orang/modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dalam bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap Tax planning dalam meminimalkan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) terutang Badan dapat dilakukan melalui Upaya-upaya, yaitu dengan memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan, memaksimalkan biaya fiscal meminimalkan biaya yang tidak diperkenankan pengurang serta pemilihan metode akuntansi yang sesui dengan perencanaan. Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat digunakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya dan lain sebagainya. Oleh karena itu Wajib Pajak akan membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan (taxable events) secara seksama. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa tax planning adalah proses pengambilan tax factor yang relevan dan non taxfactor yang material untuk menentukan apakah, kapan, bagaimana, dan dengan siapa (pihak mana) untuk melakukan transaksi, operasi
4
dan hubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax event yang serendah mungkin dan sejalan dengan tujuan perusahaan. Usaha pengurangan (penghematan) beban pajak dapat dilakukan antara lain dengan cara penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Tax evasion adalah usaha penghindaran pajak yang dilakukan dengan melanggar ketentuan perpajakan, seperti memberikan data keuangan palsu dan menyembunyikan data. Cara ini sering disebut penggelapan pajak atau penyelundupan pajak. Dalam manajemen pajak, cara penyelundupan pajak tidak sejalan dengan prinsip manajemen. Sedangkan tax avoidance adalah upaya penghindaran pajak dengan mematuhi ketentuan perpajakan dan menggunakan strategi dibidang perpajakan yang digunakan, seperti memanfaatkan pengecualiaan dan potongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakanyang berlaku (loopholes). Oleh karena itu,diperlukan manajemen pajak yang bertujuan menekan pajak serendah mungkin dan menunda selambat mungkin pembayaran pajak untuk memperoleh laba likuiditas yang diharapkan. Swiss-Belhotel Kendari merupakan salah satu perusahaan swasta di kota kendari yang bergerak dibidang jasa penginapan. Letak geografis kota kendari yang menjadi kota penghubung beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dan juga sebagai ibukota provinsi menjadikan kota kendari sebagai kota yang potensial dalam industri perhotelan. Namun disisi lain hal tersebut melahirkan pesaingpesaing di industri yang serupa, sehingga tentu saja hal ini secara tidak langsung
5
mempengaruhi pendapatan hotel dan laba perusahaan tentunya. Sebagai dampak dari hal ini membuat pihak manajemen perusahaan dituntut untuk mampu menghasilakan laba yang maksimal atau menekan pos-pos biaya yang potensial. Salah satu langkah manajemen dalam meminimalisir biaya adalah dengan melakukan strategi manajemen perpajakan yaitu perencanaan pajak ( tax planning). Berikut daftar laba perusahaan Swiss-belhotel Kendari periode 2011-2014 Tabel 1.1 laba perusahaan Swiss-belhotel Kendari periode 2011-2014 No
Periode
1
2011
2
2012
3
2013
4
2014
Laba Bersih Sebelum Pajak
Perubahan (%)
Rp 3.631.281.381 Rp 3.580.846.918
Rp 5.043.446.362 Rp 4.991.423.623.
0 10% 29% 12%
Sumber data: Swiss-belhotel Kendari (data diolah) Peningkatan laba perusahaan pada tabel 1.1 diatas menunjukan bahwa terjadi peningkatan yang cukup besar pada tahun 2013 yaitu 29% dari
laba bersih
sebelum pajak pada tahun 2012. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Perencanaan Pajak dalam meminimalkan jumlah pajak terutang Studi Pada Swiss-belhotel Kendari
6
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana implementasi Perencanaan Pajak dalam meminimalkan jumlah pajak terutang pada SwissBelhotel Kendari ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Perencanaan Pajak pada Swiss-Belhotel Kendari dalam meminimalkan jumlah pajak terutang Pada Swiss-belhotel Kendari’. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan dapat menentukan besarnya pajak penghasilan terutang yang seharusnya dibayar dengan jumlah seminimal mungkin. 2. Pembaca dapat mempelajari metode dan contoh kasus dalam penerapan perencanaan pajak sebagai tambahan materi pembelajaran 3. Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk membuat penelitian yang serupa untuk dikembangkan atau ditindak lanjutkan. 4. Peneliti tugas akhir sebagai persyaratan umtuk menyelesaikan program studi strata satu ( S1 ). 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup kajian penelitian ini adalah mengkaji bagaimana implementasi perencanaan pajak dalam meminimalkan jumlah pajak terutang
studi pada
7
Swissbell hotel Kendari. Konsep perencanaan pajak yang dikemukakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori dari Suandy (2008:10), yang disesuaikan dengan kondisi objektif objek penelitian. Penghasilan kena pajak (PKP) merupakan Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang yang bersumber dari laporan keuangan Wajib Pajak (laporan laba rugi/Profit and loss statement).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yang dapat digunakan sebagai bahan acuan utama dan pembanding, sebagai berikut : 1. Nurjannah ( 2013 ) Nurjannah (2013) dengan judul “Implementasi perencanaan pajak (tax planning) untuk penghematan jumlah pajak penghasilan pada pt. Semen bosowa maros”. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah : Dalam menerapkan tax palanning, perusahaan memiliki beberapa kebijakankebijakan akuntansi yang dijadikan sebagai acuan. Selain itu, perusahaan juga melakukan beberapa langkah-langkah seperti, memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan melalui pemaksimalan penghasilan bunga, memaksimalkan biaya fiskal dan meminimalkan biaya yang tidak diperkenangkan sebagai pengurang, meliputi : 1. Biaya makan/minum 2. Transportasi karyawan 3. Tunjangan asuransi 4. Biaya perbaikan dan penyusutan kendaraan Kemudian perusahaan juga lebih memilih menggunakan penyusutan atau metode garis lurus (straight line).
8
9
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan tax planning yang diterapkan oleh perusahaan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku, ternyata perusahaan tidak melakukan pelanggaran dan masih mengikuti semua peraturan yang berlaku. Dengan diterapkannya tax planning tersebut maka perusahaan berhasil melakukan penghematan pajak sebesar Rp 202.452.068,00,
sehingga
laba
komersil
yang
awalnyanya
Rp37.592.734.925,00 naik menjadi Rp 37.795.186.993,00. Begitu pula halnya dengan kredit pajak terhutang yang awalnya sebesar Rp 11.819.099.927,00 turun menjadi Rp 11.616.647.859,00. Sehingga bias dilihat dengan jelas adanya efisiensi penghematan pajak sebesar Rp 202.452.068,00. Dengan adanya perencanaan pajak pada PT. Semen Bosowa Maros maka wajib pajak sudah memiliki kesadaran untuk membayar pajak sebesar jumlah yang sudah direncanakan atau dengan kata lain wajib pajak badan akan lebih patuh dalam melunasi ataupun membayar pajak tepat pada waktunya. 2. Diyah Adawiyah Diyah Adawiyah ( 2011 ) dengan judul “analisis penerapan perencanaan pajak atas biaya kesejahteraan karyawan “. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah yayasan Al muhajirin kota depok telah melakukan perencanaan pajak atas biaya kesejahteraan karyawan tetapi belum maksimal Karena masih banyak terdapat kebijakan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan merupakan kategori biaya yang tidak bias di bebankan sebagai pengurang penghasilan bruto yayasan ( non deductible ).
