Implementasi Kebijakan Program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan Oleh: Ahmad Thoifur Arif1 dan Hambali2
Abstrak Pemerintah melalui Kemendagri telah menerapkan kebijakan program e-KTP berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan administrasi yang tertib sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan dan untuk mencegah dan menutupi peluang adanya KTP ganda yang selama ini banyak disalahgunakan oleh masyarakat yang dapat menyebabkan kerugian bagi negara. Penelitian yang berjudul “Implementasi Program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan”, patut dikaji karena peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan implementasi program e-KTP di kecamatan Purwosari dengan cara mengklarifikasi, menguraikan, menggambarkan serta menganalisis suatu fenomena implementasi kebijakan publik yang berkembang dalam masyarakat dengan cara mendeskripsikan implementasi tersebut. Teori yang digunakan untuk mendukung analisis implementasi kebijakan program e-KTP ini yaitu model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III yang disebut dengan Direct and Inderect impact on Implementation. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Maka dalam pemilihan informan peneliti menggunakan purposive. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan tersebut dirasakan belum efektif karena masih terdapat beberapa kekurangan dari pemerintah, yaitu: kemampuan Sumber Daya Pegawai yang menangani e-KTP kurang optimal, pemerintah tidak mampu memenuhi fasilitas yang dibutuhkan ketika kebijakan tersebut diterapkan, kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah kecamatan Purwosari kepada masyarakat sehingga kurangnya informasi yang diterima masyarakat, kurangnya koordinasi dan komunikasi, dan kurangnya pemberian pelayanan yang opimal. Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Program e-KTP
1 2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Yudharta Pasuruan Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Yudharta Pasuruan
46
Pendahuluan Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology/ICT) di dunia telah semakin luas. Perkembangan teknologi informasi maupun komunikasi menghasilkan manfaat positif bagi kehidupan manusia dan memberikan banyak kemudahan, seperti kemudahan dalam memperoleh informasi dan kemudahan bertransaksi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga dapat membantu manusia dalam menjalankan aktivitasnya, karena segala kegiatan dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan tepat, sehingga produktivitas kerja akan meningkat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, seperti dalam dunia pemerintahan (e-government), yang didalamnya memiliki program seperti dalam bidang pemerintah (e-KTP), pendidikan (e-education, e-learning), kesehatan (e-medicine, e-laboratory), dan lainnya, yang kesemuanya itu berbasiskan elektronik. Pemerintah menerapkan eGovernment yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan, bersih, adil, akuntabel, bertanggungjawab, responsif, efektif dan efisien. e-Government memanfaatkan kemajuan komunikasi dan informasi pada berbagai aspek kehidupan, serta untuk peningkatan daya saing dengan negara-negara lain. Seperti yang tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik. e-Government menerapkan sistem pemerintahan dengan berbasis elektronik agar dapat memberikan kenyamanan, meningkatkan transparansi,
dan meningkatkan interaksi dengan masyarakat, serta meningkatkan partisipasi publik. Berdasarkan pemaparan tersebut, salah satu penerapan implementasi eGovernment dalam pelayanan publik dengan penggunaan teknologi dan informasi yang saat ini sedang dilaksanakan dalam bidang pemerintahan adalah e-KTP (Elektronik Kartu Tanda Penduduk). Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar memerlukan data kependudukan yang akurat, untuk itu pemerintah membuat program yang disebut dengan e-KTP. e-KTP merupakan cara baru jitu yang akan ditempuh oleh pemerintah dengan membangun database kependudukan secara nasional untuk memberikan identitas kepada masyarakat dengan menggunakan sistem biometrik yang ada di dalamnya, maka setiap pemilik e-KTP dapat terhubung kedalam satu database nasional, sehingga setiap penduduk hanya memerlukan 1 KTP saja (Sumber:Draft Program Pelaksanaan Penerapan e-KTP kabupaten pasuruan). e-KTP merupakan salah satu program nasional yang harus dilaksanakan oleh pemerintah di setiap daerah, karena pelaksanakan e-KTP dipandang sangat relevan dengan rencana pemerintah dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang berkualitas dan berbasis teknologi untuk mendapatkan hasil data kependudukan yang lebih tepat dan akurat. e-KTP merupakan program yang telah dibuat oleh pemerintah melalui Kemendagri (Kementrian Dalam Negeri) sejak tahun 2006, tetapi baru ditetapkan dan dilaksanakan pada tahun 2009 lalu dengan berdasarkan pada undangundang dan peraturan presiden. 47
Pemerintah membuat kebijakan program e-KTP baik bagi masyarakat, bangsa dan negara dimaksudkan agar terciptanya tertib administrasi. Selain itu diharapkan agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu yang selama ini banyak disalahgunakan oleh masyarakat dan menyebabkan kerugian bagi negara. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, khususnya yang berkaitan dengan data penduduk wajib KTP yang identik dengan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), sehingga DPT pemilu ya ng selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi. Dengan adanya e-KTP ini tentunya masyarakat dapat mendukung peningkatan keamanan negara melalui tertutupnya peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu dimana selama ini para pelaku kriminal termasuk teroris, TKI illegal dan perdagangan manusia sering menggunakan KTP ganda atau KTP palsu tersebut untuk memalsukan identitas diri agar tidak teridentifikasi oleh pihak berwajib. Hal tersebut diperkuat oleh Ir. Sugiharto, MM selaku Bagian Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan ketika memberikan materi dalam seminar nasional yang diselenggarakan di Unibraw Hari Sabtu 10 Desember 2011 pukul 10.00 WIB, yang menyatakan bahwa: “Sejauh ini KTP manual yang telah digandakan atau KTP palsu yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 9 juta. KTP tersebut banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga sangat merugikan negara”. (Kutipan pernyataan dari Bagian Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri, hari Sabtu, 10 Desember 2011, pukul 10.00 WIB, Bapak Ir. Sugiharto).
Jumlah KTP palsu yang sangat besar tersebut dapat dipastikan bahwa dengan menggunakan KTP manual pemerintah sering mengalami kecolongan dalam mengawasi penggunaan KTP manual, karena KTP manual dapat dibuat dengan mudah dimana saja, apalagi jika memiliki orang dalam disebuah instansi kecamatan. Dengan demikian masyarakat yang tidak bertanggungjawab dapat dengan leluasa melakukan kecurangan dan penyimpangan dengan menggunakan KTP manual. Untuk mencegah terjadinya peluang tersebut, maka pemerintah menetapkan 5 (lima) tahapan agar menjamin keakuratan data diri setiap warga sehingga e-KTP tersebut tidak dapat diperbanyak atau digandakan. Berikut 5 (lima) tahap dalam pembuatan e-KTP, yaitu: Pembacaan biodata, foto, perekaman tanda tangan, scan sidik jari, dan scan retina mata. Kecamatan purwosari telah melaksanakan program e-KTP sejak bulan April 2012. Sejauh ini pemerintah Kecamatan purwosari telah melaksanakan program e-KTP secara optimal, agar dapat mencapai waktu yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat yaitu berakhir pada bulan Desember 2012. Pihak Kecamatan purwosari menyatakan bahwa akan terus memaksimalkan program e-KTP dan memberikan pelayanan dengan sebaikbaiknya agar program e-KTP tersebut dapat tercapai sesuai dengan target yang diharapkan, yaitu selesai pada akhir tahun 2012. Karena nantinya e-KTP tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat di Kecamatan purwosari. Meskipun pemerintah Kecamatan purwosari telah melaksanakan program eKTP tersebut dengan semaksimal 48
mungkin, tetapi berdasarkan observasi awal yang peneliti dapatkan di lapangan dan berdasarkan wawancara awal yang peneliti lakukan, dalam proses implementasinya terjadi beberapa permasalahan yang dapat menjadi kendala bagi pemerintah kecamatan, diantaranya: Pertama, banyak warga yang telah wajib KTP tetapi tidak terdata. Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang optimal dan siap. Ketiga, kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat sekitar Purwosari yang berkaitan dengan pengetahuan tentang eKTP itu sendiri. Keempat, pemerintah Disdukcapil Kabupaten Pasuruan kurang melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan pemerintah Kecamatan Purwosari. Kelima, berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan, bahwa operator yang menangani program e-KTP kurang konsisten dalam menjalankan tugas yang di berikan.
