III. TINJAUAN PUSTAKA
A. BISKUIT Biskuit merupakan makanan ringan yang disenangi karena enak, manis, dan renyah. Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Menurut Faridi (1994), biskuit merupakan produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air. Menurut SNI (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya berongga. Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur (Matz, 1978).
20
B. PENGEMBANGAN PRODUK Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Secara umum, produk baru adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk, maupun kemasan. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk baru yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatkan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990). Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk modifikasi atau modified product yaitu produk hasil modifikasi produk yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis kemasan, formula bahan, jenis bahan, jenis bahan baku, atau penggunaan flavor yang berbeda. Ketiga, “me too”, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi ole perusahaan. Produk “me too” ini biasanya dibuat oleh perusahaan ‘follower’ atau perusahaan ‘challenger’ dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran perusahaan ‘leader’. Salah satu ciri produk jenis ini antara lain harganya yang lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan ‘leader’ (Feigenbaum, 1989). Terdapat beberapa alasan yang menjadi faktor pendorong perlunya pengembangan produk baru. Alasan-alasan tersebut antara lain yaitu untuk meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun penampakannya. Disamping itu, pengembangan produk diperlukan untuk memenuhi keinginan dan tuntutan konsumen yang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Tidak kalah pentingnya, pengembangan produk perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna menghadapi
21
persaingan industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989). Diharapkan produk baru tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti tren yang sedang berkembang seperti pangan fungsional, makanan menyehatkan, dan makanan bernutrisi tinggi.
C. STABILITAS ZAT GIZI PADA PROSES PENGOLAHAN Bahan pangan diolah dengan tiga tujuan utama yaitu untuk mengawetkan (pengalengan, pengeringan, penggaraman, radiasi, pembekuan, dan penambahan “food additive”), untuk membuat produk yang dikehendaki (roti, kue, makanan bayi, keju, sosis, dan sebagainya), dan untuk dihidangkan atau disajikan segera (pengirisan, pengupasan, dan pemanasan). Karena itu teknologi pengolahan diberi definisi yang mencakup semua penanganan atau proses yang diberikan pada bahan pangan dari asalnya sampai dikonsumsi, maka berarti lebih dari 95% dari bahan pangan telah diproses melalui teknologi pengolahan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Hampir semua makanan yang kita konsumsi telah mengalami derajat pengolahan tertentu, akibatnya secara umum bahan makanan telah mengalami penurunan nilai gizinya. Penilaian pengaruh pengolahan terhadap bahan pangan biasanya dititik beratkan pada tingkat seberapa jauh zat gizi yang terkandung rusak. Kuncinya adalah pengetahuan mengenai kestabilan zat gizi dalam berbagai kondisi pengolahan. Misalnya, vitamin A sangat sensitif (tidak stabil) terhadap asam, udara, cahaya, dan panas, sebaliknya vitamin C stabil terhadap asam tetapi sensitif terhadap basa, udara, cahaya, dan panas. Ketidakstabilan zat gizi dalam berbagai kondisi dan kelarutannya dalam air dapat menyebabkan susut masak dari beberapa zat gizi
penting dapat melebihi 75%. Dalam pengolahan pangan
modern, bagaimanapun juga, susut masak yang terjadi jarang melebihi 25% (Potter dan Hotchkiss, 1995). Pada pengolahan biskuit, susut masak yang paling utama adalah susut masak karena panas. Tabel 1 menunjukkan kestabilan nutrisi terhadap panas secara umum, sedangkan susut masak vitamin pada proses pemanggangan yang umumnya dipakai dalam pengolahan biskuit tersaji pada Tabel 2.
22
Tabel 1. Kestabilan Nutrisi terhadap Panas Kelompok Nutrisi Vitamin
Asam Lemak Esensial Asam amino Esensial
Nutrisi A C Biotin Karoten (Pro A) Kolin Cobalamin (B 12) D Folate Inositol K Niasin Asam Panttotenat p-Amino asam benzoat B6 Riboflavin (B2) Thiamin (B1) Tokoferol (E)
Susut Masak Secara Umum(%) 0 - 40 0 - 100 0 - 60 0 - 30 0-5 0 - 10 0 - 40 0 - 100 0 - 95 0-5 0 – 75 0 -50 0-5 0 - 40 0 - 75 0 - 80 0 - 55 0 -10
Isoleusin
0 -10
Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Threonin Triptofan Valin
0 -10 0 - 40 0 - 10 0-5 0 - 20 0 - 15 0 - 10 0- 3
Garam Mineral Sumber: Harris, R.S. dan Kamas, E, 1975.
