III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2004 sampai dengan Agustus 2005. Penelitian terdiri atas tiga tahap percobaan, yaitu : isolasi mikroba selulolitik yang dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian IPB, percobaan pengomposan yang dilakukan di TPA Galuga dan percobaan aplikasi kompos yang dilakukan di Kebun Percobaan IPB Tajur. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku isi rumen sapi segar diperoleh dari RPH Bogor, sedangkan isi rumen kambing segar diperoleh dari tempat pemotongan kambing di Empang Bogor. Kotoran ayam diperoleh dari peternakan ayam di Kelurahan Gunung Batu. Sampah organik pasar segar untuk pengomposan berasal dari TPA Galuga Bogor. Bahan untuk medium isolasi, pemurnian dan seleksi
isolat untuk
pengomposan adalah NA (Nutrien Agar), PDA (Potatoes Dextrose Agar), TSB (Tripticsoy Brooth) dan CMC (Carboxy Methyle Cellulose) dan indikator congo red. Bahan carrier digunakan kompos yang sudah disaring. Stardec digunakan sebagai kontrol positif terhadap pengomposan. Pupuk urea, bahan-bahan kimia untuk analisis kompos, tanah dan jaringan tanaman.
Benih sawi varietas
Tosakan dan kangkung cabut varietas Bangkok LP 1 sebagai tanaman indikator. Alat-alat
yang
digunakan
untuk
isolasi,
pemurnian,
seleksi
dan
karakterisasi mikroba hasil isolasi dan pembuatan carrier adalah autoclave, tabung erlenmeyer, bunsen, cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, ayakan, ose, pipet dan alat pendukung lainnya. Pada tahap pengomposan menggunakan alatalat berupa cangkul, garpu, ember, gerobak dorong, termometer, pHmeter, timbangan, terpal dan alat lainnya, sedangkan untuk penanaman sayuran menggunakan cangkul, koret, penggaris dan lain sebagainya. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah tahap isolasi, pemurnian dan seleksi mikroba selulolitik dari isi rumen sapi, isi rumen kambing dan kotoran ayam dan pembuatan carrier. Tahap kedua adalah tahap aplikasi
28 mikroba selulolitik hasil isolasi untuk diuji kemampuannya dalam pengomposan. Tahap ketiga adalah aplikasi kompos untuk penanaman sayuran di lapang. 3.3.1 Tahap Isolasi, pemurnian dan seleksi - Penghitungan Populasi Awal Sebelum rumen dan kotoran ayam diperlakukan lebih lanjut, terlebih dahulu dihitung kadar air masing-masing dengan mengoven bahan pada suhu 105
0
C selama 24 jam.
Kadar air rumen sapi mencapai 821,12%, rumen
kambing 741,86% dan kotoran ayam 193,44%. Penghitungan populasi mikroba awal dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi yang terdapat dalam isi rumen sapi, kambing dan kotoran ayam. Penghitungan juga dimaksudkan untuk melihat mikroba apa saja yang tumbuh. Tahap ini melalui tahap pengkayaan dan pengenceran. Pengkayaan Pengkayaan dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada seluruh mikroba untuk tumbuh dengan cara mengkondisikan lingkungan sesuai dengan tujuan isolasi. Pengkayaan tersebut dilakukan dengan memberi media tumbuh yang tidak membatasi pertumbuhan semua mikroba. Pengkayaan dilakukan pada masing-masing dua buah labu erlenmeyer 250 ml dengan medium tripticsoy brooth yang sudah disterilkan sebanyak 100 ml dan sampel bahan isolasi sebanyak + 10% dari jumlah medium.
