eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 155-170 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA JEPANG DENGAN CHINA DALAM SKEMA CLEAN DEVELOPMENT MECHANISMTAHUN 2008-2012 Mardiatun1 Nim. 1002045216 Abstract Global climate change becomes a very serious problem and requires special attention from all sides. The consequences of global climate change may threaten the survival of life on earth as a whole in the future. Referring to the problem, in 1994, the UN set up a cooperation forum known as the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). The UNFCCC is an international cooperation forum that discusses the handling of the problem of global climate change. Through this forum in COP3, it enters into an agreement in 1997 in Kyoto, Japan aims to organize and bind developed countries (Annex I) and developing countries (Annex II) to reducing emission levels collective. This agreement is called the Kyoto Protocol with three flexible mechanisms, namely JI, ET and CDM. One of the countries that must reduce the level of emissions is the country of Japan. Japan included in the category of Annex I have an obligation to reduce emissions by 6 percent in the country's at first period (2008-2012). Japan using CDM scheme to reduce greenhouse gas emissions, who will cooperate between Annex I and Annex II. In this case Japan cooperate with China to reduce greenhouse gas emissions. This study discusses how the implementation of policy to reduce greenhouse gas emissions of Japan and Japan's CDM policies limiting factor. Keywords: Clean Development Mechanism (CDM), Japan’s Policy, Japan’s CDM Project in China, Greenhouse Gas Emissions Pendahuluan Perubahan iklim merupakan masalah global yang membutuhkan respon global demi kebutuhan dan kepentingan semua makhluk hidup di dunia. Perubahan iklim ini kemudian disebut dengan pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi meningkat 0.74 ± 0.18°C (1.33 ± 0.32°F) selama seratus tahun 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
terakhir. Meningkatnya suhu bumi tersebut akibat pemanasan global yang berasal dari efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah pemanasan global yaitu meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2), methan (CH4) dan dinitro oksida (N2O) yang terperangkap di udara akibat dari aktifitas alam dan manusia. Efek rumah kaca yang terjadi secara alami yaitu karena sirkulasi udara yang berputar di sekitar bumi, maka konsentrasi karbon menjadi meningkat secara alami. Sedangkan efek rumah kaca yang terjadi karena aktifitas manusia yaitu dari industri, transportasi, agrikultur, perumahan dan bangunan umum, dan lain-lain. Adapun cara untuk menggulangi pemanasan global yaitu dengan cara mengurangi aktifitas yang dapat merusak lingkungan. Pemerintah dan organisasi internasional telah memikirkan cara untuk menanggulangi masalah lingkungan yang terlanjur rusak. Antara lain dengan cara bekerjasama seperti dalam perjanjian Protokol Kyoto. Ada tiga cara dalam Protokol Kyoto yang dapat dilakukan oleh setiap negara yaitu melakukan Perdagangan karbon (Emission trading), Implementasi bersama (Joint Implementation) dan Mekanisme Pembangunan bersih (Clean Development Mekanism). Perdagangan emisi ET (Emission Trading) merupakan mekanisme untuk menjual dan membeli ijin untuk melakukan pencemaran EP (emission permit) atau perdagangan karbon, yang dapat dilakukan misalnya di bursa karbon dunia. Penerapan bersama JI (Joint Implementation) mewadahi mekanisme untuk melakukan investasi proyek pengurangan emisi di negara Annex I oleh negara Annex I lainnya. Selanjutnya, mekanisme yang melibatkan negara berkembang atau Non Annex adalah yang dikenal dengan mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism). Jepang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 16 Februari 2005. Jepang merupakan salah satu negara industri terbesar di dunia yang sebagian besar aktifitas ekonomi sangat bergantung pada kegiatan industri yang menghasilkan emisi terbesar dunia. Emisi gas rumah kaca (GRK) inilah yang menyebabkan pemanasan global semakin meningkat. Menanggapi hal tersebut maka Jepang yang telah tergabung dalam perjanjian Protokol Kyoto, menggunakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto yaitu Clean Development Mechanism (CDM). Peraturan CDM yang memperbolehkan negara maju untuk bekerjasama dengan negara berkembang menjadi acuan Jepang untuk bekerjasama dengan negara-negara berkembang seperti China. Jepang mengambil kesempatan untuk melaksanakan kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca dengan menempatkan proyek-proyek CDMnya di China. Kewajiban Jepang untuk menurunkan emisi GRK sebesar 6 persen pada periode komitmen pertama (2008-2012) sesuai dengan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian Protokol Kyoto. Emisi gas rumah kaca Jepang tercatat sebesar 1.173 juta
156
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
