1 IMPLEMENTASI PEMBINAAN MELALUI PROGRAM REHABILITASI DAN REINTEGRASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA TERORISME Oleh: Maliki Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Unud
ABSTRACT Coaching for terrorism inmates in institution is an effort to counter terrorism. Coaching is done through rehabilitation and social reiintegration. In this study there were two issues discussed the implementation of training for terrorism prisoners as well as the factors driving and inhibiting formation for terrorism prisoners. This type of research is empirical legal research. The research is descriptive. Primary data sourced from observation and interviews while secondary data sourced from literatures and electronic articles. Secondary data was collected through library research. Data is collected, processed and presented qualitative descriptive analysis. Coaching for terrorism inmates in prisons have not been implemented optimally. It can be seen from the formation of the terrorist network that carried out in prisons. Former inmates also returned to terrorism after being released from prison. The driving factor for the development of terrorist prisoners is because terrorism is a crime that should ditanggulagi. Guidance is also the mandate of Act Number 12 of 1995 Concerning Correctional Institution and the Indonesian Government Regulation Number 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Government Regulation No. 32 of 1999 on Terms and Procedures for Implementation of the Right of Corrections Inmates and the vision and mission of the institution. Coaching effort is one of community protection movement. Coaching is a limiting factor in terms of the legal structure and legal culture. Prison staff lack the ability to Islam, a lack of awareness of officers, there is no coaching format for terrorism prisoners, the view that training for terrorism prisoners are tightening and the lack of specialized staff in fostering terrorism inmates. Legal culture includes cultural terrorist prisoners law does not regret his actions and legal culture society reject terrorism inmates. Key words: coaching, prisoners, terrorism, institution. I.
PENDAHULUAN
narapidana
1.
Latar Belakang
mengulangi
Pemidanaan terhadap para pelaku terorisme
merupakan
kajian
penting
pembinaan
teroris
untuk
tidak
perbuatannya.
Pola
narapidana
teroris
tentu
berbeda dengan narapidana lain, di mana
dalam menjaga stabilitas keamanan di
dalam
kemudian hari. Hal ini menjadikan
narapidana teroris tidak diperkenankan
lembaga pemasyarakatan sebagai tempat
memberikan dakwah.
yang sangat memiliki peranan melakukan
pembinaan
masa
pembinaan
mental,
dalam
Pemasyarakatan bagi narapidana
terhadap
teroris bertujuan untuk membina dan
2 mendidik mereka menjadi orang yang
Rehabilitasi wajib dilakukan di lembaga
lebih baik. Perubahan paradigma tempat
pemasyarakatan sedangkan reintegrasi
pemidanaan
dapat
dari
penjara
menjadi
dilakukan
di
dalam
lembaga
lembaga pemasyarakatan sebagaimana
pemasyarakatan maupun di luar lembaga
yang
pemasyarakatan.
diatur
dalam
Undang-undang
12
Tahun
1995
Nomor
Tentang
Implementasi konsep rehabilitasi
Pemasyarakatan membawa konsekuensi
dan reintegrasi sosial hingga saat ini
yuridis
tujuan
belum menunjukkan hasil yang optimal.
pemidanaan dari pembalasan menuju
Ketidakberhasilan pembinaan terhadap
pembinaan.1 Dalam kerangka pembinaan
para narapidana teroris dapat dilihat pada
terhadap
banyak
berupa
perubahan
narapidana,
lembaga
residivis
yang
mengulangi
pemasyarakatan memiliki dua peranan
kembali perbuatannya. Doktrin yang
penting yakni sebagai tempat dan sarana
dianut oleh narapidana terorisme sulit
atas reedukasi dan resosialisasi.
dihilangkan meskipun ia telah menjalani
Pembinaan
di
lembaga
pembinaan
pemasyarakatan bertumpu pada konsep rehabilitasi
dan
reintegrasi
dalam
lembaga
pemasyarakatan. Oleh sebab itu sangat
2
sosial.
menarik
untuk
“Implementasi
1
Menurut Sahardjo, lembaga pemasyarakatan bukan tempat yang semata-mata menghukum dan menderitakan orang, tetapi suatu tempat membina atau mendidik orang-orang yang telah berkelakuan menyimpang (narapidana) agar setelah menjalani pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan dapat menjadi orang-orang yang baik dan menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
di
membahas
mengenai
Pembinaan
Melalui
Program Rehabilitasi Dan Reintegrasi Sosial Bagi Narapidana Terorisme” 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teoriteori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 38.
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a.
2
Rehabilitasi berasal dari kata rehabilitation yang berarti perbaikan, penempatan atau pengembalian hak. Rehabilitasi bagi narapidana dengan demikian bertujuan untuk mendukung dan memberikan penanganan dan perbaikan mental yang bersifat informal dan tertutup. Konsep pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). Anonim, 2010, “Sistem Pemasyarakatan Indonesia”, Serial Online 2010, , (Cited 2011 Jan. 2), available from: URL: http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/225/gdlhubgdl-s3-2010-praptonoor-11238-th4209-k.pdf
Bagaimanakah pembinaan
implementasi bagi
narapidana
terorisme? b.
Apakah
faktor
penghambat
pendorong pembinaan
dan bagi
narapidana terorisme? 3
Tujuan Penelitian a.
Tujuan umum Tujuan umum dalam penelitian ini
adalah
untuk
menganalisis
3
b.
implementasi konsep rehabilitasi dan
yang bersumber dari peneliti lain baik
reintegrasi sosial dalam pembinaan
dalam bentuk bahan hukum primer dan
bagi narapidana teroris di lembaga
bahan hukum sekunder. Bahan hukum
pemasyarakatan.
primer yang digunakan adalah Undang-
Tujuan khusus
undang Dasar, Undang-undang Nomor 12
Tujuan
khusus
dalam
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
penelitian ini adalah:
Peraturan Pemerintah, dan ketentuan
1) Untuk mengetahui implementasi
hukum lainnya sedangkan bahan hukum
pembinaan
bagi
narapidana
terorisme. 2) Untuk
buku, menganalisis
pendorong
dan
pembinaan
bagi
faktor
penghambat narapidana
terorisme.
