III.
21
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan September–Desember 2009 dengan wilayah studi yang dikaji untuk lokasi optimal pasar induk adalah Kabupaten Bogor yang terdiri atas 40 kecamatan dengan mempertimbangkan keberadaan Kota Bogor yang terdiri atas 6 kecamatan. 3.2. Jenis Sumber Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data asal sayuran dan buah-buahan di pasar yang ada saat ini (eksisting) diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, dan data sekunder berupa data produksi sayuran dan buah-buahan, data monografi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, data rata-rata konsumsi sayuran dan buah-buahan, peta administrasi, peta jaringan jalan, data jarak tempuh dan waktu tempuh antar kecamatan, serta data pendukung lainnya.
Data-data tersebut didapatkan dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, BPS Kabupaten Bogor dan BPS Kota bogor, Bappeda kabupaten Bogor, PD. Pasar Tohaga, dan website (www.maps. google.com). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer, alat tulis, dan printer. Software yang digunakan terdiri dari Microsoft Excel, Microsoft Word, Arc GIS 9.2, dan GAMS. 3.3. Metode Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data penelitian terbagi atas data sekunder, dan data primer yang masing-masing diperoleh dari instansi pemerintah dan pengamatan langsung di lapangan. Adapun mengenai matriks pendekatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
22 Tabel 1. Matriks Pendekatan Penelitian No 1.
2.
Tujuan
Metode Analisis
Mengidentifikasi Skalogram perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor Mengidentifikasi Deskriptif aliran sayuran dan buah-buahan di pasar yang ada saat ini (eksisting) yang berada di Kabupaten dan Kota Bogor.
Jenis Data
Sumber Data
Keluaran
Sekunder
BPS Kab. Bogor
Hirarki wilayah di Kabupaten Bogor
Primer dan Sekunder
Pengamatan Langsung di Lapangan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, PD. Pasar Tohaga
Asal sayuran dan buah-buahan di pasar yang ada saat ini (eksisting)
3.
Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dengan mempertimbangkan keberadaan 6 kecamatan di Kota Bogor.
Metode PMedian yang dibangun dalam software GAMS
Sekunder
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com
Lokasi optimal pasar induk berdasarkan 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dengan mempertimbangkan keberadaan 6 kecamatan di Kota Bogor
4.
Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan 40 kecamatan di Kabupaten Bogor.
Metode PMedian yang dibangun dalam software GAMS
Sekunder
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com
Lokasi optimal pasar induk berdasarkan 40 kecamatan di Kabupaten Bogor
23 Tabel 1. Lanjutan No
Tujuan
Metode Analisis
Jenis Data
Sumber Data
Keluaran
5.
Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini (eksisting) di Kabupaten Bogor dengan mempertimbang kan keberadaan pasar yang ada di Kota Bogor.
Metode PMedian yang dibangun dalam software GAMS
Sekunder
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com
Lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini (eksisting) di Kabupaten Bogor dengan mempertimbangkan keberadaan pasar yang ada di Kota Bogor.
6.
Mengkaji penentuan lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini (eksisting) di Kabupaten Bogor.
Metode PMedian yang dibangun dalam software GAMS
Sekunder
Lokasi optimal pasar induk berdasarkan kondisi saat ini (eksisting) di Kabupaten Bogor.
7.
Melihat Keterkaitan perkembangan wilayah dengan alternatif lokasi optimal pasar induk Kabupaten Bogor.
Penentuan indeks prioritas
Sekunder
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, Bappeda Kab. Bogor, BPS Kabupaten dan Kota Bogor, website www.maps. google.com
Lokasi pasar induk paling optimal berdasarkan perkembangan wilayah dan hasil optimasi.
3.4. Batasan Penelitian 1. Komoditas yang dikaji dalam pengembangan pasar induk adalah sayuran dan buah-buahan. 2. Pengertian jarak dalam studi kasus ini mengikuti pengertian lokasi relatif, yaitu posisi yang berkenaan dengan posisi lainnya dengan menggunakan data
24 panjang jalan yang menghubungkan antar satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang didapatkan dari website (www.maps.google.com). 3. Pengertian waktu dalam studi kasus ini mengikuti pengertian waktu relatif yaitu waktu tempuh yang berkenaan satu posisi menuju posisi lainnya dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat, yang didapatkan dari website (www.maps.google.com). 4. Aspek masyarakat dan kelembagaan tidak menjadi pembahasan dalam penelitian
ini
karena
diasumsikan
masyarakat
mendukung
adanya
pembangunan pasar induk di Kabupaten Bogor. 3.5.
Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
skalogram, analisis deskriptif dan analisis P-Median. Analsisi skalogram digunakan untuk melihat tingkat perkembangan wilayah, analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui aliran sayuran dan buah-buahan di pasar yang ada saat ini, dan analisis P-Median digunakan untuk penentuan lokasi optimal pasar induk. 3.5.1. Skalogram Analisis skalogram digunakan untuk untuk menentukan hirarki wilayah dalam mendukung penentuan lokasi pasar induk yang optimal. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap kecamatan didata dan disusun dalam satu tabel seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Contoh Tabulasi Data Fasilititas Umum Kec
Populasi
Mushola
SD
SMP
SMA
Puskesmas
Bank
Jumlah Jenis
Jumlah Unit
Metode skalogram bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap kecamatan, atau menuliskan ada tidaknya fasilitas tersebut di suatu kecamatan tanpa memperhatikan jumlah atau kuantitasnya. Dengan metode
25 ini akan diidentifikasi jenis, jumlah, dan karakteristik infrastruktur yang diperlukan sebagai fasilitas yang akan mendukung perkembangan perekonomian di suatu kecamatan. Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah : 1.
Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas dalam unit-unit kecamatan. Data fasilitas yang merata dijumpai di seluruh kecamatan diletakkan pada tabel dengan urutan paling kiri dan seterusnya, fasilitas yang paling jarang penyebarannya diletakkan di kolom paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit kecamatan.
2.
Menyusun
wilayah
kecamatan
sedemikian
rupa,
kecamatan
yang
mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap diletakkan di susunan paling atas, sedangkan kecamatan dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap diletakkan di susunan paling bawah 3.
Menjumlahkan seluruh fasilitas sosial secara horizontal, baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap kecamatan
4.
Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal, sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh kecamatan.
5.
Dari hasil penjumlahan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan kecamatan yang mempunyai fasilitas terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan kecamatan dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap.
6.
Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua kecamatan dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang persis sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk. Kecamatan dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas. Metode lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram adalah
penentuan indeks sentralitas dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan. Secara teoritik, hirarki kecamatan ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan kecamatan secara totalitas yang tidak terbatas yang ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja, tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia, serta kapasitas perekonomiannya.
Model
untuk menentukan nilai indeks perkembangan (IPj) suatu kecamatan adalah:
26 ……………… …. (3-1)
′
dimana
……..………………………………. …….. (3-2)
IPj
: Indeks perkembangan kecamatan ke j
Iij
: Nilai indikator perkembangan ke i indikator ke j
Iij
: Nilai indikator perkembangan indikator ke i kecamatan ke j terkoreksi / terstandarisasi
Iimin : Nilai indikator perkembangan ke i terkecil SDi : Standar deviasi indeks perkembangan indikator ke i i
: Indikator yang dianalisis
j
: Kecamatan yang dianalisis Nilai ini akan digunakan untuk mengelompokkan kecamatan dalam
kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirarki kecamatan.
Diasumsikan bahwa
kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang, dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus, misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan 2x standar deviasi + nilai rata-rata, maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika antara nilai rata-rata sampai 2x standar deviasi+nilai rata-rata maka termasuk tingkat pertumbuhan sedang, dan jika nilai ini kurang dari nilai rata-rata, maka termasuk dalam nilai pertumbuhan rendah. Secara matematis kelompok tersebut adalah: Hirarki I ≥ X + 2 Stdev
(Tingkat Perkembangan Tinggi)
X + 2 STdev > Hirarki II ≥ X
(Tingkat Perkembangan Sedang)
Hirarki III < X
(Tingkat Perkembangan Rendah)
Ada beberapa kelemahan yang mungkin dijumpai dalam penggunaan analisis skalogram pada penggunaan data riil. Pertama, pada umumnya batasbatas wilayah nodal tidak tepat berimpitan dengan wilayah administrasi, sehingga data-data
yang
digunakan
dalam
analisis
perencanaan
sering
bersifat
kompromistis. Kedua, kenyataan yang ditemukan adalah batas-batas wilayah
