III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PELAYANAN (SERVICE) Pelayanan adalah aktivitas ekonomis yang menciptakan nilai (value) dan menyediakan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat yang spesifik dengan membawa perubahan yang diinginkan dan dilakukan untuk penerima jasa atau layanan tersebut (Lovelock dan Wirtz, 2004). Definisi lain pelayanan yakni: tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Selanjutnya, pelayanan yang baik dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan dengan menyesuaikan standar yang ditetapkan (Kasmir, 2006). Konsep layanan itu sendiri merupakan sebuah elemen kritis dalam mengetahui dan mendefinisikan apa yang disediakan oleh organisasi dan apa yang diterima atau dibeli oleh pelanggan. Konsep layanan ini mencakup tiga hal yakni, ide yang ditetapkan (berupa esensi penggunaan atau pembelian suatu layanan oleh pelanggan), pengalaman layanan yang diterima dan keluaran dari layanan (Johnston dan Clark, 2008). Menurut (Han dan Leong, 2000) terdapat lima atribut pelayanan yang perlu diperhatikan oleh manajemen industri jasa yaitu: 1. Kehandalan (reliability) adalah kemampuan dari pihak pemberi jasa dalam memberikan apa yang dijanjikan kepada penerima jasa (pelanggan) secara akurat. 2. Jaminan (assurance) berkaitan dengan pengetahuan, kesopanan dan kemampuan dari pekerja (pemberi jasa) untuk membangkitkan rasa kepercayaan dan keyakinan dari penerima jasa (pelanggan) atas jasa yang diterima itu. 3. Bukti langsung (tangible) berkaitan dengan fasilitas-fasilitas fisik, peralatan dan penampilan dari personel pemberi jasa. 4. Empati (empathy) berkaitan dengan perhatian dan kepedulian dari pemberi jasa kepada penerima jasa (pelanggan). 5. Daya tanggap (responsiveness) berkaitan dengan tanggung jawab dan kebutuhan untuk memberikan jasa yang prima serta membantu penerima jasa (pelanggan) apabila menghadapi masalah berkaitan dengan jasa yang diberikan oleh pemberi jasa itu.
3.2 PELANGGAN Pelanggan adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan, baik dalam bentuk fisik barang maupun dalam bentuk informasi atau pun pelayanan (Han dan Leong, 2000). Aktivitas bisnis di perusahaan apa pun menjadikan pelanggan sebagai fokus atau pusat kegiatannya. Secara umum, menurut Aritejo dan Soedjas (2006) terdapat tiga macam pelanggan yakni:(Aritejo dan Soedjas, 2006) 1. Pelanggan internal: orang-orang yang ada di dalam perusahaan atau organisasi yang terkait dan memiliki keinginan, kebutuhan serta harapan atas pelayanan dari perusahaan tempat mereka bekerja. 2. Pelanggan eksternal: orang-orang yang melakukan pembelian atau mengonsumsi suatu produk. Pelanggan jenis ini disebut juga sebagai pelanggan akhir atau pelanggan yang sesungguhnya (real customer).
7
3.