Hasil pengkayaan tersebut kemudian
diinkubasi pada suhu ruang (+ 280 C) selama 48 jam untuk mengkondisikan mikroba sesuai tujuan isolasi yaitu inokulan untuk pengomposan. Pengenceran Pengenceran dilakukan secara berseri dengan menggunakan garam fisiologis (larutan yang mengandung garam NaCl 0,85%) dan media tumbuh sesuai dengan jenis mikroba (NA untuk bakteri dan PDA untuk kapang). Pengenceran dimulai dengan memipet 1 ml inokulan pada pengkayaan yang telah diinkubasi untuk dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis sebagai pengenceran 10-1 (P1) dan seterusnya sampai didapatkan pengenceran yang sesuai untuk penghitungan populasi. Untuk penghitungan mikroba total dilakukan pengenceran sampai 1011 dan untuk penghitungan fungi total pengenceran dilakukan sampai 10 4.
Jadi pengenceran tersebut dimaksudkan untuk
menghindari populasi yang terlalu padat saat pemupukan karena apabila terlalu padat akan menyulitkan dalam penghitungan koloni.
29 Setelah dilakukan pengenceran, selanjutnya dilakukan pemupukan dengan metode pour plate dengan cara memipet 1 ml inokulan dari masing-masing tabung pengenceran, kemudian dituangkan dalam cawan petri steril yang telah diberi label. Nutrien Agar atau PDA dituang ke dalam cawan dalam bentuk cair, kemudian dihomogenkan dengan cara menggerakkan cawan di atas meja dengan membentuk angka delapan dan ditunggu media menjadi padat. diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. dimaksudkan
sebagai
diaplikasikan
dalam
seleksi
untuk
pengomposan
Inkubasi tersebut sekaligus
mendapatkan
yang
Selanjutnya
dilakukan
mikroba di
yang
ruangan
akan
terbuka.
Pemupukan dilakukan secara duplo. - Isolasi dan Pemurnian Isolasi Bahan isolasi diambil dari sampel hasil pengkayaan dengan menggunakan ose steril. Menurut prosedur Hadioetomo (1993) isolasi dilakukan dengan metoda cawan kuadran (Gambar 2) yaitu dengan menggoreskan ose yang berbeda ke media secara berurutan dari daerah 1 - 4. Cawan kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Morfologi yang dihasilkan diamati dan koloni yang terpisah (isolat) dipindahkan pada agar miring untuk pemurnian dan stock. Isolat disimpan pada suhu 4 – 7 0 C. 1
4 2 3 Gambar 2. Metode Cawan Kuadran Pemurnian Pemurnian dilakukan dengan mengambil satu ose sampel isolat dari agar miring dengan menumbuhkan isolat pada media yang sesuai (NA untuk bakteri dan PDA untuk kapang). Kultur kemudian di inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam . Hasil kultur kemudian diuji kemurniannya dengan metoda cawan kuadran - Seleksi Mikroba Selulolitik
30 Seleksi dilakukan dengan melakukan uji aktivitas enzim CMCase. Pengujian dilakukan dengan melihat kemampuan masing-masing isolat dalam merombak selulosa pada media CMC (Gambar Lampiran 1). Isolat yang mampu merombak selulosa akan membentuk daerah bening di sekitar isolat yang kemudian diperjelas dengan menggunakan warna indikator congo red dan HCl 0.1 N.
Indikator congo red di tuangkan di atas media CMC sampai tergenang
semuanya, dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian di siram dengan HCl sampai terlihat jelas zona beningnya. Hasil uji CMC menghasilkan isolat berupa fungi, baik dari rumen sapi, rumen kambing maupun kotoran ayam. Selanjutnya ketiga isolat tersebut di lihat waktu tumbuh yang menghasilkan bobot kering biomassa terbesar dari masingmasing fungi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu inokulasi yang tepat pada carrier. Fungi-fungi tersebut di tumbuhkan pada media PDA cair dalam tabung erlenmeyer sebanyak 40 ml per tabung per hari selama 6 hari. Setiap hari dilakukan pengukuran bobot kering biomassa fungi dengan menyentrifuse 40 ml cairan pada kecepatan 12.000 gravitasi, kemudian endapan dikeringkan dalam cawan petri dengan cara dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 0 C sampai didapatkan bobot kering konstan. - Pembuatan Carrier untuk Pengomposan Pembuatan carrier bertujuan untuk mempermudah aplikasi isolat di lapang.
