36
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Menurut Maxfield dalam Nazir (2009), penelitian studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Sementara tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Pada penelitian ini, satuan studi kasusnya adalah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Pertimbangan dalam pemilihan PPS Bungus sebagai lokasi penelitian adalah karena PPS Bungus merupakan salah satu pusat perekonomian penting Kota Padang yang berfungsi sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor perikanan khususnya tuna ke negara lain. PPS Bungus juga ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai sentra tuna Indonesia bagian barat. Peranan dan potensi yang dimiliki PPS Bungus ini juga dihadapkan pada kondisi daerah yang rawan bencana, sehingga memerlukan arahan kebijakan pengembangan yang komprehensif untuk dapat mensejahterakan rakyat. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Bulan April sampai Mei 2012.
3.3. Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan pada penelitian Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang Sumatera Barat ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pakar, nelayan/pelaku usaha serta stakeholder lain yang kemudian diformulasikan kedalam analisis kuntitatif dan kualitatif. Data sekunder
37
diperoleh dari beberapa instansi terkait. Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Sumber Data No.
Kegiatan Penelitian
1
Identifikasi kondisi makro subsektor perikanan Analisis parameter biologi dan ekonomi sumberdaya perikanan
2
3
4
5
Jenis Data Sekunder
Bentuk Data
Sumber Data
Laporan statistik tahunan daerah
BPS Sumbar BPS Pusat
Pengolahan Data Analisis LQ
Primer
Hasil wawancara dengan nelayan
Sekunder
Laporan statistik perikanan Hasil wawancara dengan pakar Hasil kajian kebencanaan, Laporan kronologis bencana Hasil wawancara dengan pakar
PPS Bungus DKP Padang DKP Sumbar
Analisis Bioekono mi
LPSDKP BPBD BMKG BPSPL Padang
Studi Literatur Analisis Deskriptif Analisis AHP Studi Literatur Analisis Deskriptif Analisis AHP
Identifikasi potensi bencana terkait pengelolaan sumberdaya perikanan
Primer
Identifikasi upaya mitigasi dan prioritas bentuk mitigasi terhadap pengembangan sumberdaya perikanan
Primer
Analisis kelayakan investasi
Primer
Sekunder
Sekunder
Sekunder 6
7
8
Identifikasi dan analisis bentuk kelembagaan perikanan tangkap Identifikasi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan
Primer
Penyusunan arahan kebijakan
Primer
Sekunder Primer Sekunder
Sekunder
Hasil kajian kebencanaan, Laporan kronologis bencana Hasil wawancara dengan nelayan Laporan statistik perikanan Hasil wawancara dengan nelayan Laporan statistik perikanan Hasil wawancara dengan pakar Laporan peraturan/ perundangan Hasil wawancara dengan pakar Laporan kronologis bencana, Laporan statistik perikanan
Bappeda LPSDKP KKP BNPB
PPS Bungus DKP Padang DKP Sumbar
NPV B/C IRR
BBP Sosek KKP DKP Padang DKP Sumbar Bappeda Pemda KKP DKP Padang Bappeda DKP Padang BPBD Padang KKP
Analisis Kelembag aan Analisis Deskriptif Studi Literatur Analisis deskriptif Analisis AHP
Instansi-instansi dalam penelusuran data sekunder antara lain; Badan Pusat Statistik Pusat dan Provinsi (BPS), Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB), Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir Bungus (LPSDKP), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang (BPBD), Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Padang (BPSPL), Dinas Kelautan dan Perikanan
38
Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat (DKP), Badan Perencanaan Daerah Kota Padang (Bappeda), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Maritim Teluk Bayur (BMKG) dan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (BBPSEKP). Informasi yang diperoleh dalam bentuk peraturan perundangan, data statistik perikanan, data statistik ekonomi regional, kajian kebencanaan, hasil penelitian dan data perikanan lainnya. Melalui data yang ada di lapangan, diharapkan memperoleh informasi dan gambaran rinci terkait pengelolaan sumberdaya perikanan di Kota Padang Sumatera Barat. Dengan demikian, arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana dapat dianalisis melalui data tersebut. Pada tahapan analisis bioekonomi, parameter dan sumber data disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter Bioekonomi dan Sumber Data No. 1
2
Jenis Data
Parameter
Satuan
Sumber
Primer
Hasil tangkapan
Ton/trip
Penerimaan (p)
Rp/ton
Hasil wawancara dengan nelayan
Biaya operasional (c)
Rp/trip
Biaya Investasi
Rp/tahun
Biaya perawatan
Rp/trip
Produksi (h)
ton
Effort (E)
trip
CPUE
ton/trip
Laju pertumbuhan (r)
ton/th
Koefisien daya tangkap (q)
ton/unit
Kapasitas daya dukung (k)
ton
Sekunder
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus, DKP Kota Padang, DKP Provinsi Sumatera Barat
Data untuk kebutuhan parameter bioekonomi ini diperoleh pada lokasi penelitian yang terdiri atas data primer dan sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik kapal (armada) dan nelayan tuna longline. Informasi melalui penelusuran data primer ini juga diperoleh melalui stakeholder terkait. Data sekunder diambil dari statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus serta data tambahan dari DKP Provinsi Sumbar dan DKP Kota Padang. Nilai parameter yang diperoleh diharapkan mampu untuk dianalisis lebih lanjut dalam penyusunan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan.
39
3.4. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Pengambilan data primer meliputi stuktur biaya dari usaha penangkapan ikan serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dengan metode wawancara kepada nelayan untuk kebutuhan analisis bioekonomi. Data untuk analisis deskriptif mencakup telaah proses kebijakan, program kebijakan dan manfaatnya bagi nelayan, biaya dan hasil tangkapan sebelum dan sesudah kebijakan, serta informasi terkait bencana dan mitigasi. Pada tahap analisis AHP, data primer diperoleh melalui wawancara dengan pakar dipandu kuesioner. Data sekunder dalam penelitian ini berupa data urut waktu (time series) yang meliputi data produksi (landing) dan input yang digunakan (effort), harga per unit yaitu data yang diperoleh dari pengamatan pihak lain, yaitu harga ikan per kilogram per-tahun dan Indek Harga Konsumen/consumers price index (IHK), perkembangan jumlah nelayan serta armada dan alat tangkap, biaya dari masingmasing alat tangkap, serta data pendukung lainnya yang diperoleh dari PPS Bungus Kota Padang. Data lainnya dalam penelitian ini berupa data kisaran biaya dan komponen investasi terkait prioritas bentuk mitigasi bencana dan usaha tuna longline. Tahapan identifikasi kondisi bencana dibutuhkan data peta bencana, kesesuaian lahan, data mitigasi bencana serta data kebijakan atau Undang-undang terkait kebencanaan di Kota Padang yang diperoleh dari LPSDKP Bungus, BPBD Kota Padang, Bappeda Kota Padang, BMKG Maritim Teluk Bayur dan BPSPL Kota Padang. Dalam rangka mengetahui kondisi perekonomian terkait kontribusi sektor perikanan dibutuhkan data sekunder yang meliputi; perkembangan PDRB Kota Padang, perkembangan PDRB Provinsi Sumatera Barat, perkembangan tenaga kerja Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat serta data time series dari sektor perikanan selama 10 tahun terakhir. Data yang yang dikumpulkan untuk merumuskan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yaitu; masterplan program minapolitan dan program pengembangan perikanan lainnya yang ditetapkan pemerintah, unsur-unsur dan pihak terkait di dalamnya serta data-data pendukung yang diperoleh melalui BPS Provinsi Sumatera Barat dan BPS Pusat Jakarta.