10
3. Renita, Rumuy dan Rizal Effendi Sebelum melakukan perencanaan pajak, jumlah pajak yang dibayar PT Sinar Sasongko sebesar Rp.649.064.889, setelah jumlah pajak
dilakukan perencanaan pajak
yang dibayar adalah sebesar Rp. 637.168.941,
artinya ada
penghematan pajak sebesar Rp 60.000.000, penghematan ini terjadi karena PT Sinar Sasongko memberikan pelatihan kepada karyawan atau memberikan pengembangan SDM, hal ini diperbolehkan dalam undang - undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat 1 huruf g, sehingga dapat mengurangi laba setelah pajak. 2.2 Pengertian Pajak Mewujudkan kemandirian suatu negara dalam pembiayaan pembangunan dapat dilakukan dengan menggali sumber daya yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama yang diperoleh dari sumber dana dalam negeri, merupakan iuran rakyat untuk kas negara yang tidak mendapat balas jasa secara langsung dan digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Adapun beberapa definisi atau pengertian pajak yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh di Indonesia dan Undang- Undang sebagai berikut 1. Smeets dalamWirawan B, dan Burton (2008:6) mendefinisikan “Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat
11
ditunjukan dalam hal individual: maksudnya adalah untukmembiayai pengeluaran pemerintah”. 2. Soemitro (2009:1) mendefinisikan “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. 5. Waluyo (2008:2) mendefinisikan “Pajak adalah iuran kepada negara(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarkannya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali. Yang langsung dapatditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umumberhubung dengan tugas negara untuk menyelengarakan pemerintahan”. 6. Undang-Undang No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 28 tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU KUP),“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
12
2.3 Pajak Penghasilan Waluyo (2008:87) mengemukakan Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hokum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional atau regresif. UU No 7 tahun 1983 tentang PPh sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 36 Tahun 2008, (selanjutnya disebut dengan UU PPh). Undang-undangPajak
Penghasilan
(PPh)
mengatur
pengenaan
Pajak
Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. 2.3.1 Subjek Pajak Waluyo (2009:89),Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. BerdasarkanUU PPh pasal 2 ayat (1) No. 36 Tahun 2008, yang menjadi subjek pajak adalah : 1. Orang pribadi
13
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. 3. Badan Badan berdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. 4. Bentuk Usaha Tetap Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 2.3.2 Objek Pajak Mardiasmo (2009:133), menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu “Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
14
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan atau penghargaan; 3. Laba usaha 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang 7.
Dividen
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. 9. Sewa dan penghsilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14. Premi asuransi
15
15. Iuran yang diterima tau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah 18. Imbalan bunga 19. Surplus Bank Indonesia 2.3.3 Pajak Penghasilan Final Zain dan Sari (2006:21), mengungkapkan bahwa “Diantara penghasilan yang dikenakan atau dipotong pajak penghasilan yang bersifat final yang tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak, yang berarti tidak dapat dikurangkan dari jumlah pajak yang terutang, baik untuk wajib pajak perseorangan maupun wajib pajak badan”. Berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (2) No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan yang bersifat final terdiri atas : 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkanoleh koperasi kepada anggota kopersi orang pribadi 2. Penghasilan berupa hadiah undian 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
16
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan 5.
Penghasilan
tertentu
lainnya
(penghasilan
dari
pengungkapan
ketidakbenaran, penghentian penyidikan tindak pidana, dan lain-lain). pajak-pajak tersebut selanjutnya dinamakan UUPPh pasal 4 ayat (2). 2.3.4 Tarif Pajak Penghasilan UU PPh pasal 17 ayat (1), tentang ketentuan besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagai berikut : 1. Untuk Wajib pajak Orang pribadi dalam negeri Tabel 2.1 Wajib pajak Orang pribadi dalam negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) Diatas Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah) Diatas Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5% (lima persen)
Diatas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
15 % (lima belas persen) 25% (dua puluh lima persen) 30% (tiga puluh persen)
17
2. Untuk Wajib Pajak Badandalam negeri dan BUT Tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif PPh tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan dibursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang di atur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sampai dengan50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% dari tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan4,8 miliar (Pasal 31 E UU PPh).
2.3.5 Penghasilan Kena Pajak Menurut Djuanda dan Lubis dalam bukunya Pajak Penghasilan (2006;58) mengungkapkan bahwa :
18
“Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan (PPh) yang terutang”. Dalam undang-undang dikenal dua golongan Wajib Pajak yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Dimana bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) yaitu dengan cara perhitungan biasa dan perhitungan dengan menggunakan norma perhitungan. Sumber yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang bersumber dari laporan keuangan Wajib Pajak (laporan laba rugi/Profit and loss statement). Penghasilan Kena Pajak dihasilkan dari laba sebelum pajak dan penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan diperoleh dari koreksi fiskal atas laba sebelum pajak yang berasal dari laporan laba rugi wajib Pajak. Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang diperoleh dengan biaya-biaya yang diperkanankan dikurangkan sesuai dengan ketentuan perpajakan.Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam mendapatkan Penghasilan Kena Pajak terlebih dahulu penghasilan neto setelah koreksi diperkurangkan lagi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. 2.3.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak Pengenaan Pajak Penghasilan di bebankan terhadap semua Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan. Untuk menghitung Penghasilan Pajak
19
Orang Pribadi dalam negeri, maka penghasilan netonya dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai berikut: 1. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. 3. Rp. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami. 4. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan garis lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang setiap keluarga. 2.4 Pengertian Pajak Terutang Istilah pajak terutang tidak berbeda dengan istilah utang pajak yaitu suatu kewajiban yang wajib dibayar lunas oleh wajib pajak pada waktu yang telah ditentukan. jadi keduanya merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak pada waktu yang telah ditentukan. Namun istilah utang pajak digunakan dalam UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU No 19 tahun 2000), Pasal 1 angka 8 dengan pengertian bahwa utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat
20
sejenisnya
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan.
Utang pajak ini timbul berkaitan dengan pelunasan surat ketetapan pajak dan atau pelaksanaan penagihan pajak, sedangkan istilah pajak terutang di gunakan dalam UU KUP. Menurut pasal 1 ayat 10 UU No. 28 Tahun 2007, disebutkan bahwa “Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Peraturan perundang-undangan tersebut meliputi : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh (Pajak Penghasilan) 3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah) Pajak yang di atur di dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas terdiri dari : 1.
PPh Pasal 21
2.
PPh Pasal 22
3.
PPh Pasal 23
4.
PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
5.
PPh Pasal 25/29 Badan
6.
PPh Pasal 26
21
7.
PPh Pasal 15
8.
PPh Pasal 4 ayat 2
9.
PPN
10.
PPnBM
2.4.1 Perhitungan Pajak Terutang Perhitungan Pajak Penghasilan yang terutang dibedakan atas Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri pada dasarnya untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak yaitu perhitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan. Sementara Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) diperkenankan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto berdasarkan pencatatan. Orang pribadi yang berada di Indonesia untuk jangka waktu secara berturut-turut yang lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dianggap sebagai Wajib Pajak dalam negeri, dan wajib memenuhi kewajiban dan haknya selaku Wajib Pajak dalam negeri. Wajib Pajak yang meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak lebih dari 1 (satu) tahun, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan masih dikenakan pajak di Indonesia. Pejabat diplomatik dan Pegawai kedutaan Republik Indonesia, yang karena jabatannya berada di luar Indonesia, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri, sebab berdasarkan “asas eksteritorialitas”, mereka dianggap bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, dan wajib pula membayar pajak
22
penghasilan apabila penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak. Sebaliknya, Wakil-wakil Diplomatik atau Konsuler Asing yang bertempat tinggal di Indonesia, bukan merupakan Wajib Pajak dalam negeri, berdasarkan “asas eksteritorilitas” tersebut. Mardiasmo
(2009:93-94)
mendefinisikan
“Wajib
Pajak
luar
negerimerupakan subjek pajak luar negeri yang memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari wilayah Republik Indonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di wilayah Republik Indonesia”. Wajib Pajak luar negeri hanya dikenakan pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh atau berasal dari (sumbersumber yang ada di) wilayah Republik Indonesia. 2.5 Manajemen Pajak Suandy (2008:6), mendefinisikan “Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan banar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan, Suandy (2008:6), tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsifungsi manajemen pajak yang terdiri dari : 1. Perencanaan Pajak (Tax Planning) 2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) 3. Pengendalian Pajak (Tax Control) 2.5.1. Perencanaan Pajak ( Tax Planning )
23
Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan yang akan dilakukan.Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak menurut Suandy (2006:7) yaitu “Merupakan langkah awal dalam manajemen pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat di seleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.” Sedangkan pengertian perencanaan pajak (Tax Planning) menurut Resmi (2009:212) dapat diartikan sebagai “Upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghemat pajak dengan cara mengatur perhitungan penghasilan yang lebih kecil yang dimungkinkan oleh perundang-undangan perpajakan.” Jika tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat Undang-Undang maka tax planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after taxreturn) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Pengertian perencanaan pajak menurut Suandy (2006:7) yaitu “Merupakan langkah awal dalam manajemen pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan
24
dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.” Suandy (2008:7) mengemukakan untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan peraturan wajib pajakadalah sebagai berikut: 1. Tax saving, upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecildan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. 2. Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang. Suandy (2008:10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: 1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain :
25
a) Jenis Pajak yang akan dipungut. b) Subjek Pajak. c) Objek Pajak. d) Besarnya Tarif Pajak e) Prosedur pembayaran pajak. 2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut dengan undangundang itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik. 3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai Negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan
dalam
melaksanakan
administrasi
perpajakannya
secara
memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi maupun pidana yang diakibatkan karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus
26
dengan perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif. 2.5.2 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Suandy (2008:9),apabila dalam tax planning telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkahlangkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak. Suandy (2008:9), untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak, ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu : 1. Memahami ketentuan peraturan perpajakan 2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat 2.5.3 Pengendalian Pajak ( Tax Control ) Pengendalian pajak merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak. Suandy (2008:10), mengungkapkan “Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material”. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas
27
sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal. 2.6 Perbedaan Permanen dan Temporer Zain dan Sari (2006:38) mengungkapkan bahwa penyebab perbedaan yang terj adi antara Penghasilan Sebelum Pajak (PSP) dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan secara potensial juga menyebabkan perbedaan antara Beban Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang, dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu perbedaan permanen/tetap Permanent Differences), perbedaan waktu/sementara (Timing Differences – Temporary
Differences),
kompensasi
kerugian
(Operating
Loss
Carryforwards). Adapun Penjelasan mengenai kategori diatas, adalah sebagai berikut : 2.6.1. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences) Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Antara lain : 1.
