IMPELEMENTASI GOOD GOVERNANCE DI IAIN MATARAM Bq. Ari Yusrini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram Email:
[email protected] ABSTRAK Good governance bagi perguruan tinggi merupakan sebuah konsep yang muncul karena kesadaran bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi dan institusi perguruan tinggi memang tidak dapat disamakan dengan penyelenggaraan sebuah negara atau korporasi. Dalam fikih terdapat tiga aspek good governance (1) spiritual governance, (2) economic gover_nance, dan (3) political governance. Nilai-nilai good governance yang harus dilaksanakan oleh IAIN Mataram mencakup 5 (lima) aspek, yaitu : transparansi (transparancy), kemandirian (independence), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kesetaraan dan kewajaran (fairness). Nilai-nilai ini diperlukan di IAIN Mataram untuk menjamin pencapaian kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Kata kunci: Implementasi, good governance, pendidikan tinggi
A. PENDAHULUAN Perubahan paradigma dalam pengelolaan perguruan tinggi menuntut adanya adopsi dan adaptasi yang cepat dalam mengejar ketertinggalan. Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengisyaratkan sebuah perguruan tinggi haruslah mampu berperan dalam pengembangan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (Mendiknas, 2003).
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Disamping itu juga aturan tersebut menegaskan bahwa pengelolaan perguruan tinggi telah mengarah pada public institution atau private institution. Jika sebuah perguruan tinggi yang private institution, fungsi perguruan tinggi bergeser menjadi organisasi yang berbasis laba (profit oriented). Pengelolaan dana perguruan tinggi haruslah diikuti dengan transparansi anggaran secara menyeluruh kepada publik berdasarkan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan kejujuran seperti yang dijelaskan dalam pasal 48 UU Sisdiknas No 20/2003. Prinsip keadilan, akuntabilitas, dan kejujuran yang dijelaskan dalam pasal 48 UU Sisdiknas No 20/2003 tersebut merupakan bagian dari prinsip Good Governace. Good governance merupakan sebuah konsep yang muncul karena kesadaran bahwa penyelenggaraan institusi perguruan tinggi memang tidak dapat disamakan dengan penyelenggaraan sebuah negara atau korporasi. Pembedanya adalah nilai-nilai luhur pendidikan yang harus dijaga dalam pelaksanaannya. Prinsip akuntabilitas dan transparansi adalah prinsip dasar untuk membawa sebuah perguruan tinggi menuju good governance. Memahami prinsip-prinsip dasar dalam good governance akan memacu untuk mencari bentuk yang terbaik sebuah perguruan tinggi yang paling dekat dengan para sivitas akademika (Sofian, 2003). Di samping itu, pergeseran orientasi masyarakat terhadap perguruan tinggi, antara lain: 1) perubahan orientasi dari ilmu ke gelar dan kemudian menjadi berorientasi pada kemampuan mendapatkan pekerjaan; 2) bertambahnya tuntutan program pendidikan tinggi, baik jumlah maupun jenis program studi; 3) kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk mengevaluasi apakah sebuah lembaga pendidikan telah dikelola secara baik. Perubahan orientasi tersebut tentu berimplikasi pada kesiapan perguruan tinggi dalam menjembatani kepentingan konsumen dalam hal ini adalah masyarakat. Dalam dunia pendidikan, karakteristik good governance mengidealkan diberlakukannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang memiliki karakteristik sama dengan good governance, yaitu : otonomi, partisipasi, akuntabel, transparansi, responsif, dan keadilan. Walaupun BHP menjadi suatu yang ideal dari tata kelola perguruan tinggi, akan tetapi sampai sekarang undang-undang tersebut belum terimplementasi, mengingat aturanaturan teknisnya belum diputuskan oleh pemerintah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram sebagai salah satu perguruan tinggi Islam terbesar di Nusa Tenggara Barat dipandang perlu untuk mewujudkan good governance untuk mendukung keberlangsungan dan keberlanjutan institusinya.