Carrier yang digunakan terbuat dari kompos. Sebelum pembuatan
carrier terlebih dahulu diukur kadar airnya untuk menentukan jumlah air yang harus ditambahkan saat pembuatan carrier. Kadar air yang direkomendasikan dalam pembuatan carrier adalah 60%.
Kompos kemudian disaring dengan
saringan berukuran 2 mm. Selanjutnya kompos ditambah air sesuai perhitungan kemudian dilakukan sterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan mengautoclave kompos selama 1 jam, kemudian dibiarkan semalam dan di autoclave lagi selama 1 jam pada hari berikutnya.
Kompos yang sudah disteril kemudian diuji sterilitasnya dengan
mengambil sampel untuk ditumbuhkan pada media NA.
Media kemudian
diinkubasi selama 2 hari dan dilihat apakah ada pertumbuhan mikroba atau tidak. Apabila media steril, maka dapat dilakukan inokulasi isolat hasil seleksi. Inokulasi isolat pada carrier ditentukan dengan melihat titik tumbuh tertinggi dari isolat yang dihasilkan. Inokulasi dilakukan pada carrier sebanyak 10
31 ml/500 g kompos.
Setelah diinokulasi, carrier diinkubasi.
Lama inkubasi
disesuaikan dengan titik tumbuh tertinggi masing-masing fungi kemudian carrier diuji pertumbuhan isolatnya dengan mengambil 10 g sampel carrier kemudian di larutkan dalam garam fisiologis 90 ml. Kemudian dilakukan pengenceran pada 106, 107 dan 108. Dari pengenceran kemudian ditumbuhkan di media PDA padat dan dilihat pertumbuhan masing-masing isolatnya. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati pada tahap ini adalah : 1. Jumlah Mikroba Total 2. Mikroba Selulolitik Total pada carrier 3.3.2 Tahap Aplikasi Isolat untuk Pengomposan Pada tahap ini dilakukan inokulasi mikroba selulolitik hasil seleksi pada sampah pasar. Perlakuan terdiri atas 6 satuan percobaan, yaitu: Kontrol -
= Tanpa inokulan/mikroba selulolitik
IRS
= Inokulan rumen sapi
IRK
= Inokulan rumen kambing
IKA
= Imokulan kotoran ayam
IMIX
= Campuran semua inokulan
Stardec
= Inokulan yang dijual di pasaran
Pelaksanaan Pengomposan Tahap ini menguji kemampuan mikroba selulolitik hasil seleksi untuk merombak sampah. Mikroba tersebut digunakan sebagai inokulan pengomposan sampah organik pasar. Pengomposan dilakukan secara aerobik. Pengomposan dilakukan dengan menggunakan segitiga bantu berupa segitiga bambu bantu model ERCP CPIS. Segitiga bantu tersebut berupa segitiga sam a sisi dengan sisi 30 cm dan panjang 2.5 m. Timbunan sampah kota yang akan dikomposkan setinggi 1.25 m dan lebar 1.5 m. (Gambar 3). Sampah pasar yang dikomposkan untuk setiap perlakuan sebanyak 2 ton. Tahapan pengomposan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
32
Gambar 3. Model Pengomposan dengan Bambu Aerasi. Pemilahan Sampah yang akan digunakan dipilah menurut jenisnya (sampah organik dan an-organik). Sampah yang tidak terpakai untuk pengomposan (an-organik) dikumpulkan kembali dan dibuang sebagaim ana mestinya. Sampah an-organik seperti tali rafia, plastik, keranjang bekas, bungkus mie, bungkus permen dan sebagainya.
Sampah organik yang akan digunakan untuk pengomposan
selanjutnya dicacah dengan ukuran kurang lebih 5 cm.