Ada beberapa penghasilan yang tidak objek pajak, sedang secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan.
2.
Ada beberapa biaya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedang komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya.
28
Perbedaan permanen tidak memerlukan Alokasi Pajak Penghasilan Interperiode (Interperiode Income Tax Allocation), karena perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang mutlak yang tidak ada titik temunya atau saldo tandingnya (Counterbalance). Zain dan Sari (2006:39), pada perusahaan yang ada Penghasilan Tidak Objek Pajak dan tidak ada Biaya Fiskal yang tidak boleh dikurangkan, PPh Terutangnya akan menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan Beban PPh yang dihitung berdasarkan Penghasilan SebelumPajak, sedangkan apabila pada perusahaan terdapat banyak koreksi Biaya Fiskal yang tidak boleh dikurangkan, PPh Terutangnya akan menjadi lebih besar apabila dibandingkan dengan Beban PPh. Perbedaan permanen ini berkaitan juga dengan rekonsiliasi. 2.6.2. Perbedaan Waktu/Sementara (Timing Differences – Temporary Differences). Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan merupakan penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang, sedang komersial mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode yang bersangkutan. Berbeda dengan perbedaan permanen, perbedaan waktu masih memerlukan beberapa hal yang dipertanyakan, yaitu :
29
1. Dalam rangka perbedaan waktu tersebut, apakah diperlukan alokasi pajak interperiode atau tidak memerlukan alokasi pajak interperiode, 2. Apabila diperlukan alokasi pajak interperiode, apakah pendekatannya secara komprehensif atau hanya parsial untuk perbedaan waktu tertentu saja dan apakah akan digunakan metode tangguhan (the deffered method) yang berbasis pada tarif pajak yang diharapkan, atau metode pajak neto (the net-of-tax method). 2.7 Langkah-langkah Dalam Perencanaan Pajak 2.7.1. Memaksimalkan Penghasilan Yang Dikecualikan Dalam UU PPh pasal 4 ayat (3) mengatur mengenai penghasilan yang dikecualikan sebagai Objek Pajak. Selain penghasilan yang dikecualikan undang-undang, kita juga harus mengetahui apa saja yang termasuk pengahasilan dalam undang-undang agar kita dapat mengetahui dengan pasti dalam tax planning yang akan dilakukan.(Suandy,2006:131) Lombantoruan (2005:2), langkah-angkah yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan sebagai berikut : 1. Mengubah Jenis Penghasilan Dengan memanfaatkan celah-celah dari Undang-Undang perpajakan yang berlaku, Penghasilan Kena Pajak diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. 2.
Merencanakan Penghasilan untuk Tahun Berikutnya
30
Untuk meminimumkan pajak tahun bersangkutan, maka pernghasilan yang diperoleh pada bulan-bulan terakhir tahun yang bersangkutan direncanakan sebagi penghasilan tahun depan. 3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian potongan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diperbolehkan oleh undang-undang. 2.7.2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal Suandy (2006:132), salah satu cara dalam meminimalkan pajak terutang
yang
dilakukan
dalam
tax
planning
adalah
dengan
memaksimalkan biaya fiskal. Biaya fiskal adalah biaya yang menurut Undang-Undang Perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan Bruto. Semakin besar biaya fiskal yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menyebabkan semakin kecil laba bersih sebelum pajak dan otomatis akan mengurangi pajak terutang. Selain memaksimalkan fiskal, Dalam tax planning hal lain yang harus diperhatikan adalah meminimalkan biaya yang menurut UndangUndang perpajakan tidak dapat dikurangkan menyebabkan penghasilan sebelum pajak akan lebih besar dan hal itu menyebabkan pajak terutang juga lebih besar. Oleh karena itu, dalam melakukan tax planning kita harus mengetahui biaya diperkenankan sebagai pengurang dan yang tidak diperkenankan sebagai pengurang.
31
Berdasarkan UU PPh pasal 6, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk : 1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : 1. Biaya pembelian bahan; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. Bunga, sewa dan royalti; 4. Biaya Perjalanan; 5. Biaya pengolahan limbah; 6. Premi asuransi; 7. Biaya Promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; 8. Biaya administrasi; dan 9. Pajak kecuali pajak penghasilan. 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; 3. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh
32
Menteri Keuangan. 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 5. Kerugian selisih kurs mata uang asing 6.
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7.
Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat; a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugikomersial; b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian
tertulis
mengenai
penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya
33
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; 9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, sesuaiUU PPh pasal 9 ayat (1) adalah : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
34
b) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial; c) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan; d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan f)Cadangan biaya penutuapan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengelolahan limbah, industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. 2.7.3 Meminimalkan Tarif Pajak Adanya perubahan tarif pajak dari UU No. 17 Tahun 2000 menjadi UU No. 36 Tahun 2008, membantu kita menciptakan peluang untuk melakukan tax planning lewat perubahan tersebut. Perubahan tersebut adalah : 1. Tarif PPh No. 36 Tahun 2008 a) WP Orang Pribadi : 0 – 50 juta 5%,50 – 250 juta 10%,250 – 500 juta 25% & 500 juta 30% b) WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 % c) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
35
Tabel 2.2 Tarif Pajak Penghasilan untuk Badan Usaha Peredaran Bruto ( Rp )
Tariff Pajak
Sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 ( 1% x Peredaran Bruto empat miliar delapan ratus juta ) Diatas Rp. 4.800.000.000,00 ( empat
{0.25 - (0.6 Miliar/Peredaran Bruto}
miliar delapan ratus juta )
x PKP
Diatas Rp. 50.000.000.000,00 ( lima 25% x PhKP puluh miliar )
Penyempurnaan Undang-Undang perpajakan, berarti kelemahan-kelemahan didalam undang-undang dan peraturan-peraturan perpajakan sudah dapat diatasi. Hal ini berarti bahwa beberapa “loopholes” dalam Undang-undang perpajakan sebagian besar telah diketahui. Tetapi harus diingat bahwa tidak ada satu pasal pun di dalam Undang-undang Perpajakan di Indonesia yang berlaku,yang melarang Wajib Pajak melakukan manajemen pajak, sehingga usaha-usaha mengelola kewajiban perpajakan dalam manajemen keuangan dengan tepat untuk tujuan meminimalkan jumlah pajak terutang merupakan tindakan sah dan legal. 2.8 Strategi Dalam Perencanaan Pajak Terdapat beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, Strategi tersebut menurut Suandy (2006) dan Zain (2005) dapat dijabarkan sebagai berikut:
36
1. Memilih bentuk badan hukum yang paling sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. 2. Memilih lokasi berdirinya perusahaan dimana lokasi tersebut hendaknya mendapatkan insentif atau fasilitas perpajakan dari pemerintah. 3. Mengambil keuntungan yang maksimal dari pengecualian, potongan atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. 4. Mengingat bahwa di Indonesia pembagian dividen antar corporate (inter corporate dividend) tidak dikenaipajak, maka sebaiknya perusahaan didirikan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga dapat menguntungkan masing-masing badan usaha. 5. Memisahkan profit center dan cost center didalam perusahaan. 6. Pemilihan metode pembukuan, cash basis atau accrual basis. 7. Penurunan PPh Pasal 25 8. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Karena Indonesia termasuk negara yang
cenderung sering mengalami
inflasi, maka metode penilaian persediaan yang disarankan adalah metode rata-rata (average). Metode ini akan menghasilkan beban pokok penjualan (BPP) yang lebih tinggi dibandingkan metode penilaian persediaan yang lain. BPP yang tinggi akan menurunkan laba kotor sehingga penghasilan kena pajak juga ikut mengecil.