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Implementasi e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan? KAJIAN PUSTAKA Konsep e-Government World Bank memberikan definisi dari istilah e-Government yaitu penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis, dan lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Sedangkan konsep yang disusun oleh EZ Gov, selaku konsultan dalam penerapan e-Government, memiliki pengertian penyederhanaan praktek pemerintahan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.(Rifaiza, 2007: 57). Inisiatif penerapan e-Government di Indonesia yang diperkenalkan melalui intruksi Presiden No. 6/2001 tanggal 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparata pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan percepatan proses demokrasi. Dalam INPRES No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, eGovernment tersebut merupakan upaya untuk mengembangkan penyelanggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronika dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pengertian umum electronic government (eGovernment) adalah: “Penyelenggaraan pemerintah berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam
Rumasan Masalah Dalam suatu penelitian, yang sangat penting adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaikbaiknya makna peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas dari mana harus mulai, kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19). Berdasarkan pemaparan pada studi pendahuluan dimuka dan dengan memperlihatkan pada fokus penelitian yang telah disebutkan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. bagaimanakah Implementasi e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan?
49
hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis, dan kelompok terkait lainnya menuju good governance”. Menurut Wicaksana: 2007 dalam artikelnya konsep e-Government (
[email protected]) (diakses tanggal 11 Juli 2012 Pukul 13.00), eGovernment didefinisikan sebagai upaya pemanfaatan dan pendayagunaan telematika untuk meningkatkan efisiensi dan cost effective pemerintahan, memberikan berbagai jasa pelayanan kepada masyarakat secara lebih luas, dan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih bertanggung jawab (accountable) serta transparan kepada masyarakat. Menurut Heeks dalam Djunaedi (2002:49), e-Government diartikan sebagai pemanfaatan ICT untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa e-Government mencakup: eAdministration; e-Citizen & e-Service; dan e-Society Melengkapi kiat-kiat diatas, menurut Accenture dalam Djunaedi (2002:53), ada lima karakteritik eGovernment yang unggul, yaitu: 1. Visi dan implementasi: mempunyai visi sejak awal dan mekanisme implementasi yang baik/tepat. 2. Berorientasi ke pengguna/warga masyarakat: pada umumnya, di awal pengembangan e-Government, informasi yang dipublikasikan disusun dan diorganisasikan dengan mempertimbangkan cara pemerintah bekerja dan memberikan layanan secara fisik. 3. Menggunakan Manajemen Hubungan Masyarakat (Customer Relationship Management/ CRM).
4. Volume dan Kompleksitas/kerumitan: mampu menangani volume informasi yang besar dengan kompleksitas tinggi (tapi masih nyaman dan nampak sederhana atau tidak rumit bagi pengguna). 5. Penggunaan portal sebagai satu pintu asuk: memudahkan bagi pengguna/warga masyarakat dengan tidak perlu mengunjungi situs tiap instansi, cukup satu situs sebagai pintu masuk (portal) untuk mendapatkan semua layanan yang diperlukan. Sedangkan, strategi e-Government berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2003, bahwa : Tahap 1 Persiapan, yaitu pembuatan situs web sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga. Tahap 2 Pematangan, yaitu pembuatan web portal informasi publik yang bersifat interaktif. Tahap 3 Pemantapan, yaitu pembuatan web portal yang bersifat transaksi elektronis layanan publik. Tahap 4 Pemanfaatan, yaitu pembuatan aplikasi untuk layanan Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), Government to Constumers (G2C). Menurut Kebijakan Dan Strategi Pengembangan e-Government Kementerian Komunikasi dan Informasi pencapaian tujuan strategis eGovernment perlu dilaksanakan melalui 6 (enam) strategi yang berkaitan erat, yaitu: 1. Mengembangkan sistem pelayanan yang handal dan terpercaya, serta jangkauan oleh masyarakat luas; 2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik;
50
Manfaat e-Government Adapun Pemanfaatan teknologi informasi pada umumnya ditinjau dari 5 aspek (Kementerian Informasi dan Komunikasi: 2002), yaitu: e-Leadership, Infrastruktur jaringan dan informasi; Pengelolaan informasi; Lingkungan bisnis, dan Masyarakat dan sumber daya manusia. Lebih lanjut Al Gore dan Toni Blair dalam Andrianto:2007:46 menjelaskan manfaat yang akan diperoleh dengan adanya e-Government ialah: 1. Memberikan kualitas pelayanan kepada stakeholder-nya (masyarakat, kalangan usahawan, dan industri), terutama dalam hal kinerja efektifitas dan efisiensi diberbagai kehidupan negara. 2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan kepemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance. 3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah dan stakeholder-nya untuk keperluan aktifitas sehari-hari. 4. Memberikan peluang pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan. 5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat menjawab berbagai macam permasalahan yang dihadapi secara cepat dan sejalan dengan perubahan global dan tren yang ada. 6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses
3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal; 4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi informasi; 5. Mengembangkan kapasitas SDM baik pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat; 6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan terukur. Selain itu, menurut Indrajit (2005:18) paling tidak ada 6 (enam) komponen penting harus diperhatikan dalam penerapan e-Government, masingmasing diantaranya: Content Development, Competency Building, Connectivity, Cyber Laws, Citizen Interfaces, dan Capital. Berdasarkan Keputusan Menteri dan Informatika bahwa objek layanan aplikasi e-Government dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: Government to Government (Pemerintah untuk Pemerintah), Government to Citizen (Pemerintah untuk Masyarakat), dan Government to Business (Pemerintah untuk Pihak Bisnis) Dari beberapa definisi eGovernment di atas, maka e-Government merupakan pemanfaatan dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi secara online dengan menggunakan internet atau perangkat lainnya yang dikelola oleh pemerintah untuk mentransformasikan informasi kepada masyarakat, pihak bisnis, dan sesama pihak-pihak pemerintah lainnya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. 51
pengambilan keputusan (kebijakan publik) secara merata dan demokratis. Sementara menurut Indrajit (2005:61) ada 4 konsep yang berlaku di dalam e-Government itu sendiri, yaitu: Goverment To Citizien, Government To Business, Government To Government, dan Government To Employees Nugroho (2007:42) menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam e-Government (stakeholder) adalah berbagai pihak yang merasa berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap penyelenggaraan e-Government, antara lain: Pemerintahan, Perguruan tinggi, Industri swasta, Lembaga non-komersial, dan Masyarakat. Dari uraian di atas, maka manfaat penerapan e-Government pada instansi pemerintahan adalah meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat kepada masyarakat dan pelaku bisnis, adanya transparansi dikalangan pemerintah, mempercepat pelayanan, meningkatkan partisipasi dan kontrol publik, penghematan biaya dan memberdayakan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
agar masyarakat dapat menikmati haknya dan menjalakan kewajibannya dengan aman dan nyaman, yang kesemuanya itu dapat dicapai dengan pembenahan sistem dari pemerintah itu sendiri. Selain itu tujuan penerapan e-Government adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang baik. Menurut Nugroho (2007:47) tahapan perkembangan implementasi eGovernment di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu: Web Presence, Interaction, Transaction, dan Transformation. Hasibuan (2008:67) menerangkan di dalam pengembangan e-Government di Indonesia, e-Government juga menghadapi berbagai macam kendala antara lain: 1. Masih rendahnya kesadaran (awareness) dalam mengambil keputusan telematika. 2. Langkanya SDM yang berkualitas. 3. Masih minimnya infrastruktur telekomunikasi. 4. Tarif internet yang masih mahal. Menurut Organization Economic of Communiy Defelopment (OECD) dalam Budiati (2004:21) menyatakan bahwa ada 4 faktor utama dalam penerapan eGovernment yaitu: 1. Vision of political will, is divided into leadership, commitment and integration. 2. Common framewors, is divided into inter-agency colloborationand financing. 3. Custumer focus, is deveded into access, choise, citizien engagment, and privacy. 4. Responsibility is divided into accountibility, monitoring and evaluation.
