III. TINJAUAN PUSTAKA A. Flavor Flavor didefinisikan sebagai sensasi yang saling berbeda namun merupakan suatu kesatuan antara sensasi rasa, bau, dan raba. Definisi lain menyatakan flavor sebagai atribut dari makanan, minuman dan bumbu-bumbuan, yang dihasilkan dari rangsangan terhadap keseluruhan indera ketika makanan melalui saluran makanan dan pernapasan, terutama rasa dan bau (Dordland dan Rogers, 1977). Menurut Heath (1981), flavor adalah suatu sensasi yang muncul dan disebabkan oleh komponen kimia yang volatil atau non-volatil, yang berasal dari alam ataupun sintetis, dan timbul pada saat makan atau minum. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau, memberikan kesan awal (top notes), dan menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa, yaitu manis, pahit, asam, dan asin, tidak memberikan sensasi bau tapi menjadi media untuk komponen volatil, dan membantu menahan penguapan komponen volatil. Flavor dalam pengertian sehari-hari sering diartikan secara sederhana sebagai aroma bahan pangan. Aroma dari makanan yang sedang berada didalam mulut dapat ditangkap oleh indera penciuman manusia melalui saluran yang menghubungkan antar mulut dan hidung. Jumlah komponen volatil yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi suhu dan komponen alaminya. Sejumlah karakteristik beberapa komponen bahan makanan yang dibawa kemulut, dirasakan terutama oleh indera rasa dan bau, yang seterusnya diterima dan dinterpretasikan oleh otak (Heath, 1981). Komponen aroma akan dikenali apabila berbentuk gas atau uap dan molekulmolekulnya yang menyentuh sel olfaktori (Winarno, 1997). Rasa dapat didefiniskan sebagai karakteristik sensori yang diterima oleh indera pengecap manusia ketika makanan dikonsumsi (Meilgard et al., 1999). Menurut Morton et al. (1982), rasa juga diartikan sebagai flavor, tetapi lebih tepatnya merupakan sensasi yang dihasilkan oleh makanan dan komponen kimia lain ketika merangsang reseptor dalam indera pengecap/perasa pada lidah. Indra pengecap manusia dapat merasakan lima rasa dasar yaitu manis, asin, asam, pahit, dan umami. Rasa-rasa dasar tersebut diterima oleh reseptor-reseptor yang terdapat didalam bintil-bintil lidah (taste bud). Flavor terdiri dari tiga elemen yaitu : 1) top notes yaitu yang memberikan kesan awal, contohnya golongan ester; 2) middle notes yang menrupakan penghubung antara top notes dan base note, berkontribusi pada karakteristik flavor, contohnya asam; 3) base notes yang merupakan pemberi sifat fullness, body, dan longlatingness, contohnya vanilin dan maltol. Perisa dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan pembuatannya, yaitu perisa alami (Natural Flavour), identik alami (Natural Identical Flavour), dan sintetik (Artificial Flavour). Perisa alami adalah perisa yang terbuat dari bahan-bahan alami yang mencakup a) bagian tanaman yang utuh seperti herba, rempah-rempah, b) hasil ekstraksi dari bahan alami seperti minyak atsiri, oleoresin, dan ekstrak, c) bahan kimia tunggal yang diisolasi dari ekstrak bahan alami seperti eugenol dari minyak cengkeh, d) ekstrak atau senyawa tunggal yang diperoleh melalui bioteknologi. Perisa identik alami adalah perisa yang disusun dari bahan yang disintetis secara kimiawi tetapi bahan tersebut memang terdapat di alam. Sedangkan perisa sintetik adalah perisa yang terbuat dari bahan kimia yang disintetis secara kimia dan tidak terdapat di alam, contohnya etilvanilin yang menghasilkan aroma vanili. Jenis perisa yang sekarang dikelompokkan tersendiri yaitu disebut dengan process flavour atau reaction flavour, yaitu
7