37
9. Selain pembelian langsung, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memperoleh aktiva tetap melalui sewa guna usaha karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan dapat dibiayakan seluruhnya,
sehingga aktiva tersebut
dapat dibiayakan lebih cepat
daripada melalui penyusutan jika membeli secara langsung. 10. Memilih metode penyusutan dan amortisasi yang paling sesuai dan menguntungkan bagi perusahaan. 11. Menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. 12. Mengoptimalkan jumlah kredit pajak yang diperbolehkan. 13. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan dengan withholding tax. 14. Memberikan tunjangan PPh pasal 21 kepada karyawan dengan cara gross up. 15. Menunda pembayaran kewajiban pajak sampai dengan mendekati tanggal jatuh tempo. 16. Menghindari pemeriksaan pajak. Pemeriksaaan pajak biasa dilakukan terhadap wajib pajak yang. 2.9 Pengertian Penghematan Pajak Dalam hal perpajakan, setiap perusahaan pasti menginginkan agar beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan dapat sehemat mungkin untuk dapat mengoptimalkan laba setelah pajak. Penghematan Pajak menurut Zain (2005:51) adalah “Suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak dalam mengelakkan utang
38
pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya, pajak penjualan atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar.” Sedangkan pengertian Penghematan Pajak Menurut Tjraka (www.google.com) adalah “Penghematan pajak merupakan upaya yang legal yang tujuannya untuk menempatkan pajak pada porsi yang seharusnya agar beban pajak yang dibayar oleh wajib pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan kelemahan dari peraturan dan Undang-undang perpajakan yang berlaku.” Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Penghematan Pajak adalah usaha legal yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengupayakan agar beban pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin. 2.10
Pemilihan Metode Akuntansi
2.10.1. Penyusutan Sejak tahun 1995, Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode penyusutan garis lurus (straight line) dan kedua, metode penyusutan saldo menurun (double declining). Dalam memilih metode penyusutan, kita harus mempertimbangkan keadaaan perusahaan. Jika perusahaan memperkirakan laba perusahaan yang cukup besar, maka sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan saldo menurun, sehingga menghasilkan biaya penyusutan yang besar yang dapat mengurangi laba kena pajak. Sebaliknya, jika
39
diperkirakan awalawal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan, laba yang diperoleh kecil atau timbul kerugian, maka sebaiknya memilih metode penyusutan garis lurus karena menghasilkan biaya penyusutan yang lebih kecil. Mulai tahun 1995, Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode penyusutan garis lurus (straight line) dan kedua, metode penyusutan saldo menurun (double declining). 1. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan Sebagaimana telah diatur dalam UU PPh pasal 9 ayat (2), bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan, dalam ketentuan ini pengeluaran
untuk
mendapatkan,
menagih,
dan
mempertahankan
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi. Sejak tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aktiva, tidak lagi secara gabungan
40
seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan. Menurut UU PPh pasal 11, Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Dalam UU PPh pasal 11 ayat (6), semua aktiva tetap berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi 2 golongan : 2. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Pengertian penyusutan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 (2011:15) “Penyusutan adalah alokasi harga perolehan dari sebuah aset tetap sepanjang umur ekonomis secara sistematis dan rasional. Dalam PSAK penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan lebih awal ketika :
41
1. Aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual atau asset tersebut masuk dalam kelompok aset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual; dan 2. Aset tersebut dihentikan pengakuannya, yaitu : a) Dilepaskan; dan b) Tidak ada masa manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Karena itu, penyusutan tidak berhenti pada saat aset tersebut tidak dipergunakan atau diberhentikan penggunaannya kecuali apabila telah habis disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang dipergunakan adalah usage method (seperti unit of production method), maka beban penyusutan menjadi nol bila tidak ada produksinya (PSAK : 16, Revisi 2007). 2.11
Koreksi Fiskal
Muljono (2009:59) mendefinisikan“Koreksi fiskal adalah perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal”. Perhitungan secara komersial adalah perhitungan yang diakui berdasarkan standar akuntansi yang lazim. Muljono (2009:59) mendefinisikan“Laba secara fiskal adalah laba yang diperoleh Wajib Pajak ketika menghitung besarnya PPh terutang pada akhir tahun”. Apabila koreksi fiskal tidak dilakukan oleh Wajib Pajak, perhitungan besarnya PPh terutang sangat memungkinkan akan mengalami kesalahan karena
42
banyak ketentuan pengakuan atau cara perhitungan pada akuntansi komersial yang diperlakukan secara khusus pada ketentuan perpajakan. Laba secara komersial akan sama dengan laba secara fiskal hanya apabila semua unsur dalam perhitungan pajak telah dilakukan oleh Wajib Pajak berdasarkan ketentuan perpajakan. Bagi Wajib Pajak, hal ini sangat sulit dilakukan karena adanya perbedaan ketentuan antara Wajib Pajak dengan pembuat kebijakan pajak, yaitu pemerintah. Kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah yang berkaitan dengan pajak tidak akan sama, dan cenderung berkebalikan. Wajib pajak menghendaki pajak yang terutang atau dibayar sekecil mungkin, sedangkan pemerintah menghendaki pajak yang diterima sesuai dan cenderung sebesar mungkin.Dengan kondisi itu, pengakuan akuntansi dari transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak menjadi cenderung berlawanan dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan antara SAK dengan Peraturan Perpajakan antara lain dalam hal penggunaan sistem maupun metode pengakuan biaya maupun penghasilan secara akuntansi komersial dengan akuntansi secara pajak, baik dalam rangka pengakuan pendapatan maupun biaya untuk untuk mendapatkan Penghasilan kena pajak. Perbedaan yang akan terjadi dengan adanya pengakuan secara komersial dan secara fiskal adalah atas besarnya pajak terutang yang diakui dalam laporan labarugi komersial dengan pajak terutang menurut fiskus. Muljono (2009:61),koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat berupa:
43
2.11.1.
Beda Tetap
Beda tetap Terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya sesuai akuntansi secara komersial tetapi berdasarkan ketentuan perpajakan, transaksi dimaksud bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian merupakan biaya. 2.11.2.
Beda Waktu
Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal. Dengan adanya koreksi fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang dijadikan dasar perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda. Perbedaan karena adanya koreksi fiskal dapat menimbulkan koreksi yang berupa : 1.
Koreksi Positif, adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak.
2.