40
3.5. Metode Pengambilan Contoh Metoda pengambilan contoh yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah purposive sampling. Pada penelitian ini, nelayan yang menjadi responden adalah kelompok nelayan yang mendaratkan ikan di PPS Bungus dengan hasil tangkapan ikan dari jenis pelagis besar yaitu tuna. Penentuan jenis spesies ini karena pertimbangan tuna merupakan komoditas unggulan dan produk ekspor Kota Padang. Selain itu ikan tuna memberikan sumbangsih terbesar bagi produksi perikanan tangkap laut Kota Padang, yakni hampir 30 persen dari total jumlah produksi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang, 2011). Teknik pengambilan contoh pada nelayan tuna (longline) adalah seluruh nelayan kapal longline yang mendaratkan ikan pada waktu penelitian dijadikan sampel. Selama periode penelitian tercatat 9 kapal longline mendaratkan ikan di PPS Bungus. Jumlah responden terhitung sebanyak 9 orang yang merupakan pimpinan usaha atau kapten kapal. Informasi ditambah dari responden yang diperoleh berdasarkan data kuesioner KKP Ditjen Perikanan Tangkap PPS Bungus selama tahun 2011 sebanyak 22 armada longline (22 orang). Penentuan sampel untuk analisis AHP menggunakan teknik purposive sampling. Responden diberikan informasi yang rinci oleh peneliti dalam tahap pengumpulan data. Responden adalah orang yang memiliki kapasitas berdasarkan kepakaran terkait pengembangan perikanan Kota Padang dan mitigasi bencana di daerah ini. Metode purposive sampling ini menentukan para pakar yang dijadikan responden dalam menentukan bobot nilai dari kriteria kebijakan. Pada penelitian ini jumlah responden pakar adalah sebanyak 9 orang yang terdiri dari kalangan akademisi, peneliti, birokrat pemerintahan maupun pemangku kepentingan lainnya (rincian responden dimuat pada Lampiran 1).
3.6. Metode Analisis Data 4.6.1. Analisis Shift Share Analisis Shift share bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB dan tenaga kerja (Sawono dan Endang dalam Ramadona, 2009). Analisis Shift Share menggunakan persentase nilai produksi suatu sektor terhadap PDRB (persentase antara PDRB sektor perikanan pada
41
tahun i terhadap total PDRB seluruh sektor pada tahun i di Kota Padang). Model matematik analisis Shift Share sebagai berikut:
Vi Ki = x100% Pi Dimana : Ki : Besarnya kontribusi sektor perikanan dalam tahun i Vi : PDRB sektor perikanan Kota Padang menurut harga konstan pada tahun i. Pi : Total PDRB seluruh sektor Kota Padang menurut harga konstan tahun i. Kriteria Shift share yaitu semakin besar nilai shift share, maka kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB semakin besar.
4.6.2. Analisis LQ (Location Quotient) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat basis sektor perikanan dalam pembangunan wilayah berdasarkan indikator PDRB. Model matematik LQ (Tarigan, 2005) :
vi / Vi LQ = vt / Vt keterangan : LQ
: Location Quotient
Vi
: PDRB sektor perikanan Kota Padang menurut harga konstan.
Vi
: Total PDRB seluruh sektor Kota Padang menurut harga konstan.
vt
: PDRB sektor perikanan Provinsi Sumatera Barat menurut harga konstan.
Vt
: Total PDRB seluruh sektor Provinsi Sumatera Barat menurut harga konstan. Kriteria penentuan sektor basis yaitu nilai LQ < 1, maka sektor perikanan
merupakan sektor non basis, sedangkan jika LQ > 1, maka sektor perikanan merupakan sektor basis. Asumsi yang mendasari model di atas adalah bahwa demand wilayah terhadap barang dan jasa mula-mula dipenuhi oleh produksi wilayah dan jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi itu, maka kekurangannya diimpor dari luar wilayah (Kadariah,1985).
42
4.6.3. Analisis Minimum Requirement Approach (MRA) Pendekatan MRA dapat mengukur seberapa besar kekuatan sektor basic dengan mengukur base multiplier-nya. Teknik MRA mengandalkan wilayah yang memiliki karakteristik yang sama yang dapat digunakan sebagai acuan atau peer. Karakteristik ini dapat berupa kesamaan potensi, posisi ataupun kondisi lainnya. Formula MRA secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi, 2010):
(
)
Pengukuran MRA dalam penelitian ini menggunakan variable tenaga kerja (E=employment) sebagai salah satu indikator. Formula di atas menyatakan bahwa basic employment sektor i (dalam hal ini perikanan) di wilayah a adalah merupakan perkalian dari total tenaga kerja sektor i di wilayah a dengan selisih share sektor perikanan dengan share minimum sektor yang terdekat (peer). Pengukuran MRA dalam penelitian ini menggunakan variabel tenaga kerja (E=employment) sebagai indikator.