Tujuan e-Government Setiawati (2007:33) mengungkapkan bahwa tujuan dari penerapan e-Government adalah sebagai berikut: Konsep e-Government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik dengan masyarakatnya maupun dengan pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efektif, dan ekomonis. Hal ini diperlukan mengingat dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga pemerintah harus menyesuaikan fungsinya dalam negara, 52
Sedangkan menurut United Nation dalam Budiati (2003:21), menyatakan bahwa ada 7 faktor kunci di dalam penerapan e-Government, yaitu: Legal framework, Infrastruktur, The strengthof human capital, Coordination, Privacy, Security, dan Civil service. Dari berbagai teori-teori diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa penerapan e-Government secara garis besar merupakan kemampuan organisasi dalam pemanfaatan teknologi informasi dengan menggunakan segala sumber daya yang ada secara tepat guna mencapai tujuan organisasi tersebut dalam bentuk interaksi antar pemerintah dan stakeholder-nya (masyarakat, dan pihak lainnya yang berkepentingan terhadap penggunaan e-Government) untuk meningkatkan pelayanan yang prima dengan lebih transparan dan akuntabel mendukung terciptanya Good Governance.
(Sumber:Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk). (25 November 2011. www.Wikipedia.com). Menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten pasuruan eKTP adalah KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem/kode pengaman khusus yang berlaku sebagai identitas resmi penduduk yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia (Sumber:Program Pelaksanaan Penerapan e-KTP Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten pasuruan: oktober 2012). e-KTP merupakan KTP Nasional yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, dan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009. Dengan peraturan tersebut maka e-KTP berlaku secara nasional, dengan demikian mempermudah masyarakat untuk mendapatkan Pelayanan dari lembaga Pemerintah dan Swasta karena tidak lagi memerlukan KTP setempat.
Konsep e-KTP (Elektronik Kartu Tanda Penduduk) Definisi e-KTP Definisi dari e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya
Tahapan-Tahapan Dalam Pembuatan eKTP. Dalam pembuatan e-KTP, pemerintah menetapkan 5 (lima) tahapan. Berikut 5 (lima) tahap dalam pembuatan e-KTP, yaitu: Pembacaan Biodata, Foto, Perekaman tanda tangan, Scan sidik jari, dan Scan retina mata. 53
(Sumber:Sosialisasi Penerapan KTP Elektronik Tingkat Kecamatan, 2011).
perbedaan yang dihasilkan). Dalam bukunya yang lain, Understanding Public Policy beliau menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. (Wicaksono:2006:64). Easton menyatakan “Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society” (Albab:1), Sedangkan Friedrick menyatakan: “Public policy is a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”. (Albab:1). Laswell salah seorang pakar kebijakan yang telah mendirikan thinktank awal di Amerika yang dikenal dengan nama American Policy Commission mendefinisikan “Public policy is a projected program of goals, values and practices” (kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu) (Nugroho:2004:4). Sedangkan Dunn dalam Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusankeputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn:2003:44). Adapun kebijakan dari pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis
Manfaat e-KTP. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Sumber: Persiapan dan Pelaksanaan Pemutakhiran Data Kependudukan Penerbitan NIK dan Penerapan Kependudukan dan Pencatatan Sipil : Agustus 2010) manfaat e-KTP bagi masyarakat, bangsa dan negara, diantaranya yaitu: 1. Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat. 2. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, khususnya yang berkaitan dengan data penduduk wajib KTP yang identik dengan data penduduk potensial pemilih pemilu, sehingga sering terjadi permasalahan. 3. Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal selalu menggunakan KTP ganda dan KTP palsu. Konsep Kebijakan Publik Pengertian Kebijakan Publik Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pakar kebijakan mengenai pengertian kebijakan publik, dan kesemuanya tidak ada yang keliru dan saling melengkapi. Dye mengatakan bahwa “Public policy is whats government do, why they do it, and what different it make” (Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan apa 54
“Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions.” Sementara Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa definisi-definisi di atas, beliau memandang implementasi sebagai berikut: “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai” ( Agustino:2006:153). Dari definisi-definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan membicarakan (minimal) 4 hal, yaitu: a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan adanya penerapan kebijakan tersebut. b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang dijawantahkan dalam proses implementasi. c. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. d. Adanya analisis kembali setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, di mana pelaksana kebijakan melaksanakan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Selain itu perlu diingat, bahwa implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat peting dalam keseluruhan tahapan kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat
Nomor Induk Kependudukan secara nasional adalah bentuk kebijakan publik yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat yang untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah, termasuk yang telah melaksanakan adalah Kecamatan Purwosari. Tujuan pembentukan peraturan presiden tersebut adalah sebagai ketentuan, tatacara dan landasan hukum dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program eKTP di setiap daerah termasuk Kecamatan Purwosari. Suatu kebijakan yang sebenarnya bertujuan baik dengan upaya memajukan fungsi KTP dengan berbasis komputer dan kemajuan teknologi. Implementasi Kebijakan Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1983 mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” (Agustino:2006:153). Van Meter dan Van Horn mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai berikut: 55
diketahui dan dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Udoji yaitu: “the execution of policies is as important if not more important that policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (Solichin:1997:59).
tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik-tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokratbirokrat pada level bawahnya. Jadi ini pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat. Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena street-levelbureaucrats tidak dilibatkan dalam fomulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efesiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.
Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijkan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni: Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa Lester dan Stewart (2008:108) istilah itu dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya. Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan, sehingga meneruskan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya mereka bertitiktolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari
Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang dikembangkan oleh Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi ( Agustino:2006:156). 1. Faktor Sumber Daya Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi 56
kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumbersumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik adalah: Staf, Informasi, Wewenang dan Fasilitas. 2. Faktor Komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu: Transmisi, Kejelasan, dan Konsistensi. 3. Faktor Disposisi/Sikap Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Halhal penting yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi menurut Edward III antara lain: Pengangkatan birokrat dan Insentif,. 4. Faktor Struktur Birokrasi. Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi
yang ada. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi. Kerangka Konseptual Penelitian tentang implementasi program pembuatan e-ktp di kecamatan purwosari kabupaten pasuruan merupakan Kebijakan pemerintah melalui Kemendagri berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional ini menggunakan model implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh George C. Edward III, yaitu model Direct and Indirect Impact on Implementation. Adapun dalam melakukan penilaiannya dengan mengacu pada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, antara lain: a. Sumber Daya. Indikator yang akan dinilai dari faktor sumber daya adalah staf, informasi, wewenang dan fasilitas. b. Komunikasi. Indikator yang dianggap penting pada faktor komunikasi ada tiga jenis, yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi. c. Disposisi (Sikap). Pada faktor disposisi, indikator yang mendapat perhatian adalah pengangkatan birokrat dan insentif. d. Struktur Birokrasi. Ada dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi, antara lain 57
Standard Operating Prosedures (SOPs) dan pelaksanaan fragmentasi.
58
Gambar 1. Kerangka Konseptual Kebijakan Kemendagri berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 200l tentang penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
Feedback Dinas Kependudukan dan Pencatatatan Sipil Kabupaten Pasuruan dan Kecamatan Purwosari
Masyarakat
Model 1. 2. 3. 4.