27 nodal tersebut mudah sekali berubah, terutama berkaitan dengan perubahan sistem transportasi (Rustiadi et al., 2008). 3.5.2. Spatial Interaction Analysis The Location-allocation Model Spatial Interaction Analysis dengan menggunakan metoda The Locationallocation Model merupakan salah satu pendekatan dari model-model optimasi dalam penentuan lokasi suatu aktifitas yang dapat meminimumkan biaya, jarak, waktu, dan faktor kendala lainnya. Location-allocation model adalah metoda untuk menentukan lokasi optimal untuk penempatan fasilitas. Metoda ini secara simultan memilih suatu lokasi yang demands-nya terdistribusi secara spasial untuk optimasi beberapa kriteria yang secara spesifik dapat diukur. Isu utama yang muncul dari masalah lokasi adalah menentukan kriteria yang cocok dan objektif. Penentuan lokasi untuk private sector facilities biasanya didasarkan pada pertimbangan yang objektif dan terukur seperti untuk meminimalkan cost atau memaksimalkan profit. Hakimi (1964) dan Swain (1970) dalam Ashar (2002) menyebutkan bahwa salah satu dari model yang paling populer untuk masalah lokasi fasilitas publik adalah metode P-Median. Masalah lokasi dapat disederhanakan dengan menghubungkan antara lokasi fasilitas dengan lokasi demands yang dapat meminimalkan bobot total jarak tempuh atau waktu tempuh sehingga dapat membantu pengguna untuk mendapatkan fasilitas terdekat. Variabel-variabel yang diperlukan dalam aplikasi metode terpilih ini meliputi: 1. Variabel jumlah simpul 2. Variabel jumlah hubungan antar simpul 3. Variabel jarak antar simpul, dan 4. Variabel bobot masing-masing simpul Variabel jarak antar simpul dapat berupa jarak fisik jaringan jalan, biaya atau waktu yang diperlukan dalam perjalanan dari simpul awal ke simpul tujuan. Jarak yang dibutuhkan dalam pehitungan ini ialah jarak terpendek dan waktu tempuh tercepat dari setiap calon pusat ke simpul-simpul lainnya. Jarak antar simpul yang diukur berarti jarak yang saling berdekatan langsung antar simpul atau simpul yang memiliki batasan langsung, demikian pula dengan waktu
28 tempuh, waktu tempuh yang diukur adalah waktu tempuh tercepat antar simpul. Efisiensi ini dikembangkan oleh Djikistra (1959) dalam Ashar (2002). Pengertian bobot merupakan suatu karakteristik yang dimiliki oleh suatu simpul yang membedakan dengan simpul lainnya, misalnya jumlah penduduk, luas bangunan, tingkat pendapatan perkapita, sehingga makin signifikan bobot tersebut, maka simpul tersebut semakin besar memberikan kontribusi terhadap penentuan lokasi di dalam sistem secara keseluruhan. Penetapan suatu bobot identik dengan kriteria yang terutama terhadap penentuan lokasi suatu fasilitas. Sehingga untuk menetapkan suatu bobot seharusnya mengetahui indikator yang mempengaruhi kebutuhan penempatan suatu fasilitas. Banardi dan Fisher (1973) dalam Ashar (2002) menyebutkan bahwa penentuan bobot dan jarak tergantung pada tiga hal, yaitu a) masalah yang diselidiki, b) ketersediaan data, dan c) pertimbangan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki. Bobot simpul hendaknya mencerminkan jumlah penerima pelayanan (number of service recipients). Dalam pengoperasiannya metoda P-Median tidak berdiri sendiri, melainkan ditunjang oleh program komputer/software Java Applets P-Median Solver. Software P-Median Solver ini disediakan secara gratis melalui situs internet http://www.hyuan.com/java/index.html, yang untuk mengolah datanya harus dalam keadaan on line dengan situs tersebut. Program tersebut digunakan untuk ketepatan penentuan jalur terpendek dan penentuan pusat-pusat yang dipilih dari sejumlah simpul tidak dapat dihitung secara manual. Karena jika jumlah node dan link mecapai puluhan bahkan ratusan akan sulit dan tidak efektif dengan perhitungan secara manual. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan mengingat banyaknya simpul yang akan dianalisis maka dipergunakan program GAMS. Kelebihan dari program GAMS adalah dapat dikembangkan skenario yang dibangun dan sekaligus menguji simulasi-simulasi yang digunakan. 3.5.2.1. Model Optimasi (Penerapan GAMS) Model GAMS (General Algebraic Modeling System) digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan lokasi optimal pasar induk dengan menerapkan metoda yang digunakan dalam P-Median. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
29 cara pengolahan data agar dapat dilakukan secara off line, sekaligus menguji simulasi-simulasi yang digunakan. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam aplikasi metode P-Median yang ditunjang program GAMS adalah sebagai berikut: 1. Simpul yang dicalonkan sebagai pusat pelayanan berasal dari simpul yang berada dalam jaringan 2. Jaringan jalan mempunyai kesamaan kualitas 3. Simpul penolong yang dipakai sebagai upaya untuk memudahkan perhitungan jarak antar simpul tidak dapat dicalonkan sebagai pusat pelayanan 4. Untuk setiap kecamatan hanya diwakili oleh 1 simpul 5. Letak simpul ditentukan berdasarkan pertimbangan lokasi pusat (centroid) kecamatan. 6. Kecamatan dianggap tidak mengalami pemekaran 7. Bobot simpul hendaknya mencerminkan jumlah penerima pelayanan. Terdapat beberapa istilah dalam teknik optimasi, yaitu optimasi, programming dan economization. Inti dari ketiganya sama, yaitu memaksimalkan atau meminimumkan (mengoptimalkan) suatu fungsi, baik yang terkendala maupun yang tanpa kendala. Istilah umum dalam pemograman ini yaitu : (1) perumusan peubah keputusan (decision variables), (2) perumusan fungsi tujuan (objective function), (3) perumusan fungsi-fungsi kendala (constraint function), dan (4) perumusan metode estimasi parameter-parameter fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala.