23
Tabel 2. Susut masak vitamin pada proses pemanggangan Vitamin A C Biotin Cobalamin (B 12) D Folate Niasin Asam Panttotenat B6 Riboflavin (B2) Thiamin (B1) Tokoferol (E)
Susut Masak pada Proses Pemanggangan (%) 18 60 0 10 40 7 5 25 25 15 20 27
Sumber: Duncan Manley, 2001
D. ANGKA KECUKUPAN GIZI Untuk memahami apakah suatu perlakuan yang diberikan pada suatu bahan pangan menghasilkan mutu gizi yang dapat diterima, maka perlu pengertian tentang dua hal, yaitu pertama, kebutuhan manusia terhadap zat gizi, dan kedua, jumlah atau kadar zat-zat gizi yang masih terdapat dalam bahan pangan setelah perlakuan tersebut berlangsung. Kebutuhan manusia secara kuantitatif terhadap zat-zat gizi esensial, yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah , merupakan dasar untuk penyusunan US “Recomended Dietary Allowances” (RDA) atau kecukupan zat-zat gizi yang dianjurkan. RDA ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan diet atau penyusunan ransum, suplai makanan, keperluan pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992). RDA didefinisikan sebagai tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dikeluarkan atau ditentukan oleh Commitee on Dietary Allowances of the Food and Nutrition Board berdasarkan pertimbangan dan perhitungan secara ilmiah, untuk memenuhi zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat. Kebutuhan minimum akan zat-zat gizi bervariasi tergantung individu dan kebutuhan yang ditetapkan oleh RDA tersebut merupakan jumlah zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat dalam suatu populasi (masyarakat). Standar-standar kebutuhan gizi yang ada sekarang dibuat
24
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia masih terbatas, maka tidak heran jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya. Indonesia sendiri memiliki departemen kesehatan yang mengeluarkan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Revisi terbaru mengenai AKG yang dipakai sebagai acuan label gizi untuk kelompok konsumen tertentu terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor. HK. 00.05.52.6291 seperti yang tertera pada Tabel 12.
E. SOFTWARE NUTRITION FACT Nutrition Facts adalah piranti lunak disusun dengan menggunakan program Borland Delphi versi 0.5 yang disediakan secara gratis dan dapat diunduh melalui situs www.silvertriad.com yang menyajikan berbagai jenis informasi nutrisi dari berbagai jenis pangan yang dibuat oleh Michael Silver. Informasi nutrisi yang diberikan kurang lebih berjumlah 6200 makanan. Semua informasi yang diberikan terdapat pada kebanyakan label makanan, termasuk kadar air, alkohol, dan kandungan kafein. Informasi mengenai kandungan vitamin dan mineral pada jenis makanan tertentu juga tersedia. Vitamin dan mineral tersebut diantaranya vitamin A, B6, B12, C, D, riboflavin, thiamin (B1), E, kalsium, tembaga, folat, zat besi, magnesium, mangan, niasin, asam panthotenat, fosfor, selenium, dan zink. Semua informasi yang terdapat dalam piranti lunak nutrition fact ini berasal dari format yang dikeluarkan oleh laboratorium data nutrisi USDA (United State’s Departement of Agriculture). Data-data yang terdapat pada software ini dapat dijadikan panduan untuk memprediksi kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu produk pangan (Silver, 2007). Namun pembuktian atau verifikasi lebih lanjut mengenai keberadaan suatu nutrisi dalam produk pangan tetap diperlukan.
F. PELABELAN DAN KLAIM PRODUK PANGAN
25
Label pangan merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau merupakan bagian dari kemasan pangan. Mengenai sistem pelabelan pangan secara umum, keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah nama pangan, berat atau isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar atau komposisi bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, tanggal kadaluwarsa, kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007). Dalam penjelasan pasal
30 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan
disebutkan bahwa tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan (pre-packaged) , tetapi tidak berlaku bagi perdagangan pangan yang dibugkus di hadapan pembeli. Dalam konteks ini penggunaan label dalam kemasan selalu berkaitan dengan aspek perdagangan (Anonim, 2007). Menurut Wijaya (1997), label adalah tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun sehingga memberi kesan melekat pada kemasan atau wadah. Menurut
FDA (Food and Drug Administration) pelabelan nutrisi
diperlukan apabila produk pangan mengandung nutrisi bahan pangan yang ditambahkan atau apabila ada klaim nutrisi pada produk pangan tersebut pada label atau dalam periklanannya. Daftar nutrisi yang harus terdapat pada label kemasan adalah takaran sajian, gram protein, karbohidrat, dan lemak per sajian, dan persentasinya yang sesuai dengan aturan dari US RDA (Recomended Dietary Allowance) atau Angka Kecukupan Gizi berdasarkan
26
diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label (Nielsen, 2003). Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka presentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan lonsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara (1) memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan (2) membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000). Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim kesehatan Produk (Codex, 1997) terbagi menjadi 2 yakni: 1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan. Contoh: ‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’. b. Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: “dikurangi”, “kurang dari”, lebih sedikit”. 2. Klaim
kesehatan,
artinya
segala
perwakilan
yang
menyatakan,
menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh. Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat
27
gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A). b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A. c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi , untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B.