ton setara CO2 pada tahun 1990. Dengan demikian jatah emisi Jepang sebesar 94 persen, maka harus mengurangi sebesar 6 persen dihitung dari tahun 1990 sebagai acuan (base year). Seharusnya Jepang hanya boleh memiliki jatah emisi pertahun sebesar 1.102 juta ton setara CO2, sehingga jatah emisi dalam satu periode komitmen tersebut adalah 5.513 juta ton setara CO2 atau 5,5 Gt setara CO2,tetapi ternyata emisi GRK Jepang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 saja emisi gas rumah kaca meningkat sebesar 8,2 persen atau 1.365 juta ton setara CO2pertahun.Artinya emisi GRK Jepang jauh diatas jumlah batas yang telah ditentukan (base year). Disisi lain alasan Jepang bekerjasama dengan China yaitu karena China termasuk dalam kategori negara penghasil emisi terbesar dunia. Tercatat sekitar 2933 juta ton CO2 yang dihasilkan China dihitung sejak tahun 1998. Sedangkan menurut penelitian Badan Lingkungan Energi Proteksi Amerika Serikat mengatakan bahwa China merupakan negara penghasil emisi terbesar pertama sebesar 23 persen secara mandiri, kemidian disusul oleh negara Amerika sebesar 19 persen, Uni Eropa sebesar 13 persen dan negara lain secara kolektif sebesar 28 persen. Hal-hal tersebut diatas yang melatarbelakangi penulis mengangkat rumusan masalah yaitu bagaimana implementasi kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Jepang dengan China dalam Skema Clean Development Mechanism (CDM) dan faktor yang menghambat implementasi kebijakan CDM Jepang. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Environmentalisme Konsep Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dipelopori oleh kaum atau kelompok yang peduli akan lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dengan berbagai cara untuk melindungi lingkungan tanpa menggunakan kekerasan, yaitu melakukan aksi-aksi sosialisasi, lobi politik hingga pendidikan publik mengenai lingkungan untuk tujuan melindungi ekosistem dan kekayaan alam. Kaum envaironmentalis sangat peduli pada isu-isu pencemaran udara dan air, kepunahan spesies, penggunaan energi yang berlebihan, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada produk-produk makanan.Dalam hubungan internasional posisi environmentalis tidak berbeda, mereka tetap menerima keberadaan negara dan struktur politik yang ada, dan negara juga akan memberikan perhatian yang serius terhadap isu lingkungan. Pada dasarnya memang harus ada institusi lingkungan hidup yang mengatur dan menyelesaikan masalah lingkungan. Pendekatan yang digunakan oleh environmentalism adalah pendekatan liberal institusional, yaitu percaya bahwa institusi internasional dapat memberikan solusi terhadap masalah lingkungan yang dihadapi. Pendekatan liberal institusional adalah pendekatan yang memandang bahwa institusi-institusi internasional menjalankan sejumlah fungsi yang terbatas namun kemudian lama-lama berkembang. Bentuk konkrit dari kebijakan institusi ini antara
157
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
lain adalah PBB berkembang menjadi UNFCCC dan Protokol Kyoto yang membahas dan membentuk kerangka kerja bersama dengan negara-negara anggota dalam menangani masalah lingkungan global terutama pemanasan global. Konsep Skema Clean Development Mechanism (CDM) Mekanisme Pembangunan bersih adalah mekanisme pembangunan yang ramah lingkungan atau yang biasa disebut Clean Development Mechanism. Menurut Daniel Murdiyarso dalam bukunya yang berjudul CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih Seri Perubahan Iklim edisi ketiga, menyebutkan bahwa mekanisme pembangunan bersih merupakan konsep perjanjian yang digunakan oleh PBB untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu agar tidak membahayakan sistem iklim bumi dan menjadi kerangka dasar United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).Konsep ini terdiri dari dua konsep,yaitu konsep periode komitmen dan konsep Sustainable Development yang dapat didefinisikan seperti dibawah ini: 1) Konsep Periode Komitmen Konsep periode komitmen adalah sebuah konsep yang dilakukan oleh beberapa pihak dan berkomitmen untuk mencapai target dalam jangka waktu/ periode tertentu yang telah disepakati bersama. Berdasarkan kesepakatan bersama antara negara-negara anggota Protokol Kyoto periode komitmen pertama di tetapkan pada tahun 2008-2012 yang di sepakati di Kyoto, Jepang. 2) Konsep Sustainable Development/ Pembangunan Berkelanjutan Konsep ini adalah sebuah konsep yang mendasari pembangunan berkelanjutan yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh komponen masyarakat di masa yang akan datang. Konsep ini juga sebagai salah satu pendukung pembangunan berkelanjutan bersih di negara berkembang bekerjasama dengan negara-negara Annex I. Sebelumnya muncul beberapa ide dari para peneliti yang mendorong agar konsep Clean Development Mechanism(CDM) dijadikan kerangka dasar kerjasama Internasional yang bertujuan sebagaimana berikut ini: 1. Pencapaian kesetaraan 2. Pencapaian pembangunan berkelanjutan/ Sustainable Development 3. Mekanisme yang mudah diaplikasikan 4. Mekanisme pembangunan berbasis pasar Berkaitan dengan kegagalan implementasi mekanisme pembangunan bersih (CDM) di negara Jepang pada periode 2008-2012 (periode komitmen I) maka peneliti akan menggunakan konsep Clean Development Mechanism (CDM) sebagai dasar acuan dalam melakukan penelitian. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan secara jelas dan rinci tentang upaya penurunan emisi gas rumah kaca di Jepang.