Koreksi Negatif, adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengtakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak
44
2.12
Kerangka Pikir
Nurjannah (2013). Dengan diterapkannya tax planning tersebut maka perusahaan berhasil melakukan penghematan pajak sebesar Rp 202.452.068,00, sehingga laba komersil yang awalnyanya Rp37.592.734.925,00 naik menjadiRp 37.795.186.993,00.
Perencanaan pajak (tax Planning) Pajak yang terutang
Laba Rugi Fiskal
PPh Badan
Analisis Deskriptif
Hasil Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah perencanaan pajak Swiss-BelHotel kendari berdasarkan Laporan Keuangan Swissbel Hotel Kendari yang beralamat di Jalan Edisabara No.187 By Pass Kota Kendari.
3.2. Jenis Data Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Kualitatif, yaitu data yang berisi kondisi perusahaan seperti latar belakang perusahaan, struktur organisasinya, tujuan perusahaan, rencana perusahaan, kebijakan perusahaan. Data tersebut dapat diperoleh secara lisan maupun tulisan. 2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk dokumen, daftar atau angkaangka yang dapatdihitung berupa laporan keuangan perusahaan. 3.3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalampenelitian ini adalah : 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dengan melakukan wawancara dan observasi pada perusahaan sebagai objek penelitian. 2. Data sekunder, yaitu data yang berupa catatan-catatan perusahaan dan lampiran-lampiran serta literature yang berhubungan dengan penelitian ini.
45
46
3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu : 1. Wawancara, yaitu peneliti melakukan kegiatan tanya-jawab dengan pihakyang dianggap mengetahui informasi yang dibutuhkan, dalam hal ini yangmenyangkut dengan perpajakan. 2. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data berupa dokumen dan catatan perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini. 3.5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif tanpa menggunakan analisis statistik, yaitu menganalisis, mengumpulkan dan melihat Implementasi Perencanaan Pajak (Tax Planning) untuk Penghematan jumlah Pajak Penghasilan pada Hotel Swiss-Belhotel Kendari. langkah-langkah yang digunakan yaitu: 1. Pengumpulan data yang diperlukan (laporan laba/rugi komersial tahun 2014, laporan laba/rugi fiskal tahun 2014, dan kebijakan-kebijakan perusahaan). 2. Evaluasi terhadap koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan dengan memahami prosedur dan kebijakan yang berlaku di perusahaan terkait dengan perpajakan.
47
3. Memeriksa sumber-sumber penghasilan perusahaan kemudian membuat tax planning atas penghasilan perusahaan dengan cara memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan. 4. Membuat tax planning terhadap biaya-biaya umum dan operasional perusahaan dengan cara memaksimalkan biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang (biaya fiskal) dan meminimalkan biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang. 5. Melakukan pemilihan metode-metode akuntansi yang sesuai dengan peraturan perpajakan. 6. Melakukan perhitungan pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan Undang- undang yang berlaku. 3.6 Definsi Operasional 1. Perencanaan Pajak Upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghemat pajak dengan cara
mengatur
perhitungan
penghasilan
yang
lebih
kecil
yang
dimungkinkan oleh perundang-undangan perpajakan 2. Pajak yang Terutang Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
48
3. Laba Rugi Fiskal Laporan laba rugi fiscal adalah laporan laba rugi yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan dan digunakan untuk kepentingan perhitungan pajak.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran UmumPerusahaan 4.1.1 Profil Perusahaan Swiss-Belhotel International menawarkan jasa manajemen yang sangat profesional di semua aspek operasional hotel, resor, serviced residences, condotel
dan
manajemen
properti.
Sejak
berdirinya
Swiss-Belhotel
International pada tahun 1987. Perusahaan ini telah berkembang pesat di seluruh Asia dan Timur Tengah. Memulai operasional di daratan Cina. SwissBelhotel International telah berkembang menjadi Indonesia. Malaysia. Filipina. Australia. Vietnam dan Timur Tengah. Salah satu yang paling cepat berkembang hotel dan manajemen Grup
perhotelan. Swiss-Belhotel
International berkomitmen untuk secara substansial meningkatkan portofolio properti untuk lebih dari 120 properti pada tahun 2016. Kebijakan ekspansi yang agresif ini didukung oleh Gairah dan Profesionalisme di setiap tingkat Swiss-Belhotel International dan berakar dalam komitmen Group untuk menawarkan akomodasi yang kompetitif dan berlokasi hotel dan resor untuk pelancong bisnis maupun rekreasi. Setiap properti Swiss-Belhotel International menawarkan kombinasi unik dari standar kualitas internasional dikombinasikan dengan keramahan lokal dan nilai yang sangatbaik.
49
50
Swiss-Belhotel International sangat unik dibandingkan dengan banyak manajemen perusahaan hotel internasional lain. dengan filosofi aktif konsultasi dan bekerja dengan pemilik properti dan investor. Peningkatan jumlah pemilik ingin dihubungkan pada operasi sehari-hari. Ini cenderung berkecil hati dengan perusahaan manajemen hotel internasional, yang kebijakan sering untuk cap merek tertentu mereka sendiri manajemen dan pemasaran di operasi, bebas dari "luar" Pemilik atau keterlibatan investor. Sementara standar kontrak manajemen hotel yang secara teratur digunakan dalam industri dapat memberikan perusahaan memiliki struktur manajemen yang independen, tidak selalu mementingkan pemilik, manajemen dan hotel personil untuk menjadi kelas profesional dengan bekerja bersama sebagai manajemen komplementer dan tim investasi . filosofi Swiss-Belhotel International adalah untuk membangun kemitraan dengan pemilik properti dan investor sehingga tujuan dan tujuan mereka tercapai dan kesuksesan dan pertumbuhan operasi dan Swiss-Belhotel International bias berkembang.` Diresmikan sebagai cabang yang ke- 58, Swiss-Belhotel Kendari yang beralamat di Jalan Edisabara No berkembang
seperti
bypass Kota Kendari diharpkan dapat
cabang-cabang
Swiss-Belhotel
yang
sebelumnya
mengingat kota kendari merupakan kota yang cukup strategis. Memiliki 109 kamar yang terdiri atas: Superior. Deluxe. Grand Deluxe. Junior Suite. Executive Suite dan Presidential Suite serta 3 ballroom dan fasilitas kolam renag. Setiap kamar dirancang dengan desain minimalis modern serta fasilitas
51
lengkap dengan pemandangan teluk Kendari yang indah merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Swiss-Belhotel Kendari. Karena letaknya yang strategis di tepi teluk Kendari. Hotel ini dekat dengan pusat hiburan dan restoran yang menyediakan kuliner lokal. Dan bagi para pelaku bisnis, SwissBelhotel Kendari memiliki fasilitas ruang pertemuan yang sempurna baik untuk pertemuan dalam skala kecil maupun besar. 4.1.2 Struktur organisasi perusahaan Struktur organisasi dimaksudkan sebagai alat ukur kontrol bahkan diharapkan struktur organisasi dapat membawa persatuan dan dinamika suatu perusahaan, atau dapat dikatakan bahwa struktur organisasi inilah yang mempersatukan fungsi-fungsi yang ada dalam lingkungan tersebut. Adapun pembagian tugas masing-masing fungsi dalam struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut: 1. General Manager merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, dan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan dan mengelola perusahaan secara keseluruhan. Mengawasi operasional perusahaan melalui manajer devisi. 2. Comite Executive Mempunyai tugas membantu General Manager dalam hal mengatur perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada General Manager
.
52
3. Finance manager Bertanggung jawab secara keseluruhan dalam pengelolaan keuangan perusahaan. 4. Human Resourch Department ( HRD ) Mempunyai tugas dan wewenang dalam mengelola sumber daya manusia dalam perusahaan. 5. Food Beverage Manager (FBM ) Bertanggung dalam pengelolaan makanan, minuman, dan restoran dalam perusahaan.