G. VITAMIN DALAM BAHAN PANGAN Vitamin adalah senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan mempertahankan hidup hewan, termasuk manusia yang secara alami tidak mampu untuk mensintesis senyawa-senyawa tersebut melalui proses anabolisme yang tidak tergantug faktor lingkungan kecuali udara. Senyawa-senyawa tersebut diperlukan dan efektif dalam jumlah sedikit, tidak menghasilkan energi dan tidak digunakan sebagai unit pembangun struktur tubuh organisme, tetapi sangat penting untuk transformasi energi dan pengaturan
28
metabolisme tubuh (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin sendiri berfungsi dalam sistem enzim yang berfungsi sebagai fasilitator metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak (Potter dan Hotchkiss, 2006). 1. Vitamin B1 (Thiamin) Thiamin termasuk ke dalam gologan vitamin yang larut dalam air. Peran yang paling utama dari thiamin adalah dalam perombakan karbohidrat untuk menghasilkan energi, dimana fungsinya adalah sebagai koenzim thiamin pyrofosfat atau kokarboksilase dalam oksidasi glukosa. Thiamin stabil dalam panas dan dalam kondisi asam tapi terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam makanan yang basa atau netral. 2. Vitamin B12 Vitamin B12 yang juga disebut sebagai cyanocobalamin sangat penting dalam pembentukan asam nukleat dan dalam metabolisme lemak dan karbohidrat. Vitamin B12 juga disebut sebagai faktor anti-pernicious anemia. Cyanocobalamin merupakan molekul vitamin terbesar
dan
mengandung unsur kobalt di dalamnya yang memberikan pasokan akan kebutuhan mineral kobalt dalam nutrisi (Potter dan Hotchkiss, 2006). 3. Folat Seperti halnya vitamin B12 folat juga dapat mencegah beberapa jenis anemia. Folat juga berperan dalam pembentukan asam nukleat, melindungi sistem syaraf, untuk pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan sel darah merah ,serta melindungi janin dari kerusakan atau cacat otak.
H. MINERAL DALAM BAHAN PANGAN Mineral yang
dibutuhkan
dalam jumlah
besar
disebut
sebagai
makromineral atau mineral utama. Contohnya natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif lebih sedikit disebut sebagai mikromineral yaitu besi, iodium, mangan, litium, molibdenum, nikel, selenium, flour, dan lain-lain. Namun ada lagi kelompok yang disebut sebagai trace element yang sebenarnya sudah termasuk kelompok mikromineral tapi diperlukan dalam jumlah yang relatif smikromineral atau trace
29
element merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Makromineral berfungsi sebagai bagian penting dalam struktur sel dan jaringan keseimbangan cairan dan elektrolit serta berfungsi di dalam cairan tubuh baik interseluuar maupun ekstraselular, Makromineral dibutuhkan dalam konsentrasi yang lebih besar dari 100 ppm (part per million). Mikromineral berfungsi sebagai bagian dari struktur suatu hormon agar sebagian enzim dapatberfungsi secara maksimal dan dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 ppm (Christensen,1982). 1. Zat Besi Besi termasuk mikromineral karena zat tersebut dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit di dalam tubuh. Mineral tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan (Harper, et al., 1985). Mervyn (1989) menyatakan bahwa fungsi zat besi dalam tubuh adalah: (1) besi dalam hemoglobin bertindak sebagai pembawa oksigen dalam sel darah merah, (2) Besi dalam mioglobin bertindak sebagai cadangan Oksigen dalam jaringan, (3) dalam sel tubuh bertindak sebagai transfer oksigen dalam sitokrom, dan (4) Besi ada dalam enzim katalase yang melindungi serangan racun peroksida, serta (5) meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Defisiensi besi menyababkan penurunan kadar Hb di dalam darah yang disebut dengan anemia besi. 2. Kalsium Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membentuk tulang dan gigi dan mengatur proses biologis dalam tubuh. Selain itu kalsium juga berfungsi untuk mengatur pembekuan darah. Menurut Almatsier (2001), kalsium juga berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis seperti absorpsi vitamin B12, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam memindahkan (transmisi) suatu rangsangan dari suatu serabut saraf ke serabut saraf lain. 3. Magnesium
30
Magnesium sangat penting untuk keberlangsungan sistem beberapa enzim. Magnesium juga berperan dalam mempertahankan potensial listrik dalam sistem saraf dan membran. Magnesium juga terlibat dalam pembebasan energi untuk kontraksi otot dan amat diperlukan untuk metabolisme normal dari kalsium dan fosfor ( Potter dan Hotchkiss, 2006).
31