Pelanggan antara: orang-orang yang menghubungkan produk dari produsen kepada konsumen akhir. Golongan pelanggan ini melakukan pembelian dalam jumlah besar dan berperan sebagai mediator. Menurut Kellen (2002), daur hidup pelanggan memiliki empat fase yaitu: 1. Attracting 2. Transacting 3. Servicing dan supporting 4. Enhancing Fase pertama, attracting, pelanggan menyadari produk atau perusahaan dan mengembangkan ketertarikan dan mencoba untuk memahami produk atau perusahaan tersebut. Kemudian pada fase transacting, pelanggan telah berpindah pada tingkatan atau komitmen berikutnya dan memutuskan untuk mendapatkan produk atau layanan dari perusahaan. Pelanggan kemudian membutuhkan bantuan perusahaan dalam penggunaan barang atau layanan yang telah didapatkan pada fase servicing dan supporting. Selanjutnya, pelanggan mungkin akan mulai berpikir untuk melakukan pembelian tambahan untuk produk tersebut atau layanan dari perusahaan yang berkaitan pada fase enhancing. (Kellen, 2002)
3.3 CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom yang didefinisikan sebagai: “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempraktikkan kebiasaan”. Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli produk dari suatu produsen, dimana kebiasaan tersebut terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya jejak hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, namun hanya seorang pembeli, sehingga perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli (Griffin, 2005). Customer relationship management (CRM) atau yang dapat diartikan sebagai pengelolaan hubungan pelanggan adalah suatu pendekatan strategis yang berfokus pada peningkatan nilai penanam saham melalui pengembangan yang tepat terhadap hubungan dengan pelanggan kunci atau segmensegmen pelanggan. CRM menggabungkan potensi teknologi informasi dengan strategi pemasaran untuk memperoleh keuntungan dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan melalui loyalitas. Lebih penting lagi, CRM menyediakan peningkatan peluang untuk menggunakan data dan informasi untuk memahami pelanggan dan strategi hubungan pemasaran dengan lebih baik. Hal ini membutuhkan integrasi dari kemampuan sumber daya manusia, operasi, proses dan pemasaran yang difungsikan melalui informasi, teknologi dan aplikasi (Payne, 2005). Gambar 2 berikut ini merupakan skema yang memberikan gambaran hubungan antara atribut kualitas layanan dengan loyalitas pelanggan. Mengetahui atribut pelayanan kritis yang menentukan kepuasan pelangan dan ketidakpuasan pelanggan dapat membantu perusahaan untuk menemukan strategi komprehensif yang memberikan manfaat kompetitif. Selain itu, pada model di bawah ini terlihat bahwa kepuasan pelanggan merupakan sikap perantara yang menghubungkan atribut kualitas layanan dengan perilaku pelanggan (retention dan loyalitas). Kepuasan pelanggan akan meningkatkan retention melalui pembelian berulang dan peningkatan jumlah pembelian (hubungan jangka panjang). Kombinasi ini (retention dan loyalitas) mampu memberikan peningkatan keuntungan bagi perusahaan.
8
Atribut kualitas layanan
Kepuasan pelanggan
Customer retentiton
Loyalitas pelanggan
Gambar 2. Model umum perilaku pelanggan (Pezeskhi, 2009) Pengelolaan hubungan dengan pelanggan melalui CRM bertujuan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan sekaligus memacu pertumbuhannya melalui peningkatan customer retention. Customer retention dapat meningkat ketika konsumen merasa puas dan menjadi loyal terhadap perusahaan tersebut. Meningkatnya loyalitas pelanggan bermanfaat untuk mengembalikan investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan ketika melakukan customer acquisition atau ketika melakukan pencarian pelanggan baru. Bila customer retention lebih rendah daripada waktu pengembalian investasi, maka perusahaan akan menanggung biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha untuk memperpanjang umur konsumsi pelanggan di perusahaan yang bersangkutan. CRM lebih jauh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yakni (Payne, 2005): a). CRM operasional: merupakan CRM yang berfokus pada automasi proses bisnis termasuk frontoffice yang berhubungan langsung dengan pelanggan. CRM operasional telah menjadi sumber pengeluaran utama perusahaan, karena mereka telah mengembangkan pusat layanan atau mengadopsi sistem automasi armada penjualan. b). CRM analitis: merupakan CRM yang melingkupi pengambilan, penyimpanan, pengorganisasian, analisis dan interpretasi serta penggunaan data yang dibuat dari sisi operasional bisnis. c). CRM kolaboratif: merupakan CRM yang melingkupi penggunaan pelayanan dan infrastruktur yang kolaboratif untuk menciptakan interaksi