46
III. METODE PENELITIAN
3.1
Metode Pemilihan Lokasi Penelitian Daerah penelitian untuk budidaya padi sawah berdasarkan budidaya
nonorganik, semiorganik, dan organik dipilih secara purposive, yaitu di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai dengan alasan bahwa desa ini memiliki luas lahan sawah yang lebih besar daripada desa-desa lainnya yang ada di wilayah Kecamatan Perbaungan seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Luas Areal Lahan Sawah di Setiap Desa yang ada di Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Desa Adolina Melati II Tanjung Buluh Sei Buluh Sei Sijenggi Deli Muda Hulu Melati 1 Citaman Jernih Batang Terap Simpang Tiga Pekan Kota Galuh Tualang Bengkel Deli Muda Hilir Tanah Merah Lubuk Bayas Sei Naga Lawan Lubuk Rotan Kesatuan Lidah Tanah Pematang Tatal Lubuk Dendang Suka Beras Cinta Air Pematang Sijonam Lubuk Cemara Jambur Pulau Suka Jadi Jumlah
Lahan Sawah (Ha) 847 12 103 5 8 6 239 393 18 254 403 497 276 217 400 182 120 150 313 368 181 197 346 5.532
(Sumber : BPS, 2012)
Universitas Sumatera Utara
47
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa Desa Lubuk Bayas merupakan desa yang memiliki luas areal lahan sawah terbesar ketiga (7,28%) dari total luas areal lahan sawah yang ada di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Di mana mayoritas masyarakat di Desa Lubuk Bayas bergerak di bidang pertanian, terutama pertanian padi sawah, sehingga desa ini dikenal sebagai sumber beras di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Selain itu, berdasarkan informasi dari koordinator penyuluh di Kecamatan Perbaungan bahwa di Desa Lubuk Bayas terdapat 1 (satu) kelompok tani yang sudah menerapkan budidaya padi sawah semiorganik sejak tahun 2005, yaitu Kelompok Tani Mawar. Akan tetapi, hingga tahun 2012 jumlah anggota petani Kelompok Tani Mawar yang menerapkan budidaya padi sawah semiorganik terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian baik dari Dinas Pertanian maupun pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai dalam hal pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana produksi yang diberikan kepada Kelompok Tani Mawar setelah habis masa berlakunya program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) serta belum adanya kepastian tentang harga jual GKP padi semiorganik yang masih disamakan dengan harga jual GKP padi nonorganik. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap perwakilan dari Yayasan BITRA Indonesia diketahui bahwa Desa Lubuk Bayas juga merupakan salah satu daerah binaan Yayasan BITRA Indonesia dalam hal budidaya padi organik yang memiliki produksi padi organik terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Universitas Sumatera Utara
48
Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2011
No.
Desa
1. 2.
Kabupaten
Kelompok Tani Serdang Bedagai Subur Deli Serdang Mandiri
Lubuk Bayas Namu Landor Jumlah Sumber : Yayasan BITRA Indonesia, 2012
Luas Produksi Lahan (Ha) (Ton) 27 135 5 30 32
165
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kelompok Tani Subur memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 84,37% dan 81,82%, sedangkan Kelompok Tani Mandiri hanya memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 15,63% dan 18,18% dari total luas lahan yang dijadikan sebagai lokasi pembinaan budidaya padi organik oleh Yayasan BITRA Indonesia dan total produksi padi organik di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011.
3.2
Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi petani padi sawah
berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik. Adapun populasi petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik yang ada di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan,
Kab. Serdang Bedagai yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok tani
sebanyak 476 orang. Selain itu, populasi petani padi sawah pada Kelompok Tani Mawar yang menerapkan budidaya padi semiorganik sebanyak 144 orang. Selanjutnya populasi petani padi sawah dengan budidaya organik yang ada di Kelompok Tani Subur sebanyak 58 orang. Menurut Bailey dalam Soepomo (2007), ukuran sampel paling minimum adalah 30 sampel dari suatu populasi apabila menerapkan metode Stratified Random Sampling (pengambilan sampel berstrata secara acak). Oleh karena itu, besarnya
Universitas Sumatera Utara
49
sampel untuk setiap jenis budidaya padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik masing-masing sebanyak 30 orang. Hal ini juga didukung oleh Hartono (2008b) yang menyatakan bahwa ANOVA lebih akurat digunakan untuk jumlah sampel yang sama pada setiap kelompoknya. Adapun perhitungan jumlah sampel untuk setiap strata dengan menggunakan persamaan :
Spl =
n × Js N
Dimana : Spl = sampel n = populasi N = total populasi Js = besar sampel (30 orang)
Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat ditentukan jumlah sampel untuk setiap strata luas lahan yang dimiliki para petani padi sawah yang menerapkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik pada daerah penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3.
Strata
I II Total
Jumlah Petani Sampel Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian pada Tahun 2012
Luas Lahan (Ha) ≤ 0,5 > 0,5
Populasi Petani Padi Padi Padi Nonorganik Semi Organik organik 225 67 41 251 77 17 476 144 58
Sampel Petani Padi Padi Padi Nonorganik Semi Organik organik 14 14 20 16 16 10 30 30 30
Universitas Sumatera Utara
50
3.3
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk menganalisis komparasi usahatani padi
sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai meliputi data primer dan data sekunder. a. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara, pengamatan, diskusi, dan melakukan verifikasi lapangan langsung terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. b. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui beberapa metoda, antara lain studi literatur, peraturan perundangan, dan laporan – laporan dari dinas maupun instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.4
Metode Analisis Data Pengujian identifikasi masalah mengenai komponen biaya produksi pada
usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan melihat dan melakukan pencatatan mengenai komponenkomponen biaya produksi yang ditanggung oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang ada di daerah penelitian. Pengujian hipotesis 1, 2, 3a, 3b, dan 4 menggunakan uji ANOVA. Akan tetapi, sebelum melakukan uji ANOVA perlu dilakukan tahap analisis usahatani terhadap para petani dari ketiga jenis budidaya padi sawah yang dijadikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
51
sampel dalam penelitian ini. Adapun tahapan analisis usahatani yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan perhitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Retno (2008) biaya usahatani terdiri dari 2 (dua), yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut : n
FC = ∑ Xi.Pxi i =1
Di mana : X1
= banyaknya input ke-i
Pxi
= harga dari variabel Xi (input)
Total biaya atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut. TC = FC + VC Selanjutnya perlu dilakukan perhitungan jumlah penerimaaan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut. TR = Y × Py Di mana : TR
= Total Penerimaan
Y
= Produksi yang diperoleh dalam usahatani
Py
= Harga Y
Universitas Sumatera Utara
52
Pada tahap akhir dilakukan perhitungan jumlah pendapatan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut. Pd = TR – TC Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya 2. Analisis Kelayakan Usahatani Ada beberapa parameter yang dijadikan sebagai alat analisis kelayakan usahatani, antara lain : a) R/C ratio yang dapat dirumuskan sebagai berikut. a
= R/C
R
= Py × Y
C
= FC + VC
a
= (Py × Y) / (FC + VC)
Di mana : a = R/C ratio R = penerimaan (revenue) C = biaya (cost) Py = harga output Y = output FC = biaya tetap VC = biaya variabel Kriteria keputusan : R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi R/C = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi) (Rahim dan Retno, 2008).