158
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
Teori Kebijakan Publik (Public Policy) Kebijakan adalah sebuah instrumen pemerintahan yang menyangkut apartur negara (Government) dan pengelolaan sumberdaya publik (Governance). Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik yaitu rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan publik adalah suatu aturan yang dibuat oleh seseorang atau pemerintah untuk mengayomi masyarakatnya. Ada empat hal penting untuk memahami kebijakan publik, yaitu penyusunan agenda, perumusan kebijakan, impelementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Setelah sebuah kebijakan publik terealisasi selanjutnya ada hal yang perlu di analisis adalah hasil nyata dari kebijakan tersebut yakni implementasi kebijakan. Secara jelas tahapan dalam mencapai sebuah kebijakan adalah sebagai berikut : a. Penyusunan agenda, penempatan masalah dalam agenda publik yang sebelumnya telah dipilih terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. b. Perumusan kebijakan yaitu, suatu proses definisi masalah untukmencari solusi terbaik. Solusi ini bisa berasal dari berbagai alternative kebijakan yang telah ada. Dari sekian banyak solusi maka diambil salah satu yang dianggap sebagai suara mayoritas atau konsensus dari aktor pengambil kebijakan. c. Implementasi kebijakan yaitu, pelaksanaan dari hasil perumusan kebijakan yang telah diambil. Implementasi kebijakan publik adalah bentuk pelaksanaan atau realisasi dari sebuah kebijakan publik. Pengimplementasian ini meliputi semua komponen yang mendukung berdirinya sebuah negara. Implementasi kebijakan menurut Donald S. Van Meter & Carl E. Van Horn, ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu: 1. Standar dan sasaran kebijakan; 2. Sumberdaya; 3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; 4. Karakteristik agen pelaksanaan; 5. Disposisi implementer; dan 6. Lingkungan kondisi social, ekonomi dan politik. Sedangkan menurut Solichin Abdul Wahab ada tiga sudut pandang dalam proses implementasi yaitu: 1. Pemrakarsa Kebijakan (the center) 2. Pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery) 3. Aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah, kepada siapa program pemerintah ini ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group)
159
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
d. Evaluasi kebijakan adalah tahap penilaian untuk menentukan sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan masalah atau menilai efektif atau tidaknya langkah yang telah diambil oleh pemerintah. Kebijakan publik biasanya bersifat paksaan yang secara potensial sah dilakukan. Sifat memaksa dari kebijakan publik ini menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat untuk melaksanakan kebijakan tersebut dan pada akhirnya adanya evaluasi di akhir apabila kebijakan yang diambil tidak efektif atau tidak sesuai harapan pengambilan keputusan. Pemerintah Jepang telah melaksanakan kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca dengan mengimplementasikan skema CDM. Pada tahun pertama periode komitmen berjalan Jepang berhasil menurunkan sebesar -4.4 persen tahun 2009 dari base year. Namun pada tahun berikutnya emisi mulai meningkat kembali yaitu hanya terjadi penurunan sebesar -0.4 persen tahun 2010 terus meningkat hingga 6.5 persen pada tahun 2012 dihitung dari base year tahun 1990. Melihat peningkatan emisi gas rumah kaca Jepang dari tahun sebelumnya pada 2010 hingga 2012, peneliti mencoba menggabungkan implementasi kebijakan Prestasi Protokol Kyoto dengan konsep mekanisme pembangunan bersih ternyata hasil akhir periode tidak sesuai dengan harapan UNFCCC yaitu tidak terjadi penurunan 6 persen sesuai dengan komitmen Jepang. Oleh karena itu dalam analisisnya, peneliti menggunakan teori kebijakan publik sebagai acuan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Penurunan Emisi GRK Jepang dalam Skema CDM Jepang bekerjasama dengan negara-negara berkembang seperti China dalam mengurangi emisi karbon negaranya. Adapun aktor-aktor Jepang yang terlibat dalam kegiatan proyek ini yaitu pemerintah dan non-pemerintah, instansi-instansi yang terlibat seperti Kementrian Luar Negeri, Kementrian Lingkungan, Departemen Kehutanan, Institut Lingkungan Global, perusahaan pemerintah dan swasta. Aktoraktor yang terlibat dalam kegiatan proyek China yaitu pemerintah dan nonpemerintah, instansi-instansi yang terkait seperti Kementrian Luar Negeri China, Kementrian Perlindungan Lingkungan Rakyat China, Institut Riset Energi, The National Development and Reform Cimmission of the People’s Republic China serta perusahaan pemerintah dan swasta. Untuk menangani masalah emisi Jepang mengeluarkan kebijakan publik Japan Kyoto Mechanism Acceleration Programme (JKAP) berlandaskan undang-undang No. 56 Tahun 2007 tentang “Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Emisi lain, oleh Negara dan Badan lainnya”.Isi kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi GRK negara Jepang berstandar internasional sekaligus membantu negara berkembang dalam pembangunan berkelanjutan dan sebagai bentuk partisipasi Jepang dalam