perisa yang dibuat dengan cara mereaksikan prekursornya seperti pada pembuatan flavor daging ayam, daging sapi, popcorn, dan roti. Flavor pada makanan dapat berasal dari : 1. Komponen-komponen yang sudah ada di alam seperti pada daging, buah, rempahrempah dan sayuran. 2. Timbul dari perubahan kimia komponen-komponen dasar yang disebabkan oleh proses pengolahan seperti pemanasan dan oksidasi. 3. Penambahan bahan flavor (alami ataupun sintetis). Bentuk fisik flavor sangat mempengaruhi penggunaannya dalam produk pangan. Berdasarkan bentuk fisiknya flavor dapat digolongkan sebagai berikut: a. Bahan padat : bentuk bubuk, flavor enkapsulasi. b. Bahan emulsi : sistem minyak dalam air. c. Bahan cair : minyak atsiri, konsentrat. Untuk dapat ditambahkan pada makanan, flavor harus memenuhi beberapa kriteria penting yaitu aman untuk dikonsumsi, secara teknologi dan estetika sesuai dengan produk, berstatus legal, siap digunakan pada proses pengolahan, mempunyai dosis yang tepat, relatif stabil pada pengolahan, penanganan dan penyimpanan, serta secara ekonomis menguntungkan (Heath, 1981) Pelarut yang umum digunakan adalah pelarut netral seperti air, triacetin, etanol, minyak, propilen glikol, gliserol, dan isopropanol. Untuk flavor bubuk digunakan garam, dekstrosa, pati termodifikasi, maltodekstrin, dan beberapa jenis gom. Bahan tambahan yang digunakan pada flavor adalah antioksidan, zat anti kempal, pengawet, pengemulsi, dan flavor enhancer seperti MSG, IMP, dan GMP. Sedangkan untuk penyimpanan flavor, sebaiknya disimpan pada suhu rendah untuk menghindari kerusakan, menggunakan wadah yang kedap udara dan air, botol plastik, botol berwarna gelap, atau botol aluminium untuk menghindari kerusakan akibat cahaya matahari.
B. Flavour Release Flavour release adalah suatu proses sekuensial yang dapat dirasakan sebelum mencerna bahan makanan, sepereti aroma yang dapat dirasakan dengan mencium menggunakan indra penciuman (orthonasally) kemudian makanan dikunyah didalam mulut. Aspek yang paling penting dari flavour release adalah pada saat molekul aroma meninggalkan bolus dan tiba di ephitelium penciuman dalam hidung dimana aroma dapat dirasakan (Linforth, 1996). Flavour release akan bergantung pada sifat dari bahan makanan itu sendiri dan bagaimana cara makanan itu dikonsumsi. Pada hakekatnya keadaan bahan makanan dapat diuraikan dengan cara mengunyah dan dicampur dengan air liur. Selama makanan dikunyah di dalam mulut, molekul-molekul flavor dilepaskan dari makanan ke dalam mulut dan komponen volatil mengalir menuju hidung melalui nasopharynx. Molekul flavor harus memiliki konsentrasi yang cukup untuk menstimulasi sistem olfaktori dan menimbulkan respon. Kegunaan mulut lainnya adalah menelan, yang juga memberikan molekul aroma dalam fase gas ke tenggorokan. Fungsi utama dari menelan adalah untuk memindahkan makanan dari faring melalui jalurnya menuju perut. Proses ini meninggalkan residu dari bahan makanan dalam faring, yang kemudian menampung flavour release lebih lanjut dengan molekul aroma secara langsung melalui hembusan nafas sebelum dikirim ke hidung.
8
Flavor Release antara lain adalah proses mengunyak, menelan, salivasi, perubahan temperatur, dan pergerakan lidah (Dijksterhuis, 1999). Overbosch et al. (1991) menjelaskan bahwa pengukuran persepsi flavor ditentukan oleh 3 aspek, yaitu : 1. Sifat dasar dan rasio antara komponen volatil dan nonvolatil yang ada. 2. Keberadaan komponen-komponen tersebut pada sistem sensori sebagai fungsi waktu, yang dipengaruhi oleh : a. Pemecahan matriks makanan melalui pengunyahan, yang meningkatkan pelepasan flavor. b. Perpindahan senyawa volatil secara konveksi melalui siklus respirasi melewati jalur udara menuju olfaktori epitelium. 3. Mekanisme dan strategi persepsi dan penskalaan yang menentukan kualitas flavor dan intensitas sepanjang waktu tertentu sebagaimana yang dipersepsikan panelis. Flavor Release terdiri dari tiga fase, yaitu pelepasan flavor dari matriksnya menuju fase udara melewati lapisan saliva. Struktur makanan dipecah lewat proses mengunyah dan tercampur dengan saliva. Selanjutnya makanan akan larut sebagian, tergantung struktur masing-masing, dan terekspos ke aliran udara. Parameter penting yang menentukan flavor release adalah perubahan luas permukaan makanan. Luas permuakaan akan meningkat karena makanan dikunyah atau meleleh didalam mulut, sehingga mempermudah pelepasan perisa dari matriksnya (Bakker et al., 1996).