sendirinya
empiris.3
penelitian
laporan
statistik
dari
lembaga pemasyarakatan dan tulisan ilmiah lainnya. Data primer dikumpulkan melalui
dilakukan untuk mengamati pelaksanaan
Penelitian ini menyangkut data dengan
artikel,
observasi dan wawancara. Observasi
II. METODE PENELITIAN
maka
sekunder yang digunakan adalah buku-
merupakan
Penelitian
ini
konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial dalam
pembinaan
pemasyarakatan
di
lembaga
Semarang
bagi
mengarah pada implementasi konsep
narapidana teroris. Wawancara dilakukan
rehabilitasi dan reintegrasi sosial dalam
kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan
pembinaan bagi narapidana teroris di
Semarang,
lembaga pemasyarakatan bagi narapidana
Pemasyarakatan
teroris. Sifat penelitian dalam tesis ini
Narapidana
adalah
(menggambarkan)
Pemasyarakatan Semarang serta psikolog
analisis. Data merupakan sumber dalam
yang menangangi narapidana terorisme.
penelitian empiris. Data yang digunakan
Dalam penelitian ini digunakan teknik
dalam penelitian ini meliputi data primer
non-probability sampling yakni dengan
dan data sekunder. Data primer adalah
teknik purposive sampling dilakukan
data
berdasarkan
deskriptif
yang
langsung
diperoleh
dan
Petugas
Lembaga
Semarang
terorisme
tujuan
di
dan Lembaga
tertentu
bahwa
melalui
dihimpun oleh peneliti. Data primer yang
pertimbangan
digunakan bersumber dari wawancara
memenuhi
dan observasi. Data sekunder adalah data
tertentu yang merupakan ciri utama atau
kriteria
menunjukkan
sampel
dan
telah
karakteristik
kharakteristik
dari
3
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h 2.
populasinya. Sampel dalam penelitian ini adalah
pembinaan
di
Lembaga
4 Pemasyarakatan Semarang. Dipilihnya
mencegah agar warga binaan tidak
Lembaga
mengulangi
Pemasyarakatan
sebagai
sampel
Semarang
didasarkan
perbuatannya
pada
selepas dari lembaga pemasyarakatan.
bahwa
lembaga
Melalui program-program pembinaan,
tersebut
merupakan
warga binaan diharapkan dapat kembali
lembaga pemasyarakatan yang membina
diterima oleh lingkungan sosialnya. Hal
teroris konseptor di Indonesia.
ini merupakan pengejawantahan dari
pertimbangan pemasyarakatan
Data melalui
yang
telah
teknik
dikumpulkan
pengumpulan
data
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dianalisis
secara
kualitatif
prinsip keadilan, yang juga diamanatkan oleh
sila
ke-2
Pancasila
yakni
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”
yang
Paradigma
pemikiran
mengenai
menunjukkan suatu kualitas keadaan
narapidana sebagai subjek pembinaan
mengenai
menunjukkan
implementasi
konsep
pengakuan manusia.4
terhadap
rehabilitasi dan reintegrasi sosial dalam
eksistensi
pembinaan di lembaga pemasyarakatan
narapidana di lembaga pemasyarakatan
bagi narapidana teroris. Selanjutnya hasil
memerlukan berbagai fasilitas. Fasilitas
analisis disajikan secara deskriptif yakni
tersebut meliputi fasilitas pembinaan fisik
dengan menggambarkan keadaan tersebut
dan fasilitas non fisik atau mental.
berikut upaya yang dapat dilakukan
Fasilitas
terkait dengan perbaikan pola pembinaan
penyediaan fasilitas olah raga, kesenian,
bagi
keterampilan, perpustakaan dengan buku-
narapidana teroris
di
lembaga
pemasyarakatan.
Implementasi
pembinaan
Pembinaan
fisik
berupa
buku yang memadai, rumah ibadah dan sarana ibadah dan sebagainya. Pembinaan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
kembali
Pembinaan
Bagi
juga
didukung
dengan
penyediaan fasilitas non fisik seperti
Narapidana Terorisme Penempatan
narapidana
narapidana
sebagai
subjek pembinaan merupakan cerminan dari hak narapidana yang dilindungi oleh negara. Pembinaan ini dilakukan melalui sebuah sistem yang kini dikenal dengan istilah sistem pemasyarakatan. Dalam
4
Narapidana sebagai subjek dalam pembinaan, diharapkan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, narapidana: a. Tidak lagi melakukan tindak pidana; b. Menjadi manusia yang berguna serta berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara; c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan mendapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
sistem pemasyarakatan, terpidana disebut dengan istilah warga binaan. Pembinaan yang
dilakukan
di
lembaga
pemasyarakatan merupakan sarana untuk
S. Allagan dalam Petrus Irwan Panjaitan dan Chairijah, 2009, Pidana Penjara Dalam Perspektif Penegak Hukum, Masyarakat dan Narapidana, IND Hill Co, Jakarta, h. 4
5 fasilitas kesehatan kesehatan, bimbingan rohani
dan
psikolog.
Di
Program
rehabilitasi
dan
lembaga
reintegrasi sosial bagi napi teroris
pemasyarakatan, terdapat dokter umum
bertujuan untuk memutus mata rantai
dan dokter gigi.
kejahatan melalui internalisasi nilai-
Merujuk pada Undang-Undang Nomor
12
Tahun
1995
tentang
nilai yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan. kembali
reintegrasi sosial dalam pembinaan di
narapidana teroris tidak lagi tergabung
lembaga pemasyarakatan
merupakan
dalam jaringannya dan melakukan aksi-
penegakan hak asasi manusia dari setiap
aksi terorisme kembali. Tujuan ini
narapidana
Lembaga
sejalan dengan tujuan dari pemidanaan.
Pemasyarakatan sebagai ujung tombak
Pada dasarnya ada tiga pokok pemikiran
pelaksanaan asas pengayoman yang
tentang tujuan yang ingin dicapai
merupakan tempat untuk mencapai
dengan
tujuan sistem pemasyarakatan melalui
mencakup hal-hal sebagai berikut:
ada.
rehabilitasi dan reintegrasi.5 Rehabilitasi dilakukan
melalui
a.
pembinaan
narapidana terorisme meliputi fasilitas
b.
olahraga. Fasilitas pembinaan mental
c.
dilakukan melalui siraman rohani oleh petugas lembaga pemasyarakatan setiap 2-3 kali seminggu. Pembinaan non fisik juga berupa pelaksanaan hak dari narapidana yakni hak mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Aktivitas teroris di Lapas Klas I Semarang berjalan seperti napi yang lain hanya saja mendapatkan pengawasan langsung secara cermat oleh petugas.
suatu
masyarakat,
ketika
Pemasyarakatan, konsep rehabilitasi dan
yang
ke
Sehingga
mantan
pemidanaan,
yaitu
Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatankejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki kembali.7 Pembinaan
terorisme
bagi bertujuan
narapidana untuk
menghilangkan unsur-unsur radikal dari ajaran yang dianut oleh teroris. Ajaran tersebut memang tertanam kuat dalam diri pelaku karena mereka direkrut dan
6
dibina di beberapa tempat. Mereka juga ikut berjuang dalam perang. Menurut
5
Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 103. 6 Wawancara dengan Drs. Ibnu chuldun,BcIp SH Msi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 8 April 2013.