42
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram
Edisi x, Oktober 2013
Berdasarkan realitas diatas, maka tulisan ini diharapkan menjadi gagasan konstuktif mewujudkan Good Governance di Institut Agama Islam Negeri Mataram. 1. Terminologi Good Governance Istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik sejak Woodrow Wilson memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi (Aristo, 2005). Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang dibahas dalam tulisan ini dan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan baru muncul sekitar 15 tahun belakangan ini, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional mempersyaratkan “good governance” dalam berbagai program bantuannya. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, terminologi “good governance” telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (Sudarmayanti, 2003). Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Sejatinya, konsep governance harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan inklusivitas. Kalau government dilihat sebagai “mereka” maka governance adalah “kita” (Anonim, 2000). Menurut Leach & Percy-Smith (2001) government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Bq. Ari Yusrini
|
43
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Sementara governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin definisi yang dirumuskan IIAS adalah yanag paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.” Mudahnya, dapat kita bilang bahwa governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu diimplementasikan atau tidak diimplementasikan. Karenanya, analisis mengenai governance kemudian berfokus pada aktor-aktor dan struktur atau sistem, baik formal maupun informal, yang terlibat dalam proses pembuatan dan pengimplementasian sebuah keputusan. Pemerintah hanyalah salah satu aktor tersebut, sementara aktor-aktor lain diluar pemerintah dan militer biasa dikelompokkan sebagai bagian dari civil society. Demikian juga, struktur formal pengambilan keputusan yang dimiliki pemerintah (rapat kabinet, sidang paripurna, dialog dengan warga, dan lain sebagainya) hanya merupakan salah satu struktur yang mempengaruhi pengambilan dan pengimplementasian keputusan, sementara diluarnya mungkin banyak terdapat struktur-struktur informal (adat istiadat, mafia, KKN, dan lain sebagainya) yang dapat mempengaruhi pelaksanaan maupun individu-individu dalam struktur formal tadi. 2. Karakteristik Good Governance Good governance mensyaratkan 8 karakteristik umum/dasar, yaitu partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat memastikan pengurangan tingkat korupsi, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka yang paling lemah dalam masyarakat didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini dan kebutuhan masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing karakteristik (Stevenson, 2004) : a. Participation Partisipasi oleh pria dan wanita adalah kunci good governance. Partisipasi dapat langsung maupun melalui institusi perwakilan yang legitimate. Partisipasi harus informatif dan terorganisir. Ini mensyaratkan adanya kebebasan berasosiasi dan berekspresi di satu sisi dan sebuah civil society yang kuat dan terorganisir di sisi lain.
44
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram
Edisi x, Oktober 2013
b. Rule of Law Good governance memerlukan sebuah kerangka legal atau hukum dan peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Ia juga memerlukan perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses enforcement hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup. c. Transparency Transparansi mengandung arti bahwa pengambilan dan pengimplementasian keputusan dilakukan dalam tata cara yang mengukuti hukum dan peraturan. Ia juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses langsung oleh mereka yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Informasi yang tersedia haruslah dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti. d. Responsiveness Good governance memerlukan institusi dan proses didalamnya yang mencoba untuk melayani semua stakeholders dalam kerangka waktu tertentu yang sesuai. e. Consensus oriented Ada lebih dari satu aktor dan banyak sudut pandang dalam suatu komunitas. Good governance memerlukan mediasi dari kepentingan-kepentingan yang berbeda di masyarakat dalam rangka mencapai sebuah konsensus umum dalam masyarakat yang merupakan kepentingan atau keputusan yang terbaik yang dapat dicapai untuk seluruh masyarakat. Ini memerlukan perspektif luas dan jangka panjang mengenai apa yang diperlukan untuk pengembangan manusia secara berkesinambungan. Ini hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang baik atas konteks historis, kultural dan sosial di komunitas atau masyarakat tersebut. f. Equity and inclusiveness Keberadaan sebuah masyarakat bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka.