Implementasi Direct and Indirect Impact on Implementation (Edward III) Sumber Daya: Staf, Informasi, Wewenang dan fasilitas Komunikasi: Transmisi, Kejelasan dan Konsistensi Disposisi / Sikap: Pengangkatan Birokrat dan Insentif Struktur Birokrasi: Standard Operating Prosedures (SOPs) dan Fragmentasi. Sumber: Penelitian, 2012
Kualitas penggunaan e-KTP berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat
METODE PENELITIAN Dalam penelitian mengenai Implementasi kebijakan Program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan atas kebijakan pemerintah melalui Kemendagri berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Dengan demikian melalui penelitian deskriptif kualitatif ini hanya berusaha untuk menggambarkan permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan kebijakan implementasi e-KTP di Kecamatan purwosari Kabupaten pasuruan, dan kemudian menganalisanya sampai pada suatu kesimpulan absolut. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam, tujuannya adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu unit sosial.
59
Walaupun demikian, dalam penelitian ini peneliti tidak menabukan pendekatan kuantitatif, karena tidak dapat dipungkiri data-data statistika juga akan didapatkan pada penelitian ini, sehingga akan dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
yang tidak bertanggungjawab yang dapat merugikan pemerintah dan masyarakat. Dampak negatif yang dimaksudkan pemerintah diantaranya yaitu, tidak tertibnya administrasi, maksudnya tidak terbangunnya database kependudukan yang akurat ditingkat kabupaten/kota dan pusat. Adanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dapat digandakan, dan adanya dokumen kependudukan ganda dan palsu, serta prosesnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti dalam pelaksanaan program e-KTP di Kecamatan Purwosari, terkait dengan tidak tertibnya administrasi, hal tersebut dikeluhkan oleh warga Purwosari ketika melakukan pembuatan KTP manual yaitu adanya sistem prosedur yang berbelit dan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini menyebabkan warga malas untuk membuat dan memperpanjang KTPnya. Kemudian terkait dengan pelaksanaan program e-KTP di Kecamatan Purwosari, dari hasil pendataan yang dilakukan oleh pegawai kecamatan untuk penduduk wajib KTP, ternyata terdapat warga yang tidak terdata sebelumnya oleh pihak kecamatan. Hal tersebut disebabkan adanya pendatang diwilayah Purwosari dan tidak terdatanya warga Purwosari yang bekerja diluar wilayah Purwosari. untuk kepentingan yang dapat merugikan baik negara maupun masyarakat, karena dengan adanya KTP ganda banyak menimbulkan tindak kejahatan, seperti teroris, adanya TKI ilegal, serta perdagangan manusia. Dengan adanya progran e-KTP ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pemerintah, salah satunya pemerintah tidak mengalami kesulitan lagi untuk mendata jumlah warga wajib KTP. KTP.
PEMBAHASAN Implementasi Kebijakan Program eKTP di Kecamatan Purwosari. Implementasi kebijakan program eKTP berdasarkan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional ini merupakan kebijakan yang dibuat oleh Kemendagri RI dan berdasarkan peraturan Presiden. Mazmanian dan Sabatier mengungkapkan dalam bukunya Implementation and Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1983 mendifinisikan implementasi: “Pelaksana keputusan kebijakan dasar,biasanya dalam bentuk undangundang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mendefinisikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingn dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. (Agustino, 2006:154). Bentuk kegiatan implementasi dari kebijakan Kemendagri tentang program eKTP adalah dengan melakukan pelaksanaan program KTP secara elektronik yang sebelumnya adalah KTP manual. Kebijakan tersebut dibuat dimaksudkan agar tidak terjadi lagi hal-hal negatif yang dilakukan oleh pihak-pihak 60
Kebijakan tersebut dibuat memang bertujuan untuk dapat menciptakan tertibnya administrasi dan mencegah dampak negatif dari penggunaan KTP manual yang sekarang ini sering terjadi dan sangat merugikan pemerintah. Seperti yang dialami oleh pemerintah Kecamatan Purwosari, yaitu terjadinya ketidakpastian dalam data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), sehingga DPT pemilu selama ini sering bermasalah. Tertibnya administrasi dan tertibnya warga merupakan tujuan dirumuskannya kebijakan tersebut. Kesimpulan awal yang dihasilkan ibu heri sri hartuti selaku Camat Kecamatan Purwosari yang menganggap kebijakan tersebut merupakan suatu prestasi dari implementasi kebijakan tersebut. Sebelumnya beliau menyatakan bahwa warga sangat malas datang ke kecamatan untuk membuat dan memperpanjang KTPnya. Ini terlihat ketika dilakukan pendataan untuk program eKTP, dapat terlihat beberapa warga yang belum memiliki KTP atau memperpanjang KTPnya. Hal tersebut yang membuat jumlah warga wajib KTP sulit diketahui oleh pemerintah Kecamatan Purwosari. Tapi dengan adanya program e-KTP tersebut pemerintah merasakan dampak yang positif khususnya untuk pemerintah Kecamatan Purwosari. Terjadinya tidak tertib administrasi yang dilakukan oleh warga dalam pembuatan KTP manual pada saat itu disebabkan banyak hal, salah satunya karena warga merasa sistemnya berbelit dan pelayanan yang diberikan kurang baik. Tercermin bahwa kebijakan yang dibuat sangat diharapkan dapat mempermudah warga dalam pembuatan
KTPnya. Kebijakan tersebut juga harus didukung dengan pelayanan yang optimal dan ramah agar warga merasa kenyamanan dalam hal pelayanan. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Bupati Kabupaten Pasuruan No 15 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan pasal 2 ayat 4 yaitu” melaksanakan pelayanan masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan oleh pemerintah desa”. Dengan peraturan tersebut sudah menjadi tugas dari kecamatan untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian diharapkan bahwa kebijakan tersebut dapat menghasilkan dampak positif bagi pemerintah dan masyarakat Purwosari. Kesimpulan yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa manfaat dan tujuan dari adanya pelaksanaan kebijakan program e-KTP bagi pemerintah dan masyarakat, yaitu: 1. Untuk terwujudya tertibnya administrasi. 2. Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu, sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat. 3. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, sehingga data pemilu dalam pemilu dan pemilukada, yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi, dan semua warga negara Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya. 4. Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal termasuk 61