Fungsi tujuan adalah fungsi yang akan dioptimalkan.
Fungsi kendala adalah fungsi-fungsi yang merupakan kendala fungsi yang akan dioptimasikan, dan peubah keputusan adalah peubah-peubah yang akan dicari nilai optimumnya (maksimum atau minimum). Secara matematis, mengoptimalkan suatu fungsi harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Berikut ini adalah beberapa bentuk optimasi yang didasarkan oleh jenis fungsi tujuan dan fungsi kendalanya. 1.
Fungsi Tanpa Kendala
Misalkan fungsi yang akan dioptimalkan, disebut fungsi tujuan, adalah F(x). Memaksimumkan atau meminimumkan berarti harus memenuhi dua persyaratan,
30 yaitu bahwa turunan pertama fungsi tersebut sama dengan nol (∂f(x) / ∂x = 0) dan turunan kedua fungsi tersebut lebih kecil dari nol ((∂2f(x) / ∂2x<0). Dengan menyelesaikan persamaan sesuai dengan persyaratannya akan didapat nilai peubah keputusan (x) yang optimum. 2.
Fungsi dengan Kendala
Misalkan fungsi yang akan dioptimalkan (fungsi tujuan) adalah F(x) dan merupakan fungsi non linier. Jika kendala berbentuk suatu fungsi kendala g(x) merupakan suatu pertidaksamaan dan nilai-nilai x adalah bukan nilai negatif, maka optimasi fungsi tersebut disebut non linier programming.
Jika F(x)
merupakan suatu fungsi linier, maka optimasi fungsi tersebut disebut Linier Programming. Jika fungsi kendala g(x) bernilai sama dengan konstanta tertentu (suatu persamaan) maka optimasi fungsi disebut Classical Programming. Secara notasi matematis, masing-masing bentuk optimasi fungsi adalah sebagai berikut: a.
Non Linier Programming: Fungsi tujuan F(x); suatu fungsi non linier Fungsi kendala : g(x)≤c; c= konstanta x≥0
b.
Linier Programming
:
Fungsi tujuan F(x); suatu fungsi linier Fungsi kendala : g(x) ≤c; c= konstanta x≥0 c.
Classical Programming : Fungsi tujuan F(x) ; fungsi non linier atau linier Fungsi kendala : g(x) =c; c= konstanta x≥0
Untuk
menyelesaikan
permasalahan
optimasi
ini
digunakan
persamaan
Langrangian (α), yaitu: α = F(x) + λ(c – g(x)) Untuk Clasical Programming, penyelesaian optimasi memiliki syarat bahwa turunan fungsi langrangian terhadap peubah keputusan (x) maupun λ adalah sama dengan nol. Secara matematis adalah sebagai berikut: •
α / ∂x = 0 dan ∂α / αλ = 0
•
sehingga F’(x) – λg’(x) = 0 dan c – g(x) = 0
•
Jika disubstitusikan maka F’(x) = λg’(x) atau λ = F’(x) / g’(x)
31 •
Dengan F’(x) = ∂F(x) / ∂x dan g’(x) = ∂g(x) / ∂x, maka hasil substitusi menghasilkan bahwa λ= ∂F(x) / ∂ g(x) atau λ = ∂F(x)/∂c
•
Dengan menyelesaikan sistem persamaan yang ada, maka akan diperoleh nilai x yang optimum (peubah keputusan). Dari hasil penyelesaian ini, selain diperoleh nilai peubah-peubah
keputusan juga diperoleh nilai λ. Nilai λ ini disebut Shadow Price, dan sesuai dengan definisi matematisnya maka Shadow Price berarti perubahan nilai fungsi tujuan (F(x)) saat fungsi/nilai kendala berubah satu-satuan. Untuk non linier maupun linier programming, dimana fungsi kendala adalah suatu pertidaksamaan, maka: •
(∂α/∂x) x = 0 dan (∂α/αλ) λ = 0
•
Karena X ≥ 0 maka (∂α/∂x) x = 0 memiliki dua kemungkinan, yaitu: o
Saat x = 0 (tidak ada peubah keputusan = tidak ada aktivitas) maka ∂α / ∂x ≠ 0, dimulai kondisi seperti ini tidak atau kurang feasible.