g. Effectiveness and efficiency
Bq. Ari Yusrini
|
45
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Good governance berarti bahwa output dari seluruh proses dan institusi tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan dan perlindungan lingkungan. h. Accountability Akuntabilitas adalah salah satu kebutuhan utama dalam good governance. Tidak hanya untuk institusi pemerintahan, melainkan juga sektor swasta dan organisasiorganisasi civil society harus bisa diakun oleh publik dan stakeholders-nya. Secara umum, sebuah organisasi atau institusi bertanggung jawab pada pihak-pihak yang dipengaruhi oleh tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan mereka. Akuntabilitas tidak mungkin ditegakkan tanpa adanya transparansi dan supremasi hukum. 3. Metodologi Dalam penyusunan artikel ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk menggali informasi yang terkait dengan penulisan. Adapun referensi yang dibutuhkan adalah buku-buku berkaitan dengan Good Governance, jurnal-jurnal, dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan critical review dalam memposisikan tulisan yang akan disusun. Dari studi pustaka diharapkan didapatkan landasan teori sebagai acuan penulisan. B. PEMBAHASAN 1. Fikih Good Governance di Perguruan Tinggi Islam Bila dikaitkan dengan syari’ah, sesungguhnya tidak ada rumusan baku mengenai ini Good Governance. Namun dari berbagai pernyataan terpancar didalam berbagai sumber syari’ah kita dapat mengkonstruksi suatu pengertian good governance menurut pandangan syari’ah. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan good governance seperti QS Hûd, 11: 61 dan QS al-Hajj, 22: 41: ”Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya [maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
46
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram
Edisi x, Oktober 2013
bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” dan QS al-Hajj, 22: 41: ”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Dari kedua ayat ini kita dapat merumuskan bahwa governance dalam perspektif fikih adalah suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang berorientasi pada (1) penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaninya sebagaimana disimbolkan oleh penegakan sholat, (2) penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi sebagaimana dilambangkan oleh tindakan membayar zakat, (3) penciptaan stabilitas politik dan keanana sebagaimana diilhamkan oleh tindakan amar ma’ruf nahi munkar. Singkat kata dalam ayat tersebut terdapat tiga aspek governance (1) spiritual governance, (2) economic governance, dan (3) political governance. Untuk dapat mewujudkan good governance dalam tiga aspek tersebut diperlukan beberapa nilai dan dari nilai-nilai itu dapat diturunkan beberapa asas good governance. Dengan memperhatikan ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi s.a.w. dapat ditemukan beberapa nilai dasar yang dapat dijabarkan menjadi asas-asas good governance, yaitu: Syûrâ (bermusyawarah), meninggalkan yang tidak bernilai guna, keadilan, tanggung jawab, dan amanah, orientasi ke hari depan . Untuk mewujudkan good governance maka perguruan tinggipun harus mempunyai kewajiban terhadap konsumennya. Bila mengacu pada pendapat Imam Al-Bana tentang batasan kewajiban yang harus dimiliki sebuah institusi, yaitu: - Mewujudkan rasa aman; - Melaksanakan undang-undang/peraturan; - Meratakan pendidikan; - Menyiapkan kekuatan; - Memelihara kesehatan; - Menjaga kepentingan dan fasilitas umum; - Menjaga sumber daya alam dan mengelola aset; - Menjaga sumber kekayaan perguruan tinggi; - Mengokohkan moralitas; Bq. Ari Yusrini
|
47