teroris, TKI ilegal dan perdagangan manusia umumnya menggunakan KTP ganda dan KTP palsu. Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti paparkan sebelumnya, dalam pelaksanaan kebijakan implementasi program e-KTP yang dilaksanakan di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan, terdapat beberapa proses dalam pelaksanaannya. Proses yang dimaksud yaitu tahap awal dalam sebelum pelaksanaan sampai perekaman yang dilakukan kepada masyarakat. Proses pelaksanaan implementasi e-KTP tersebut antara lain: sosialisasi, pendataan dan penyerahan surat panggilan, serta perekaman. Berikut adalah penjelasan dari proses pelaksanaan program e-KTP:
tersebut yaitu dengan cara melakukan sosialisasi. Sosialisasi tersebut bertujuan agar dapat memberikan informasi tentang program e-KTP, seperti tujuan dibuatnya e-KTP, proses pembuatan e-KTP, dan kegunaan dari e-KTP tersebut, agar pemerintah Kecamatan Purwosari sebagai pelaksana dapat melaksanakan program e-KTP sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan masyarakat sebagai stakeholder dari e-KTP dapat mengetahui dengan jelas dari penggunaan e-KTP tersebut. Namun hal ini menjadi permasalahan ketika informasi yang disampaikan tidak tersampaikan dengan baik. Jika pemerintah kecamatan tidak memberikan sosialisasi yang baik kepada masyarakat, maka dengan begitu masyarakat kurang mengetahui tentang tujuan dibuatnya kebijakan pelaksanaan e-KTP tersebut. Kondisi tersebut akan menjadi permasalahan yang cukup urgent ketika masyarakat merasa kurang mendapatkan informasi yang cukup. Untuk itu agar tidak terjadi permasalahan tersebut, maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi dengan sebaik-baiknya, karena sosialisasi merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh pemerintah Kecamatan Purwosari. Berdasarkan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah kabupaten dalam melaksanakan sosialisasi program e-KTP di tingkat kecamatan, berikut ini adalah proses pelaksanaan sosialisasi yang harus dilakukan oleh pemerintah kecamatan yaitu: 1. Camat mengeluarkan surat edaran untuk seluruh kepala desa atau yang mewakilkan agar dapat berkumpul di kantor kecamatan. 2. Pegawai kecamatan yang mempunyai pengetahuan tentang program e-KTP
Proses Implementasi Program E-Ktp Di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan Implementasi program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan terdapat beberapa proses dalam pelaksanaannya. Hal tersebut telah diatur oleh pemerintah Kabupaten Pasuruan. Berikut ini adalah proses dalam pelaksanaan program e-KTP (Sumber:Draft Perencanaan Sosialisasi Penerapan KTP Elektronik Tingkat Kecamatan).: 1. Sosialisasi Implementasi kebijakan program eKTP merupakan kebijakan yang baru dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini sudah pasti informasi yang diberikan harus jelas. Baik informasi dari pemerintah Kabupaten Pasuruan kepada pemerintah Kecamatan Purwosari, mapun informasi dari pemerintah Kecamatan Purwosari kepada masyarakat Purwosari. Cara yang perlu dilakukan pemerintah untuk memberikan informasi 62
kemudian memberikan sosialisasi kepada seluruh kepala desa atau yang mewakilkan dalam bentuk data dan informasi yang dibutuhkan ketika pelaksanaan kebijakan tersebut dilaksanakan. 3. Kepala desa beserta perangkatnya yang telah mendapatkan informasi kemudian menyampaikannya kepada seluruh warga, agar warga sebagai stakeholder nantinya akan memahami tentang program e-KTP tersebut. Jika perlu sosialisasi dilakukan secara berkala, agar seluruh warga benarbenar dapat mengetahuinya. Dengan dibuatnya perencanaan sosialisasi oleh pemerintah Kabupaten Pasuruan tersebut, diharapkan seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pasuruan termasuk Kecamatan Purwosari dapat melaksanakan sosialisasi dengan baik. sehingga seluruh masyarakat Purwosari mendapatkan informasi yang dibutuhkan tentang pelaksanaan program e-KTP tersebut. 2. Pendataan Penyerahan Surat Panggilan Tahap selanjutnya dalam pelaksanaan kebijakan program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan setelah melakukan sosialisasi untuk memberikan informasi tentang program e-KTP adalah tahap pendataan jumlah wajib. Pendataan ini dilakukan oleh pegawai Dinas Kabupaten Pasuruan yang turun langsung kesetiap kecamatan untuk mendata penduduk wajib KTP. Setelah mendapatkan data penduduk wajib KTP kemudian Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan membuat dan menyerahkan daftar nama penduduk WNI wajib KTP kepada Camat. Camat tersebut akan menandatangani surat panggilan
penduduk berdasarkan daftar penduduk wajib KTP yang diserahkan kepada setiap kepala desa/lurah untuk menyampaikan surat panggilan kepada RT/RW. Kemudian RT/RW akan menyerahkan surat penggilan kesetiap penduduk wajib KTP di Purwosari. Penduduk yang telah menerima surat panggilan diwajibkan mendatangi tempat pelayanan e-KTP yang berada di kecamatan setempat dengan membawa surat panggilan dan KTP lama bagi yang sudah memiliki KTP. Pendataan ini dilakukan agar seluruh penduduk yang telah wajib KTP dapat melakukan pembuatan e-KTP dengan serempak dan tidak ada lagi warga yang tidak memiliki KTP. 3. Perekaman Proses terakhir dari pelaksanaan program e-KTP adalah perekaman. Perekaman ini dilakukan di kecamatan. Dalam tahap perekaman ini warga yang telah wajib KTP datang dengan membawa surat panggilan yang telah diberikan oleh RT/RW setempat, kemudian warga mendaftar dan memperlihatkan surat panggilan dan KTP lama. Pegawai operator akan mencocokkan dan mencatat serta memberikan nomor panggilan agar warga dapat menunggu panggilan dengan tertib. Pegawai operator kemudian melakukan verifikasi data warga yang ada pada database. Setelah tahap verifikasi dilakukan, pegawai operator melakukan perekaman seluruh sidik jari tangan warga, mulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri. Selanjutnya pegawai operator melakukan perekaman tanda tangan warga dan melakukan pengambilan perekaman pas photo serta perekaman retina mata warga agar identitas lebih akurat. Jika tahap perekaman telah selesai dilakukan pegawai operator 63
membubuhkan tandatangan dan stempel pada surat panggilan yang sekaligus sebagai tanda bukti bahwa warga tersebut telah melakukan perekaman pas photo, sidik jari, tanda tangan dan perekaman retina mata. Warga yang telah melakukan perekaman pulang kerumah masingmasing dan menunggu panggilan berikutnya untuk mengambil e-KTP. Pegawai operator akan melakukan penyimpanan data dan biodata warga kedalam database ditempat pelayanan eKTP. Data yang disimpan dalam database akan dikirim melalui jaringan komunikasi data ke server Automated Fingerprint Identification System di data center Kemendagri. Data tersebut disimpan dan dilakukan proses identifikasi ketunggalan jati diri warga. Warga akan mendapatkan e-KTP jika data telah diproses oleh pusat. e-KTP didapatkan dengan cara warga datang kembali ke kecamatan setelah ada pemanggilan, kemudian pegawai akan mencocokkan kembali data, pas photo, sidik jari, tanda tangan dan retina matanya, jika data warga telah cocok maka warga akan mendapatkan kartu eKTP. Berdasarkan pemaparan tentang proses pelaksanaan program e-KTP tersebut, diharapkan program e-KTP di Kecamatan Purwosari akan terlaksana dengan baik tanpa adanya kendala.