Universitas Sumatera Utara
53
b) BEP Produksi dan BEP Harga yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1)
BEP volume produksi (kg)
=
BiayaOperasional H arg a Pr oduksi
2)
BEP harga produksi (Rp/kg) =
BiayaOperasional Jumlah Pr oduksi
(Andoko, 2010). Apabila tahapan-tahapan analisis usahatani tersebut telah dilakukan, maka dapat dilakukan uji ANOVA. Adapun tahapan-tahapan yang perlu dilakukan pada uji ANOVA dengan menggunakan SPSS 16, antara lain : 1. Uji asumsi kesamaan variansi (uji Bartlett atau Uji Lavene Statistik atau Uji Homogeneity of Variances) Analisis homogenitas varian ini gunanya adalah untuk mengetahui apakah asumsi dasar bahwa kelompok-kelompok sampel yang ada mempunyai varian yang sama (homogen) dapat diterima atau tidak. Oleh karena itu, sebelumnya perlu disiapkan hipotesis tentang hal tersebut. Hipotesis yang akan diuji adalah : H0
: Ketiga varian populasi adalah homogen
H1
: Ketiga varian tidak identik (heterogen)
Kriteria pengujian : a) Apabila nilai Sig > α, maka H0 terima b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka H1 terima (Hartono, 2008). 2. Apabila hasil analisis homogenitas varian menunjukkan bahwa setiap populasi memiliki variansi sama, maka tahapan selanjutnya adalah
Universitas Sumatera Utara
54
melakukan uji ANOVA. Adapun kriterian pengujian dalam ANOVA adalah sebagai berikut : a) Nilai Sig. F > α, maka H0 terima b) Nilai Sig. F ≤ α, maka H1 terima 3. Tahapan selanjutnya setelah didapatkan hasil uji ANOVA dengan nilai Sig. F≤ α ( H1 diterima), maka perlu dilakukan uji Post Hoc (Tukey) dengan tujuan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dan mana yang tidak. Adapun kriteria pengujian dari uji Post Hoc (Tukey) adalah : a) Apabila nilai Sig > α, maka kedua kelompok dikatakan sama. b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka suatu kelompok dikatakan berbeda dengan kelompok lainnya. (Hartono, 2008). Apabila berdasarkan hasil analisis homogenitas varian menunjukkan bahwa terdapat populasi dengan nilai variansi berbeda, maka tes ANOVA tidak dapat dilakukan. Namun, tetap bisa diketahui apakah terjadi perbedaan nilai ratarata atau tidak dengan menggunakan uji Post Hoc (LSD) pada SPSS 16. Di mana uji LSD melakukan semua perbandingan di antara pasangan rata-rata kelompok. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan terhadap tingkat kesalahan untuk berbagai perbandingan. Adapun kriteria pengujian Post Hoc (LSD) adalah : a) Nilai Sig > α, maka H0 terima (ketiga kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang sama). b) Nilai Sig α, maka H1 terima (ada kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang berbeda). (Trihendradi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
55
3.5
Definisi dan Batasan Operasional
3.5.1 Definisi Adapun definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Usahatani padi nonorganik adalah budidaya padi dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.
2.
Usahatani
padi
semiorganik
adalah
budidaya
padi
dengan
cara
mengkombinasikan penggunaan pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk dan pestisida organik. 3.
Usahatani padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.
4.
Pupuk nonorganik adalah pupuk yang mengandung zat-zat kimia, seperti pupuk NPK, TSP, KCl, dll.
5.
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijauan, dan humus.
6.
Pestisida nonorganik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari zatzat kimia.
7.
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan maupun hewan.
8.
Biaya produksi adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik untuk sekali musim tanam.
9.
Produksi adalah hasil dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dengan satuan kg.
Universitas Sumatera Utara
56
10. Produktivitas adalah total produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dihasilkan per ha (kg/ha). 11. Penerimaan adalah perkalian antara produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dijual dengan harga jual per kg. 12. Pendapatan bersih usahatani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dikurangi totalbiaya produksi.
3.5.2
Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013. 3. Jenis komoditi yang diteliti adalah padi nonorganik, semiorganik, dan organik. 4. Responden yang akan dijadikan sebagai sampel adalah petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
57
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lembung berpasir. Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah 869 Ha. Desa Lubuk Bayas terletak 14 km dari ibukota Kecamatan Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai, dan ± 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan. 4.1.2 Tata Guna Lahan Desa Lubuk Bayas mempunyai luas lahan 869 Ha. Di mana penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pertanian sawah dan yang selebihnya digunakan untuk pemukiman. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Universitas Sumatera Utara
58
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 No. 1 2 3 4
Jenis Penggunaan Lahan
Luas Areal (Ha)
Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan) Pertanian Bukan Sawah Non Pertanian Pemukiman Jumlah
403 12 7 44
Persentase (%) 86,48 2,58 1,50 9,44
466
100
(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk pertanian sawah yaitu 403 Ha (86,48 %).
4.1.3 Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas tahun 2011 terdiri dari 3179 jiwa yang terbagi dalam 4 (empat) dusun. 1) Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 No.
Dusun
Jumlah Jiwa
Laki laki 1 I 611 323 2 II 1131 625 3 III 915 577 4 IV 522 158 3179 1527 Jumlah (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)
Perempuan 288 573 338 364 1052
Universitas Sumatera Utara
59
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas terbanyak terdapat di Dusun II (35,58%). Selain itu, berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Lubuk Bayas didominasi oleh laki-laki (48,03%).
2) Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur Adapun distribusi penduduk menurut kelompok umur di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 Kelompok umur Total (Tahun) (Laki-laki+Perempuan) <1 62 1-14 958 15-44 1029 45-64 960 >65 170 Jumlah 3179 (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)
Persentase (%) 1,95 30,13 32,38 30,2 5,34 100
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa Lubuk Bayas adalah yang berumur 15-44 yaitu sebanyak 1029 jiwa dengan persentase 32,38%.
3) Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Adapun distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 7 berikut.
Universitas Sumatera Utara
60
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7
Mata Pencaharian Jumlah KK Petani 487 Buruh Tani 121 Wiraswasta 93 Pegawai Negeri 10 Pengrajin 15 Pedagang 215 Dan lain-lain 94 Jumlah 1035 (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)
Persentase (%) 47,06 11,69 8,96 0,97 1,45 20,78 9,09 100
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di Desa Lubuk Bayas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 487 kk (47,06 %.) dari 1035 kk yang ada di desa tersebut. Selanjutnya matapencaharian terbanyak kedua yaitu pedagang sebanyak 215 kk (20,78 %).
4.1.4 Sarana Dan Prasarana Kebutuhan masyarakat di Desa Lubuk Bayas cukup terpenuhi. Di mana untuk mencapai desa ini dapat dengan mudah ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua yang biasanya dapat ditemui di simpang Pantai Kelang Desa Sei Buluh. Adanya sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan, keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi, dan sosial dapat semakin mampu menunjang peningkatan sumberdaya yang ada di Desa Lubuk Bayas, sehingga desa ini dapat berkembang menjadi desa yang lebih baik dengan potensi yang dimilikinya. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan pada Tabel 8 berikut.