C. Minuman Ringan Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman tidak beralkohol yang mengandung sirup, esense, atau konsentrat buah yang dicampur dengan air atau air karbonat (carbonated water) dengan proporsi tertentu (Thorner dan Herzberg, 1978). Menurut Green (1981) menggolongkan minuman ringan menjadi tiga kategori yaitu minuman berkarbonasi baik mengandung asam maupun tidak mengandung cola, minuman berflavor buah atau tidak, golongan yang mencakup sari buah seperti soda. Persyaratan minuman ringan menurut Green (1981), antara lain: 1. Campuran minuman yang tidak menimbulkan after taste yang kurang disukai. 2. Menggunakan air yang memenuhi standar. 3. Disuguhkan dalam keadaan yang cukup dingin. 4. Jika digunakan es sebagai pendingin maka es yang digunakan tidak mudah mencair. 5. Karbonasi yang cukup bisa memberikan efek yang menyegarkan. 6. Wadah yang jernih dan bersih. CODEX General Standard for Food Additives Online Database (2009) menggolongkan minuman ringan menjadi beberapa kategori, yaitu : (1) Air minum, (2) jus buah dan sayur, (3) nektar buah dan sayur, (4) minuman bercita rasa, termasuk minuman berenergi dan minuman berelektrolit, serta (5) kopi, teh, minuman herbal, minuman sereal dan minuman dari biji-bijian termasuk biji coklat. Bahan-bahan penyusun minuman ringan antara lain air, pemanis, asam, pewarna, pengawet dan flavor. Air merupakan komponen paling banyak dalam pembuatan minuman ringan, penggunaan air biasanya mencapai 90% dari total keseluruhan bahan penyusun minuman ringan. Air yang digunakan dalam industri minuman ringan biasanya telah melalui tahapan penghilangan kesadahan, penghilangan koloid, penghilangan warna, rasa serta bau menyimpang, pengurangan alkalinitas, dan telah mengalami sterilisasi (Hougton dan Mc Donald, 1978). Penambahan flavor berguna untuk memberikan citarasa pada minuman ringan. Flavor yang biasa ditambahakna dalam minuman ringan adalah flavor rasa buah dan sayur. Namun
9
penggunaan flavor rasa buah lebih banyak digunakan dari pada flavor sayur. Flavor buah yang sering ditambahkan dalam minuman ringan adalah flavor apel, jeruk, pisang, anggur, lemon, lime, nanas, strawberi, blackcurrant, dan cherry. Pemanis berperan terhadap cita rasa minuman ringan. Pemanis yang digunakan untuk minuman ringan dapat berupa gula atau pemanis buatan. Gula yang digunakan untuk membuat minuman ringan antara lain gula kristal, gula invert, maupun gula cair (Woodroof dan Philips, 1981). Pemanis alami yang paling banyak digunakan dalam industri minuman ringan adalah sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang biasa ditambahkan dalam minuman ringan berkisar antara 1013% (Woodroof dan Philips, 1981). Asam merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan minuman ringan. Jenis asam yang biasa digunakan dalam pembuatan minuman ringan adalah asam sitrat. Konsentrasi asam sitrat yang biasa ditambahkan dalam minuman ringan adalah 1,285g/L. Asam sitrat merupakan pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air. Asam sitrat banyak digunakan dalam industri minuman ringan sebagai flavor enhancer, pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma (Kapoor et al., 1982) Pewarna digunakan dalam minuman ringan bertujuan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk. Pewarna yang ditambahkan dalam minuman ringan sebaiknya memiliki stabilitas yang baik terhadap pengaruh komponen seperti gula, asam, dan flavor.
