JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KORIDOR: REGULASI MP3EI BERBASIS WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI SARANA MENGHADAPI AEC UNTUK MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT Siti Ramdani
Abstract Marching into AEC 2015, it is entrenched in our understanding that private sector is the most important sector in international relation. It is imperative for Indonesia to address the challenge of opening AEC market to the global market. Indonesia must commit itself to increasing the national economy growth by implementing MP3EI (Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia's Economic Development), in order to accelerate the interconnection between MP3EI and AEC. Integration will only be achieved if interconnectivity between ASEAN states can be reached. This desired objective will only be fulfilled if Indonesia is serious in improving its infrastructure to establish ASEAN connectivity, while encourage the regional economic growth. The implementation of a strategic policy on the national scale will be a strategic action for Indonesia and its sustainable development. Therefore, the government’s role and all related parties are required to overseeing and evaluating MP3EI policy.
Keyword: regulation; MP3EI; AEC; sustainable development
Sinergisme Antara MP3EI dan AEC Dewasa ini, kita tengah bersiap-siap menghadapi adanya agenda terdekat yang kelak diprediksi akan sangat mempengaruhi kehidupan 120
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
bangsa Indonesia terutama dalam masalah
perekonomian. Agenda
tersebut yaitu ASEAN Economic Community (AEC) atau yang sering kita sebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN. AEC 2015 yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Adanya kegiatan ini berakibat munculnya persepsi bahwa persaingan bebas secara global akan mendorong setiap negara ASEAN melakukan efisiensi dan efektivitas yang optimal dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga dapat menimbulkan adanya perolehan keuntungan yang tidak merata walaupun mekanisme dalam integrasi ekonomi regional berjalan dengan baik di setiap negara. Keinginan untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat perdagangan kawasan yang terintegrasi inilah tujuan diadakannya blueprint dari AEC. AEC ini merupakan salah satu harapan bagi wilayah di kawasan ASEAN agar dapat disejajarkan dengan komunitas serupa seperti Uni Eropa. AEC pada hakikatnya merupakan liberalisasi yang mencakup seluruh bidang ekonomi yang selama ini sebagian masih ada hambatan masuk, baik itu melalui tarif maupun non-tarif. Secara teknis, pencapaian AEC menggunakan mekanisme dan inisiatif yang telah dibentuk oleh ASEAN yang diperkuat dengan penguatan institusi dalam kerjasama ASEAN. Masing-masing institusi dan inisiatif yang terlibat di lima elemen pasar tunggal (arus barang bebas, arus jasa bebas, arus investasi bebas, arus modal bebas, dan arus tenaga kerja bebas) dalam kesatuan basis produksi. Dalam hal ini, dalam upaya menghadapi AEC, sektor ekonomi merupakan sektor yang paling berpengaruh dalam hubungan internasional 121
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
yang sedang terjadi pada kegiatan transaksional maupun nontransaksional. Hal ini dipandang penting bagi Indonesia untuk segera menyiapkan strategi terbaiknya dalam bidang ekonomi guna menghindari resiko dari AEC yang dianggap sedikit hiperaktif dalam menyerbu pasar global. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan mampu mempersiapkan segala usaha untuk mengangkat geliat pertumbuhan dan perkembangan perekonomian melalui program yang telah dicanangkan yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Percepatan Kemajuan, Rangsangan Menyambut AEC Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan sebuah roadmap yang disusun sebagai upaya untuk melakukan transformasi ekonomi untuk mendorong aktivitas perekonomian sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan daya saing. Upaya transformasi ekonomi tersebut tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh potensi dan tantangan yang dimiliki oleh Indonesia. Selain itu, MP3EI ini sekaligus sebagai pijakan awal dalam hal mengembangkan komitmen bersama antara Pemerintah dan
dunia
usaha
untuk
melaksanakan
berbagai
langkah-langkah
pembangunan yang konkret. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia 122
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya Asean-China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi yang dirumuskan dalam MP3EI ini menjadi sangat penting dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia. Koridor ekonomi diharapkan akan menghubungkan Indonesia dengan pusat-pusat perekonomian regional seperti ASEAN dan dunia (global) dalam upaya meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global (regionally and globally connected). Proyek MP3EI memanfaatkan keunikan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan untuk meningkatkan daya saing logistik Indonesia serta semakin dekatnya penerapan pasar terbuka ASEAN. Keterkaitan MP3EI dengan perekomomian ASEAN telah menemukan benang merahnya. Integrasi bisa terwujud jika ASEAN inter dan intrakonektivitas dapat tercipta. Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya perbaikan infrastruktur darat, laut dan udara. Perbaikan infrastruktur di Indonesia akan meningkatkan konektivitas ASEAN dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi lingkup APEC dan dunia.