Pencacahan
dimaksudkan untuk memperluas permukaan kontak bahan baku dengan mikroba sehingga pengomposan akan berjalan lebih cepat. Penambahan Inokulan Penambahan inokulan dan Stardec (kontrol positif) dilakukan pada awal pengomposan. Pemberian inokulan dilakukan dengan cara menaburkan pada lapisan bahan kompos yang sedang ditumpuk. Jumlah inokulan yang diberikan adalah 2% dari Bobot Kering Mutlak (BKM) bahan kompos. Setiap perlakuan (untuk 2 ton) memerlukan inokulan sebanyak 5.25 kg. Penanaman Kantong Litter Kantong litter ini digunakan untuk mengevaluasi laju dekomposisi berdasarkan hilangnya bobot bahan organik setelah waktu pembenaman. Kantong litter yang digunakan terbuat dari strimin plastik dengan ukuran mess + 2 mm, dan ukuran kantong 20 cm x 20 cm.
Bahan organik yang dimasukkan
sebanyak 50 g Bobot Kering Udara (BKU) sampah yang sudah dicampur dengan inokulan. Kantong litter tersebut kemudian dibenamkan dalam tumpukan bahan organik sedalam 5 -10 cm dari permukaan. Kantong litter yang dibenamkan
33 sebanyak 30 kantong per tumpukan. Pemanenan kantong litter di lakukan tiap minggu sebanyak 5 kantong per tumpukan. Pembalikan Pembalikan dilakukan seminggu sekali. Pembalikan dimaksudkan untuk menghomogenkan kembali bahan kompos sehingga kematangan kompos merata dan lebih cepat. Parameter yang Diamati Parameter-parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah : 1.
Analisis awal kandungan hara sampah pasar
2.
Suhu pengomposan dan suhu lingkungan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer digital dan dilakukan setiap hari pada siang hari. Hal ini untuk memperoleh gambaran dinamika suhu harian dari bahan organik yang dikomposkan dibandingkan dengan suhu lingkungan.
3.
Nilai pH. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pHmeter dengan frekuensi pengamatan seminggu sekali.
4.
Laju respirasi. Pengukuran dilakukan tiap minggu dengan metode sederhana Verstraete.
5.
Nisbah C/N selama pengomposan yang diukur tiap 2 minggu sekali.
6.
Susut bobot. Pengukuran dilakukan tiap minggu dengan menggunakan sampel pengukuran berupa kantong litter. Setiap pengukuran memakai sampel 5 kantong litter per perlakuan.
7.
Analisis akhir dilakukan terhadap peubah yang diperlukan untuk menilai kualitas kompos yang dihasilkan yaitu produksi kompos yang dihasilkan, kandungan hara, Nisbah C/N dan kapasitas tukar kation. Pada tahap ini data dianalisis secara deskriptif .
3.3.3 Tahap Aplikasi Kompos untuk Penanaman Sayuran Teknik Pengumpulan Data Tahap
ini
bertujuan
untuk
melihat
pengaruh
kompos
terhadap
pertumbuhan kangkung darat dan sawi. Kompos yang digunakan adalah kompos dipilih dari pengujian sebelumnya yaitu kompos stardec dan kompos inokulan rumen kambing. Tanaman yang akan diberi perlakuan adalah sawi (Brassica chinensis L.) dan kangkung (Ipomoea reptans Poir.). Tahap ini menggunakan
34 Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu pupuk yang digunakan. Perlakuan pada tahap ini adalah : Kontrol
: Tanpa pupuk
PO-PAN
: Campuran kompos dengan pupuk anorganik (Urea)
PO-RK
: Kompos dengan menggunakan rumen kambing
PO-SK
: Kompos dengan menggunakan stardec
PAN
: Penambahan pupuk anorganik Takaran kompos yang diteliti 2.5 kg/m2 dan urea sebanyak 15 g/m 2.