D. Uji Pembedaan (Discrimination Testing) Uji pembedaan merupakan salah satu dari dua analisis yang paling berguna untuk uji sensori profesional. Uji pembedaan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan karakteristik atau sifat sensori antara dua atau lebih contoh. Hal ini berdasarkan perbedaan persepsi yang dirasakan diantara dua produk, sehingga salah satu produk dapat dilanjutkan ke uji deskripsi untuk mengidentifikasi perbedaan dasar, atau sebaliknya produk tidak berbeda nyata dan sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Uji ini digunakan untuk menilai pengaruh perubahan proses produksi atau penggantian bahan dalam pengolahan pangan, juga untuk mengetahui perbedaan antara dua produk dari bahan baku yang sama. (Setyaningsih dkk, 2010). Perbedaan yang ditanyakan dapat ditujukan pada atribut sensori tertentu ataupn secara keseluruhan. Jika perbedaan hanya ditujukan untuk atribut tertentu, maka atribut yang lain dusahakan sama. (Setyaningsih dkk, 2010). Dalam kelompok metode pembedaan terdapat beberapa metode spesifik yang sudah tidak asing lagi, seperti uji pembedaan berpasangan (paired-comparison) dan uji segitiga (triangle test). Pengujian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan yang disebut sebagai uji “discriminative”. Metode ini biasa digunakan dalam studi pemeliharaan kualitas produk, optimasi biaya produksi, penggunaan bahan baku baru, dan stabilitas penyimpanan produk. Uji pembedaan juga meliputi uji kepekaan (sensitivitas). Uji kepekaan yaitu uji yang bertujuan untuk mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu sifat sensori. Uji kepekaan terdiri atas uji ambang batas, yaitu uji yang menugaskan panelis untuk mendeteksi level ambang batas suatu zat dan juga untuk mengenali suatu zat pada level ambang batasnya. Uji lainnya yang termasuk dalam uji kepekaan adalah uji pengenceran (Dilution test) yang mengukur dalam bentuk larutan jumlah terkecil suatu zat dapat terdeteksi. Uji ambang batas dan uji pengenceran dapat menggunakan uji pembedaan dalam menentukan ambang batas (Treshold) deteksinya. (Setyaningsih dkk, 2010).
10
Uji pembedaan relatif lebih mudah dilakukan , intstruksi yang diberikan kepada panelis juga jelas, sehingga uji ini dapat dilakukan oleh panelis terlatih maupun tidak terlatih. Prosedur pemilihan panelis yang potensial harus direncanakan dan disesuaikan dengan produk yang akan diuji. Panelis juga diharapkan familiar dengan format prosedur pengujian serta familiar terhadap jenis produk yang akan diujikan. Bebagai jenis uji pembedaan telah dirancang berdasarkan tujuan yang lebih spesifik sesuai dengan jumlah contoh, cara penyajian contoh, ada atau tidanya contoh baku dan analisis statistik untuk penarikan kesimpulan. Salah satu Uji Pembedaan yang sering digunakan adalah metode Uji Segitiga. Uji segitiga digunakan untuk menunjukkan apakah ada perbedaan karakterisik sensori diantara dua sampel. Metode ini digunakan pada pekerjaan pengawasan mutu untuk mendeteksi apakah ada perbedaan antar lot produksi yang berbeda. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada substitusi ingredien atau perubahan lain dalam proses produksi yang menghasilkan perbedaan karakter sensori produk yang dapat dideteksi. (Adawiyah, Waysima 2009). Terdapat dua pendekatan pada panelis yang dilakukan untuk mendapatkan hasil dalam uji segitiga ini, yaitu opsi harus memilih (forced-choice) dan opsi tidak memilih (no-perceivabledifference). Opsi harus memilih adalah metode dimana panelis diwajibkan untuk memilih contoh yang berbeda, apabila panelis tidak dapat mengidentifikasi perbedaan yang ada maka mereka harus menebaknya. Opsi boleh tidak memilih adalah metode dimana panelis dapat dengan bebas mengekspresikan perasaannya, apabila mereka tidak dapat mengidentifikasi perbedaan maka mereka dapat mengatakan sesuai dengan apa yang dirasakan. Akan tetapi, metode ini dapat diterapkan apabila panelis yang dilibatkan adalah panelis yangterlatih, sehingga hasil yang diperoleh akurat dan terpercaya. Selain itu, pada kasus ini tidak dapat dilakukan pengolahan data binomial. Pengolahan data binomial terdiri dari dua jawaban yaitu jawaban benar, bernilai 1 dan salah bernilai 0. (Setyaningsih dkk, 2010). Pengujian harus didalam ruang bersekat (boot) dimana setiap panelis dapat melakukan uji secara individu. Pengendalian cahaya ruangan diperlukan untuk mengurangi bias yang akan terjadi saat pengujian dilakukan (Meilgaard, 1999). Terdapat enam kemungkinan kombinasi dalam penyiapan sampel uji (ABB, BAA, AAB, BBA, ABA, dan BAB), dan sampel disajikan secara acak. Kemudian panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel (rasa, tekstur, aroma atau rasa keseluruhan) dan menuliskan penilaian dalam scoresheet (formulir isian) (Meilgaard, 1999)
11