53
Gambar 4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
GENERAL MANAGER
COMITE EXECUTIVE
Finance manager HR
FBM
HRD
AST.HRD
AP INCOME AUDIT GENERAL CASH COST CONTROL
HELPER
RB. PRODUCT GXE.CHEF
FB. SERVICE
SOS. CHEF
RESTO SPV
CHEF
WAITER
COOK
BUTHER
STORE PURCHESING BOOKEEPER
Sumber : Subbagian Accounting and Tax Swiss-belhotel kendari
54
4.2 HASIL PENELITIAN 4.2.1. Implementasi Perencanaan Pajak dalam Perusahaan 1. Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang Diterapkan Perusahaan dalam Perhitungan PPh Terhutang Kebijakan akuntansi perusahaan dalam menjalankan usahanya antara lain : a. Dasar pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan adalah accrual basis. Swiss-belhotel menggunakan Basis Akrual sebagai dasar pembukuan perusahaan. Hal ini disebabkan Pencatatan berbasis akrual selain mencatata transaksi pengeluaran dan penerimaan kas, juga mencatat jumlah hutang dan piutang organisasi. Oleh karena itu, dengan menggunakan pencatatan berbasis akrual gambaran atas kondisi keuangan organisasi lebih akurat daripada menggunkan pencatatan berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada basis kas. b. Penyusutan aktiva tetap menggunakan metode garis lurus. Swiss-belhotel menggunakan metode garis lurus dalam penyusutan aktiva tetap. Hal ini disebabkan penggunaan Metode garis lurus mampu menilai aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata di sepanjang masa penggunaannya, sehingga aset tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aset ditarik dari penggunaannya dalam operasional perusahaan,
55
sehingga
metode
penyusutan
garis
lurus
menghasilkan biaya
penyusutan yang lebih kecil. 2. Memaksimalkan Penghasilan yang dikecualikan Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, sumber penghasilan perusahaan Swiss-belhotel Kendari adalah jasa sewa kamar, kolam renang, restoran dan ballroom. Dalam pelaksanaan Perencanaan Pajak perusahaan dapat memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan dan dikenakan PPh Final. Berdasarkan sumber penghasilan yang ada dalam perusahaan tidak terdapat penghasilan yang dikecualikan. Salah satu penghasilan yang dapat dijadikan alternatif bagi perusahaan untuk memperkecil PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah penghasilan bunga /jasa giro, karena penghasilan bunga dikenai pajak final. 3. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang a. Biaya Makan/Minum Perusahaan tidak memberiakan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada karyawan, terapi perusahaan memberikan makan dan minum bersama bagi karyawan. b.
Transportasi Karyawan Untuk transportasi karyawan perusahaan menyediakan bus untuk
transportasi pegawai.
56
c.
Tunjangan Asuransi Keputusan
perusahaan
untuk
membayar
premi
asuransi
karyawannya sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan. d.
Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur
pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang dipakai oleh direktur. tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan. Dalam tahun 2014, perusahaan telah menyediakan dana sebesar Rp 29.811.278 untuk biaya pemeliharaan kendaraan dinas. 4.2.2 Kredit Pajak Kredit pajak ialah sebuah perhitungan atas pajak yang diperoleh adanya suatu penghasilan yang diterima di awal namun terdapat jumlah pajak yang telah terhutang pada akhir tahun pajak. Di Indonesia pun memberlakukan Kredit pajak ini yang telah diatur oleh Undang-undang, sehingga dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan hukum tersebut. Bahkan, hukum yang mengaturnya pun banyak, diantaranya:
1.
PPh pasal 22, sebuah pajak yang dipungut bendahara milik pemerintah, entah itu pemerintah daerah ataupun pusat.
57
PPh pasal 25 merupakan sistem angsuran bulanan yang wajib
2.
dibayarkan oleh yang bersangkutan. PPh pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Pemungutan PPh pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. Jika pemungutan PPh pasal 22 bersifat final, maka jumlah pajak yang telah dibayar pada tahun berjalan tersebut dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun pada saat pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pihak yang dipungut PPh pasal 22 dalam pelaksanaan Perencanaan Pajak, yaitu mengoptimalkan kredit pajak yang bersifat final. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengoptimakan kredit pajak adalah : 1. Inventarisir transaksi-transaksi yang dipungut PPh pasal 22 yang bersifat final. 2. Pastikan bahwa dokumen yang menjadi dasar pengkreditan (SSP atau Bukti Pungut) telah diterima dan telah diisi dengan benar. 3. Arsipkan dengan baik SSP atau bukti pungut tersebut 4. Pastikan bahwa SSP atau bukti pungut telah dkreditkan dalam SPT Tahunan. 4.2.3 Strategi Perencanaan Pajak untuk Penghematan Jumlah Pajak Penghasilan yang Dilakukan oleh Swiss-Belhotel Kendari dengan Undang-undang yan Berlaku.
58
1. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang. a. Biaya Makanan/Minum Perusahaan tidak memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada karyawan, tetapi perusahaan memberikan makan dan minuman bersama bagi karyawan. Pemberian makan bersama bagi karyawan bukan merupakan Objek Pajak PPh pasal 21 karena makan bersama merupakan pemberian dalam bentuk natura. Dengan demikian dari sisi karyawan pemberian makan ini tidak akan menambah PPh pasal 21 terutang. Disisi perusahaan berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh No. 36 Tahun 2008. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai. Artinya pemberian makan dan minum bersama walaupun bentuk natura. dapat dibiayakan oleh perusahaan (deductible expenses). Dengan demikian di sisi perusahaan akan mengurangi PPh Badan yang terutang. Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian makan bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang kehadiran, maka akan lebih menguntungkan karyawan dan perusahaan apabila memilih kebijakan pemberian makan bersama karena dengan memberikan makan bersama bukan merupakan penghasilan bagi
59
karyawan. Sedangkan apabila diberikan berupa tunjangan makan, maka tunjangan makan tersebut menjadi Penghasilan Kena Pajak bagi karyawan. Oleh karena itu, keputusan perusahaan untuk memberikan makan dan minum bersama karyawan sudah baik sebagai usaha memaksimalkan biaya fiscal. b. Transportasi Karyawan Untuk transportasi karyawan perusahan menyediakan bus untuk transportasi
pegawai
Pemberian
tunjangan
transportasi
menurut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal ayat (1) huruf a. dapat dikurangkan dalam Penghasilan kena Pajak bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke dalam gaji karyawan. Jika dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemberian tunjangan transportasi langsung kepada karyawan lebih besar dibandingkan dengan menyediakan bus transportasi, maka ada baiknya perusahaan memilih untuk menyediakan bus transportasi saja. Dengan demikian perusahaan bisa melakukan penghematan pajak karena pemberian tunjangan transportasi dapat
60
dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan sehingga bisa menghemat PPh terutang perusahaan. c. Tunjangan Asuransi Premi yang ditanggung perusahaan. menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, pembayarn tersebut boleh dibebankan dalam Penghasilan Kena pajak perusahaan dan bagi karyawan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21, adalah penghasilan yang merupakan Objek Pajak, Premi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP57/PJ/2009 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak PPh pasal 21 dihitung sebagai pengurang penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan. d. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang dipakai oleh direktur, tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan. Jumlah biaya yang dapat dibiayakan hanya 50% karena sesuai dengan
61
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 220/PJ/2002 pasal 3 ayat (2), biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Perusahaan dapat membiayakan seluruhnya apabila kendaraan kantor tidak diberikan sebagai fasilitas bagi direktur, melainkan digunakan sepenuhnya hanya untuk keperluan perusahaan saja. Hal ini juga menghindari penggunaan kendaraan kantor untuk keperluan pribadi karyawan, misalnya supir perusahaan. Sehingga dengan demikian tidak perlu ada koreksi fiskal untuk biaya pemeliharaan sebesar Rp. 29.811.278 karena jika perusahaan tidak memberikan mobil dinas kepada karyawan maka seluruh biaya pemeliharaan ditanggung oleh perusahaan dana akan menjadi biaya
yang akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak bagi
perusahaan. e. Metode Penyusutan Terdapat dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU Perpajakan. yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun (double declining). Dan perusahaan pada saat ini menggunakan metode penyusutan garis lurus. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan yang diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini membantu dalam penyusunan laporan laba rugi fiskal karena tidak
62
perlu melakukan koreksi terhadap biaya penyusutan. Akan tetapi, kedua metode tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang tentu saja pilihan masing-masing Wajib pajak dapat berbeda mengingat adanya perbedaan kepentingan. Apabila yang menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial. kedua metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang dipilih dari kedua metode penyusutan tersebut, antara kebijakan fiskal dan kebijakan perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba tinggi tetapi dipihak lain dengan adanya laba tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi. Di akhir penyusutan diketahui bahwa future value dari biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus lebih rendah dibanding salado menurun, dalam arti metode garis lurus menghasilkan laba yang lebih tinggi dibanding metode saldo menurun serta akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi pula. Jadi, apabila dinilai secara future value, penggunaan saldo menurun akan lebih menghemat PPh terhutang. 4.2.4 Perbandingan Laba Rugi Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak Adanya perbedaan tetap dan perbedaan waktu menyebabkan laba yang dihitung perusahaan dan laba yang dihitung pajak berbeda. Oleh karena itu, dasar penentuan PPh pun berbeda antara perusahaan dan perpajakan. Untuk menghitung besarnya PPh Badan yang harus dibayarkan oleh perusahaan
63
kepada Negara perlu dilakukan koreksi fiskal terhadap akun-akun yang tidak diakui oleh pajak baik sebagai penghasilan maupun sebagai beban. Berikut adalah perbandingan laporan laba rugi fiskal sebelum Perencanaan Pajak dan setelah Perencanaan Pajak.