Sarjiyo /a Sawad, narapidana terorisme 7
Tolib Setiady, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h. 31.
6 yang divonis seumur hidup, ia pertama kali
bergabung
dengan
e.
jaringan
terorisme yaitu pada tahun 1990, yakni
Persatuan f.
Kebersihan dan estetika
g.
Pembinaan sadar hukum9
sejak mengenal Ustad Miftah yang mengirimnya ke Jakarta. Di Jakarta
Pembinaan Kewarganegaraan dan
Sarjiyo ditemui orang yang tidak tahu
Menurut Joko Daryono, narapidana
namanya kemudian ia pergi ke malaysia
terorisme di Lembaga Pemasyarakatan
dan
Semarang,
disitu
bertemu
Ustad
yang
selama
belakangan diketahui bernama Ustad
pemasyarakatan
Abdullah
mengalami
Sungkar.
Dari
Malaysia
di
sudah
lembaga ia
pembinaan.
sudah
Pembinaan
Sarjiyo pergi ke Pakistan sampai tiba di
tersebut meliputi pembinaan kesenian
Afghanistan.
ke
(tarian, musik, gamelan, opera, dan
adalah
lainnya), pembinaan jasmaniah seperti:
ketika
bola volley, futsal, Senam kebugaran,
Ketika
Afghanistan membantu
pergi
tujuannya Mushidin
tetapi
melakukan Bom Bali I, bukan sebuah
badminton
pilihan
untuk
tentang
untuk
keindaahan (estetika) dan pembinaan
pribadi
melakukan
melainkan
saliokritas,
juga
meredam konflik di Ambon.8 Menurut Drs. Ibnu chuldun,BcIp Msi,
Kepala
lainnya,
kesehatan,
pembinaan
kebersihan,
dan
kemandirian yaitu dilatih dan dibina dalam
SH
dan
Lembaga
kegiatan
produksi
seperti:
pertukangan, bengkel, seni kriya, jahitmenjahit, dan produksi yang lain.10
Pemasyarakatan Semarang, pembinaan Dalam
napi teroris di Lapas Klas I Semarang berjalan
sesuai
dengan
standar
pelaksanaan
program
pembinaan di lembaga pemasyarakatan,
minimum PBB. Bentuk dan jenis
terdapat
pembinaan napi teroris yaitu:
narapidana terorisme. Perlakuan khusus
a.
Pembinaan kesehatan
terhadap terjadi
b.
Pembinaan kerohanian
c.
Pembinaan Olah raga
d.
Pembinaan kesenian
perlakuan
narapidana di
Semarang.
Lembaga Perlakuan
khusus
terorisme
bagi
juga
Pemasyarakatan khusus
bagi
9
Wawancara dengan Drs. Ibnu chuldun,BcIp SH Msi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 8 April 2013. 8
Wawancara dengan Sarjiyo /a Sawad, narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 10 April 2013.
10
Joko Daryono, narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Semarang, wawancara pada 10 April 2013.
7 narapidana teroris di Lapas Klas I
narapidana terorisme, seperti melakukan
Semarang meliputi:
kegiatan olah raga, kesenian, siraman
a.
Mendapatkan pengawasan langsung dari petugas.
b.
c.
d.
Tidak
rohani, peningkatan kesadaran hukum dan
sebagainya.
narapidana
diperkenankan
Sarjiyo
terorisme
/a
Sawad,
yang
divonis
menjadi
seumur hidup, mengaku menyesali aksi
imam dalam shallat berjamaah di
terorisme yang dilakukannya. Ketika
masjid yang tersedia.
ditanya mengenai rencana setelah keluar menjadi
dari Lapas, Sarjiyo menjawab “Kalau
pengurus takmir masjid Lapas yang
dulu saya membuat orang luka, saya
tersedia.
ingin
Tidak
diperkenankan
Ditempatkan dalam sel/ kamar khusus
yang
terpisah
dari
mengobatinya
dulu
saya
membuat orang menangis saya ingin membuat orang tersenyum. Jika dulu membuat
narapidana yang lain.
jika
anak
yatim,
besok
saya
kumpulkan mereka untuk menjadi orang e.
Untuk melaksanakan ibadah shallat jamaah
disediakan
yang berguna bagi agama dan bangsa.” 13
tempat Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-
tersendiri f.
Hanya
boleh
dikunjungi
oleh
keluarga inti ( istri , anak , orang tua , dan saudara kandung). 11
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan
Program yang sudah berjalan baik
Ketentuan
dan
kegiatan
tersebut
tertentu.
memang
tidak
secara umum akan dipertahankan dan
dilanggar oleh narapidana terorisme,
diupayakan
memiliki
namun pelaksanaan program pembinaan
kemandirian yang tinggi sehingga kelak
hanya dipandang sebagai persyaratan
setelah kembali ke masyarakat menjadi
unuk mengajukan remisi, tanpa mampu
agar
insan yang produktif. Pembinaan
mereka
12
merubah paham mereka. Pembinaan ini bagi
narapidana
terorisme memang telah diikuti oleh
belum
mampu
menghilangkan
sifat-sifat
sepenuhnya jahat
perbuatan teroris itu sendiri 11
Wawancara dengan Drs. Ibnu chuldun,BcIp SH Msi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 8 April 2013. 12
Wawancara dengan Drs. Ibnu chuldun,BcIp SH Msi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 8 April 2013.
dari
Hal ini
disebabkan karena belum ada format
13
Wawancara dengan Sarjiyo /a Sawad, narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Semarang pada 10 April 2013.