160
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
perjanjian lingkungan internasional melalui skema Clean Development Mechanism (CDM). Mengimplementasikan sebuah kebijakan sudah pasti memiliki konsekuensi yaitu hasil yang efektif dan tidak efektif. Jika memberikan hasil yang efektif, maka kebijakan tersebut akan diteruskan, sedangkan jika terjadi kegagalan atau tidak efektif, maka akan dilakukan perbaikan dan analisis untuk mencari penyebab kegagalan kebijakan tersebut. 1. Upaya Jepang Menurunkan Emisi Secara Nasional Seperti yang diketahui dalam rangka mengurangi emisi GRK nasional Jepang melakukan berbagai macam upaya seperti mengeluarkan kebijakan mengenai penggunaan energi, sistem pembuangan limbah rumah tangga dan industri, proses industri, penggunaan bahan pelarut dan produk lainnya, agrikultur, penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan penanaman hutan serta melakukan penelitian dan investasi kepada negara-negara di Asia dalam rangka mengurangi emisi global. Pemerintah Jepang mendirikan Kantor Inventarisasi Gas Rumah Kaca Jepang (Greenhouse Gas Inventory Office of Japan-GIO) di Tsukuba-shi, Ibaraki pada Juli 2002 sebagai pusat penelitian 2. Upaya Jepang Menurunkan Emisi Secara Internasional Melalui kantor Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Jepang melakukan kegiatan penelitian dan peninjauan teknis inventarisasi GRK nasional dan global seperti UNFCCC dan Protokol Kyoto; dan untuk berkontribusi pada pembangunan kapasitas dari negaranegara Asia dalam mengembangkan dan menurunkan jumlah emisi GRK mereka. Seperti yang telah dilaksanakan di beberapa negara seperti China, Korea, Indonesia, dll. Dalam rangka meningkatkan kapasitas maupun kualitas sumbaerdaya pemerintah Jepang mendirikan sebuah Pusat Penelitian Lingkungan Global (Center for Global Environmental Research-CGER) dan Lembaga Studi untuk Lingkungan yaitu National Institute for Emvironmental Studies-NIES yang bertujuan untuk melahirkan produk-produk yang berkualitas. Pemerintah Jepang juga bekerjasama dengan IPCC dalam penanganan masalah lingkungan secara nasional dan global. Teknis Pelaksanaan Proyek CDM Jepang di China Hasil pelaksanaan kebijakan penurunan emisi GRK Jepang dapat dilihat dari jumlah emisi karbon Jepang pada tahun 2008-2012 justru terjadi peningkatan pada dua tahun terakhir. Seharusnya Jepang hanya boleh memiliki emisi sebesar 1,102 juta ton setara CO2 pertahunnya, namun pada kenyataanya pada tahun 2012 emisi karbon mencapai 1,343 juta ton setara CO2. Hal ini sudah melewati batas yang telah ditentukan bersama seperti dalam perjanjian lingkungan internasional yaitu Jepang harus mengurangi 6 persen dalam 5 tahun.
161
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
Seperti dalam laporan Japan International Cooperation Agency (JICA) penurunan yang dicapai tidak sesuai target yang dihitung berdasarkan per tahun. Sedangkan menurut laporan Japan’s First Biennial Report kepada UNFCCC, juga justru terjadi peningkatan sebesar 6 persen.Sebagaimana diketahui seharusnya Jepang menurunkan emisi GRK sesuai dengan kesepakatan Internasional dan telah diratifikasi oleh Jepang sebesar 6 persen di bawah pengawasan Protokol Kyoto. Adapun teknis-teknis pelaksanaan proyek CDM Jepang di China berdasarkan sektor sebagai berikut: 1. Pembangkit Tenaga Listrik Skenario teknis pelaksanaan pada sektor pembangkit tenaga listrik dapat dilihat pada proyek Inner Mongolia Chifeng Mazongshan 49.5MW Wind Power Project. Proyek ini melibatkan instalasi 33 turbin, yang masing-masing memiliki output senilai 1500 kW dan menyediakan total kapasitas 49.5MW. Koneksi jaringan output tahunan dari proyek yang diusulkan diperkirakan 118.563 MWh. Beban tanaman proyek yang diusulkan adalah 27,34% ditentukan oleh pihak ketiga yang dikontrak oleh peserta proyek (seperti Xinjiang Wind Enegry Co, Ltd dan Beijing Jin Daban New Energy Technology Co, Ltd). Listrik akan dijual ke Northeast Power Grid-NEPG pusat dan dapat mengganti jumlah yang sama dari listrik yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil pembangkit listrik yang terhubung ke NEPG. 2. Teknologi Batubara Bersih Teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara maju memberikan pilihan dalam rangka mengurangi dampak negatif dari pemakaian batubara yang terus meningkat. Untuk itu