Tabel 4.1 Swiss-Belhotel Kendari Laporan Laba/Rugi Periode Yang Berakhir Pada Tahun 2014
Penjualan Beban Pokok Penjualan Beban Operasional Ruangan Makanan dan Minuman Departemen operasional pendukung B. Perjalanan dinas B. Pendidikan Pengembangan & Rekruitment Pengelolaan Gudang Pengelolaan Dapur Pengelolaan Property Telkomunikasi Beban Operasional Kantor Jumlah Beban Operasi Beban Administrasi dan umum Gaji. upah dan tunjangan laninnya Beban Penyusutan Properti. Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Dapur Transportasi Penjualan dan Pemasaran
Laba Rugi Fiskal (sebelum Tax Planning ) 13.022.797.951 2.247.797.899 10.775.000.052
(dalam rupiah) Laba Rugi Fiskal (Setelah Tax Planning ) 13.022.797.951 2.247.797.899 10.775.000.052
507.784.901 772.373.696 65.060.813 126.554.452
507.784.901 772.373.696 65.060.813 126.554.452
100.766.938 81.209.773 144.225.451 155.789.434 60.500.612 96.111.545 2.110.377.615
100.766.938 81.209.773 144.225.451 155.789.434 60.500.612 96.111.545 2.110.377.615
956.408.001 446.650.910 163.967.295 44.633.229 29.955.000 4.917.270
956.408.001 446.650.910 163.967.295 44.633.229 29.955.000 4.917.270
64
Biaya Energi 909.125.551 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja 67.248.990 Beban Kantor 25.200.000 Pajak bumi dan bangunan 91.828.241 Pajak 27.661.261 Beban Asuransi 165.738.267 Jumlah Beban Administrasi dan Umum 2.933.334.015 Jumlah Beban Usaha 5.043.711.630 Laba Rugi Usaha 5.731.288.422 Pndapatan / Beban Lain-lain Jasa Giro 88.915.142 Lainnya 0 Jumlah Pendapatan Lain-lain 88.915.142 Beban Lain-lain Biaya Manajemen 247.593.503 Biaya Lisensi 91.898.376 Biaya Penjualan dan Pemasaran 68.908.945 Biaya Pelatihan 75.898.376 Biaya Insentif Manajemen 340.675.392 Pajak Biaya Manjemen 113.867.467 Jumlah Beban Lain-lain 938.842.059 Jumlah Pendapatan/Beban Lain-lain 1.027.757.201 Laba Rugi Sebbelum Pajak 4.792.446.363 Beda Waktu Beban Manfaat Karyawan Penyisihan Piutang Tak Tertagih -23663493.00 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja (67.248.990) Beda Permanen Jamuan. Sumbangan dan Promosi 367.344.469 Pajak (27.661.261.00) Beban Handphone 9.310.400 Pemeliharaan Kendaraan 29.811.278 Jasa Giro (88.915.142) Taksiran Laba/Rugi Fiskal 4991423623.75 Laba Fiskal Setelah Pembulatan 4991423623.75 Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah)
909.125.551 67.248.990 25.200.000 91.828.241 27.661.261 165.738.267 2.933.334.015 5.043.711.630 5.731.288.422 88.915.142 0 88.915.142 0 247.593.503 91.898.376 68.908.945 75.898.376 340.675.392 113.867.467 938.842.059 1.027.757.201 4.792.446.363 0 -23663493.00 (67.248.990) 129.147.469 (27.661.261) 4.655.200 0 (88.915.142) 4718760145.75 4718760145.75
65
4.2.5 Perhitungan Pajak Penghasilan Perusahaan Perhitungan pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan pasal 17 ayat (1) huruf B dan pasal 31E Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan. 1) Sebelum penerapan perencanaan pajak. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: PKP Mendapat Fasilitas = ( 4.800.000.000 : peredaran bruto ) x laba sebelum pajak PKP Mendapat Fasilitas = ( 4.800.000.000:13.022.797.951) x4.991.423.623. =
1.839.760.816.
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: PKP Tidak Mendapat Fasilitas = laba sebelum pajak- PKP mendapat fasilitas = 4.991.423.623.75–1.839.760.816.7
= 3.151.662.807.05 PPh terhutang tahun 2014 : Mendapat fasilitas = ( 50% x 25% )x peredaran bruto yang memperoleh fasilitas = (50% x25%)x . 1.839.760.816.7 = 229.970.102.09 Tidak Mendapat Fasilitas = 25% x peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas = 25% x 3.151.662.807.05 = 787.915.701.76 Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah = 229.970.102.09 + 787.915.701.76 = 1.017.885.803.85
66
Keterangan : PPh Terutang Mendapat Fasilitas: 50% = Fasilitas pengurangan Tarif 25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) hururf B 2) Setelah penerapan perencanaan pajak. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: PKP Mendapat Fasilitas = (4.800.000.000 : peredaran bruto ) x laba sebelum pajak = (.800.000.000: 13.022.797.951)x 4.718.760.145.75 = 1.739.261.315.10 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: PKP Tidak Mendapat Fasilitas = laba sebelum pajak- PKP mendapat fasilitas = 4.718.760.145.75 – 1.739.261.315.10 = 2.979.498.830 PPh terhutang tahun 2014 : Mendapat fasilitas = ( 50% x 25% )x peredaran bruto yang memperoleh fasilitas = ( 50% x25%)x 1.739.261.315.10 = 217.407.664 Tidak Mendapat Fasilitas = 25% x peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas = 25% x 2.979.498.830 = 744.874.707 Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah = 217.407.664 + 744.874.707 = 962.282.372 Keterangan : PPh Terutang Mendapat Fasilitas: 50% = Fasilitas pengurangan Tarif 25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) hururf B
Berdasarkan perhitungan jumlah pajak penghasilan perusahaan menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dapat kita lihat adanya selisih antara jumlah pajak penghasilan perusahaan sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak yang menyebabkan berkurangnya jumlah pajak penghasilan perusahaan.
67
Berikut tabel perbandingan jumlah pajak penghasilan perusahaa sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak.
Table 4.2 Perbandingan perhitungan Laba sesudah pajak Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah) Keterangan
Sebelum Perencanaan Pajak
Setelah Perencanaan Pajak
Selisih
Laba kena pajak
4.991.423.623.75 4.718.760.145.75 ( 272,663,478)
Pph badan usaha
1.017.885.803.85 962.282.372
Laba sesudah pajak
3.973.537.819.90 3.756.477.774
Jumlah koreksi
55.603.431.89 (217.060. 046 )
217.060.046
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat kita lihat bahwa perencanaan pajak perusahaan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui pengurangan pajak perusahaan sebesar Rp. 55.603.431.89 .