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi - Menebarkan dakwah. 2. Penerapan Good Governance di IAIN Mataram Azas good governance, yaitu : transparansi (transparancy), kemandirian (independence), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kesetaraan dan kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip ini diperlukan di perguruan tinggi untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan. Semestinya di lingkungan perguruan tinggi harus ditumbuhkan kesadaran bahwa tuntutan terhadap penerapan good governance tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi lebih menjadi kebutuhan. Seiring dengan situasi persaingan yang makin ketat, perguruan tinggi harus terus berupaya mewujudkan good governance sebagai suatu sistem yang melekat dengan dinamika IAIN Mataram. Penerapan nilai-nilai good governance di IAIN Mataram dapat diinternalisasikan menjadi budaya IAIN Mataram, sehingga menjadi sebuah sistem yang memperkuat competitive advantage. Tujuan dari kebijakan good governance di IAIN MAtaram adalah agar pihakpihak yang berperan dalam menjalankan pengelolaan isntitusi memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi Senat, Rektor dan Para Pembantu Rektor, Kepala Biro, Dekan dan Para Pembantu Dekan, Para Pejabat Struktural, Para Dosen, Pimpinan Unit dan Para Karyawan. Untuk memberikan gambaran penerapan good governance di IAIN Mataram, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Transparansi (Transparancy) IAIN Mataram sebagai suatu industri, bertanggung jawab atas kewajiban keterbukaan informasi serta menyediakan informasi bagi stakeholders sehingga posisi dan pengelolaan korporasi (IAIN Mataram) dapat mencerminkan kondisi riil dan harapan terhadap institusi pendidikan di masa yang akan datang. b. Transparansi Proses Pengambilan Keputusan Beberapa penerapan aspek transparansi yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, antara lain melalui pengembangan infrastruktur informasi berupa intranet, knowledge management, yang merupakan sarana karyawan dalam menyampaikan berbagai informasi berupa tulisan, ide-ide, atau gagasan. Dengan demikian setiap karyawan dapat mengakses informasi tersebut. Ide-ide atau inovasi yang bagus dan dapat direalisasikan, akan memperoleh penghargaan oleh manajemen. Pergguruan
48
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram
Edisi x, Oktober 2013
tinggi juga dapat mengembangkan sarana komunikasi antara manajemen dengan karyawan melalui SMS Rektor yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh setiap karyawan sebagai sarana dalam memberikan masukan langsung ke Rektor apabila di lapangan ada penyimpangan atau untuk sarana memberikan masukan demi kemajuan lembaga. Kliping media cetak on line di-update setiap hari untuk kebutuhan informasi internal. c. Transparansi Kepada Mitra Kerja Untuk meningkatkan transparansi kepada seluruh mitra kerja, perguruan tinggi dapat menerapkan aplikasi e-procurement dan e-tender (e-auction) dan implementasi modul pemasok manajemen dalam proses pengadaan barang dan jasa. Dengan e-procurement, kontak fisik antara pemasok/mitra dengan panitia diminimalkan dan semua kegiatan tender dilakukan dengan sistem komputer sehingga menunjang transparansi. Seluruh pemasok memperoleh informasi yang sama. d. Transparansi penilaian kinerja pegawai Penerapan penilaian kompetensi pegawai dengan menggunakan kompetensi assessment tools, melalui assessment online penilaian dilakukan secara langsung, yang melibatkan pegawai yang bersangkutan, atasan langsung, rekan sekerja dan bawahan serta dokumen nilai kinerja individu. Assessment center juga dimanfaatkan untuk mengetahui potensi seorang pegawai dalam hal penempatan jabatan dan promosi. 1. Kemandirian (Independence) Berkaitan dengan aspek kemandirian, Rektor dan Senat memiliki pendapat yang independen dalam setiap keputusan yang diambil. Selain itu, dimungkinkan pula untuk memperoleh saran dari konsultan independen dan konsultan legal untuk menunjang kelancaran Rektor. Sedangkan penerapan kemandirian di bidang SDM dapat dilakukan dalam penunjukan pejabat di tingkat tertentu. Kandidat yang terpilih (shortlisted candidates) ditentukan melalui job tender, sidang jabatan dan assessment tools melalui assessment center, dengan memperhatikan hasil nilai kinerja individu, assessment online dan assessment center. 2. Akuntabilitas (Accountability) Untuk menjunjung tinggi akuntabilitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan lembaga terlaksana secara efektif. Misalnya, fungsi Senat, Rektor, Biro, Bagian/unit-unit pendukung (Internal Auditor Group, Lembaga Penjaminan Mutu), dan unit-unit lain sesuai fungsi unitnya masing-masing. Bq. Ari Yusrini
|
49