diperlukan teknologi bersih dalam proses pengurangan kadar emisi dari pembakaran batubara. Teknologi bersih adalah tentang proses dan hasil apabila dilihat dari proses, berarti proses pembakaran yang dimodifikasi. Teknologi batubara bersih ini dilakukan dengan membakar batubara di boiler atau disebut Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC) yang akan menghasilkan emisi seperti partikel SO2, NO2, dan CO2. Emisi tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi seperti denitrifikasi, desulfurisasi, electrostratic precipitator (penyaring debu). Sebelum melakukan denitrifikasi, desulfurisasi, dan electrostratic precipitator batubara harus diolah dulu dengan proses pembakaran dengan metode (Fluidized Bed Combustion/FBC). 3. Agrikultur Adapun teknis pada sektor agrikultur yaitu seperti Proyek Eco-energy Project of Henan Hengyou Husbandry Development Co., Ltd. proyek ini mengumpulkan biogas dari pengolahan anaerobik dalam Eco-pertanian pada industri Henan Hengyou Husbandry Development Co., Ltd untuk menghasilkan listrik yang dipasok ke grid (penyimpanan listrik). Taman eco-pertanian terletak di timur laut dari kota Changyuan, yang terdiri dari peternakan babi dikelilingi oleh 12 desa dan lahan pertanian lebih 17.3km2. Peternakan babi dibagi menjadi 5 peternakan
162
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
anak dengan tahunan 120.000 babi secara bersamaan. Setiap peternakan anak babi dikonfigurasi dengan digester anaerobik, menghasilkan 69,204 ton pupuk setiap tahun. 4. Forestasi dan Aforestasi Kegiatan teknis proyek CDM Jepang di China pada sektor forestasi dan aforestasi dapat dilihat pada proyek Afforestation/Reforestation on Degraded Lands in Southwest Sichuan, China yang dilaksanakan di cabang-cabang Sungai Jinshajiang (bagian atas jangkauan Sungai Yangtze) dan sungai Daduhe (cabang kedua dari Sungai Yangtze). Termasuk dalam kawasan konservasi selatan pegunungan Hengduan seperti yang tercantum dalam Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati China dan Rencana Aksi yang dikeluarkan oleh Departemen Perlindungan Lingkungan. 5. Pembuangan Limbah/Wastewater Adapun teknis kegiatan proyek yang berkaitan dengan limbah pembuangan seperti pada Shandong Zhengda Waste Residue Burning and Boiler Retrofit Project. Adapun skenario aktivitas proyek sebagai berikut, limbah dari sisa pembuatan kertas akan dimasukkan ke dalam sistem boiler dengan tujuan untuk membakar residu limbah. Panas yang dihasilkan melalui proses pembakaran akan digunakan oleh bagian produksi kertas. Kemudian residu sampah dikumpulkan dimasukkan ke dalam peralatan pengeringan pertama, tempat di mana residu sampah akan berputar dan diaduk selama pengeringan. Kemudian dimasukkan ke dalam boiler berikutnya dan dibakar. Berkaitan dengan hasil pelaksanaan program yang masih belum efektif, maka diperlukan beberapa upaya dan evaluasi untuk mencari dan menganalisis penyebab kegagalan atau terhambatnya pelaksanaan kebijakan penurunan emisi GRK Jepang tersebut. Faktor-faktor Penghambat Kebijakan Penurunan Emisi GRK Jepang dalam Skema CDM Munculnya kasus peningkatan emisi 6 persen yang terus meningkat di periode tahun 2008-2012, telah menggambarkan bahwa implementasi kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca Jepang sebagai kebijakan yang memfasilitasi pembangunan negara berkembang yang ramah lingkungan, terhambat dalam proses pelaksanaannya dan tidak berjalan secara efektif. Tidak tercapainya target dalam periode yang telah ditentukan dalam perjanjian lingkungan internasional tersebut disebabkan oleh beberapa faktor baik bersifat internal maupun eksternal. 1. Faktor Internal a. Biaya proyek yang terlalu rendah Biaya pelaksanaan kegiatan proyek menjadi salah satu faktor penghambat internal bagi proyek CDM Jepang. Seperti yang terjadi pada beberapa proyek di China, tarif yang ditawarkan oleh Jepang dianggap sangat rendah dan tidak
163
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
sesuai dengan PDD awal dan kebijakan nasional. Padahal proyek tersebut adalah proyek yang sama yang telah dijalankan sebelumnya, dengan anggaran biaya sesuai dengan PDD yang telah disepakati. Hal ini mengakibatkan pembatalan atau penolakan pelaksanaan proyek, seperti yang terjadi pada proyek Yunnan Province Luxi City Wanma River 2nd Level Hydropower Stationyang beroperasi di Provinsi Yunnan, China. Pada pelaksanaan periode kedua proyek ini diadakan revisi pembiayaan oleh pihak Jepang dengan menawarkan tariff yang lebih rendah daripada sebelumnya. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan kesepakan sebelumnya, sehingga pemerintah nasional menolak untuk melanjutkan kegiatan proyek tersebut. b. Pelaksanaan proyek yang tidak sesuai PDD Adapun pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah tertuliskan dalam PDD juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pelaksanaan kebiajakan. Ketidaksesuaian pelaksanaan proyek dengan PDD yang telah ditentukan akan mengakibatkan kerugian yang besar seperti penolakan, pembatalan atau penundaan kegiatan proyek. Hal ini seperti dalam tabel 3.4 ada 26 proyek yang ditolak dan ada 10 proyek yang di batalkan. Contoh proyek yang dibatalkan seperti proyek Project for GHG Emission Reduction by Thermal Oxidation of HFC23 in Jiangsu Meilan Chemical CO. Ltd., Jiangsu Province, China dan beberapa proyek yang di tolak seperti proyek Xiaogushan Hydropower Project in People's Republic of China. Beberapa proyek tersebut ditolak maupun dibatalkan dengan alasan yang sama yaitu ketidak sesuaian pelaksanaan proyek dengan PDD ataupun revisi proyek yang tidak sesuai dengan PDD awal. c. Kerugian transmisi akibat pemakaian internal Kerugian transmisi akibat pemakaian internal juga sedikit banyak mempengaruhi hasil dari pelaksanaan proyek yang ingin dicapai. Sebagian besar proyek CDM Jepang yang dilaksanakan di China adalah proyek Hydropower yang bergerak untuk menghasilkan tenaga listrik tenaga air. Kehilangan transmisi pada setiap proyek tenaga listrik air diperkirakan sekitar 6,2 persen pertahunnya akibat dari penggunaan internal maupun kerusakan data dan mesin. Hal ini terjadi pada proyek Shimian Haiyang Hydropower Project di China.Proyek ini kehilangan 4 persen transmisi setiap tahunnya akibat pengguanaan internal seperti pencurian tenaga listrik oleh masyarakat, kerusakan alat-alat mesin atau hal-hal yang tidak terduga seperti pemadaman mendadak. d. Efisiensi waktu dan biaya Efisiensi waktu dan biaya menjadi sebuah hambatan dalam pelaksanaan sebuah proyek. Waktu pelaksanaan proyek melebihi dari ketentuan sebelumnya hal ini mengakibatkan proyek terlambat dan tidak efisien. Biaya operasi, perawatan dan perbaikan alat yang melebihi ketentuan juga menyebabkan pembengkakan pengeluaran diluar estimasi dana yang disiapkan
164
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
sebelumnya.Waktu pemadaman yang tidak direncanakan mengakibatkan gagalnya rencana untuk mencapai nol jam pemadaman listrik di Mesir. Seharusnya jam listrik beroperasi 99,8 persen dalam satu periode komitmen, namun hanya dapat mencapai 97 persen saja jika dihitung secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan mekanis, bencana alam dan faktor-faktor eksternal seperti pemadaman grid nasional. e. Waktu Periode Komitmen yang Kurang Mencukupi Waktu pelaksanaan komitmen juga menjadi salah satu hal yang dipermasalahkan. Periode komitmen atau periode pelaksanaan pencapaian target penurunan emisi GRK telah disepakati bersama dalam UNFCCC (CoP3) dengan jangka waktu 5 tahun, yaitu dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dalam jangka waktu tersebut, maka negara-negara yang meratifikasi, baik kelompok Annex I (kelompok negara industri) maupun Non-Annex I (kelompok negara non-industri) harus mencapai target penurunan sebesar 5 persen yang ditemuh melalui strategi nasional masing-masing negara peratifikasi Protokol tersebut. Seperti yang diketahui proyek kerjasama yang dilakukan tersebut memiliki perjanjian waktu yang melebihi dari periode komitmen yang ditentukan oleh UNFCCC. Namun karena Jepang telah meratifikasi Protokol Kyoto, maka Jepang harus memenuhi komitmen ratifikasinya, mengingat sifat dari Protokol Kyoto yang bersifat mengikat.Sehingga secara langsung ataupun tidak Jepang harus melakukan pengurangan. Kesulitan pemenuhan komitmen yang hanya dalam waktu 5 tahun ini, tidak hanya dialami oleh Jepang, tetapi juga negara-negara lain yang telah meratifikasi Protokol ini, Khususnya negara-negara Annex I. Adapun yang menjadi letak kesulitan tersebut adalah pada keharusannya terjadi penurunan penggunaan energi tinggi karbon dan emisi gas rumah kaca dalam angka 6 persen dalam waktu yang singkat melalui cara mereduksi industri yang menggunakan energi tinggi, sedangkan industri merupakan pendapatan utama negara-negara yang tergolong dalam kelompok Annex I. Oleh karena kesulitan yang dialami negara-negara industri inilah, maka dalam konferensi UNFCCC (CoP-18) yang diselenggarakan di Doha, dibuatlah kesepakatan untuk silakukannya perpanjangan waktu periode komitmen menjadi tahun yang akan dimulai pada periode selanjutnya pada awal tahun 2013. Dengan adanya perpanjangan waktu tersebut diharapkan para negara industri dapat mencari strategi yang lebih tepat dan efektif dalam mencapai pengurangan GRK dan penemuan energi rendah karbon untuk lebih mendukung penurunan penggunaan energi dan demi tercapainya pembanguan berkelanjutan/ Sustainable Development.