Universitas Sumatera Utara
61
Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 No. Sarana Dan Prasarana 1 Kelembagaan ekonomi • Pasar • Kios pupuk dan pestisida • Kilang padi • KUD • Koperasi 2 Lembaga pendidikan • SD/ Sederajat • SD Negeri 3
Lembaga keamanan • Pos kamling
4
Lembaga kesehatan • Puskesmas pembantu • Posyandu
Jumlah 1 2 4 1 1
1 1
1
5
Peribadatan • Mesjid • Musholla
6 7
Prasarana irigasi Lembaga Sosial • Balai Desa • PAM • PLN (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)
1 2
3 6 2 1 Ada Ada
4.2 Karakteristik Sampel Karakteristik seseorang mempengaruhi tindakan, pola pikir, dan wawasan yang dimilikinya. Adapun karakteristik para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian meliputi karakteristik sosial ekonomi yang terdiri atas luas lahan, umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
62
Karakteristik para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara rinci seperti yang tertera pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Karakteristik Petani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013 No. Karakteristik Sosial Ekonomi 1. Luas lahan (ha) 2. Umur (tahun) 3. Tingkat Pendidikan (tahun) 4. Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 1))
Rentang Rataan 0,1-2 0,59 25-70 44,9 0-17 8,77 1-6 3,26
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa luas lahan petani berkisar antara
0,1-2 ha dengan rata-rata 0,59 ha. Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang
diusahakan oleh para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai tergolong skala usahatani besar. Selain itu, berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa petani memiliki rata – rata umur 44 tahun 9 bulan (45,9) dengan rentang umur antara 25 – 70 tahun. Hal ini berarti, umur para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas masih bersifat produktif. Hal ini dikarenakan umur produktif secara umum adalah 15 – 49 tahun. Pendidikan para petani memiliki rata – rata 8,77 atau 9 tahun dengan rentang antara 0–17 tahun. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas adalah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sehingga mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dapat diberdayakan demi peningkatan kesejahteraan keluarga petani.
Universitas Sumatera Utara
63
Jumlah tanggungan keluarga para petani menyebar antara 1 – 6 jiwa dengan rataan 3 jiwa. Hal ini berarti bahwa jumlah tanggungan para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas telah memenuhi standard pemerintah dalam pelaksanaan Keluarga Berencana. Dimana para petani rata-rata mempunyai seorang istri dan dua orang anak.
Universitas Sumatera Utara
64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Analisis Biaya Produksi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik
Biaya produksi usahatani padi adalah seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani padi dalam memproduksi gabah untuk setiap musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya sewa lahan, biaya penyusutan peralatan, biaya pajak (PBB), dan biaya iuran P3A. Biaya produksi tetap merupakan hasil penjumlahan dari biaya sewa lahan, biaya penyusutan peralatan, biaya pajak (PBB), dan biaya iuran P3A. Biaya variabel terdiri dari biaya sarana/input produksi, biaya tenaga kerja, dan sewa peralatan/mesin. Biaya produksi variabel merupakan hasil penjumlahan dari biaya sarana/input produksi, biaya tenaga kerja, dan sewa peralatan/mesin. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai, maka diketahui bahwa besarnya iuran sewa lahan sawah antara Rp 150.000 sampai dengan Rp 200.000/rante/tahun, biaya pajak (PBB) sebesar Rp 10.000/rante/tahun, biaya iuran Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) senilai harga jual 3 (tiga) kg gabah kering panen (GKP) dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik untuk setiap petani per musim tanam. Selain itu, para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik juga mengeluarkan biaya sewa handsprayer sebesar Rp 50.000/musim tanam. Adapun rincian mengenai komponen biaya produksi yang dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Universitas Sumatera Utara
65
Tabel 10. Rata-rata Total Biaya Produksi per Petani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik No. 1.
2.
Jenis Biaya Produksi Biaya Tetap a. Biaya Sewa Lahan b. Biaya Penyusutan c. Biaya PBB d. Biaya iuran P3A Jumlah Biaya Variabel a. Biaya input produksi : 1. Biaya Benih 2. Biaya Pupuk Kimia 3. Biaya Pupuk Organik 4. Biaya Obatobatan kimia 5. Biaya Obatobatan organik b. Biaya Tenaga Kerja : 1. TKDK 2. TKLK c. Biaya Sewa Sprayer
Jumlah
Padi Nonorganik
Padi Semiorganik
Padi Organik
Jumlah (Rp)
Persentas e (%)
Jumlah (Rp)
Persentas e (%)
Jumlah (Rp)
Persentas e (%)
100.000
2,47
56.250
1,59
37.500
1,23
35.738
0,88
38.454
1,09
34.773
1,14
85.417 11.100
2,11 0,28
74.583 11.100
2,11 0,31
60.417 14.400
1,98 0,47
232.255
180.387
147.090
271.833 752.730
6,72 18,62
229.467 313.447
6,5 8,88
159.733 0
5,24 0
0
0
432.666
12,26
694.167
22,76
397.727
9,84
217.107
6,15
0
0
0
0
115.000
3,26
214.167
7,02
394.333 1.985.333 8.333
9,75 49,11 0,21
461.500 1.572.833 6.667
13,08 44,57 0,2
556.667 1.273.333 5.000
18,25 41,75 0,16
3.810.29 3.348.687 0 100 100 Total Biaya 4.042.54 3.529.074 (TC) 5 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 7))
2.903.067 3.050.157
100
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa perbedaan komponen biaya produksi usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik hanya terdapat pada jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan. Pada usahatani padi nonorganik para petani menggunakan pupuk kimia, antara lain urea, ZA, SP-36, dan NPK (Lampiran 3) serta obat-obatan kimia (Lampiran 4). Dimana biaya ratarata pupuk dan obat-obatan kimia yang harus dikeluarkan oleh para petani
Universitas Sumatera Utara
66
nonorganik untuk 1 (satu) musim tanam adalah Rp 752.730 (18,62%) dan Rp 397.727 (9,84%) dari total biaya rata-rata sebesar Rp 4.042.545. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik untuk penyediaan pupuk dan obat-obatan kimia untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 1.145.457 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Selanjutnya pada usahatani padi semiorganik para petani tetap menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia, akan tetapi dalam dosis yang lebih sedikit daripada padi nonorganik dan mengkombinasikannya dengan pupuk organik, seperti pupuk kandang atau kotoran sapi dan pupuk organik cair serta obat-obatan organik (Lampiran 3). Dimana biaya rata-rata pupuk dan obat-obatan kimia serta pupuk dan obat-obatan organik yang harus dikeluarkan oleh para petani semiorganik untuk 1 (satu) musim tanam adalah Rp 313.447 (8,8%) dan Rp 217.107 (6,05%) serta Rp 432.666 (12,26%) dan Rp 115.000 (3,26%) dari total biaya rata-rata sebesar Rp 3.529.074. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani padi semiorganik untuk penyediaan pupuk dan obat-obatan kimia, serta pupuk dan obat-obatan organik untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 1.078.220 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap ketua kelompok tani Mawar diketahui bahwa pupuk kandang yang digunakan oleh para petani padi semiorganik di Desa Lubuk Bayas berasal dari kotoran sapi yang dimiliki oleh kelompok tani tersebut sejak tahun 2005 hingga sekarang. Dimana para petani semiorganik yang menjadi anggota Kelompok Tani Mawar dapat membeli kotoran sapi sebagai bahan baku pupuk kandang seharga Rp 50,-/kg. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