antara perusahaan dan saluran multiple-nya yang mungkin. Hal ini memungkinkan interaksi antara pelanggan, perusahaan dan tenaga kerjanya. CRM yang diterapkan dengan tepat, akan memberikan manfaat-manfaat tangible berupa penghematan biaya, kepuasan dan loyalitas pelanggan, peningkatan keuntungan, peningkatan akuntabilitas internal, kepuasan pegawai dan business intelligence yang lebih baik (Tourniaire, 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan Tsiptsis (2009) bahwa CRM merupakan suatu strategi untuk membangun, mengelola dan memperkuat hubungan pelanggan yang loyal dan tahan lama. Menurutnya, terdapat dua tujuan utama dalam CRM yakni: 1. Customer retention melalui kepuasan pelanggan 2. Pengembangan pelanggan melalui pemahaman kebutuhan pelanggan (customer insight). Tujuan pertama jelas penting, sebab pencarian pelanggan baru tidaklah mudah terutama untuk pasar yang terkembang (mature market). Pelanggan yang sudah ada sulit untuk digantikan dengan pelanggan baru melalui persaingan atau kompetisi. Tujuan kedua memiliki pesan kunci bahwa tidak ada pelanggan yang seragam. Pelanggan terdiri atas orang-orang yang berbeda dengan kebutuhan, perilaku dan potensi yang tidak sama (K. Tsiptsis, 2009). CRM juga melakukan pendekatan untuk mengetahui kelompok pelanggan yang menguntungkan bagi perusahaan dan melakukan usaha peningkatan loyalitas atas pelanggan tersebut secara spesifik. Hal tersebut dapat dilakukan bila perusahaan mengetahui nilai setiap pelanggannya (customer value). Customer value berfokus pada nilai yang diterima oleh perusahaan dari pelanggan serta nilai yang diterima pelanggan dari perusahaan. Nilai yang diterima oleh perusahaan ditentukan oleh keuntungan yang didapatkan selama pelanggan tersebut berhubungan dengan perusahaan dan juga nilai ekonomis dari customer acquisition dan customer retention. Nilai yang diterima oleh konsumen dari organisasi
9
didefinisikan sebagai manfaat yang diterima atas penawaran yang dilakukan kepada pelanggan, baik melalui produk maupun pelayanan (Payne, 2005).
3.4 QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) QFD merupakan alat analisa yang digunakan untuk meyakinkan secara sistematik bahwa pengembangan fitur produk, karakteristik serta spesifikasi termasuk pabrikasi dan proses yang dibutuhkan, sejalan dengan permintaan atau suara konsumen (Li Na, 2011). Menurut Francheschini (2002), QFD adalah sistem yang digunakan untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi kebutuhan perusahaan dalam setiap tingkatan, mulai dari desain dan pengembangan produk, sampai ke proses produksi, distribusi, instalasi dan pemasaran serta penjualan dan pelayanan. Konsep QFD dikembangkan pada awal 1970 oleh Dr. Shigeru Mizuno yang kemudian dikembangkan lagi menjadi sebuah kumpulan metode untuk merancang keseluruhan proses yang mampu mengurangi kegagalan pada proses pengembangan produk baru. Setelah QFD dikenalkan di Amerika pada tahun ‟80-an, QFD tidak lagi hanya digunakan pada area produk saja namun lebih jauh, QFD juga digunakan untuk kebutuhan non-produk seperti pelayanan, industri perangkat lunak, perawatan kesehatan dan medis, dan lain-lain (Li Na, 2011). (Francheschini, 2002) Nama QFD mencerminkan tujuan metode ini yang sebenarnya yakni memberi kepuasan pada pelanggan (quality) melalui penerjemahan kebutuhan pelanggan menjadi sebuah perencanaan dan memastikan bahwa seluruh unit dalam organisasi (function) bekerja secara terpadu untuk memecah pekerjaan mereka secara sistematis menjadi detail yang lebih baik dan semakin baik sehingga dapat terkuantifikasi dan terkendali (deployment) (Francheschini, 2002). Perencanaan dalam QFD dilakukan dengan menggunakan serangkaian proses yang dibangun dalam matriks-matriks. Matriks ini digunakan untuk menghubungkan tujuan perusahaan dan fungsi teknis yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan mempertimbangkan harapan dan kebutuhan konsumen. Matriks pertama menghubungkan tujuan perusahaan dan kompetensi utama mereka. Matriks pertama akan menghasilkan informasi berupa kompetensi utama yang paling berpengaruh dalam pencapaian tujuan perusahaan. Kompetensi tersebut kemudian dihubungkan dengan beberapa golongan atau segmen pelanggan yang mungkin dijadikan sasaran. Kelompok pelanggan yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi kebutuhan dan harapannya. Kebutuhan tersebut diterjemahkan ke dalam atribut-atribut yang terukur. Matriks terakhir selanjutnya dibangun untuk menghubungkan atribut kebutuhan pelanggan dengan fungsi teknis yang mampu dilakukan oleh perusahaan dalam matriks yang disebut dengan rumah kualitas. Skema prinsip dasar QFD ditampilkan pada Gambar 3 di bawah ini.