Masing-masing perlakuan diulang 3 kali (blok sebagai ulangan) sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Pada masing-masing ulangan pengamatan dilakukan pada 15 tanaman, sehingga didapatkan
225 satuan pengamatan (untuk satu
komoditas). Model linier dari rancangan acak kelompok dalam tahap ini adalah : Yij = µ + K i + Pj +ε ε ij Dengan asumsi secara singkat ditulis sebagai berikut : Pj ~ NI(0,σP2) ; Ki ~ NI (0,σK2) ; serta ∈ij ~ NI (0,σ2) Keterangan : Yij
: Respon pertumbuhan tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
µ
: Nilai tengah umum pertumbuhan tanaman
Ki
: Pengaruh kelompok ke-i
Pj
: Pengaruh pupuk kompos ke-j
εij
: Galat percobaan tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
NI
: Normal dan bebas
~
: Menyebar secara
Hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut : H0
: Pj = 0 (j=1,2, ...,t) atau
H1
: Minimal ada satu P j ≠ 0 untuk j = 1,2, ..., t
Data yang diperoleh diuji dengan sidik ragam, jika terdapat perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) selang kepercayaan 5%. - Pelaksanaan Penanaman Tahap ini dilakukan untuk menguji kompos hasil percobaan.
Dalam
pelaksanaan di lapangan, sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan analisis
35 terhadap kandungan hara tanah dan dilakukan pengolahan tanah yang bertujuan untuk membersihkan lahan dari gulma, dan penyiapan petak tanam yang berukuran 1 m x 4 m dengan jarak tanam untuk baris kangkung 20 cm dan 30 cm untuk jarak antar baris sawi. Jarak antar petak 50 cm. Benih sawi dan benih kangkung darat ditanam langsung pada baris tanam setelah terlebih dahulu di rendam dalam air selama 12 jam. Kompos diberikan dengan menaburkannya di dalam baris lubang tanam.
Sebanyak
2/3 dosis
kompos di inkubasikan terlebih dahulu selama satu minggu sebelum tanam dan 1/3 kompos sisanya diberikan pada saat penanaman. Pupuk urea diberikan pada perlakuan PAN dan PO-PAN dengan dosis 150 kg/ha. Pemberian pupuk urea dilakukan dua kali yaitu pada saat penanaman sebanyak 2/3 dosis dan 1/3 sisanya diberikan satu minggu setelah tanam. Pupuk urea diberikan dengan cara ditabur di baris yang dibuat di samping tanam. Panen dilakukan sekitar 4 – 5 MST Paramete r yang Diamati Parameter tanaman yang dilihat meliputi: (1) Tinggi tanaman, (2) Jumlah daun, (3) Indeks luas daun, (4) Bobot segar tanaman dan (5) Perbandingan tajuk dan akar tanaman (shoot root ratio), (6) Serapan hara tanaman dan (7) Analisis usahatani sawi dan kangkung. Tinggi tanaman dan jumlah daun masing- masing diukur tiap minggu sebagai peubah pertumbuhan tanaman. Indeks luas daun, bobot segar tanaman, perbandingan pucuk dan akar dan analisis NPK diukur pada saat panen. 3.3.4 Analisis Finansial Usaha Pengomposan Pada tahap ini dilakukan perhitungan analisis usaha untuk kegiatan pengomposan.
Penghitungan analisis usaha untuk kelayakan pengomposan
sampah pasar adalah sebagai berikut 1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Ratio Perhitungan ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif kegiatan usaha pengomposan berdasarkan perhitungan finansial.
Nilai R/C lebih dari satu
menunjukkan usaha tersebut akan memberikan pendapatan lebih dari biaya produksi (memberikan keuntungan). Jumlah penerimaan (Rp) R/C Ratio
= Jumlah biaya total (Rp)
36
2. Harga Pokok Produksi (HPP) Metode pendekatan yang digunakan untuk menghitung harga pokok produksi masing-masing komponen pembiayaan adalah Full costing, yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang mempertimbangkan semua unsur biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Untuk menghitung harga pokok produksi dari komponen pembiayaan digunakan asumsi teknis yang disusun berdasarkan umur produksi kompos. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali pengomposan adalah 1.5 (6 tumpukan), sehingga asumsi teknis yang digunakan untuk menghitung usaha pengomposan adalah sebagai berikut 1.