67
obat-obatan organik yang digunakan oleh para petani padi semiorganik dibeli dari Kelompok Tani Subur seharga Rp 25.000/L. Pupuk organik cair yang digunakan oleh para petani semiorganik bernama NaTaMa (Natural Tani Mandiri) yang diproduksi sendiri oleh Kelompok Tani Mawar sejak tahun 2011 dengan menggunakan bahan baku organik seperti kotoran dan air seni sapi, ampas sari tebu, serta jerami yang telah difermentasi. Pupuk organik cair NaTaMa tersebut selain dibeli oleh para petani anggota Kelompok Tani Mawar juga telah dijual secara komersil kepada Kelompok Tani Subur yang menerapkan budidaya padi organik di Desa Lubuk Bayas dan daerahdaerah lain yang sudah menerapkan pertanian secara organik. Dimana harga jual dari pupuk organik cair NaTaMa adalah Rp 25.000,-/L bagi para petani anggota Kelompok Tani Mawar dan Kelompok Tani Subur serta Rp 30.000/L bagi masyarakat umum lainnya. Adapun perbedaan komponen biaya rata-rata usahatani padi organik terhadap biaya rata-rata usahatani padi nonorganik dan semiorganik, yaitu tidak adanya komponen biaya rata-rata pupuk dan obat-obatan kimia. Hal ini disebabkan para petani padi organik yang merupakan anggota Kelompok Tani Subur sudah menggunakan pupuk dan obat-obatan organik mulai dari awal hingga akhir masa tanam. Dimana biaya rata-rata pupuk dan obat-obatan organik yang harus dikeluarkan oleh para petani padi organik untuk 1 (satu) musim tanam adalah Rp 694.167 (22,76%) dan Rp 214.167 (7,02%) dari total biaya rata-rata sebesar Rp 3.050.157. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani padi organik untuk penyediaan pupuk dan obat-
Universitas Sumatera Utara
68
obatan organik untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 908.334 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Kelompok Tani Subur (padi organik) diketahui bahwa pupuk organik yang digunakan oleh para petani anggota terdiri dari pupuk kandang (kotoran sapi) sebanyak 2 ton/ha dan pupuk organik cair (NaTaMa) sebanyak 18-20L/ha yang dibeli dari Kelompok Tani Mawar (Lampiran 3). Selanjutnya, obat-obatan organik yang digunakan merupakan hasil produksi sendiri oleh Kelompok Tani Subur dengan bahan baku organik di antaranya urin sapi, daun sirih, pinang muda, serai wangi, jengkol, petai, dan kecubung yang difermentasi selama ± 3 minggu. Dimana dosis penggunaan obatobatan organik tersebut sebanyak 18-20 L/ha dan dibeli seharga Rp 25.000/L oleh para petani padi organik dan semiorganik di Desa Lubuk Bayas (Lampiran 4). Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa total biaya rata-rata dari usahatani padi nonorganik (Rp 4.042.545) lebih tinggi daripada total biaya ratarata dari usahatani padi semiorganik (Rp 3.529.074) dan padi organik (Rp 3.050.157) yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun penyebab-penyebab terjadinya perbedaan total biaya rata-rata dari ketiga jenis budidaya padi dimulai dari tingginya biaya rata-rata untuk benih. Dimana pada usahatani padi nonorganik dan semiorganik biaya rata-rata untuk penyediaan benih adalah Rp 271.883 (6,72%) dan Rp 229.467 (6,5%) dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Sedangkan biaya rata-rata untuk benih pada usahatani padi organik adalah dan Rp 159.773 (5,24%) dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Biaya rata-rata penyediaan benih pada usahatani padi nonorganik dan semiorganik lebih besar daripada usahatani padi organik dikarenakan adanya
Universitas Sumatera Utara
69
perbedaan luas lahan dan jumlah benih yang digunakan untuk 1 (satu) musim tanam. Hal tersebut dapat dilihat pada data (Lampiran 2) yang menyatakan bahwa jumlah bibit rata-rata yang digunakan oleh para petani nonorganik dan semiorganik adalah 35,53 kg untuk luas lahan rata-rata 0,68 ha dan 30,9 kg untuk luas lahan rata-rata 0,6 ha. Sedangkan pada usahatani padi organik jumlah bibit rata-rata yang digunakan adalah 22,33 untuk luas lahan rata-rata 0,48 ha. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa para petani padi organik menerapkan teknik penanaman bibit maksimal 3 (tiga) bibit per lubang tanam. Dimana para petani organik beralasan bahwa apabila menanami satu lubang tanam dengan jumlah bibit yang sedikit, maka hasil panen yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan menanami satu lubang dengan jumlah bibit lebih dari 3 (tiga), seperti yang masih diterapkan oleh para petani padi nonorganik dan semiorganik. Adapun varietas benih padi yang digunakan oleh para petani nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas ini ratarata menggunakan benih padi varietas Ciherang label ungu dan label biru serta varietas Cintanur yang dapat dibeli dari kios-kios saprodi yang ada di desa maupun dari Balai Benih yang ada di wilayah Kab. Serdang Bedagai. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan total biaya rata-rata dari budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik adalah biaya rata-rata tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) maupun tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Adapun biaya rata-rata tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani padi nonorganik adalah Rp 2.334.666 lebih tinggi daripada biaya ratarata tenaga kerja pada usahatani padi semiorganik Rp 2.034.333 dan organik Rp 1.830.000 (Lampiran 5). Dimana biaya rata-rata tenaga kerja luar keluarga
Universitas Sumatera Utara
70
(TKLK) mendominasi proporsi pengeluaran biaya tenaga kerja secara keseluruhan baik untuk usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Pada usahatani padi nonorganik biaya rata-rata TKLK adalah 1.985.333 lebih tinggi daripada biaya rata-rata TKLK pada usahatani padi semiorganik (Rp 1.572.833) dan organik (Rp 1.273.333). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyebab dari tingginya biaya rata-rata TKLK yang dikeluarkan oleh para petani nonorganik dan semiorganik dikarenakan kurangnya ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) untuk 1 (satu) musim tanam. Adapun jumlah TKDK yang tersedia untuk usahatani padi nonorganik dan semiorganik adalah 8,23 HKP dan 9,77 HKP lebih sedikit daripada usahatani padi organik sebanyak 11,42 HKP (Lampiran 5). Dimana para petani organik meluangkan waktu lebih banyak dalam melakukan beberapa tahapan budidaya padi, seperti pembibitan/penyemaian, pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan. Hal ini sesuai dengan teknik pengawasan internal yang diterapkan oleh BITRA dalam budidaya padi organik kepada para petani binaan di Kelompok Tani Subur. Secara umum terjadi perbedaan dalam upah tenaga kerja antara pria dan wanita pada usahatani padi baik secara nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian. Adapun upah rata-rata untuk tenaga kerja pria sebesar Rp 50.000 dan wanita sebesar Rp 40.000. Selain itu, diketahui juga bahwa upah tenaga kerja usahatani padi di daerah penelitian lebih banyak menerapkan teknik pembayaran secara borongan dengan maksud untuk meminimalisir penggunaan biaya produksi pada saat tahapan budidaya yang membutuhkan banyak tenaga
Universitas Sumatera Utara
71
kerja dan alat/mesin pertanian, seperti persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, serta panen.