10
Konsep baru
Gambar 3. Prinsip dasar QFD (Francheschini, 2002) Tiga tujuan utama dalam pengimplementasian QFD adalah sebagai berikut: 1. Menentukan prioritas kebutuhan pelanggan baik yang tersirat maupun tersurat. 2. Mentranslasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam spesifikasi dan karakteristik teknis. 3. Membangun upaya penyampaian kualitas produk atau layanan yang difokuskan pada setiap orang dalam organisasi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila perusahaan dapat memahami cara untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang berpengaruh terhadap kepuasannya. Berikut ini merupakan tiga jenis kebutuhan pelanggan yang harus dipertimbangkan (Gambar 4) (Mishra, 2011): 1. Kebutuhan yang tampak (revealed requirements) merupakan jenis kebutuhan yang dapat diperoleh dengan menanyakan langsung kepada pelanggan mengenai jenis layanan yang mereka inginkan. Jenis kebutuhan ini akan memberikan kepuasan (atau ketidakpuasan) bila dipenuhi (atau tidak dipenuhi) dalam penyampaian layanan yang dilakukan perusahaan. Contohnya adalah kecepatan dalam pelayanan, semakin cepat suatu proses layanan diselesaikan, maka pelanggan akan semakin senang dan begitu sebaliknya. 2. Kebutuhan yang diharapkan (expected requirements) merupakan kebutuhan pelayanan yang sangat mendasar dan seringkali tidak disebutkan oleh pelanggan - sampai pada akhirnya gagal disampaikan oleh perusahaan. Ketiadaaan layanan ini sangat berperan besar terhadap ketidakpuasan pelanggan, namun lebih jauh, keberadaan layanan ini sering pula tidak disadari oleh pelanggan. Contohnya adalah bila sebuah pesawat penumpang mendarat dengan selamat, penumpang tersebut tidak terlalu memperhatikan, namun ketika pesawat tersebut gagal untuk mendarat dengan baik, pelanggan akan merasa sangat tidak puas. Sebab itulah, expected requirements ini harus dipenuhi. 3. Kebutuhan yang melebihi harapan (exciting requirements) merupakan kebutuhan yang sulit ditemukan karena jenis kebutuhan ini di luar harapan pelanggan. Ketiadaan layanan ini tidak berdampak pada ketidakpuasan pelanggan namun keberadaannya akan sangat menyenangkan. Karena kebutuhan ini tidak diminta dan disadari oleh pelanggan, maka hal tersebut menjadi kewajiban bagi organisasi pelayanan untuk mencari tahu permasalahan pada pelanggan dan mencari peluang bagi tingkatan baru dalam pelayanan.
11
Kepuasan Dinyatakan Mengesankan (implisit) Persyaratan terpenuhi
Persyaratan tidak terpenuhi
Diharapkan (eksplisit) Ketidakpuasan Gambar 4. Kebutuhan pelanggan berdasarkan Model Kano (Mishra, 2011) Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam QFD adalah dengan matrik yang disebut sebagai rumah kualitas (house of quality). Matriks ini mampu menghubungkan suara pelanggan (voice of customer) melalui survey dari beberapa perspektif menjadi langkah-langkah teknis yang dapat dilakukan perusahaan secara simultan dan berkesinambungan di antara departemen-departemen dalam perusahaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Rumah kualitas menjadi alat inti untuk melengkapi rangkaian pekerjaan di dalam perusahaan. Gambar 5 merupakan gambar untuk rumah kualitas yang digunakan dalam metode QFD.