8 yang jelas untuk membina narapidana
suatu masjid di Solo, Jawa Tengah,
terorisme. Pembinaan dilakukan sesuai
terkadang narapidana teroris dari yang
dengan pembinaan terhadap narapidana
ditahan di lapas lain di Jawa. Peristiwa
lain.
bagi
itu tidak hanya terjadi sekali-dua kali,
dengan
namun beberapa kali. Setelah ada petugas
Hanya
narapidana
saja
pembinaan
terorisme
diikuti
pengetatan dan pembatasan hak sebagai
yang
tahu
narapidana.
tersebut,
pengajian
akhirnya
teleconference
akses
komunikasi
Pembinaan narapidana terorisme
untuk narapidana teroris dihapuskan pada
belum dapat dikatakan berhasil. Hal
tahun 2005.15 Tindakan Mukhlas ini
tersebut
menunjukkan bahwa pembinaan belum
dapat
dilihat
dari
adanya
residivis dan belum mampunyai pembina
dapat
lembaga pemasyarakatan yang mampu
menanggulangi kejahatan terorisme.
menghapus
ideologi
radikal
dari
mencapai
tujuan
dalam
Pelaku tindak pidana terorisme juga
narapidana terorisme. Bahkan narapidana
beberapa
teroris yang justru membangun jaringan
narapidana terorisme yang sudah kembali
dan merekrut anggota baru di lembaga
ke masyarakat.16
pemasyarakatan.
Upaya
kali
merupakan
mantan
untuk
menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidaklah mudah karena tidak
15
Taufik Andrie, 2011, Kehidupan di balik Jeruji: Terorisme dan Kehidupan Penjara di Indonesia, Institute for International Peace Building (IIPB), Jakarta, h. 6. 16
hanya sistem hukum nasional yang harus dibangun dan ditertibkan, namun juga aparat negara terutama aparat penegak hukum.14 Mukhlas, narapidana teroris yang menjalani
hukuman
Pemasyarakatan beberapa dalam
kali
di
Lembaga
Keroboan
pernah
memberikan
ceramah
pengajian
teleconference
dari
dalam lapas kepada audiens diluar Lapas. Kadang
jamaah
pengajian
yang
mendengarkan ceramahnya berada di 14
Leden Marpaung, 2008, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1-2.
Satu dari tiga orang terduga teroris yang berhasil diringkus oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri di wilayah Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah merupakan mantan narapidana dengan kasus yang sama. Tiga teroris yang diamankan oleh pihak kepolisian, salah satunya mantan narapidana teror, yaitu M. Isnaini, “Mabes Polri: Satu Terduga Teroris Poso Bekas Napi Terorisme” Serial Online Senin, 26 November 2012 11:54 wib, (Cited 2013 April 2), available from:– Okezone, http://news.okezone.com/read/2012/11/26/337/723169/ mabes-polri-satu-terduga-teroris-poso-bekas-napiterorisme Narapidana terorisme beberapa kali melakukan kekerasan dan bentrok fisik di lembaga pemasyarakatan. Seorang narapidana kasus terorisme dan tiga tahanan lainnya mengeroyok sipir hingga babak belur di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I A Cipinang, Jakarta Timur. Menurut sumber Tempo di Lapas tersebut, pengeroyokan ini berawal ketika waktu besuk berakhir pukul 16.00 WIB pada Rabu, 13 Juni 2012. Petugas Lapas hendak memeriksa barang
9 Belum terhadap
optimalnya
pembinaan
narapidana
pemasyarakatan,
terorisme
narapidana
lain
baik
oleh
maupun
oleh
disebabkan karena faktor struktur hukum
petugas lembaga pemasyarakatan.
yakni petugas lembaga pemasyarakatan.
Narapidana
Adapun faktor-faktor tersebut meliputi:
pemahaman tersendiri mengenai
a.
Tingkat
pendidikan
lembaga
menganggap
yang
Apa yang disampaikan oleh petugas
pendidikan pemasyarakatan namun
lembaga pemasyarakatan seringkali
juga pendidikan agama. Narapidana pengetahuan
agama yang sangat tinggi. Bisa dikatakan
bahwa
termasuk
lembaga
terorisme.
untuk
merasa
tidak
arahannya
Petugas
memberitahu dihargai ditentang
dan ketika oleh
narapidana ini.
pembinaan narapidana terorisme
terorisme
Petugas
bosan
Kepedulian petugas lapas terhadap
rendah.
narapidana
lembaga pemasyarakatan merasa
Narapidana
baik sholat maupun puasa.
masih
terorisme.
narapidana
teroris selalu melaksanakan ibadah
b.
oleh
menghindar untuk berbicara dengan
tentang Islam masih jauh di bawah teroris.
ditentang
pemasyarakatan pun memilih untuk
pengetahuan
petugas lembaga pemasyarakatan
narapidana
yang
benar. Orang lain dianggap bodoh.
dimaksud bukan hanya mengenai
memiliki
apa
dilakukannya sebagai hal yang
belum memadai. Pendidikan yang
teroris
memiliki
jihad yang dilakukannya. Mereka
petugas
pemasyarakatan
terorisme
Narapidana
Perkembangan
sains
dan
kategori
teknologi yang sangat pesat, di samping
narapidana yang tidak disukai di
memberikan manfaat yang sangat besar
lingkungan
bagi umat manusia pada umumnya,
lembaga
dengan segala manfaat dan kemudahan para tahanan yang baru selesai dibesuk di ruang kunjungan. Seorang tahanan terorisme bernama Laode tidak terima atas pemeriksaan ketat itu. Dia sempat adu mulut dengan portir (penjaga pintu Lapas).
yang dinikmati oleh umat manusia, pada
Atmi Pertiwi, “Narapidana Terorisme Keroyok Sipir Lapas Cipinang”, Serial Online Kamis, 14 Juni 2012 | 15:31 WIB, Serial Online Senin, 26 November 2012 11:54 wib, (Cited 2013 April 2), available from: http://www.tempo.co/read/news/2012/06/14/06441056 2/Narapidana-Terorisme-Keroyok-Sipir-LapasCipinang
munculnya
sisi lain juga menimbulkan pelbagai masalah. Salah satu diantaranya adalah pelbagai
jenis
kejahatan
baru.17 Jenis kejahatan yang timbul dari perkembangan sains dan teknologi adalah 17
I Wayan Parthiana, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung, h. 125.
10 terorisme.
Upaya
dilakukan
di
pembinaan
lembaga
yang
maka sekalipun mereka dibina, mereka
pemasyarakat
tetap
tidak
mau
memperbaiki
belum mampu mengendalikan ideologi
kesalahannya. Aksi terorisme dianggap
radikalisme
sebagai aksi kepahlawanan. Oleh sebab
narapidana
terorisme.