165
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
2. Faktor Eksternal a. Adanya Joint Venture/ Penanaman Saham Luar Negeri dalam Proyek Tingginya potensi investasi di China menarik minat negara lain untuk bekerjasama atau menanam modal dalam mengelola proyek ini. Hal ini juga didukung oleh peraturan pemerintah yang mempermudah masuknya investor secara individu, organisasi maupun pemerintahan. Investor ini diberikan kewenangan dalam memiliki saham 50 persen hingga 100 persen dalam sebuah perusahaan dengan syarat hanya membagi informasi teknologi mereka kepada pemerintah China. Keberadaan investor dari negara lain inilah yang menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan implementasi proyek ini. Keberadaan negara lain dalam pelaksanaan proyek ini tentu memiliki sisi positif maupun negatif. Sisi positifnya yaitu keberadaan investor dalam proyek tersebut sangat membantu dalam pembiayaan pelaksanaan proyek. Sedangkan sisi negatif yaitu terjadinya koordinasi yang lemah antara kontraktor dengan konsultan misalnya. Hal ini terjadi karena hak-hak investor dilindungi oleh pemerintah, sedangkan pengelola tidak dapat menganggu kepentingan investor. Contoh kasus dapat dilihat pada proyek Sichuan Carbide Calcium Residues Based Cement Plant Project in Leshan City di China.Proyek ini dikelola oleh tiga perusahaan yaitu Sichuan Yongxiang Co., Ltd sebagai tuan rumah, Pear Carbon Offset Initiative, Ltd milik Jepang dan Gunvor International B.V. Amsterdam Geneva Branch milik belanda. Kedua investor tersebut masing-masing mendapatkan perlindungan data dari pemerintah China sehingga masing-masing perusahaan tidak dapat saling mengintervensi. Inilah yang mengakibatkan terjadinya ketidak sesuaian data antara skenario awal dengan skenario pelaksanaan proyek. Selain itu kerjasama dengan proyek lain juga menjadi salah satu masalah yang bisa dianggap menggangu proses dalam hal laporan akhir. Metode penilaian dan penghitungan yang digunakan berbeda dari pada yang digunakan dalam PDD CDM. Hal ini menyebabkan konservasi harus dilakukan ulang dan menyebabkan tidak efisien waktu dan biaya. Kepemilikan bersama proyek-proyek ini tentu menambah pertimbangan besar bagi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan yang berindikasi mengurangi jumlah industri sebagaimana disebutkan dalam Protokol Kyoto. Pertimbangan besar pemerintah terkait masalah adanya joint venture ini pun terletak pada sisi yang apabila melakukan hal yang mengancam kesepakatan dalam penanaman saham ini, maka akan berpengaruh pada pendapatan finansial, penurunan kualitas pelayan publik, menurunkan imagenya dalam pangsa pasar sebagai trading partner, yang dapat menurunkan dan mengurangi produktivitas negara. Adapun sisi lainnya yakni bagaimana cara tetap menjaga lingkungan agar tidak rusak dengan adanya ekspansi di bidang
166
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
ekonomi sesuai ratifikasinya terhadap Protokol Kyoto yang sifatnya mengikat tersebut. b. Keanggotaan China dalam Organisasi Internasional Sejak dimulainya reformasi ekonomi China, pemerintah membuka seluasluasnya investasi asing untuk menanamkan modal di China. Pemerintah juga terus merevisi undang-undang nasional yang mempermudah investor yang akan masuk dalam investasi industri China. Kebijakan China membuka diri dalam dunia internasional bertujuan untuk memperluas perdagangan dan investasi asing. China juga tergabung dalam organisasi internasional seperti WTO sebagai salah satu wujud kerjasama Internasional. Sejak bergabung dalam WTO, China mulai menyesuaikan hukum dan peraturan pemerintah dengan aturan WTO terutama yang berhubungan dengan investasi asing. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi China dan menciptakan kondisi yang baik untuk persaingan yang sehat antara perusahaan domestik dan perusahaan asing. Dasar hukum dan peraturan China melindungi hak-hak operasi independen dari perusahaan yang didanai asing dan melindungi hakhak yang sah dan kepentingan investor asing. Adanya perlindungan hak-hak independen terhadap perusahaan-perusahaan asing ini akan menjadi kekebalan tersendiri bagi perusahaan asing dalam mengelola perusahaanya, sehingga perusahaan atau investor lain harus mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dilakukan penelitian ini maka peneliti memiliki kesimpulan bahwa pada akhir periode komitmen, Jepang tidak berhasil mencapai target untuk menurunkan emisi sebesar 6 persen sesuai dengan aturan dalam perjanjian Protokol Kyoto. Proyek CDM yang telah diregistrasi sebanyak 849 proyek, sedangkan proyek yang terlaksana hanya sebanyak 462 proyek yang tersebar di India, Korea Selatan, Brazil, Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, Meksiko, Chili dan beberapa negara kepulauan. Sedangkan sekitar 289 proyek diantaranya ada di negara China. Total keseluruhan emisi GRK yang dihasilkan dari proyek CDM Jepang tidak memenuhi target emisi awal yaitu seharusnya bisa mencapai pengurangan sebanyak -6 persen tetapi justru meningkat +6 persen. Singkatnya periode komitmen merupakan salah satu penyebab implementasi kebijakan ini tidak efektif. Sebab lainnya yaitu pengaruh kondisi geografis, tarif biaya proyek yang terlalu murah dan efisiensi penggunaan waktu dan biaya. Serta pengaruh eksternal dari kerjasama internasional dengan negara lain. Penyebab kegagalan yaitu adanya hambatan yang signifikan pada masalah waktu periode komitmen yang terlalu singkat, sehingga sulit untuk memenuhi target pengurangan emisi seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga
167
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
merupakan salah satu alasan penyebab pengunduran diri Jepang pada komitmen kedua dalam perjanjian Protokol Kyoto periode 2013-2020. Referensi Buku Abdul Wahab Solichin. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Kollmuss, dkk. Handbook of Carbon Offset Programs: Trading System, Funds, Protocol and Standards. Washington DC: Earthscan, 2012. Murdiyarso Daniel. CDM : Mekanisme Pembangunan bersih, Seri perubahan iklim, Edisi ketiga. Penerbit Buku Kompas, 2007. Nawawi Ismail. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek). Surabaya: PMN 2009. Nugroho D, Riant.Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang : ModelModel Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006. Paterson Matthew. Green Politics, dalam Theories of International Relations. New York: Palgrave Macmillan, 2001. Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alpabeta, 2007. Verheyen Roda.Climate Change Damage and International Law: Prevention Duties and State Responsibility. Leiden/Boston: Martinus Nijhoff Publisher, 2005. Jurnal Donal Van Meter dan Carl Van Horn. “The Policy Implementation Process” Vol 5 no. 4 tahun 1975. Sumber Internet CDM Executive Board RLQA. Subject: Comment to Request for Review Terdapat dalamhttps://cdm.unfccc.int/Projects/DB/LRQA%20Ltd1218613946.27/Revie wInitialComments/OMGJ39IHK64PKWEELXY3OCZQUTQG6Ediakses pada 15 Desember 2014 Graph of CDM/JI Project Approved by the Government of Japan, terdapat dalam http://www.kyomecha.org/dbgraph/e_graph_of_JP.php diakses pada 10 Desember 2014
168
Implementasi Kebijakan Emisi Gas Rumah Kaca Jepang dalam Skema CDM (Mardiatun)
History, terdapat dalam http://cdm.unfccc.int/Projects/DB/TUEVRHEIN1249410356.95/historydiakses pada 15 Desember 2014 Intergovernmental Panel on Climate Change, “Climate Change 2007: Working Group I: The Physical Science Basis (TS.3.1.1 Global Average Temperatures)” tersedia dalam http://www.ipcc.ch/publications_and_data/ar4/wg1/en/tssts-3-1-1.html di akses pada tanggal 13 Juni 2014 Intergovernmental Panel on Climate Change, “Task Force on National Greenhouse Gas Inventories” tersedia dalam http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/ yang diakses pada tanggal 11 Juli 2015 Kawabata Yosuhiro dan Masami Tomita “Ex-Post Evaluation of Japanese ODA Loan Project Zafarana Wind Power Plant Project” tersedia dalam http://www2.jica.go.jp/en/evaluation/pdf/2012_EG-P25_4.pdf diakses pada 09 Oktober 2014 Kyoto Protocol” dapat diakses pada http://www.kyotoprotocol.com “Kyoto Protokol to the United Nations Framework Convention on Climate Change 1998” tersedia dalam unfccc.int/resource/docs/convkp/kpeng.pdf diakses pada 9 April 2014 Ministry of the Environment, Japan “National Greenhouse Gas Inventory Report of JAPAN” tersedia dalam http://www-gio.nies.go.jp/aboutghg/nir/2014/NIRJPN-2014-v3.0.pdf diakses pada 19 September 2014 NugrohoHanan.“Ratifikasi Protokol Kyoto, Mekanisme Pembangunan Bersih dan Pengembangan Sektor Energi Indonesia: Catatan Strategis”,terdapat dalam www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/10505/2254/ di akses pada 23 April 2014 Project:2879 Yunnan Province Luxi City Wanma River 2nd Level Hydropower Station, terdapat dalam http://www.china.org.cn/english%20/features/investment/36684.htm diakses pada 15 Desember 2014 Project: 2926 Shimian Haiyang Hydropower Project-History, terdapat dalam http://cdm.unfccc.int/Projects/DB/JCI1250732949.36/history diakses pada 14 Desember 2014
169
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:155-170
PROJECT DESIGN DOCUMENT FORM (CDM PDD) - Version 03, tersedia dalam http://cdm.unfccc.int/UserManagement/FileStorage/48TDPGV3CSKFQILYA U7J9X12OEHMN6 diakses pada 22 Nopember 2015 PROJECT DESIGN DOCUMENT FORM FOR AFFORESTATION AND REFORESTATION PROJECT ACTIVITIES (CDM-AR-PDD) - Version 05, tersedia dalam http://cdm.unfccc.int/UserManagement/FileStorage/NWLEXBPZT1MCHSD V4AR60FUKGQ3Y7O diakses pada 22 Nopember 2015 The government of Japan,’’ Japan’s Fifth National Communication Under the United Nations Framework Convention on Climate Change” tersedia dalam http://unfccc.int/resource/docs/natc/jpn_nc5.pdf diakses pada 30 Januari 2014 The Government of Japan ”Japan’s First Biennial Report under the United Nations Framework Convention on Climate Change” tersedia dalam https://www.env.go.jp/en/focus/docs/files/20140319-82.pdf diakses pada 30 Januari 2014 hal 51 United Nations Press Release “Industrialized countries to Cut Greenhouses Gas Emissions by 5,2%” Kyoto, 11 Desember 1997 tersedia dalam http//:unfccc.int/cop3/fccc/info/indust.htmdi akses pada 30 Januari 2014 https://cdm.unfccc.int/filestorage/k/o/BVTGLCYF4KJP3ESW5O7Z2RNQIAD60M.p df/4121%20Linqing%20MR%20%28ver.02%29-20130205clean?t=U0J8bmluemZmfDBRhel_dk7OCMTLcQYhIdRo diakses pada 21 Desember 2014 https://cdm.unfccc.int/filestorage/M/8/R/M8RQA1DSB0E5OUNK3FHTYI7PG6Z42 W/Initial%20Comment%20%28Ref.2420%29?t=aUJ8bmlwdDJlfDBgdM6tO b-7q9bRNiD-l8U_diakses pada 21 Desember 2014 http://cdm.unfccc.int/Issuance/rejected.htmldiakses pada 14 Desember 2014 http://www-gio.nies.go.jp/ yang diakses pada tanggal 10 Juli 2015
170