123
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Oportunitas Pembangunan Negeri Melalui Kebijakan Pemanfaatan Koridor144
Elemen yang dipegang oleh MP3EI dan dipergunakan sebagai bahan
implementasi
yaitu
mengembangkan
6
koridor
ekonomi,
memperkuat konektivitas ekonomi nasional, dan memperkuat sumber daya
144
Dokumen MP3EI
124
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
manusia (SDM) dan teknologi (MP3EI, hal. 24). Konektivitas ekonomi nasional yang akan diperkuat terbagi dalam 3 jenis: konektivitas fisik (transportasi, energi, dan teknologi komunikasi-informasi ), konektivitas kelembagaan (liberalisasi perdagangan dan investasi, prosedur lintas perbatasan, dan pemberdayaan kapasitas), dan konektivitas sosial-budaya (pendidikan, budaya dan pariwisata). Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu, yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa aktor terkait dengan suatu masalah. Tindakan para aktor yang membuat kebijakan berupa pengambilan keputusan yang biasanya bukan merupakan keputusan tunggal, artinya kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa keputusan yang saling terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan keputusan dapat diartikan juga sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan alternatif yang tersedia. Model pembuatan keputusan memiliki asumsi dasar perspektif bahwa tindakan internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan-keputusan yang dibuat oleh unit-unit politik domestik yang diakui, dimana para pemimpin negara (baik individual maupun berkelompok) bertindak sebagai aktor-aktor utama dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Perspektif ini memberikan penekanan utamanya pada analisis jaringan birokrasi organisasi yang kompleks dengan prosedur-prosedur kelembagaannya. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat 125
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan kluster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Skema MP3EI, Indonesia terbagi ke dalam 6 koridor ekonomi. Adapun koridor ekonomi yang dimaksud adalah koridor Sumatera, koridor Jawa, koridor Kalimantan, koridor Sulawesi, koridor Bali dan Nusa Tenggara, dan koridor Maluku-Papua. Masing-masing koridor itu mengemban misi pengembangan ekonomi tertentu. Koridor Sumatera dan Kalimantan diproyeksikan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung ekonomi nasional. Koridor Jawa akan menjadi 126
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
pendorong industri dan jasa nasional. Koridor Sulawesi dan Papua-Maluku dikembangkan untuk menjadi pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas, dan pertambangan nasional. Terakhir koridor Bali-Nusa Tenggara akan didorong menjadi pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional.
Regulasi Strategis, Percepat Perkembangan MP3EI Pembangunan nasional bukanlah semata-mata agregasi atau gabungan atas pembangunan daerah/wilayah atau bahkan gabungan pembangunan antar sektor semata. Pembangunan nasional adalah hasil sinergi berbagai bentuk keterkaitan (linkages), baik keterkaitan spasial (spatial linkages atau regional linkages), keterkaitan sektoral (sectoral linkages) dan keterkaitan institusional (institutional linkages). Hal tersebut dilakukan melalui sinergi yang lebih baik lagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan swasta. Pihak swasta akan memegang peran yang utama dan penting dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi khususnya dalam hal meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator. Fasilitasi dan katalisasi akan diberikan oleh pemerintah melalui penyediaan infrastruktur maupun pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Dari sisi regulasi, pemerintah akan melakukan deregulasi terhadap regulasi yang menghambat pelaksanaan investasi.
127
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Dalam koridor ekonomi Indonesia, peran pemerintah pusat hanya akan terbatas pada regulasi dan alokasi investasi pusat, sedangkan peran pemerintah (daerah), khususnya daerah yang merupakan lokasi dari koridor ekonomi Indonesia sehingga berperan sebagai pengguna (direct user) dari koridor yang telah ditetapkan. Selain itu daerah juga akan berperan dalam penentuan regulasi dan alokasi investasi di daerah. Namun, perlu disadari pula bahwa anggaran pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, dedikasi dalam bekerja harus diutamakan, dan bukan semata-mata memenuhi tuntutan minimum pekerjaan (business as usual). Dedikasi kerja harus terefleksi dalam elemen penting dalam pembangunan, terutama dalam penyediaan infrastruktur. MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI
bukan
dimaksudkan
untuk
mengganti
dokumen
perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi 128
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global. Harmonisasi peraturan perundangan antar negara ASEAN dengan MP3EI merupakan salah satu kebutuhan untuk dapat mendukung upaya penerapan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi dunia usaha, termasuk usaha kecil, makro dan menengah (UMKM). Untuk mendukung realisasi percepatan dan perluasan kegiatan ekonomi utama, selain percepatan pembangunan dukungan infrastruktur, diperlukan dukungan non-infrastruktur berupa pelaksanaan, penetapan atau perbaikan regulasi dan perizinan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Perbaikan regulasi dan perizinan lintas sektor di tingkat nasional adalah yang terkait dengan penataan ruang, tenaga kerja, perpajakan, dan kemudahan dalam penanaman modal di Indonesia. Adapun perbaikan regulasi dan perizinan di tingkat daerah adalah yang terkait dengan sektor mineral dan batubara, kehutanan, dan transportasi (perkeretaapian, pelayaran, penerbangan) serta penyediaan infrastruktur dasar. Tujuan umum yang ingin dicapai dalam perbaikan regulasi dan perizinan adalah sebagai berikut: 1. Mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-undang; 2. Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik di tingkat pusat dan daerah, maupun antara sektor/lembaga; 129
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
3. Merevisi atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung strategi MP3EI (seperti Bea Keluar beberapa komoditi); 4. Memberikan insentif kepada kegiatan-kegiatan ekonomi utama yang sesuai dengan strategi MP3EI; 5. Mempercepat
dan
menyederhanakan
proses
serta
memberikan
kepastian perizinan. Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa penetapan kebijakan dan regulasi yang tepat akan dapat melancarkan pembangunan MP3EI dan kelak akan berimbas positif pada keberhasilan menghadapi AEC. Kesesuaian kebijakan regulasi ini tentu saja memiliki peran yang cukup signifikan dalam tata kelola pemerintahan dalam mengatur segala hal yang menyangkut dan berkaitan di dalamnya. Oleh karena itulah, dibutuhkan peranan yang aktif dari pemerintah, praktisi, serta pemeran usaha yang terkait agar dapat bersinergi dalam memajukan pembangunan dan penetapan kebijakan regulasi yang terkait.