Dengan hanya berbekal alat komunikasi
itu
seperti
ditolak oleh narapidana terorisme.
telepon
seluler
dan
laptop,
narapidana di lembaga pemasyarakat
Proses
mampu melakukan aksi terorisme di luar lembaga
pemasyarakatan.
narapidana
Narapidana
teroris
sosial
juga
bagi
mengalami
mantan narapidana teroris sebagai teroris.
melalui tulisan-tulisannya.
Masyarakat merasa terancam dengan
Ketidakberhasilan narapidana
reintegrasi
deradikalisasi
kendala. Masyarakat telah melabelisasi
terorisme juga menyebarkan doktrinnya
bagi
program-program
pembinaan
terorisme
kembalinya teroris ke masyarakat. Salah
juga
satu respon dari masyarakat yang merasa
budaya
hukum
terancam ketenangan lingkungan dan
menolak
adanya
ketertiban
disebabkan
karena
masyarakat
yang
pembinaan
narapidana
di
pemasyarakatan.
lembaga
masyarakat
menimbulkan
Masyarakat
kemudian
stigmatisasi
terhadap
individu yang melakukan perilaku yang
mengharapkan agar setiap orang yang
menyimpang
tergabung dengan jaringan terorisme
sebagai mana yang telah dijelaskan
divonis dengan hukum mati. Dalam hal
sebelumnya merupakan proses pemberian
ini rehabilitasi tidak akan berlangsung
cap oleh masyarakat melalui tindakan-
baik. Di dalam lembaga pemasyaratan
tindakan yang dilakukan dalam proses
sendiri, keberadaan narapidana teroris
peradilan bahwa ia adalah orang yang
tidak
jahat.
diharapkan.
reiintegrasi asimilasi,
sosial
Saat
menjalani
melalui
program
narapidana
terorisme
juga
kurang dikehendaki oleh masyarakat. Narapidana terorisme memiliki ajaran
yang
sangat
kuat
2.
tersebut.
Stigmatisasi
Faktor Pendorong dan Penghambat Pembinaan
Bagi
Narapidana
Terorisme Pembinaan
terhadap
narapidana
mengenai
teroris menjadi program penting di
tindakan yang dilakukannya. Mereka
wilayah kerja lembaga pemasyarakatan.
berpegang pada dalil “perangi orang yang
Hal ini disebabkan karena karakteristik
memerangimu.” Bagi mereka musuh
dari kejahatan terorisme itu sendiri.
umat Islam adalah Amerika, Australia
Terorisme adalah kejahatan luar biasa
dan sekutunya. Dengan dalil tersebut
yang dilakukan oleh kelompok yang
11 terorganisir.
Kelompok
ini
bukanlah
menyebabkan terjadinya kejahatan, salah
kumpulan orang-orang yang memiliki
satu caranya adalah dengan pembinaan.
kemampuan
Untuk
rata-rata
melainkan
jangka
panjang,
kelompok dengan kemampuan intelektual
bertujuan
yang cukup tinggi, terlebih bagi pelaku
narapidana
yang berperan sebagai konseptor. Dalam
perbuatannya ketika sudah kembali ke
perkembangannya, mereka tidak lagi
masyarakat.
melakukan
aksi
secara
langsung
melainkan menggunakan pihak-pihak lain untuk melancarkan aksi terorisme. Pemberantasan
tindak
untuk
pembinaan
mencegah
mengulangi
mantan kembali
Dari segi substansi hukum, upaya pembinaan
merupakan
amanat
dari
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 pidana
tentang Pemasyarakatan dan Peraturan
terorisme bukan berarti menghilangkan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
nyawa dari pelaku kejahatan tersebut,
99 Tahun 2012 Tentang Perubahan
namun
faktor-faktor
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor
penyebab dari teroris dalam melakukan
32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata
aksinya.
untuk
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
menghilangkan faktor penyebab tersebut
Pemasyarakatan yang mengatur tentang
adalah dengan melaksanakan pembinaan
remisi,
di lembaga pemasyarakatan. Pembinaan di
menghilangkan
Salah
lembaga
dilakukan
satu
cara
dan
pembebasan
bersyarat.
Pelaksanaan
pembinaan
wajib
merupakan
bagian
menanggulangi
wewenang
lembaga
pemasyarakatan untuk
asimilasi
kejahatan sebagaimana pendekatan dalam
Upaya
sistem
pemasyarakatan
peradilan
memerlukan
kerjasama
penyidikan
sampai
pidana
yang
dari
tingkat
pembinaan
di
lemabaga pemasyarakatan.
tuntutan
atas
kepentingan
internasional. Terorisme bukan hanya kejahatan dalam arti yuridis saja namun merupakan
kejahatan
dalam
arti
sosiologis yang mengancam keamanan dunia.
Ancaman
ini
di
lembaga
merupakan terhadap
gerakan
dan
bentuk
masyarakat. perlindungan
masyarakat, Sianturi berpendapat:
Pembinaan narapidana teroris juga menjadi
tugas
pemasyarakatan.
pembinaan
perlindungan Mengenai
dari
harus
diredam
dengan penghilangan faktor-faktor yang
a) Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai hukum pidana. b) Kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang pengaturannya tidak dapat serta merta dipaksakan dalam peraturan perundang-undangan. c) Kebijakan pidana berpijak pada konsepsi pertanggungjawaban
12 pidana yang bersifat pribadi (individual reponsibility) sehingga menjadi kekuatan utama bagi pelanggar dalam proses penyesuaian sosial. Pertanggungjawaban ini menekankan pada kewajiban moral individu ke arah timbulnya moralitas sosial.18 Dari segi budaya hukum terutama
hukum dan budaya hukum. Dari segi struktur hukum, ada beberapa hal yang menghambat
pembinaan
narapidana
terorisme di lembaga pemasyarakatan. Adapun hambatan-hambatan tersebut meliputi: a.