2.
Analisis Pendapatan Petani Semiorganik, dan Organik
pada
Usahatani
Padi
Nonorganik,
Indikator keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Usahatani dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Dimana nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani dianalisis per luas lahan petani dan per hektar. Analisis per luas lahan petani dimaksudkan untuk melihat atau mengetahui bagaimana kondisi saat ini yang tengah dihadapi oleh petani, sedangkan analisis per hektar dimaksudkan untuk membandingkan nilai pendapatan antar komoditi dan produktivitas lahan dengan daerah lain. Adapun rincian mengenai nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar Nama Komoditi
1. Padi Nonorganik 2. Padi Semiorganik 3. Padi Organik
TC per Petani (Rp) 4.042.545
TR per Petani (Rp) 16.225.300
Pd per Petani (Rp) 12.182.755
TC per Hektar (Rp) 6.489.630
TR per Hektar (Rp) 22.675.358
Pd per Hektar (Rp) 16.185.728
3.529.074
15.030.067
11.500.993
6.377.268
24.967.347
18.590.079
3.050.157
15.017.280
11.967.123
6.502.815
29.221.022
22.718.208
76.863.727 25.621.242
57.494.015 19.164.672
Jumlah 10.621.776 46.272.647 35.650.871 19.369.713 Rata-rata 3.540.592 15.424.216 11.883.624 6.456.571 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 7, 8, dan 9))
Universitas Sumatera Utara
72
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui rata-rata pendapatan total usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan total usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana rata-rata pendapatan total usahatani padi organik adalah sebesar Rp 22,71 juta, sedangkan rata-rata pendapatan total untuk usahatani padi nonorganik adalah sebesar Rp 16,18 juta dan padi semiorganik adalah sebesar Rp 18,59 juta. Adapun beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapatan usahatani padi organik terhadap padi nonorganik dan semiorganik antara lain adanya perbedaan penerimaan dan biaya antar ketiga jenis budidaya padi tersebut. Perbedaan penerimaan usahatani ini dikarenakan harga jual gabah kering panen (GKP) dari padi organik lebih tinggi daripada harga jual GKP padi nonorganik dan semiorganik (Lampiran 8), sehingga para petani padi organik menjual seluruh hasil produksi padi berupa gabah kering panen (GKP), sedangkan para petani padi nonorganik dan semiorganik masih menyisakan sebagian kecil dari GKP yang dihasilkan untuk kebutuhan beras sehari-hari. Adapun rata-rata penerimaan total usahatani padi organik adalah sebesar Rp 29,22 juta, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani padi nonorganik adalah sebesar Rp 22,67 juta dan padi semiorganik adalah sebesar Rp 24,96 juta. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan total dari usahatani padi organik lebih besar dibandingkan rata-rata penerimaan total usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Apabila ditinjau dari nilai rata-rata total biaya per luas lahan petani pada usahatani padi nonorganik, yaitu Rp 4,04 juta lebih tinggi daripada rata-rata total biaya usahatani padi semiorganik, yaitu Rp 3,52 juta dan padi organik, yaitu Rp 3,05 juta. Adapun penyebab dari tingginya rata-rata total biaya usahatani padi
Universitas Sumatera Utara
73
nonorganik di antaranya nilai rata-rata biaya penyediaan input produksi, yaitu Rp 3,81 juta lebih tinggi daripada rata-rata biaya penyediaan input produksi pada usahatani padi semiorganik, yaitu Rp 3,34 juta dan padi organik, yaitu Rp 2,9 juta (Lampiran 7). Dimana pada usahatani padi nonorganik, para petani masih menggunakan input produksi berupa pupuk dan obat-obatan kimia dengan harga yang relatif lebih mahal, sedangkan petani padi semiorganik dan organik sudah menggunakan pupuk dan obat-obatan organik dengan harga yang relatif lebih murah. Selain itu, pada usahatani padi nonorganik rata-rata biaya tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), yaitu Rp 1,98 juta lebih tinggi daripada rata-rata biaya TKLK pada usahatani padi smeiorganik, yaitu Rp 1,57 juta dan padi organik, yaitu Rp 1,27 juta.
3.
Analisis Kelayakan Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Usahatani dikatakan layak atau tidak layak untuk dikembangkan di daerah
penelitian diukur dengan menggunakan beberapa parameter antara lain : a.
R/C ratio Analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh petani. Dimana nilai rata-rata R/C ratio dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang terdapat di daerah penelitian dianalisis per luas lahan petani dan per hektar. Analisis per luas lahan petani dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nyata tingkat kelayakan usahatani padi di daerah penelitian, sedangkan analisis per hektar dimaksudkan untuk membandingkan tingkat kelayakan dengan daerah lain.
Universitas Sumatera Utara
74
Adapun rincian mengenai nilai rata-rata R/C ratio yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Rata-rata R/C pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar Nama Komoditi
TC per Petani (Rp)
TR per Petani (Rp)
TC per Hektar (Rp)
1. Padi Nonorganik 2. Padi Semiorganik 3. Padi Organik
4.042.545
16.225.300
6.489.630
TR per Hektar (Rp) 22.675.358
R/C
3.529.074
15.030.067
6.377.268
24.967.347
4,01
3.050.157
15.017.280
6.502.815
29.221.022
4,89
Jumlah Rata-rata
10.621.776 3.540.592
46.272.647 15.424.216
19.369.713 6.456.571
76.863.727 25.621.242
12,55 4,18
3,65
(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 7, 8, dan 9)) Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa nilai rata-rata penerimaan total per hektar pada usahatani padi organik adalah sebesar Rp 29,22 juta dan nilai rata-rata biaya total per hektar adalah sebesar Rp 6,5 juta. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh R/C rasio pada usahatani padi organik adalah sebesar 4,89 yang berarti bahwa setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi organik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 4,89. Namun, untuk usahatani padi nonorganik dan semiorganik nilai rata-rata penerimaan total sebesar Rp 22,67 juta dan Rp 24,96 juta serta nilai rata-rata biaya total sebesar Rp 6,48 juta dan Rp 6,37 juta. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh R/C rasio pada usahatani padi nonorganik adalah sebesar 3,65 yang berarti bahwa setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi nonorganik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,65. Sedangkan nilai R/C ratio pada usahatani padi semiorganik adalah sebesar 4,01 yang berarti
Universitas Sumatera Utara
75
bahwa setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi semiorganik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 4,01. Berdasarkan nilai R/C rasio dari ketiga jenis budidaya padi tersebut, maka usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik sudah layak dan memberikan keuntungan bagi para petani padi. Akan tetapi, penerimaan atas setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya produksi pada usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani nonorganik dan semiorganik, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan untuk dibudidayakan oleh petani.
b.