68
4.3 Pembahasan Implementasi perencanaan pajak pada Swiss-belhotel merupakan salah satu bagian dari strategi perusahaan secara keseluruhan dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Sejalan dengan dinamika era globalisasi dengan diwarnai dengan persaingan, adalah sangat rasional untuk mengelola kewajiban perpajakan sebaik mungkin sehingga dapat dihindari pemborosan sumber daya dalam bentuk sanksi perpajakan. Penghindaran pemborosan tersebut merupakan optimalisasi sumber daya perusahaan kearah yang lebih produktif dan efisien, sehingga minimalisasi pemborosan tersebut dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yaitu dengan bekerja secara benar dan mengerjakan yang seharusnya tanpa melupakan kerja keras yang dibarengi kerja secara cermat. Berdasarkan Laporan Laba/Rugi serta laporan perhitungan pajak penghasilan swiss-belhotel kita dapat melihat adanya selisih jumlah pajak tehutang perusahaan sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak. Sebelum dilakukan Perencanaan Pajak, laba bersih setelah pajak adalah : Laba Bersih Komersil
: Rp. 4.991.423.623.75
Pajak Penghasilan
: Rp. (1.017.885.803.85)
Laba Setelah Pajak
: Rp. 3.973.537.819.90
Setelah dilakukan Perencanaan Pajak, laba bersih setelah pajak adalah : Laba Bersih Komersil
: Rp. 4.718.760.145.75
Pajak Penghasilan
: Rp. (962.282.372)
Laba Setelah Pajak
: Rp. 3.756.477.774
69
Penghematan pajak yang diperoleh akibat dilakukannya Perencanaan Pajak adalah sebesar
Rp. 55.603.431.89, atas koreksi pada akun Jamuan
Sumbangan dan Promosi, Beban Handphone dan Pemeliharaan Kendaraan. Laba bersih komersil setelah pajak adalah jumlah uang yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan
yaitu sebesar
Rp.
3.756.477.774. Penghematan ini dapat terjadi karena penerapan Perencanaan Pajak yang meniadakan fasilitas mobil dinas bagi direksi berdampak positif terhadap biaya pemeliharaan pabrik. dimana anggaran untuk mobil tersebut dialihkan menjadi biaya operasional pabrik. Sehingga biaya pemeliharaan yang telah dikoreksi sebesar, Rp 29.811.278 seluruhnya dibebankan kepada biaya operasional perusahaan. Dan temuan lainnya yang digunakan untuk menghemat pajak yaitu biaya sebesar Rp. 238.197.000 yang berasal dari jamuan perusahaan pada kegiatan tertentu dan beban handphone sebesar Rp. 4.655.200 yang digunakan untuk fasilitas dinas direksi. Selama tahun 2014, Swiss-BelHotel memiliki kewajiban PPh pasal 25/29 yang merupakan angsuran PPh yang dihitung berdasarkan perhitungan tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan SPT Tahunan 2014 yang telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
70
Tabel 4.3 Tinjauan Pembayaran Utang Pajak
Swiss-BelHotel kendari (Sebelum perencanaan pajak) Keterangan
2014
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 4.991.423.623.75
PPh Terutang (25%)
Rp. 1.017.885.803.85
Kredit Pajak : PPh Pasal 22 dan 25
Rp. 498.270.114000000
PPh Terutang Tahun 2010
Rp. 519.615.689.8
Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah) Jumlah kewajiban pajak penghasilan badan akan berbeda apabila wajib pajak menerapkan perencanaan pajak secara efektif berdasarkan Peraturan Perpajakan yang berlaku, sehingga dapat menimbulkan penghematan pajak yang bermanfaat bagi kepentingan perusahaan. Tabel 4.4 Tinjauan Pembayaran Utang Pajak Swiss-BelHotel kendari (Setelah perencanaan pajak) Keterangan
2014
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 4.718.760.145.75
PPh Terutang (25%)
Rp. 962.282.372
Kredit Pajak : PPh Pasal 22 dan 25
Rp. 498.270.114000000
PPh Terutang Tahun 2010
Rp. 464.012.258.31
Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah)
71
Setelah perusahaan menerapkan perencanaan pajak yang menghasilkan PPh terutang untuk tahun 2014 sebesar Rp. 464.012.258.31 secara otomatis membantu menurunkan PPh terutang perusahaan. Yang mana PPh terutang perusahaan sebelum menerapkan perencanaan pajak Rp. 519.615.689.8 turun menjadi, Rp. 464.012.258.31. Sehingga bisa dilihat dengan jelas adanya efisiensi penghematan pajak sebesar Rp. 55.603.431.89.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Penerapan perencanaan pajak pada Swiss-belhotel Kendari dalam mengurangi jumlah pajak terutang dapat disimpulkan beberapa hal berikut : Dalam menerapkan perencanaan pajak perusahaan memiliki kebijakan yaitu memaksimalkan biaya fiskal dan meminimalkan biaya yang tidak dijadikan pengurang dalam menghitung jumlah pajak terutang. Penerapan perencanaan pajak pada perusahaan Swiss-belhotel mampu meminimalkan jumlah pajak terutang perusahaan sebesar Rp. 962.282.372 dibandingkan sebelum di terapkannya Perencanaan Pajak yaitu sebesar Rp. 1.017.885.803.85 atau dengan selisih sebesar Rp. 55.603.431.89 atas perencanaan pajak pada akun Jamuan Sumbangan dan Promosi, Beban Handphone dan Pemeliharaan Kendaraan. 5.2 SARAN 1. Perusahaan Berdasarkan penelitian ini peneliti berharap penerapan perencanaan pajak
pada perusahaan dapat
lebih ditingkatkan dan
mengikuti
perkembangan isu-isu terkait kebijakan peajakan serta dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
72
73
2. Peneliti Selanjutnya Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat menggunakan faktor-faktor lain yang digunakan dalam mengurangi jumlah pajak terutang agar perusahaan dapat lebih memaksimalkan laba perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Burton, Richard. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta Direktorat jenderal Pajak. 2008. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP -57/PJ/2009 Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pengasilan Pasal 21, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Jakarta. _________. 2009. KEP-51/PJ/2009 Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan dan/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria dan tata Cara Penetapan Daerah Tertentu dan Batasan Mengenai Saran dan Fasilitas di Lokasi Kerja.Jakarta. _________. 2002. Nomor KEP – 220/PJ/2002 Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Jakarta. Djoko,Muljono. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Salemba Empat. Jakarta. Djuanda , Gustian dan Irwansyah Lubis, 2006, Pelaporan Pajak Penghasilan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Http://www.klinikpajak.com Lombantoruan,sophar,2005. Akuntansi pajak, PT. Grasindo Jakarta. Mardiasmo,2009.Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta.
Mardiasmo,Soemitro.2009.Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta Muljono, Djoko. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Salemba Empat. Jakarta Zain, M 2005. Manajemen Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta. Zain dan Sari, 2006. Perpajakan Lanjutan. Salemba Empat, Jakarta. Nurjannah 2013. Implementasi Perencanaan Pajak (Tax Planning)untuk penghematan jumlah pajak penghasilan pada PT. Semen Bosowa Maros Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Makassar Pandiangan, Liberti.2008,Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan undang-Undang Terbaru.PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2011, “Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 16,”Salemba Empat, Jakarta Resmi, Sitti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 5 Buku 1. Salemba Empat. Jakarta. Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta. ___________. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta. UU No 19 tahun 2000), Pasal 1 angka 8 UU No. 28 Tahun 2007 1 ayat 10 Waluyo, 2009. Akuntansi Pajak Edisi Kedua. Salemba Empat, Jakarta. ___________, 2010. Akuntansi Pajak Edisi Ketiga. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo,Adriani. 2008. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta
LAMPIRAN