Kurangnya petugas
budaya hukum narapidana terorisme,
pengetahuan
lembaga
dari
pemasyaratan
mengenai agama Islam. Narapidana
pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan memungkinkan adanya
terorisme
remisi
terhadap
narapidana
teroris.
minoritas dengan pemahaman akan
Barda
Nawawi
Arief
selanjutnya
ajaran Islam yang sangat tinggi.
menjelaskan
bahwa
individualisme
bukan hanya berarti
adalah
Pembicaraan
pengertian
terorisme
kelompok
antara
narapidana
dengan
penghuni
bahwa pidana yang akan dijatuhkan
lembaga pemasyarakatan termasuk
disesuaikan atau diorientasikan pada
petugas lembaga pemasyarakatan
pertimbangan sifat individu pada diri
adalah seputar ajaran Islam. Jika
pelaku
juga
petugas lembaga pemasyarakatan
memungkinkan adanya perubahan atau
sendiri tidak memahami ajaran
modifikasi pidana oleh hakim agar
Islam maka pendapat-pendapatnya
sesuai
dan
akan dengan mudah dipatahkan
perkembangan narapidana.19 Program
oleh narapidana terorisme. Untuk
kejahatan,
dengan
melainkan
perubahan
mendatangkan para pakar seperti
pembinaan merupakan jembatan untuk
ulama
memperoleh remisi, asimilasi dan juga
dan
psikolog
tentu
membutuhkan biaya, sementara itu
pembebasan bersyarat bagi narapidana
anggaran lembaga pemasyarakatan
terorisme.
masih terbatas. Faktor penghambat pembinaan
b.
Ketidakpedulian petugas lembaga
narapidana teroris dapat dilihat dari dua
pemasyarakatan
beberapa faktor yakni faktor struktur
pembinaan
18
S.R. Sianturi dan Mompang L. Panggabean, 1996, Hukum Penetensia di Indonesia, Alumni AhaenPetehaem, Jakarta, h. 20.
terorisme
akan
bagi baik
program narapidana
dalam
tahap
rehabilitasi maupun dalam tahap reiintegrasi sosial. Ketidakpedulian
19
Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, h. 124.
ini disebabkan karena narapidana terorisme
sulit
untuk
diajak
13 berkomunikasi.
c.
Mereka
kegiatan-kegiatan
pembinaan.
selalu benar sehingga sangat sulit
Narapidana
untuk diatur. Dalam kondisi ini
dilarang
petugas lembaga pemasyarakatan
pembinaan berupa keterampilan.
memilih untuk tidak berkomunikasi
Petugas lembaga pemasyarakatan
saja dengan narapidana terorisme.
khawatir
Pembinaan narapidana terorisme
disediakan
belum menemukan format yang
membuat
jelas,
ada
pengetatan tersebut dilakukan agar
ketidaksamaan kebijakan di setiap
mereka tidak lepas atau mengulangi
lembaga
pemasyarakatan
perbuatannya.
membina
narapidana
oleh
Misalnya,
sebab
itu
yang
terorisme.
di
Lembaga
Pemasyarakatan
Kerobokan
narapidana
terorisme
terorisme untuk
jika
sangat
melakukan
alat-alat
digunakan bom.
yang untuk
Pengetatan-
Tindakan
ini
memang sangat baik jika tujuannya adalah
keamanan
pemasyarakatan,
di
lembaga
namun
bisa
tidak
menjadi tidak baik jika narapidana
diperkenankan untuk melakukan
terorisme ini sudah kembali ke
kegiatan
masyarakatan.
olahraga
sedangkan
dengan
di
narapidana melakukan
alat
Lembaga
Pemasyarakatan
d.
merasa
orang
Semarang,
terorisme
yang dikekang memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi
boleh
untuk
membangkang.
Sehingga
olahraga
bisa jadi narapidana terorisme ini
walaupun terbatas yakni hanya
akan semakin radikal setelah keluar
boleh bermain colly, sepak takraw
dari
dan pingpong.
sebagai reaksi atas pengekangan
Pandangan narapidana
kegiatan
Bagaimanapun
bahwa
pembinaan
terorisme
pemasyarakatan
yang dilakukan selama menjalani
adalah
masa
pengetatan atas hak-hak mereka sebagai warga binaan. Pengetatan
lembaga
pembinaan
di
lembaga
pemasyarakatan. e.
Belum ada petugas khusus untuk
dilakukan dengan cara pelarangan
membina
narapidana
untuk
Petugas khusus sangat diperlukan
memimpin dakwah di lembaga
untuk memaksimalkan pembinaan
pemasyarakatan,
bagi narapidana terorisme. Petugas
terorisme
tempat-tempat pemasyarakatan
pembatasan di yang
lembaga
khusu
narapidana
harus
terorisme.
memenuhi
syarat
boleh
berupa kecakapan untuk memimpin
disinggahi dan pembatasan atas
dan membina narapidana terorisme
14 dan kelebihan di bidang agama.
Ikrar ini hanya memiliki kekuatan moral
Kelebihan
tanpa
di
bidang
agama
khususnya agama Islam bertujuan untuk
f.
menyamakan
ada
kekuatan
hukum
yang
mengikat bagi mereka.
persepsi
Narapidana terorisme tergolong
tentang Islam sebagai ajaran yang
dalam narapidana yang tidak disukai di
damai dan menurunkan akidah dari
lembaga pemasyarakatan. Pembinaan
narapidana terorisme. Petugas juga
terhadap narapidana terorisme juga
dapat mendiskusikan kembali ayat-
mengalami beberapa hambatan karena
ayat yang keras dengan narapidana
karakteristik, sikap serta kepribadian
terorisme.
dari narapidana terorisme itu sendiri.
Minimnya
pelatihan
terhadap
Adapun beberapa hal yang menjadi
petugas lembaga pemasyarakatan
hambatan
dalam
narapidana terorisme dari segi budaya
terorisme. narapidana
membina
narapidana
Pembinaan terorisme
bagi memang
dalam
pembinaan
bagi
hukum narapidana terorisme yaitu: a.
Narapidana
teroris
memiliki
memerlukan perhatian khusus. Hal
pengetahuan agama Islam yang
ini dapat dilihat dari karakteristik
sangat tinggi. Pembinaan menjadi
kejahatan terorisme itu sendiri.
gagal manakala pemahaman agama
Kejahatan
yang
terorisme
dilakukan
dimiliki
oleh
petugas
berdasarkan doktrin-doktrin yang
kembaga
pemasyarakatan
telah tertanam dalam diri pelaku.
dangkal
daripada
Oleh sebab itu diperlukan pelatihan
teroris.
deradikalisasi bagi petugas lembaga
narapidana
pemasyarakatan.
mendengarkan
Deradikalisasi
dalam
konteks
pembinaan bagi narapidana terorisme di
lebih
narapidana
Dalam
kondisi
ini
tidak
mau
teroris dan
mengikuti
program-program pembinaan. b.