masyarakat Purwosari, serta mengacu pada model implementasi yang telah dikembangkan oleh Edward III tentang Direct and Indirect Impact on Implementation atau keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan, didapat gambar dan bukti bahwa terjadi beberapa permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan program e-KTP. Berikut ini akan membahas permasalahan yang peneliti temukan di lapangan, sebagai berikut: 1. Terdapat Warga Yang Telah Wajib KTP Tetapi Belum Terdata Pelaksanaan program e-KTP sampai bulan oktober ini masih terus berjalan. Di Kecamatan Purwosari sampai saat ini masih terdapat warga yang belum melakukan perekaman e-KTP. Data terakhir yang diperoleh bahwa jumlah warga Purwosari yang belum terdata dan melakukan perekaman e-KTP hingga bulan oktober ini berjumlah sekitar 36.089 dari jumlah warga keseluruhan 76.045 warga atau 48% (Sumber:Laporan rekapitulasi hasil penerimaan perekaman data e-KTP kec. Purwosari Bulan Juli 2012). Padahal pada perencanaan yang telah dibuat sebelumnya bahwa batas akhir perekaman e-KTP di Kecamatan Purwosari pada gelombang pertama adalah pada tanggal 15 Juli 2012. Hal tersebut disebabkan karena ada sebagian warga Purwosari tersebut bekerja di luar kota, sehingga pemerintah cukup kesulitan untuk menghubungi warga tersebut. Tetapi sebagian ada warga yang belum terdata oleh pihak kecamatan. Kasus tersebut sebenarnya sangat menjadi hambatan bagi pemerintah kecamatan karena waktu yang telah ditentukan menjadi lebih lama lagi, kartu elektronik juga akan didapatkan semakin
Masalah - masalah dalam Implementasi Kebijakan Program e-KTP di Kecamatan Purwosari. Permasalahan yang muncul, dalam pelaksanaan program e-KTP Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan pihak pemerintah, baik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan pemerintah Kecamatan Purwosari serta 64
lama. Tapi seharusnya dari pihak kecamatan berupaya untuk terus mendata warganya yang belum terdata. Pemerintah diharapkan dapat melaksanakan program e-KTP sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Agar program e-KTP tahun ini dapat berjalan dengan baik. Karena harapan warga Purwosari terhadap program ini selain agar dapat memberikan dampak positif, warga juga berharap agar program e-KTP ini berjalan secepatnya. 2. Sumber Daya Pegawai Yang Kurang Siap Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Ada indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik yaitu staf. Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf / pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf / pegawai yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten dibidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan staf pelaksana kebijakan. Misalkan saja implementasi kebijakan mengenai program e-KTP, harus mempertimbangkan cakupan wilayah dalam satu kecamatan, sehingga dapat ditentukan berapa banyak pegawai
yang akan melayani masyarakat dalam pembuatan e-KTP. Efektifnya pemerintah sebelum menerapkan satu kebijakan harus sudah mempertimbangkan semua unsur pendukung yang nantinya dibutuhkan ketika kebijakan tersebut diterapkan khususnya sumber daya pegawai, dimana pemerintah harus melakukan kontrol kepada pegawai yang akan menangani program e-KTP, dari unsur pegawai apakah sudah memadai atau justru belum memadai, dan apabila pemerintah merasa pegawai kecamatan kurang memadai sudah seharusnnya melakukan rekruitmen baru dengan catatan rekruitmen tersebut menghasilkan pegawai yang berpotensi agar justru tidak memberikan hambatan dalam pelaksanaan e-KTP. Dalam pelaksanaan kebijakan program eKTP pemerintah pusat memberikan keputusan bahwa pegawai yang menangani program e-KTP di Kecamatan adalah operator . Operator adalah orangorang yang dipilih oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan dengan sistem rekruitmen dan tahap penyeleksian yang cukup ketat. Dalam hal ini pemerintah kabupaten memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai operator, yaitu: a) Calon pegawai minimal tamatan SMA. b) Calon pegawai menguasai komputer. c) Calon pegawai dapat berkomunikasi dengan yang baik. d) Calon pegawai tidak memiliki pekerjaan apapun agar tidak menghambat ketika menangani pelaksanaan e-KTP. Beberapa persyaratan tersebut diharapkan dapat menjadi tolak ukur agar pegawai operator dapat melaksanakan pembuatan e-KTP dengan baik. 65
Kemudian setelah penyeleksian dilakukan, pemerintah memberikan pembekalan tentang tata cara perekaman e-KTP yang nantinya akan dilakukan di tingkat kecamatan. Operator tersebut diberikan pembekalan selama 3 (tiga) hari yang kemudian disebar kesetiap kecamatan yang ada di Kabupaten Pasuruan. Masing-masing kecamatan diberikan 2-4 orang operator atau tergantung jumlah penduduk yang ada di kecamatan tersebut, jika satu kecamatan memilki penduduk yang cukup banyak maka operator yang diberikan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan ditambahkan. Kebijakan tersebut dilakukan karena pemerintah Disdukcapil menganggap pegawai kecamatan belum memiliki kemampuan tentang pelaksanaan pembuatan e-KTP tersebut. Selain itu tujuan dari kebijakan tersebut adalah agar pegawai kecamatan bisa belajar dari operator ketika masa kontrak operator tersebut telah habis. Tujuan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasurun mengutus operator kepada Kecamatan Purwosari agar staf / pegawai Kecamatan Purwosari dapat belajar dari operator yang diberikan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan. Pada saat operator tersebut telah habis masa kontrak maka staf / pegawai Kecamatan Purwosari telah memiliki kemampuan dalam pembuatan e-KTP tersebut. Namun dari pihak Kecamatan Purwosari tidak memahami maksud dan tujuan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan dalam mengutus operator tersebut. Sehingga ketika operator tersebut habis masa kontraknya staf / pegawai dari Kecamatan
Purwosari kurang memiliki kemampuan dalam pelaksanaan program e-KTP tersebut. Sehingga hal tesrsebut menjadi kendala baru bagi staf Kecamatan Purwosari. Dalam hal ini pemerintah Kecamatan Purwosari merasa kebijakan tersebut kurang efektif dalam pelaksanaan e-KTP. Seperti yang telah dipaparkan di bab sebelumnya (bab 1 pendahuluan) bahwa sumber daya pegawai kurang optimal, hal ini dikarenakan operator tersebut bukan orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Pegawai operator hanya memahami tatacara pembuatan e-KTP saja, tetapi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pegawai operator tersebut dirasa kurang memahami dengan baik sehingga pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat kurang optimal. Ini terlihat ketika terjadi pembeludakan antrian pada saat perekaman identitas eKTP dihari pertama, operator merasa kesulitan menangani keluhan-keluhan dari masyarakat Purwosari yang sebagian notabane-nya adalah masyarakat kurang berpendidikan. 3. Sosialisasi Berupa Informasi Dari Pemerintah Kurang Jelas Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan, implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut patuh terhadap hukum.
66
Ketika kebijakan program e-KTP ini dibuat maka akan ada sosialisasi dari pemerintah, bentuk dari sosialisasi ini berupa informasi yang diberikan dari pemerintah pusat ke daerah untuk menjelaskan tentang e-KTP dan bagaimana prosedur tatacara pelaksanaanya, sehingga dalam pelaksanaanya stakeholder yang terlibat memahami apa yang akan dilakukan dalam kebijakan tersebut. Faktor terpenting dalam penerapan satu kebijakan khususnya mengenai e-KTP adalah sosialisasi yang baik terhadap stakeholder dalam hal ini pemerintah pusat bekerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan dan Kecamatan Purwosari untuk memberikan sosialisasi sebaik mungkin berupa seluruh informasi baik data, teori maupun praktek mengenai e-KTP baik kepada masyarakat, agar penerepan e-KTP berjalan dengan baik. Sosialisasi yang baik akan menghasilkan penerapan kebijakan yang baik pula, sebaliknya sosialisasi yang buruk akan menimbulkan banyak masalah dalam penerapan kebijakan, khususnya penerapan kebijakan pelaksanaan e-KTP. Dalam hal ini pemerintah Kecamatan Purwosari menyatakan sudah memberikan sosialisasi kepada warganya. Dalam hal ini pada praktek di lapangan pemerintah kecamatan kurang berupaya dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang program e-KTP. Pemerintah kecamatan juga tidak melaksanakan perencanaan program sosialisasi yang sudah dibuat oleh pemerintah kabupaten, karena pihak Kecamatan Purwosari mengumpulkan kepala desa hanya untuk memberitahukan adanya program e-KTP dan kemudian menyerahkan surat panggilan untuk
disebarkan kepada warga setiap desa, tanpa memberikan informasi tentang pengetahuan program e-KTP. 4. Kewenangan Pemerintah Dalam Melaksanakan Program e-KTP. Dalam implementasi kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam konteks yang lain, efektivitas kewenangan dapat menyurut manakala diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri maupun demi kepentingan kelompoknya. Dalam penerapan kebijakan pelaksanaan e-KTP pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah kecamatan sudah memiliki kewenangan atas kebijakan tersebut. Pemerintah pusat memiliki kewenangan yaitu, membuat kebijakan, membiayai pelaksanaan e-KTP, melaksanakan koordinasi persiapan pelaksanaan penerapan e-KTP, mengkoordinir pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan teknis di kabupaten dan tingkat kecamatan, mengkoordinir pelaksanaan pendistribusian fasilitas pelaksanaan penerapan e-KTP, melaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan e-KTP, mengkoordinir pelaksanaan pengumpulan hasil perekaman data kependudukan, serta mengevaluasi dalam pelaksanaan program e-KTP. Pemerintah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan memiiliki kewenangan yaitu: melaksanakan koordinasi persiapan pelaksanaan penerapan e-KTP di 67