BEP Produksi Analisis BEP Produksi merupakan perbandingan antara rata-rata total biaya terhadap rata-rata harga komoditi, sehingga diperoleh nilai pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh petani. Dimana nilai BEP produksi yang diperoleh tersebut dapat menggambarkan nilai rata-rata produksi minimal yang harus dihasilkan petani agar biaya yang dikeluarkan dapat kembali diperoleh (titik impas). Adapun rincian mengenai nilai rata-rata BEP produksi yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Universitas Sumatera Utara
76
Tabel 13. Rata-rata BEP Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar Nama Komoditi
TC per Petani (Rp)
1. Padi Nonorganik 2. Padi Semiorganik 3. Padi Organik
4.042.545
Harga Jual BEP Produksi TC per GKP per Petani Hektar (Rp) (Rp/kg) (kg) 3.900 1.037 6.489.630
BEP Produksi per Hektar (kg) 1.664
3.529.074
3.727
944
6.377.268
1.714
3.050.157
4.800
635
6.502.815
1.355
Jumlah Rata-rata
10.621.776 3.540.592
12.427 4.142
2.616 872
19.369.713 6.456.571
4.733 1.578
(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 10))
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik akan mengalami break even atau tidak untung dan tidak rugi jika menghasilkan produksi sebesar 1.037 kg, 944 kg, dan 635 per musim tanam. Dimana padi organik memiliki rata-rata nilai BEP produksi terendah daripada nilai rata-rata BEP produksi padi nonorganik dan semiorganik. Hal ini disebabkan karena padi organik memiliki nilai rata-rata harga jual yang relatif lebih tinggi dan rata-rata total biaya produksi yang relatif lebih sedikit daripada padi nonorganik dan semiorganik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budidaya padi organik lebih layak dan menguntungkan untuk diusahakan dalam rangka usaha peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani padi yang ada di dalam maupun di luar daerah penelitian.
c.
BEP Harga Analisis BEP harga merupakan perbandingan antara rata-rata total biaya terhadap rata-rata jumlah produksi dari suatu produk, sehingga diperoleh
Universitas Sumatera Utara
77
harga jual produk yang harus diterima petani agar biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani dapat berada pada titik impas. Apabila nilai BEP harga telah diketahui, maka petani dapat menghitung berapa harga jual (Rp/kg) untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan sebesar Rp X atau X% dari total biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh petani. Adapun rincian mengenai nilai rata-rata BEP harga yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14. Rata-rata BEP Harga pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar
Nama Komoditi
TC per Petani Produksi (Rp) (kg) 1. Padi Nonorganik 4.042.545 4.505 2. Padi Semiorganik 3.529.074 4.217 3. Padi Organik 3.050.157 3.129 Jumlah 10.621.776 11.851 Rata-rata 3.540.592 3.950 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 11))
BEP Harga (Rp/kg) 992 894 1.069 2.955 985
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik akan mengalami break even atau tidak untung dan tidak rugi jika menjual gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan sebesar Rp 992/kg, Rp 894/kg, dan Rp 1.069/kg per musim tanam. Dimana padi organik memiliki rata-rata nilai BEP harga tertinggi daripada nilai rata-rata BEP produksi padi nonorganik dan semiorganik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun rata-rata jumlah produksi padi organik lebih rendah, akan tetapi dengan rata-rata total biaya produksi yang paling sedikit juga dapat menghasilkan harga jual GKP yang lebih tinggi daripada harga jual GKP padi
Universitas Sumatera Utara
78
nonorganik dan semiorganik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan rata-rata nilai harga jual yang lebih tinggi, budidaya padi organik dapat memberikan tingkat keuntungan kepada petani yang lebih tinggi daripada budidaya padi nonorganik dan semiorganik yang ada di dalam maupun di luar daerah penelitian.
4.
Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap total
biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 15 berikut.
Tabel 15. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji LSD : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik
Signifikansi 0,042 0,933 0,738 0,972 0,711
(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12a))
Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,042 ≤ α( = 0,05), maka disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya ada populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak
Universitas Sumatera Utara
79
terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang
menyatakan bahwa
“apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap total biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap total biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,933 (> α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Akan tetapi, menurut hasil perhitungan analisis usahatani diketahui ada perbedaan total biaya produksi antara ketiga jenis budidaya padi tersebut seperti pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian dapat dilihat bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan secara statistik melalui uji ANOVA tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi pada ketiga jenis budidaya padi tersebut, di antaranya jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang semakin sedikit. Dimana dengan jumlah TKDK yang semakin sedikit, adanya pelaksanaan metode tanam serempak pada setiap musim tanam, dan ratarata lahan yang dimiliki oleh petani nonorganik dan semiorganik cukup luas (> 0,5 ha) telah mengakibatkan jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang digunakan semakin banyak, sehingga total biaya TKLK mengalami peningkatan (Lampiran 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suratiyah (2006) bahwa “jika
Universitas Sumatera Utara
80
lahan garapan lebih luas belum tentu tenaga kerja dalam keluarga dapat mengerjakan semua. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor musim dan tanam serempak sehingga segala kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu dengan tenaga kerja luar. Biaya usahatani menjadi lebih tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja luar keluarga yang diupah”. Sebaliknya pada usahatani padi organik penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) lebih sedikit daripada padi nonorganik dan semiorganik. Hal ini disebabkan adanya teknik pengawasan internal yang dilaksanakan sendiri oleh para petani padi organik selama musim tanam khususnya dalam hal pemupukan, penyemprotan, dan penyiangan sesuai dengan prinsip budidaya padi organik yang dianjurkan oleh BITRA. Selain itu, dari segi rata-rata lahan yang dimiliki oleh para petani padi organik juga tidak terlalu luas (0,48 ha) dan pelaksanaan metode penanaman tidak serempak, sehingga rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) tidak sebanyak padi nonorganik dan semiorganik. Menurut Trihendradi (2009) apabila hasil uji Lavene statistik yang diperoleh menunjukkan varian yang tidak sama, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata antar kelompok dapat dilakukan dengan uji LSD. Dimana berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara budidaya padi nonorganik dengan semiorganik sebesar 0,738 serta Signifikansi antara budidaya padi nonorganik dengan organik sebesar 0,972, dan semiorganik dengan organik sebesar 0,711 (> α = 0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan secara statistik melalui uji LSD bahwa tidak terjadi perbedaan nilai rata-rata total biaya produksi antara budidaya padi nonorganik dengan semiorganik, nonorganik dengan organik, dan semiorganik dengan
Universitas Sumatera Utara
81
organik. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Gindo (2009) yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik di Sekolah Lapang Pertanian Berkelanjutan pada Pegayuban Petani Kerjasama (PAKER) Kec. Kepanjen, Kab. Malang yang menyimpulkan bahwa berdasarkan uji beda rata-rata biaya antara usahatani padi semiorganik dan anorganik adalah tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 (satu) ditolak.
5. Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik
Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada
Tabel 16 berikut.