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi a. Aspek Akuntabilitas dalam Penyampaian Laporan Keuangan Sidang Senat merupakan sarana Rektor untuk mempertanggungjawabkan laporan keuangan tahunan lembaga dan laporan tersebut telah disetujui oleh Senat. Selain itu, laporan-laporan Rektor kepada Senat dan stakeholders mengenai rencana anggaran tahunan periode berjalan serta pembahasan rutin antara Rektor dan Senat mengenai evaluasi performasi keuangan triwulanan dan tahunan. Ini merupakan bentuk-bentuk penerapan good governance dalam aspek akuntabilitas. Sementara itu, penyampaian laporan keuangan tahunan dan tengah tahunan kepada publik dilaksanakan melalui media massa (media cetak) yang memiliki jangkauan luas. b. Aspek Akuntabilitas dalam SDM Berkaitan dengan upaya meningkatkan kinerja SDM, diterapkan sistem reward dan punishment kepada karyawan yang dikaitkan dengan kebijakan kompensasi yang berlaku di internal perguruan tinggi. 3. Pertanggungjawaban (Responsibility) Universitas harus selalu mengutamakan kesesuaian di dalam pengelolaan perguruan tingginya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip institusi yang sehat dan berkualitas. Setiap bagian/unit memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang jelas, dengan alokasi tanggung jawab masing-masing secara jelas tercantum dalam kebijakan peraturan perguruan tinggi (Peraturan Rektor). 4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Untuk memenuhi aspek kesetaraan dan kewajaran dalam penyampaian informasi, perguruan tinggi dapat menerapkan equal treatment kepada seluruh civitas akademika. Hubungan dengan karyawan juga terus dijaga, yaitu dengan menghindari praktek diskriminasi, antara lain menghormati hak asasi karyawan, memberi kesempatan yang sama tanpa membedakan umur, suku, ras, agama dan jenis kelamin, memperlakukan karyawan sebagai sumber daya yang berharga melalui sarana sistem knowledge based management. Dalam menjamin kewajaran dalam pelaksanaan dan sistem remunerasi, perlu ditetapkan mekanisme yang berkaitan dengan penetapan reward dan punishment bagi semua karyawan. Selain itu, perguruan tinggi dapat secara berkala mengadakan survei mengenai tingkat remunerasi pada perguruan tinggi lain sebagai bahan evaluasi remunerasi bagi karyawan. Dalam menjamin kewajaran harga dalam proses pengadaan barang dan jasa, Perguruan tinggi menyediakan layanan lelang elektronik untuk
50
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram
Edisi x, Oktober 2013
penjualan dan pengadaan barang antar perusahaan atau organisasi yang bernama e-auction sebagai pondasi awal terbentuknya e-procurement. Sesuai Perpres No.54/2010 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, prinsip-prinsip dalam procurement adalah efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil serta akuntabel. Melalui e-auction menciptakan transparansi, akuntabilitas dan efisiensi pelaksanaan lelang. C. KESIMPULAN 1. Dalam perspektif fikih good governance terdapat tiga aspek good governance (1) spiritual governance, (2) economic governance, dan (3) political governance. 2. Nilai-nilai good governance, yaitu : transparansi (transparancy), kemandirian (independence), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kesetaraan dan kewajaran (fairness). Nilai-nilai ini diperlukan di IAIN Mataram untuk menjamin pencapaian kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders)
Bq. Ari Yusrini
|
51
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. LAN dan BPKP. Yakarta. Aristo, A.D., 2005. Good University Governance. http://aristodiga.blogspot.com/ 2005/08/good-university-governance.html. Menteri Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Effendi, Sofian. Membangun Good Governance : Tugas Kita Bersama. Prosiding Seminar Nasional Meluruskan Jalan Reformasi.Universitas Gadjah Mada, 25-27 September 2003 Stevenson, Michael, 2004. University Governance and Autonomy Problems in Managing Access, Quality and Accountability. Keynote Address to ADB Conference on University Governance. Denpasar, Indonesia. Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003 Thahhan, Musthafa, Muhammad, 2007. Pemikiran Moderat Al-Banna, Bandung : Harakatuna (Group Syamil).
52
|
Impelementasi Good Governance Di IAIN Mataram