4.6.4. Analisis Bioekonomi Penilaian sumberdaya perikanan yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan. Guna mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari dilakukan estimasi dengan model kuantitatif. Produksi stok ikan dipengaruhi oleh faktor endogenous seperti faktor biologi, pertumbuhan, kelahiran, rekruitmen, kematian dan ruaya, serta faktor exogenous seperti iklim, bencana, dan aktivitas manusia berupa penangkapan, pencemaran yang dapat menyebabkan turunnya kualitas perairan berdampak rusaknya ekosistem perairan. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam pemodelan bioekonomi: Pertama, menyusun data produksi dan upaya (effort) dalam bentuk urut waktu (series), pada penelitian ini series data selama 10 tahun. Jika menyangkut multigear-multispecies, terlebih dahulu harus dipisahkan menurut jenis alat tangkap dan produksi. Selanjutnya melakukan standarisasi alat tangkap, langkah ini diperlukan karena ada variasi atau keragaman dari kekuatan alat tangkap.
43
Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah singlegear-singlespecies, yaitu sumberdaya ikan tuna dengan alat tangkap tuna longline. Estimasi stok ikan digunakan model surplus produksi. Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dengan persamaan: ........................................................... dimana
f(xt)
(4-1)
laju pertumbuhan alami, atau laju penambahan asset biomass,
sedangkan ht adalah laju upaya penangkapan. Penelitian
ini
menggunakan
bentuk
model
fungsional
guna
menggambarkan stock biomass, yaitu bentuk logistik, sebagai berikut: (
Bentuk Logistik :
(
=
) )
.................................
(4-2)
Pada fungsi logistik r adalah laju pertumbuhan intrinsik, K adalah daya dukung lingkungan. Ketika stok sumberdaya perikanan tuna mulai dieksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumberdaya perikanan tuna dalam satuan waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari input (effort) yang digunakan dalam menangkap ikan dan stok sumberdaya yang tersedia. Bentuk fungsional hubungan itu dapat dituliskan sebagai berikut : ..............................................................
(4-3)
Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linear terhadap biomass dan effort ditulis sebagai berikut : ...................................................................
(4-4)
Pada formula di atas q adalah koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefficient) dan Et adalah upaya penangkapan. Jika diasumsikan pada kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan-upaya lestari (yield-effort curve) dari fungsi tersebut dituliskan dalam persamaan (4-5). Logistik :
(
)
.....................................................
(4-5)
Estimasi parameter r, K, dan q untuk persamaan yield-effort dari kedua model di atas (Logistik) melibatkan teknik non-linear, dengan menuliskan
44
Ut=ht/Et. Pada persamaan (4-6) dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi di atas. Teknik untuk mengestimasi parameter biologi dari model surplus produksi adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto, dan Pooley (1992) yang dikenal dengan metode CYP. Persamaan CYP secara matematis ditulis sebagai berikut : .
(4-6)
Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort), yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q, dan K secara terpisah. Setelah disederhanakan persamaan (4-6) dapat diestimasikan dengan OLS (Ordinary Least Square) melalui: .........................
(4-7)
sehingga nilai parameter r, q, dan K pada persamaan (4-6) dapat diperoleh melalui persamaan berikut :
.................................................................
(4-8)
Nilai parameter r, q, dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (4-5) fungsi logistik, untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Dengan mengetahui koefisien ini, manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan tuna ditulis pada persamaan (4-9) : (
)
......................................................
(4-9)
Memaksimalkan persamaan (4-9) terhadap effort (E) akan menghasilkan : (
) .....................................................................
(4-10)
Dengan tingkat panen optimal sebesar : (
)(
) ....................................................