Tabel 16. Hasil Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik
No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji LSD : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12c))
Signifikansi 0,041 0,000 0,001 0,000 0,000
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,041 (≤ α = 0,05), maka disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
82
menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang
menyatakan bahwa
“apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 ≤( α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H
1
tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan rata-rata pendapatan yang nyata antara ketiga jenis budidaya tersebut dikarenakan pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi organik lebih tinggi daripada pendapatan usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana tingginya pendapatan yang diterima usahatani padi organik disebabkan rata-rata harga jual gabah kering panen (GKP) padi organik, yaitu sebesar Rp 4.800/kg lebih besar dibandingkan padi nonorganik (Rp 3.900/kg) dan semiorganik (Rp 3.727/kg). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para petani padi nonorganik di daerah penelitian diketahui bahwa sejak tahun 2009 hingga sekarang kelompok tani Tunas Baru telah menjalin kerjasama dengan PT. Pertani dalam hal penjualan GKP yang dihasilkan setiap musim tanamnya. Dimana PT.
Universitas Sumatera Utara
83
Pertani dan kelompok tani Tunas Baru membuat kesepakatan terhadap harga jual GKP yang pada umumnya di atas rata-rata harga jual GKP padi nonorganik di daerah penelitian. Sedangkan para petani semiorganik masih mengalami kendala terutama dalam hal harga jual gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan masih disamakan dengan harga jual GKP padi nonorganik. Selanjutnya, petani padi organik di daerah penelitian sudah memiliki bargaining position (posisi tawar) dalam hal penentuan harga jual GKP yang jauh di atas rata-rata harga GKP padi nonorganik dan semiorganik karena disesuaikan dengan harga jual beras organik di pasaran yang lebih mahal daripada beras nonorganik. Dimana posisi tawar tersebut terbentuk karena telah terjalin kerjasama antara BITRA, Kelompok Tani Subur, dan Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras Alam (JaPPSA) dalam hal penjualan gabah dan beras organik yang dihasilkan setiap musim tanamnya yang telah dimulai sejak tahun 2008 hingga sekarang. Menurut Trihendradi (2009) apabila hasil uji Lavene statistik yang diperoleh menunjukkan varian yang tidak sama, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata antar kelompok dapat dilakukan dengan uji LSD. Dimana berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara budidaya padi nonorganik dengan semiorganik sebesar 0,001 serta Signifikansi antara budidaya padi nonorganik dengan organik dan semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0 , 05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan secara statistik melalui uji LSD bahwa perbedaan nilai rata-rata pendapatan petani terjadi antara budidaya padi nonorganik dengan semiorganik, nonorganik dengan organik, dan semiorganik dengan organik. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Wulandari (2011) yang menyimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
84
secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan per hektar pada usahatani padi organik dan anorganik di Kel. Sindang Barang dan Situ Gende, Kec. Bogor Barat. Selain itu, penelitian Hermanto (2010) juga menyimpulkan bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi anorganik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 (tiga) diterima.
6.
Analisis Komparasi Kelayakan Semiorganik, dan Organik
a.
R/C ratio
Usahatani
Padi
Nonorganik,
Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Hasil Analisis Komparasi R/C ratio pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji LSD : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik
Signifikansi 0,023 0,000 0,217 0,000 0,004
(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12d))
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,023 ≤ α =( 0,05), maka disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik.
Universitas Sumatera Utara
85
Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H 1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata R/C ratio antara ketiga jenis budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05) dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,004 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata R/C ratio yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik. Adapun hasil uji LSD antara padi nonorganik dengan organik yang menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata R/C ratio didukung oleh hasil penelitian Ridwan (2008) yang menyimpulkan bahwa nilai R/C ratio pada usahatani padi ramah lingkungan lebih besar daripada nilai R/C ratio pada
Universitas Sumatera Utara
86
usahatani padi anorganik di Kelurahan Situgede. Oleh karena itu, berdasarkan nilai Signifikansi uji F dan uji LSD yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4a diterima.
b.
BEP Produksi Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap BEP produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 18 berikut.
Tabel 18. Hasil Analisis Komparasi BEP Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji Tukey : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12e))
Signifikansi 0,479 0,000 0,837 0,002 0,000
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,479 (> α = 0,05), maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap BEP produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai
Universitas Sumatera Utara
87
Signifikansi uji F, yaitu 0,000 ≤( α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata BEP produksi antara ketiga jenis budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar 0,002 (≤ α = 0,05) dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai ratarata BEP produksi yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.
c.
BEP Harga Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 19 berikut.
Tabel 19. Hasil Analisis Komparasi BEP Harga pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji LSD : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12f))
Signifikansi 0,007 0,012 0,092 0,188 0,003
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,007 ≤ α =( 0,05), maka
Universitas Sumatera Utara
88
disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,012 ≤( α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata BEP harga antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara padi semiorganik dengan organik (0,003 ≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP harga yang terjadi antara padi semiorganik dengan organik. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil Signifikansi uji F dan uji LSD terhadap BEP produksi dan BEP harga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4b dapat diterima.
Universitas Sumatera Utara
89
7.
Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha)
a.
Total Biaya Produksi, R/C ratio, dan BEP Harga Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) terhadap total biaya produksi, R/C ratio, dan BEP harga dapat diuraikan pada Tabel 20 berikut.
Tabel 20. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap TC, R/C ratio, dan BEP harga
No.
Parameter
Komponen Uji ANOVA Uji Lavene Statistik (Signifikansi)
1. Total Biaya Produksi 0,018 2. R/C ratio 0,001 3. BEP harga 0,006 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13a, 13b, 13d, dan 13f))
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa Signifikansi uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap total biaya produksi, R/C ratio, dan BEP harga bernilai≤ α = 0,05 , maka disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Oleh karena itu, menurut Hartono (2009) “apabila uji Lavene Statistik tidak terpenuhi pada kondisi sampel pada setiap kelompok yang berbeda jumlahnya, maka analisis ANOVA tidak dapat dilakukan”. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
90
mengakibatkan tidak dapat diketahui ada atau tidak adanya perbedaan total biaya produksi, R/C ratio, dan BEP harga berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik.
b.
Pendapatan Petani Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) terhadap pendapatan petani dapat diuraikan pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap Pendapatan Petani
No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji Tukey : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13c))
Signifikansi 0,992 0,000 0,001 0,000 0,000
Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa nilai Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap pendapatan petani sebesar 0,992 > α = 0,05, maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
91
Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap pendapatan petani pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha), yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan petani antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha). Selanjutnya berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar (0,000), nonorganik dengan semiorganik sebesar 0,001, dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata pendapatan petani berdasarkan strata luas lahan petani kecil ≤( 0,5 ha) yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik, nonorganik dengan semiorganik, dan padi semiorganik dengan organik.
c.
BEP Produksi Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) terhadap BEP produksi dapat diuraikan pada Tabel 22 berikut.
Universitas Sumatera Utara
92
Tabel 22. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap BEP Produksi No. 1. 2. 3.