kecamatan, mengkoordinir pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan teknis penerapan e-KTP di tingkat kecamatan, mengkoordinir pelaksanaan pendistribusian bahan dan fasilitasi pelaksanaan penerapan e-KTP di kecamatan, melaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan e-KTP tingkat kecamatan dan tingkat desa, mengkoordinir pelaksanaan pengumpulan hasil perekaman data kependudukan/wajib e-KTP di setiap kecamatan termasuk Kecamatan Purwosari. Sedangkan Pemerintah Kecamatan Purwosari memiliki kewenangan yaitu: melaksanakan koordinasi persiapan pelaksanaan penerapan e-KTP di kecamatan dan desa, memberikan informasi dengan cara sosialisasi kepada masyarakat, melaksanakan pemantauan terhadap distribusi surat panggilan di desa dan RT/RW, mencatatat dan melaporkan penerimaan peralatan e-KTP yang bersumber dari pemerintah kabupaten, mengkordinir pelaksanaan pengumpulan hasil perekaman data kependudukan wajib e-KTP, serta memantau pelaksanaan perekaman data. Pemerintah pusat, kabupaten dan kecamatan dalam hal ini sebaiknya menggunakan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya, dan melaksanakan kewenangan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing. Agar pelaksanaan kebijakan program e-KTP ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5. Kurangnya Komunikasi Dan Koordinasi Yang Di Lakukan Oleh Pemerintah. Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya,
harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “Bagaimana hubungan yang dilakukan”. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik, yang juga dari komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarakat. Dalam hal ini komunikasi yang baik dan terarah perlu Komunikasi perlu dilakukan agar tidak ada miscomunication yang dapat menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan e-KTP. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tentang permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan e-KTP, pada pengrekrutan pegawai, bahwa pemerintah kecamatan kurang memahami tujuan dari pemerintah kabupaten melakukan pengrekrutan pegawai berstatus kontrak. Padahal tujuan dari pemerintah kabupaten adalah agar pegawai Kecamatan Purwosari dapat belajar dari pegawai yang diberikan oleh pemerintah kabupaten. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi dan komunikasi yang dilakukan antara pihak pemerintah kabupaten dengan pemerintah Kecamatan Purwosari. Kurangnya komunikasi tersebut dapat mengakibatkan kesalahpahaman antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah kecamatan. Komunikasi yang baik sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pemerintah 68
pusat, kabupaten dan kecamatan. Selain komunikasi yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak aparat pemerintah, komunikasi yang baik juga perlu dilakukan dari pemerintah kepada masyarakat, agar masyarakat mengerti dan memahami tujuan dilaksanakannya program e-KTP tersebut. 6. Faktor Disposisi (Sikap). Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi menurut Edward III antara lain: a) Kurang Adanya Disiplin Pegawai Operator Pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orangorang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan akan menimbulkan hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan dari pengimplementasian kebijakan. Seperti halnya dalam pelaksanaan e-KTP, jika pemerintah kabupaten membuat kebijakan untuk pengrekrutan pegawai yang menangani eKTP, maka pemerintah harus memilih pegawai yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan program e-KTP tersebut. Jika pegawai yang menangani e-
KTP tidak mempunyai komitmen untuk menjalankan kebijakan tersebut maka pelaksanaan e-KTP tidak akan berjalan dengan baik. Dedikasi yang tinggi juga sangat diperlukan agar terlaksananya pelaksanaan kebijakan yang baik. Seperti operator yang tinggal didaerah yang cukup jauh dari wilayah kecamatan agar tidak datang terlambat, karena keterlambatan merupakan ketidakdisiplinan yang akan menjadi penghambat dalam melakukan suatu pelayanan di kecamatan. Seperti yang dilakukan oleh salah satu operator di Kecamatan Purwosari, terkadang operator tersebut datang terlambat dengan alasan tempat tinggal yang jauh. Kondisi tersebut akan menjadi penghambat jika operator tidak memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Hal ini akan menjadi penting dalam sebuah instansi pemerintah apalagi yang langsung berhubungan dengan masyarakat karena dapat membuat persepsi masyarakat menjadi tidak baik terhadap kinerja dari pegawai operator tersebut. b) Insentif Salah satu teknik yang disarankan oleh Edward III untuk mengatasi kecenderungan sikap para pelaksana kebijakan adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umunya, orang bertindak berdasarkan kepentingan meraka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh pembuat kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat memotivasi para pelaksana kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik.
69
Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. Seperti dalam pelaksanaan eKTP. Karena kebijakan e-KTP ini merupakan kebijakan yang baru dilaksanakan sudah pasti akan mengundang antusias dari masyarakat untuk membuat e-KTP. Seperti yang terjadi di Kecamatan Purwosari, pada awal perekaman untuk pembuatan e-KTP membuat banyaknya warga yang datang, hal tersebut membuat jam kerja di kecamatan menjadi diperpanjang sampai malam hari. Dengan kondisi seperti itu pegawai operator diberikan uang lembur agar pegawai operator mempunyai semangat untuk melaksanakan pembuatan e-KTP. Pemberian insentif kepada pegawai operator diharapkan agar pegawai operator yang melayani pembuatan e-KTP tetap semangat dan melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat Purwosari. Insentif perlu dilakukan kepada pegawai operator agar pelaksanaan e-KTP berjalan sesuai dengan dengan waktu yang telah ditentukan. c) Stuktur Birokrasi Meskipun semua sumber-sumber yang ada diatas telah terpehuni, belum tentu implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan efektif. Hal ini dikarenakan ketidakefesiensan struktur birokrasi yang ada. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, pengimplementasian Keputusan Kemendagri berdasarkan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Peresiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, tidak semuanya dilaksanakan oleh pihak-pihak pemerintah formal, seperti pemerintah
pusat, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah kecamatan yang seharusnya melaksanakan kebijakan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya yang menangani e-KTP juga dilakukan oleh pihak nonformal yaitu pegawai operator yang direkrut dari luar pemerintah, tetapi pada prosesnya tetap dilakukan oleh pemerintah formal agar mendapat legalitas formal . Berikut adalah prosedur dalam pengrekrutan pegawai operator yang menangani e-KTP di setiap kecamatan, yaitu: 1. Pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil membuka pendaftaran calon pegawai operator dengan persyaratan yang telah ditentukan; 2. Calon pegawai daftar dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan 3. Setelah calon pegawai diterima kemudian diberikan pembekalan (bimbingan teknis) yang dilakukan di kabupaten Pasuruan selama 2 hari. 4. Setelah pembekalan pegawai operator disebar kesetiap kecamatan, masingmasing 2-3 orang pegawai. Selain proses birokrasi pada pelaksanaan e-KTP, dalam stuktur borokrasi juga dijelaskan bagaimana tatacara birokrasi yang dilakukan oleh seluruh pelaksana, baik pemerintah pusat (Kemendagri), pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan dan pegawai operator yang melaksanakan e-KTP. Tata cara ini dilakukan agar dalam pelaksanaan e-KTP dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan dan mendapatkan hasil yang diinginkan. Berikut adalah tatacara dalam pelaksanaan e-KTP yang dilakukan oleh seluruh pelaksana program e-KTP, yaitu:
70
1. Kepala Dinas Kependudukan dan 9. Pegawai operator melakukan Pencatatan Sipil Kabupaten Pasuruan penyimpanan data dan biodata ke membuat dan menyerahkan daftar dalam database di tempat e-KTP. penduduk WNI wajib KTP kepada 10. Data yang disimpan dalam database Camat atau nama lain. dikirim melalui jaringan komunikasi data ke server Automated Fingerprint 2. Camat atau nama lain Identification System di data center menandatangani surat panggilan penduduk berdasarkan daftar Kemendagri. penduduk WNI wajib KTP. 11. Data penduduk disimpan dan 3. Petugas di kecamatan melalui kepala dilakukan proses identifikasi desa/lurah menyampaikan surat ketunggalan jati diri seseorang. panggilan kepada penduduk wajib 12. Hasil identifikasi sidik jari sebagaimana KTP. dimaksud pada (No. 11), 4. Penduduk yang telah menerima surat apabila.Identifikasi tunggal, data panggilan mendatangi tempat dikembalikan ke tempat pelayanan epelayanan e-KTP dengan membawa KTP;Identifikasi ganda, dilakukan klarifikasi surat panggilan dan KTP lama bagi dengan tempat pelayanan e-KTP. yang sudah memiliki KTP. 13. Kementerian Dalam Negeri melalui 5. Pegawai di tempat pelayanan e-KTP Direktorat Jenderal Kependudukan melakukan verifikasi data penduduk dan Pencatatan Sipil melakukan secara langsung di tempat pelayanan personalisasi data yang sudah di e-KTP. identifikasi ke dalam blanko e-KTP. 6. Pegawai operator melakukan 14. Setelah dilakukan personalisasi, pengambilan dan perekaman pas Kemendagri melalui Direktorat photo, tandatangan, sidik jari dan Jenderal Kependudukan dan retina mata. Pencatatan Sipil mendistribusikan e7. Pegawai ditempat membubuhkan KTP ke dinas kependudukan dan tandatangan dan stempel tempat pencatatan sipil kabupaten/kota untuk pelayanan e-KTP pada surat diteruskan ke tempat pelayanan epanggilan penduduk. KTP. 8. Surat panggilan penduduk dimaksud 15. Pegawai di tempat e-KTP menerima esebagai bukti telah dilakukan KTP dan melakukan verifikasi melalui verifikasi, pengambilan dan pemadanan sidik jari dan retina mata. perekaman pas photo, tanda tangan, sidik jari dan retina mata. Tabel 1. Pembahasan Dan Temuan Di Lapangan No 1.