5. Atap (roof) Interrelationship 2. Langit-langit (Ceiling) Kebutuhan desain produk / layanan 1. Dinding kiri (Leftwall)
(HOWs) 3. Ruang (room)
Keinginan pelanggan
Matriks hubungan
(WHATs)
4. Dinding kanan (Right wall) Evaluasi kompetitif
6. Dasar (basement) (HOWs) Nilai target dan bobot kepentingan
Gambar 5. Komposisi rumah kualitas(Li Na, 2011) Keterangan: Atap : matriks yang menunjukkan efek trade-off pada pengembangan setiap karakteristik teknis Dinding kiri : kebutuhan atau kebutuhan konsumen yang menjadi masukan dalam matriks
12
Dinding kanan : perencanaan kualitas berdasarkan penilaian konsumen mengenai sejauh mana pelayanan atau produk dari perusahaan mampu memenuhi kepuasan konsumen. Langit-langit : matriks karakteristik kualitas yang berfungsi sebagai informasi mengenai cara perusahaan untuk merancang pelayanannya berdasarkan suara konsumen. Ruang : merupakan gambaran mengenai derajat keterkaitan antara permintaan konsumen dengan pelayanan yang perlu dikembangkan. Dasar : menunjukkan evaluasi biaya dan teknis, termasuk tingkat kepentingan pengembangan pelayanan, target pengambilan keputusan, serta penilaian teknis dan daya saing. Hasil dari evaluasi ini akan digunakan untuk menentukan persyaratan teknis yang akan menjadi prioritas dalam pengembangan dan perbaikan. Analisis ini mampu mengubah informasi “apa yang dibutuhkan pelanggan” menjadi “bagaimana perusahaan melakukannya”. Sebuah matriks HOQ yang lengkap akan mencakup keenam bagian yang telah digambarkan di atas yakni: analisis atas kebutuhan pelanggan, permintaan teknis, matriks hubungan, daya saing, bagian atap (roof) dan penaksiran teknis. Namun pada aplikasinya secara nyata, struktur dari HOQ bersifat fleksibel tergantung pada jenis penelitian dan tujuan yang ingin dicapai. Contohnya, terkadang bagian atap (roof) tidak diperlukan, atau dapat pula analisis daya saing dan penaksiran teknis dapat dihilangkan dan seterusnya (Li Na, 2011).
13
3.5 PENELITIAN TERDAHULU Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1.Penelitian yang berkaitan dengan pengukuran kinerja layanan pelanggan No
Nama peneliti
Judul
Tujuan
Metode
Hasil Analisis IPA: atribut-atribut layanan dalam kuadran A, B, C dan D. Perhitungan CSI: indeks kepuasan 82.10% (sangat puas). Analisis chi kuadrat: hubungan tingkat kepentingan dan kinerja adalah kesigapan karyawan. Peningkatan kualitas layanan: memperbaiki suplai dan penyimpanan bahan baku, proses preparasi dan pemasakan.
1
(Buchori, 2006)
Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Mutu Pelayanan pada Hotel Holiday Inn Bandung
Mengetahui kesenjangan tingkat kepentingan dan kinerja mutu pelayanan, menganalisis dan mengkaji atribut mutu pelayanan berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dan kepuasan pelanggan,
Important Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan Chi Kuadrat.
2
(Risenasari, 2009)
Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringjajar Kabupaten Pemalang Jawa Tengah
Non Probability Sampling, QFD
3
(Kustia, 2006)
Analisis Kepuasan Pengguna Kartu Askeskin terhadap Kualitas Pelayanan Puskesmas Tanjungsari Sumedang
Mengidentifikasi persyaratan pelanggan dan teknik serta mengkaji penerapan QFD untuk meningkatkan kualitas pelayanan restoran. Menganalisis kepuasan pengguna kartu Askeskin dan strategi peningkatan kualitas layanan
Purpossive Sampling, IPA dan teori the expectancy disconfirmation model
>50% sampel puas terhadap pelaksanaan setiap atribut layanan. Peningkatan kualitas: dengan mengelola SDM.
14