Perwujudan AEC Berbasis Wawasan Kebangsaan Kesediaan Indonesia bersama negara anggota ASEAN lainnya membentuk ASEAN Economic Community pada tahun 2015 sebagai bentuk integrasi ekonomi kawasan yang secara umum akan menyerupai system yang telah diterapkan oleh Europan Union (EU) ini, tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan negara-negara anggota ASEAN. Integrasi 130
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
ekonomi dalam AEC 2015 melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan. Di Indonesia sendiri tahapan dari pencapaian AEC sudah berjalan mencapai perkembangan peraturan perdagangan bebas dan mulai bergerak mendekati pengembangan sistem kepabeanan serta pembebasan hambatanhambatan dalam faktor produksi guna menghadapi penerapan Custom Union dan Common Market di tahap selanjutnya. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh Indonesia tentunya harus sesuai dengan apa yang direkomendasikan dalam pilar AEC Blueprint 2015 yang mengharuskan setiap negara ASEAN wajib mereformasi semua unsur-unsur utama yang menjadi sektor esensial dan syarat multak dalam rangka menghadapi implementasi AEC 2015. Antara kawasan domestik dengan kawasan regional harus dilakukan upaya-upaya yang memiliki korelasi yang sama dan upaya yang dilakukan harus tersinkronisasi dengan baik. Upaya yang dilakukan dalam kawasan domestik mengacu terhadap syarat mutlak yang diajukan dalam internalisasi regional. Sehingga dikatakan terpadu antar domestik dan regional dalam rangka menghadapi 131
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
integrasi ekonomi kawasan. Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan antara lain adalah dengan melakukan pembenahan terhadap sektor-sektor potensial yang strategis dan terkait dengan mekanisme yang telah ditentukan ASEAN dalam rangka menciptakan pasar bebas dan basis produksi internasional. Tentu saja, langkah-langkah tersebut harus berdasarkan wawasan kebangsaan yang tidak meninggalkan jati diri dan identitas Indonesia dalam menghadapinya. Hal ini akan menjadi titik penentu pola metode dan acuan keberhasilan dalam mewujudkan AEC dengan sikap dan tingkah laku yang lurus atas regulasi yang ada dan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Kesimpulan dalam Menghadapi AEC Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 arti dari pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development). Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
132
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan skema di atas, aspek dan bidang ekonomi tentu sangat berpengaruh pada perwujudan pemerintah yang sustainable. Mengapa harus demikian? Pada dasarnya, sebuah pengelolaan khususnya 133
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
ekonomi dan regulasi sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi atas peranan lingkungan sosial di sekitar. Untuk jangkauan yang lebih luas, maka jelaslah bahwa proses pertumbuhan ekonomi dan regulasi harus diterapkan
secara
fleksibel
dan
tepat
untuk
menjamin
adanya
pembangunan berkelanjutan yang tidak merugikan pihak intern khususnya. ASEAN Economic Community (AEC) mendatangkan beberapa tantangan dan peluang secara bersamaan. Dimana kondisi dalam negeri Indonesia sendiri yang sedang berada dalam tahapan reformasi menuju sistem yang lebih baik, dapat dikatakan mendapatkan stimulasi lebih dari pada hasil yang dijanjikan dalam pencapaian AEC 2015. DAFTAR PUSTAKA Sholeh. 2013. Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi AEC (Asean Economic Community) 2015. Ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 509-522 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Bakhri, Boy S. Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 Dari Perspektif Daya Saing Nasional. Jurnal Economica 21 Vol. I No. 1 Januari 2015 Saptenno, M. J. 2013. Pembangunan Pertanian Berbasis Wawasan Kebangsaan. Majalah TANNAS Pattimura Edisi 96 – 2013 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2013. Kemajuan Regulasi Yang Telah Diselesaikan dan Dalam Proses dan Rangkaian Pelaksanaan Rapat Koordinasi MP3EI. Laporan Perkembangan Pelaksanaan MP3EI Buhaerah, Pihri, dkk. 2014. Kajian MP3EI dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Sustaining Partnership). 2011. Konektivitas Enam Koridor Ekonomi 134