Kriteria Sumber Daya Manusia
2.
Informasi
Pembahasan Kemampuan sumber daya pegawai yang menangani pelaksanaan e-KTP Dalam hal ini apakah sosialisasi yang dilakukan dari pemerintah Kecamatan Purwosari kepada masyarakat
71
Temuan Di Lapangan Kemampuan sumber daya pegawai yang menangani e-KTP belum optimal dan kurang siap. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah Kecamatan Purwosari kepada masyarakat sehingga menimbulkan kurangnya informasi yang dibutuhkan masyarakat Purwosari
3.
Wewenang
4.
Komunikasi
5.
Disposisi/Sikap (pengangkatan Birokrat)
6.
Insentif
7.
Struktur Birokrasi
sudah cukup baik sehingga memberikan kejelasan informasi yang dibutuhkan Kejelasan pembagian wewenang yang dilakukan oleh pemerintah dalam pelaksaaan program eKTP jika melihat tupoksi
tentang kebijakan pelaksanaan program e-KTP.
Jika melihat dari masing-masing tupoksi, dalam pelaksanaan kebijakan program e-KTP, maka masing-masing pemerintah memiliki wewenang, yaitu: a) Pemerintah pusat memiliki kewenangan, yaitu membiayai, serta mengevaluasi dalam pelaksanaan program e-KTP. b) Pemerintah kabupaten yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil memiliki kewenangan mengkoordinasi semua kegiatan dari setiap kecamatan termasuk Kecamatan Purwosari, memberikan sosialisasi, memonitoring dan mengawasi, serta memberikan fasilitas berupa peralatan dan menyiapkan sumber daya pegawai kepada Kecamatan Purwosari. c) Pemerintah Kecamatan Purwosari memiliki kewenangan untuk memberikan informasi dengan cara sosialisasi kepada masyarakat, mendata, dan merekam identitas warga untuk pembuatan e-KTP.
a. Kejelasan komunikasi dan kordinasiyang dilakukan antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah kecamatan dan pemerintah kecamatan
Komitmen dan dedikasi yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan program e-KTP Pemberian isentif atau upah lembur kepada pegawai operator dalam pelaksanaan e-KTP
Pelaksanaan prosedur tatacara pelaksanaan eKTP
72
a) Kurangnya koordinasi yang dilakukan pemerintah kabupaten dengan pemerintah Kecamatan Purwosari sehingga terjadi kesalahpahaman dalam peaksanaan program e-ktp b) Kurangnya komunikasi yang di lakukan pemerintah kecamatan terhadap masyarakat sehingga menimbulkan persepsi yang buruk. Kurangnya dedikasi yang dimiliki pegawai operator dalam menangani eKTP sehingga membuat kinerja pegawai kurang baik. Pemerintah kecamatan merasa perlu adanya pemberian upah lembur kepada pegawai operator ketika pegawai harus melaksanakan pelayanan e-KTP melebihi batas jam kerja. Sehingga dapat menjadi motivasi pegawai agar tetap melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Prosedur dan tatacara dalam pelaksanaan e-KTP berjalan sesuai dengan mekanisme pelaksanaan eKTP.
KESIMPULAN. Bentuk implementasi dari kebijakan Kemendagri tentang program eKTP adalah dengan melakukan pelaksanaan pembuatan KTP secara elektronik yang sebelumnya adalah KTP secara manual. Tujuan pemerintah membuat kebijakan pelaksanaan program e-KTP adalah agar terciptanya tertib administrasi dan mencegah dampak negatif dari penggunaan KTP manual yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang dapat merugikan pemerintah dan masyarakat. Dari hasil analisis penelitian mengenai pelaksanaan implementasi kebijakan program e-KTP di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan data dan temuan di lapangan serta observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan dasar teori yang diperkenalkan oleh Edward III yaitu Direct and Indirect Impact on Implementation, bahwa kebijakan tersebut belum efektif dalam pelaksanaannya, ini terlihat dari pelaksanaan di lapangan terdapat kekurangan yang dialami oleh pemerintah, yaitu: 1. Terdapat 36.089 warga Kecamatan Purwosari yang belum terdata untuk perekaman e-KTP dari jumlah warga keseluruhan 76.045. 2. Kemampuan sumber daya pegawai yang menangani e-KTP kurang optimal dan kurang siap dalam melayani masyarakat. 3. Kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh pegawai operator kepada masyarakat. 4. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah Kecamatan Purwosari kepada masyarakat belum terlaksana dengan baik, sehingga kurangnya informasi
yang diterima oleh warga Purwosari tentang pelaksanaan e-KTP. 5. Koordinasi dan komunikasi antara pemerintah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Kecamatan Purwosari tidak berjalan dengan baik. 6. Adanya ketidakdisiplinan yang dilakukan pegawai operator dalam pelaksanaan program e-KTP.
DAFTAR PUSTAKA Andrianto, Nico. 2007. Good Government: Transparansi Dan Akuntabilitas Melalui E-government. Malang: Bayumedia Publishing. Agustino, Leo, 2006. Analisis Kebijakan Publik, Jakarta: Rineka Cipta. Agustino, Leo. Kebijakan Alfabeta.
2006. Dasar-dasar Publik. Bandung.
Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung : AIPI – Puslit KP2W Lemlit Unpad. Dunn,
William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Indrajit, Richardus Eko dkk. 2005. Egovernment In action: Ragam Kasus Implementasi Sukses Di Berbagai Belahan Dunia. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : DIA FISIP Universitas Indonesia. Nugroho, Riant D. 2004. KEBIJAKAN PUBLIK, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
73
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Pamudji, 1994. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta. Solichin, Abdul Wahab. 1997. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Malang. Sudjarwo. 2004. Kependudukan. Grasindo.
Buku Pintar Penerbit: PT.
Sugiyono. 2008. Metode Kuantitatif Dan Bandung : Alfabeta. Widya
Penelitian Kualitatif.
Wicaksono, Kristian. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Azwar, saifudin. 2010.metode penelitian. Yogyakarta: pustaka pelajar. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:Alfabeta. Arikunto, suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek .jakarta:rineka cipta.
74