Segitiga bantu dapat digunakan selama 6 bulan (4 kali pengomposan)
2.
HPP = Harga segitiga bambu 4 Sekop dan garpu dapat digunakan selama 1 tahun (8 kali pengomposan)
3.
HPP = Harga garpu/sekop Ket. : 6 = Jumlah tumpukan 8x6 Termometer dapat digunakan selama 2 tahun (16 kali pengomposan)
4.
HPP = Harga termometer Ket. : 6 = Jumlah tumpukan 16 x 6 Gerobak dorong dapat digunakan selama 1.5 tahun (12 kali pengomposan)
5.
HPP = Harga gerobak dorong 12 x 6 Tenaga kerja
6.
HPP = HOK 6 Harga pokok produksi total
Ket : 6 = Jumlah tumpukan
HPP total = Biaya Total Produksi Total Asumsi ekonomis digunakan untuk menentukan harga kompos yang berlaku pada saat penelitian yaitu Rp. 500/Kg 3.3.5 Analisis Finansial Usahatani Sayuran Usaha penanaman sayuran merupakan suatu kegiatan ekonomi yang mempunyai komponen biaya tetap dan biaya variabel sehingga dapat dihitung analisis finansialnya.
Perhitungan analisis usahatani sayuran yang dilakukan
37 pada tahap ini meliputi imbangan penerimaan dan biaya (R/C) ratio dan harga pokok produksi sayuran.
1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Ratio Perhitungan ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif kegiatan usahatani sayuran berdasarkan perhitungan finansial. Nilai R/C lebih dari satu menunjukkan usaha tersebut akan memberikan pendapatan lebih dari biaya produksi (memberikan keuntungan). Jumlah penerimaan (Rp) R/C Ratio
= Jumlah biaya total (Rp)
2. Harga Pokok Produksi (HPP) Metode pendekatan yang digunakan untuk menghitung harga pokok produksi masing-masing komponen pembiayaan adalah Full costing, yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang mempertimbangkan semua unsur biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Untuk penghitungan analisis finansial tersebut digunakan asumsi-asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat penelitian. Waktu yang dibutuhkan untuk satu musim tanam adalah 1.5 bulan, sehingga asumsi teknis untuk usahatani sayuran adalah sebagai berikut : 1.
Luasan penanaman dikonversi dari plot (12 m2) kedalam 1000 m 2, sehingga setiap perhitungan disesuaikan dengan konversi tersebut.
2.
Biaya sewa lahan disesuaikan dengan harga pada saat penelitian dan berlaku selama 1 semester (6 bulan), yaitu Rp. 2.000.000/tahun/1000 m 2.
Biaya sewa lahan = Harga sewa lahan (1000 m2) 4 3. Cangkul/koret dapat digunakan selama 1 tahun (8 kali musim tanam) HPP = Harga cangkul/koret 8 4.
Harga pokok produksi total HPP total = Biaya Total Produksi Total Asumsi ekonomis yang digunakan untuk perhitungan analisis finansial
usahatani sayuran adalah sebagai berikut :
38 1.
Harga sayuran hasil penelitian disesuaikan dengan harga pasar pada saat itu yaitu Rp. 1.000/kg sayuran Jumlah penerimaan = produksi sayuran per m2 x harga sayuran x 1000 m2
2.
Harga kompos yang digunakan petani sama dengan harga kompos dari TPA Galuga yaitu Rp. 500/kg Biaya pembelian kompos = 2.5 kg/m 2 x 1000 m2 x harga kompos (Rp)
3.
Semua produk sayuran dapat dipasarkan
4.
Tidak ada biaya pengangkutan