Komponen Uji ANOVA Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik Uji F Uji Tukey : a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13e))
Signifikansi 0,089 0,000 0,824 0,002 0,000
Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa nilai Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap BEP produksi sebesar 0,089 > α = 0,05, maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap BEP produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha), yaitu dengan melihat nilai Sig. uji F sebesar 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata BEP produksi antara ketiga jenis budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil≤ ( 0,5 ha). Selanjutnya berdasarkan
hasil uji Tukey
diperoleh Sig. antara padi nonorganik dengan organik sebesar 0,002 dan padi
Universitas Sumatera Utara
93
semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP produksi berdasarkan strata luas lahan petani kecil ≤( 0,5 ha) yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.
8.
Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha)
a.
Total Biaya Produksi dan R/C ratio Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha) terhadap total biaya produksi dan R/C ratio dapat diuraikan pada Tabel 23 berikut.
Tabel 23. Hasil Uji ANOVA pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) terhadap TC dan R/C ratio
No. 1. 2.
Parameter Total Biaya Produksi (TC) R/C ratio
Komponen Uji ANOVA (Signifikansi) Uji Lavene Statistik Uji F 0,257 0,742
0,122 0,242
(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 14a dan 14d))
Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa nilai Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap total biaya produksi dan R/C ratio sebesar 0,257 dan 0,742
(> α = 0,05), maka
disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap
Universitas Sumatera Utara
94
kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap total biaya produksi dan R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha), yaitu dengan melihat nilai Sig. uji F untuk total biaya produksi sebesar 0,122 dan Sig. uji F untuk R/C ratio sebesar 0,242 (> α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi dan R/C ratio antara ketiga teknik budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha).
b.
Pendapatan Petani, BEP Produksi, dan BEP Harga Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha) terhadap pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga dapat diuraikan pada Tabel 24 berikut.
Tabel 24. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) terhadap Pendapatan Petani, BEP Produksi, dan BEP Harga Komponen Uji ANOVA (Signifikansi) Uji Uji Tukey No. Parameter Lavene Uji F Nonorganik- Nonorganik- SemiorganikStatistik Semiorganik Organik Organik 1. Pendapatan 0,871 0,000 0,305 0,000 0,002 2. BEP Produksi 0,337 0,007 0,578 0,05 0,005 3. BEP Harga 0,173 0,000 0,554 0,002 0,000 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 14b, 14c dan 14e, dan 14f))
Universitas Sumatera Utara
95
Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga bernilai (> α = 0,05), maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan. Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap harga pokok (cost price), pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha), yaitu dengan melihat Sig. uji F untuk pendapatan dan BEP harga sebesar 0,000 selanjutnya Sig. uji F untuk BEP produksi sebesar 0,007 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga antara ketiga teknik budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha). Selanjutnya berdasarkan hasil uji Tukey terhadap pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga diperoleh Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik bernilai ≤ α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP produksi berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha) yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.
Universitas Sumatera Utara
96
Berdasarkan penjelasan mengenai hasil Signifikansi uji F dan uji Tukey terhadap total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) dan petani besar (>0,5 ha) tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 tidak dapat diterima.
Universitas Sumatera Utara
97
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Total biaya rata-rata pada ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan. Dimana total biaya rata-rata padi organik per petani sebesar Rp 3.050.157 lebih sedikit daripada total biaya rata-rata padi nonorganik sebesar Rp 4.042.545 dan padi semiorganik sebesar Rp 3.529.074. 2. Pendapatan dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan. Dimana pendapatan per ha dari petani padi organik sebesar Rp 22.718.208 lebih banyak daripada pendapatan per ha dari petani padi nonorganik sebesar Rp 16.185.728 dan padi semiorganik sebesar Rp 18.590.079. 3. a. R/C ratio dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan khususnya antara budidaya padi nonorganik dengan organik dan semiorganik dengan organik. Dimana nilai R/C ratio padi organik sebesar 4,89 lebih tinggi daripada R/C ratio padi nonorganik sebesar 3,65 dan padi semiorganik sebesar 4,01. b. BEP produksi dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik melalui uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan khususnya antara budidaya padi nonorganik dengan organik dan semiorganik dengan organik. Dimana nilai
Universitas Sumatera Utara
98
BEP produksi pada usahatani padi organik sebesar 1.355 kg lebih sedikit daripada BEP produksi pada usahatani padi nonorganik sebesar 1.664 kg dan padi semiorganik sebesar 1.714 kg. c. BEP harga dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan khususnya antara budidaya padi semiorganik dan organik. Dimana nilai BEP harga pada usahatani padi organik sebesar Rp 1.069 lebih tinggi daripada BEP harga pada usahatani padi nonorganik sebesar Rp 992 dan padi semiorganik sebesar Rp 894. 4. Budidaya padi secara organik ditinjau dari hasil analisis total biaya produksi, harga pokok, pendapatan, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga lebih layak dan lebih menguntungkan untuk diterapkan oleh para petani padi nonorganik dan semiorganik khususnya dalam lahan berukuran luas (> 0,5 ha).
6.2 Saran 1.
Kepada Petani Padi Sebaiknya petani padi nonorganik dan semiorganik mulai mempercayai dan menerapkan teknik budidaya padi secara organik dalam berusaha tani, sehingga dapat memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi kepada petani. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi padi.organik untuk setiap musim tanam lebih sedikit daripada biaya produksi padi nonorganik dan semiorganik dan harga jual GKP padi organik jauh lebih mahal daripada GKP padi nonorganik dan semiorganik.
Universitas Sumatera Utara
99
2. Kepada Pemerintah Agar pemerintah daerah maupun pusat lebih aktif dalam menetapkan program skala nasional maupun daerah dalam hal penerapan budidaya padi secara organik kepada para petani padi nonorganik dan semiorganik yang ada di daerah-daerah sentra produksi padi seperti di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai. 3.
Kepada Dinas Pertanian a. Agar instansi Dinas Pertanian lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan dan mengadakan sekolah lapang mengenai teknik budidaya padi secara organik bagi para petani nonorganik dan semiorganik. b. Agar instansi Dinas Pertanian dapat melakukan pemetaan terhadap pasar beras organik khususnya untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, sehingga para petani nonorganik, semiorganik, maupun organik dapat mengetahui peluang pasar yang dapat dimasuki untuk penjualan GKP yang dihasilkan. c. Agar instansi Dinas Pertanian dapat memberikan bantuan alat-alat pertanian, seperti traktor dan alat tanam otomatis yang dapat mengurangi biaya tenaga kerja yang digunakan setiap musim tanamnya serta pemberian bantuan ternak khususnya bagi kelompok-kelompok tani yang sudah maupun memiliki ketertarikan dalam budidaya padi secara organik.
4.
Kepada Peneliti Lainnya Agar dilanjutkan penelitian mengenai persepsi petani padi nonorganik dan semiorganik terhadap turunnya produksi apabila terjadi peralihan budidaya padi menjadi organik. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
100
terhadap usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari aspek-aspek lainnya, misalnya seperti aspek pemasaran, dan manajemen resiko produksi yang berguna sebagai informasi bagi pihak-pihak terkait maupun pemerintah daerah dan pusat.
Universitas Sumatera Utara