Narapidana
terorisme
termasuk
lembaga pemasyarakatan selama ini
pribadi yang ekstrim. Ajaran-ajaran
memang belum memiliki format yang
tentang jihad yang selama dipahami
jelas. Program deradikalisasi baru hanya
tidak boleh dibantah oleh siapa pun.
sebatas
tidak
Mereka selalu merasa paling benar.
mengulangi perbuatan dan mengakui
Hal ini menyebabkan keengganan
NKRI sebagai negaranya. Pernyataan-
bagi
pernyataan tersebut biasanya hanya
petugas
lembaga
disampaikan
untuk
berinteraksi
ikrar
tertulis
sebatas
untuk
persyaratan
administrasi untuk mengajukan remisi.
narapidana
lain
narapidana terorisme.
maupun
pemasyarakat dengan
15 c.
Cara berpenampilan yang berbeda
dengan peralatan dan pekerjaan
dengan narapidana lain. Narapidana
membersihkan halaman. Petugas
terorisme tidak berpenampilan yang
lembaga pemasyarakatan memang
sama dengan narapidana lainnya.
memperketat agar mereka tidak
Mereka mau menggunakan baju
lepas.
biru (pakaian bagi warga binaan),
Narapidana
terorisme
termasuk
dengan rambut gundul namun tidak
narapidana dengan tingkat egois
bersedia
jenggot.
yang tinggi. Mereka cenderung
tetap
memiliki banyak permintaan atas
berjenggot karena bagi mereka hal
hal-hal yang tidak biasa diminta
tersebut merupakan ajaran dalam
oleh
sunnah Rassul.
menyampaikan
Perlakuan khusus bagi narapidana
berlebihan. Misalnya, meminta TV
terorisme yang kurang diterima
untuk dibawa ke kamar. Mereka
oleh
lainnya.
juga sering mengajukan protes jika
Narapidana terorisme lebih leluasa
kondisi air yang tiba-tiba mati atau
dalam blok. Mereka ditempatkan
jam makan yang sedikit terlambat.
menguris
Narapidana
d.
e.
terorisme
narapidana
dalam blok tersendiri. Satu kamar terdiri
dari
satu
f.
narapidana
Pandangan
lain, protes
negatif
atau yang
narapidana
narapidana
terorisme terhadap petugas lembaga
terorisme. Jika kapasitas lembaga
pemasyarakatan. Petugas lembaga
pemasyarakatan
maka
pemasyarakatan berstatus pegawai
maksimal satu kamar diisi oleh
negeri. Bagi narapidana terorisme,
sembilan narapidana, yang terdiri
orang
dari narapidana terorisme yang
pegawai negeri adalah kafir karena
dicampur
narapidana
pegawai negeri yang mendapat gaji
bermasalah. Berbeda dengan blok
dari negara yang sama saja artinya
narapidana lain yang penuh sesak
dengan
dengan
Petugas lembaga pemasyarakatan
dengan
narapidana.
menimbulkan narapidana terorisme
iri
lain. juga
ini dari
Narapidana mendapatkan
yang
bekerja
makan
uang
sebagai
rakyat.
dianggap sebagai setan. g.
Tidak ada rasa penyesalan atas aksi-aksi
yang
yakni
dari
pekerjaan-
terorisme menganut paham yang
tertentu
seperti
radikal. Apa yang dipahami selama
berhubungan
ini, termasuk penggunaan cara-cara
yang
dilakukannya.
terorisme
khusus
dibebastugaskan
pekerjaaan
Hal
rasa
perlakuan
pekerjaan
overload,
Narapidana
16 kekerasan
dianggap
sebagai
menegakkan ajaran agama menurut
perjuangan yang legal. Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Oktiasari
psikolog
i.
Narapidana
terorisme
tetap
menyebarluaskan
doktrin-
memeriksa narapidana terorisme di
doktrinnya meskipun berada di
Lembaga
lembaga pemasyarakatan. Doktrin
Pemasyarakatan
Semarang, tidak merasa bersalah
tersebut
terhadap
kunjungan
pengeboman
dilakukannya. tersebut
yang
Pengeboman
adalah
tindakan
disampaikan dari
saat keluarga.
Kesempatan itu digunakan untuk
yang
mempengaruhi pihak keluarga yang
benar. Pelaku bom Solo (5 orang)
menjenguk. Narapidana terorisme
memiliki
untuk
juga masih berhubungan dengan
mengulangi perbuatannya kembali.
teman seperjuangannya. Perekrutan
Secara
anggota juga dilakukan di lembaga
kecenderungan
psikologis,
terhadap
h.
yang
versi mereka.
pembinaan
narapidana
terorisme
pemasyarakatan.
Perekrutan
tersebut tidak akan berhasil.20
dilakukan
Motivasi dalam melaksanakan aksi
mengenai
terorisme sangat kuat yang untuk
bisa
memerangi
terkesima. Mereka tidak pernah
pihak-pihak
yang
dengan
berbicara
pemahamannya
membuat
yang
lawan
memerangi umat Islam. Sebagian
memaksakan
besar narapidana terorisme berasal
mengikuti ajaran mereka namun
dari golongan ekonomi
menggunakan cara-cara persuasif
Latar
belakang
lemah.
pekerjaan
narapidana terorisme ini adalah
orang
bicara
lain
untuk
untuk menambah anggota. Dari
sudut
pandang
budaya
pedagang dan tukang jahit. Mereka
hukum masyarakat, kegagalan upaya
tidak
pembinaan teroris disebabkan karena
mengejar
ekonomi
(harta
kepentingan namun
adanya kelompok masyarakat yang
ketakwaan terhadap Tuhan. Mereka
mendukung aksi terorisme. Masalah
yakin
utamanya
bahwa
benda)
Tuhan
sudah
berkaitan
dengan
saat
memberikan makanan bagi setiap
organisasi-organisasi
manusia, sehingga motivasi utama
menganggap
bagi
bermanfaat. Para ekstremis mencari
teroris
adalah
bagaimana
bahwa
ekstremis teroris
itu
suatu perubahan radikal di dalam status 20
Wawancara dengan psikolog pada 8 April 2013.
Oktiasari,
S.Psi.-,
quo yang akan memberikan manfaat baru atau sebagai bentuk mekanisme
17 bertahan terhadap hak istimewa yang
terorisme. Masyarakat takut jika mereka
mereka anggap terancam.21 Aksi-aksi
yang
terorisme
sebagai
narapidana atau mantan narapidana
terjadi
terorisme akan menjadi sasaran aksi
dipandang
penyampaian perubahan
pesan sesuai
agar dengan
yang
hidup
berdampingan
terorisme.
diharapkan oleh kelompok teroris.