o
Saat x > 0 (ada aktivitas) maka ∂α/∂x = 0, sehingga penyelesaiannya akan sama dengan classical programming.
o
Jika nilai ∂α/∂λ = 0 dan λ > 0 berarti bahwa perubahan fungsi kendala berpengaruh positif terhadap nilai fungsi tujuan. Jika ∂α/∂λ ≠ 0 maka λ = 0, artinya bahwa perubahan kendala tidak mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kondisi yang kedua ini biasanya terjadi pada sumberdaya yang berlimpah. Dalam pengembangan model optimasi ada beberapa tahapan pokok yang
dilalui, antara lain : 1). Perumusan peubah keputusan, 2). Perumusan fungsi tujuan, 3). Perumusan fungsi kendala, dan 4)
Perumusan metode estimasi
parameter-parameter fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala. 3.5.2.1.1. Peubah Keputusan Peubah keputusan pada model optimasi dalam penelitian ini secara matematis dirumuskan sebagai berikut: Fij = Jumlah fasilitas dalam hal ini adalah pasar induk yang akan dibangun
32 Dimana i merupakan lokasi yang dilayani oleh fasilitas dan j merupakan lokasi fasilitas (pasar induk) yang akan dibangun. 3.5.2.1.2. Fungsi Tujuan Fungsi tujuan pertama dilambangkan dengan huruf Za, dimana tujuan penelitian adalah minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j. Secara matematis, fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: Za(i,j) = ∑ ∑
……….……..(3-3)
Dimana : Zaij
= minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j.
Cij
= jarak antara wilayah demand ke-i dan wilayah pembangunan fasilitas kej.
Xij
= jumlah demand yang harus dilayani di lokasi i Fungsi tujuan kedua dilambangkan dengan huruf Zb, dimana tujuan
penelitian adalah minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j dengan mempertimbangkan lokasi produksi k yang dikirimkan ke lokasi fasilitas j. Secara matematis, fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: ,
∑ ∑
∑ ∑
……….(3-4)
Dimana: Zbij
= minimasi biaya transportasi yang harus ditanggung untuk melayani lokasi demand i dari lokasi fasilitas j dengan mempertimbangkan lokasi produksi k yang dikirimkan ke lokasi fasilitas j.
Cij
= jarak antara wilayah demand ke-i dan wilayah pembangunan fasilitas kej
Xij
= jumlah demand yang harus dilayani di lokasi i
Tkj
= jarak antara wilayah produksi ke-k ke wilayah pasar j
Skj
= jumlah produksi di wilayah ke-k
33 Fungsi tujuan diatas berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana transportasi antar kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor tersedia 2. Satuan biaya transportasi per bobot per satuan jarak sama (homogen) ke seluruh arah/rute perjalanan yang menghubungkan antar kecamatan 3. Satuan biaya transportasi per bobot per satuan waktu tempuh sama (homogen) ke seluruh arah/rute perjalanan yang menghubungkan antar kecamatan 4. Perilaku dalam lalu lintas selalu memilih jalur terpendek berdasarkan jarak tempuh, dan juga berdasarkan waktu tempuh 5. Dalam model ini belum memperhatikan kelas jalan 3.5.2.1.3. Fungsi-Fungsi Kendala Fungsi-fungsi kendala yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bahwa setiap lokasi hanya dilayani oleh 1 pusat fasilitas.
2.
Jumlah fasilitas yang mampu dibangun hanya satu.
3.
Lokasi calon fasilitas yang ada terbatas.
4.
Suatu wilayah akan terlayani jika fasilitas tersedia.