Sebagian besar masyarakat masih berpandangan
Prisonisasi petugas
yang
Lembaga
melibatkan
adalah
Pemasyarakatan
pelaku.
kertas koran kepada narapidana teroris
dengan
salah satu ruang tahanan di Lembaga
terhadap
keberadaan
narapidana
terorisme
juga
penghambat narapidana teroris
menjadi
pembinaan terorisme.
dipandang
telah
faktor terhadap
Narapidana
terorisme kesalahannya
mati.
pemikiran
Dalam tersebut,
kegiatan
yang
sia-sia.
Pemidanaan belum dipandang sebagai upaya pembinaan namun dipandang
teroris di luar lembaga pemasyaratan. masyarakat
pelaku.
aksi
hukuman
sebagai
jaringan
dari
atas
pembinaan dianggap oleh masyarakat
Imam Samudra untuk berkomunikasi
Penolakan
dari
menebus
paradigma
Laptop
tersebut kemudian dipergunakan oleh
anggota
jahat
Pelaku
diharapkan
Imam Samudra melalui celah jendela
sejumlah
pembalasan
dengan perbuatan yang dilakukan oleh
penyelundupan laptop yang terbungkus
dengan
pemidanaan
Pemidanaan tersebut harus sepadan
Hanafi bin Martoyo dilakukan dengan
Kerobokan.
bahwa
bentuk
perbuatan
Kerobokan, Benny Irawan alias Abu
Pemasyarakatan
dengan
sebagai
upaya
pembalasan
atas
perbuatan yang telah dilakukan oleh teroris tersebut. IV.
SIMPULAN DAN SARAN
1.
Simpulan
a.
Pembinaan bagi narapidana terorisme di
melanggar
lembaga
norma-norma kemanusiaan. Oleh sebab
pemasyarakatan
belum
dilaksanakan secara optimal. Hal ini
itu masyarakat berpandangan bahwa
dapat dilihat dari pembentukan jaringan
mereka tidak pantas lagi untuk berada di
terorisme yang dilakukan di lembaga
tengah-tengah masyarakat. Masyarakat
pemasyarakatan.
merasa terancam dengan keberadaan
Mantan
narapidana
juga kembali melakukan aksi terorisme
narapidana maupun mantan narapidana
setelah
keluar
dari
lembaga
pemasyarakatan. 21
Walter Reich, 2003, Origin of Terorism Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Menta, Murai Kencana, Jakarta, h. 7.
b.
Faktor
pendorong
pembinaan
bagi
narapidana terorisme adalah karena
18 terorisme merupakan kejahatan yang
pembinaan bagi narapidana terorisme
harus ditanggulagi. Pembinaan juga
yang mampu memutus mata rantai
merupakan amanat dari Undang-undang
radikalisme
Nomor
pemasyarakatan khusus dalam membina
12
Tahun
1995
Lembaga
Pemasyarakatan
Peraturan
Pemerintah
tentang dan Republik
dan
petugas
lembaga
narapidana terorisme. b.
Rohaniawan dan psikolog diharapkan
Indonesia Nomor 99 Tahun 2012
dapat
Tentang
pemasyarakatan dalam membina mental
Perubahan
Kedua
Atas
membantu
petugas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
narapidana
1999 Tentang Syarat dan Tata Cara
mengulangi kembali perbuatannya.
Pelaksanaan
Hak
Warga
terorisme
lembaga
agar
tidak
Binaan
Pemasyarakatan serta visi dan misi dari
DAFTAR PUSTAKA
lembaga
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta..
pemasyarakatan.
pembinaan gerakan
merupakan perlindungan
Upaya
salah
satu
masyarakat.
Faktor penghambat pembinaan adalah dari segi struktur hukum dan budaya hukum.
Petugas
pemasyarakatan
lembaga
kurang
memiliki
kemampuan agama Islam, kurangnya kepedulian dari petugas, belum ada format
pembinaan
bagi
narapidana
terorisme, pandangan bahwa pembinaan bagi
narapidana
terorisme
adalah
Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung. Leden Marpaung, 2008, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Parthiana, I Wayan, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung. Petrus Irwan Panjaitan dan Chairijah, 2009, Pidana Penjara Dalam Perspektif Penegak Hukum, Masyarakat dan Narapidana, IND Hill Co, Jakarta.
pengetatan dan tidak adanya petugas khusus dalam membina narapidana terorisme.
Budaya
hukum
meliputi
budaya hukum narapidana teroris yang tidak
menyesali
budaya menolak
hukum
perbuatannya masyarakat
kehadiran
dan yang
narapidana
terorisme. 2.
Saran
a.
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan
perlu merancang format khusus dalam
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sianturi, S.R. dan Mompang L. Panggabean, 1996, Hukum Penetensia di Indonesia, Alumni Ahaen-Petehaem, Jakarta, h. 20. Taufik Andrie, 2011, Kehidupan di balik Jeruji: Terorisme dan Kehidupan Penjara di Indonesia, Institute for International Peace Building (IIPB), Jakarta.
19 Tolib Setiady, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung.. Walter Reich, 2003, Origin of Terorism Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Menta, Murai Kencana, Jakarta. Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime, Laksbang Mediatama, Yogyakarta. ARTIKEL ELEKTRONIK Anonim, 2010, “Sistem Pemasyarakatan Indonesia”, Serial Online 2010, , (Cited 2011 Jan. 2), available from: URL: http://adln.lib.unair.ac.id/files/dis k1/225/gdlhub-gdl-s3-2010-praptonoor11238-th4209-k.pdf Atmi
Pertiwi, “Narapidana Terorisme Keroyok Sipir Lapas Cipinang”, Serial Online Kamis, 14 Juni 2012 | 15:31 WIB, Serial Online Senin, 26 November 2012 11:54 wib, (Cited 2013 April 2), available from: http://www.tempo.co/read/news/2012/0 6/14/064410562/Narapidana-TerorismeKeroyok-Sipir-Lapas-Cipinang
Isnaini, “Mabes Polri: Satu Terduga Teroris Poso Bekas Napi Terorisme” Serial Online Senin, 26 November 2012 11:54 wib, (Cited 2013 April 2), available from:– Okezone, http://news.okezone.com/read/2012/11/ 26/337/723169/mabes-polri-satuterduga-teroris-poso-bekas-napiterorisme
BIODATA PENULIS Nama lengkap dengan gelar: Maliki, S.H. Alamat rumah: Perumahan Dalung Permai Blok D4. Tempat bekerja:
Lembaga Pemasyarakatan Semarang. HP 081236452444 Alamat e-mail.
[email protected]
Klas
I