(4-11)
45
Substitusi dari perhitungan optimasi (4-10) dan (4-11) ke dalam persamaan (4-9), akan diperoleh manfaat ekonomi optimal. Fauzi dan Anna (2005), menyatakan dalam melakukan estimasi parameter ekonomi berupa harga per kg atau per ton dan biaya memanen per trip atau per hari melaut sebaliknya diukur dalam ukuran riil (disesuaikan dengan indeks harga konsumen). Pada penelitian ini, parameter ekonomi yang diperoleh melalui data lapangan berupa harga per kg dan biaya per trip. Jadi harga nominal pada periode t (Pnt) misalnya, bisa di konversi dengan harga riil (prt) berdasarkan formula berikut : (
)
Biaya riil yang dikeluarkan diperoleh melalui penyesuaian dengan inflasi berdasarkan formula: (
)
Langkah terakhir berupa perhitungan nilai optimal berdasarkan formula yang sudah ditetapkan dilakukan dengan software Excell dan Maple 13 yang memudahkan repetisi (untuk analisis sensitifitas) maupun untuk keperluan pembuatan grafik. Melakukan analisis kontras dengan data riil untuk melihat sejauh mana hasil pemodelan bisa diterima sesuai data riil yang ada.
4.6.5. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak atau disebut juga sebagai model keputusan berbasis indeks kerja. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Berbeda dengan teknik lainnya, MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang perbedaannya lebih kontras (Marimin, 2010). Menurut Marimin (2010), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam penggunaan metode perbandingan eksponensial yaitu: menyusun alternatifalternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan
46
kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan darisetiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut : ∑ Keterangan : TNi = total nilai alternatif ke -i RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kritera keputusan ke-j; TKKj> 0; bulat n
= jumlah pilihan keputusan
m
= jumlah kriteria keputusan Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara penilaian
dari pakar atau berdasarkan hasil perhitungan analisis sebelumnya. Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda ecara nyata karenaadanya fungsi eksponensial. Matrik MPE dapat dilihat secara jelas pada Tabel 3. Tabel 3. Matrik Metode Perbandingan Eksponensial Kriteria Alternatif K1 Alternatif 1 V11 Alternatif 2 V21 Alternatif 3 V31 … … Alternatif n Vn1 B1 Bobot Sumber: Marimin, 2010
K2 V12 V22 V32 … Vn2 B2
… … … … … … …
Km V1m V2m V3m … Vnm Bm
Nilai Alternatif NK1 NK2 NK3 … NKn
Peringkat
47
Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisa. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini, mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Pada penelitian ini metode perbandingan eksponensial digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga yaitu mengidentifikasi potensi bencana pesisir serta prioritas bentuk mitigasi terkait pengembangan sumberdaya perikanan di Kota Padang.
4.6.6. Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan investasi diperhitungkan dengan membandingkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dalam suatu kegiatan investasi untuk jangka waktu tertentu. Pada analisis kelayakan investasi terdapat beberapa kriteria investasi yang dilakukan yaitu: Net Present Value (NPV), Benefit Cost (B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Pada penelitian ini, analisis kelayakan investasi digunakan untuk menilai kelayakan usaha tuna longline di Kota Padang dan investasi penggunaan sarana mitigasi terhadap usaha perikanan tangkap tersebut.
4.6.6.1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Suwarsono, 2005). Menurut Gray et al.(1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut: ∑
Keterangan : Bt : Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t,
i : Discount rate (%)
Ct : Biaya (cost) pada tahun ke-t,
n : Umur ekonomis usaha (tahun)
t : Periode investasi (t=0,1,2,3,…,n)
48
Kriteria kelayakan investasi yaitu : NPV > 0
: maka kegiatan layak dan menguntungkan
NPV = 0
: maka kegiatan impas
NPV < 0
: maka kegiatan tidak layak
4.6.6.2. Benefit-Cost (B/C) Benefit-Cost merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Rumus dari Benefit-Cost (Kadariah dkk, 1999): (Bt-Ct > 0)
∑ Net B/C =
(Bt-Ct < 0)
∑
Kriteria penilaian B/C : B/C > 1 : maka kegiatan layak dan menguntungkan B/C = 1 : maka kegiatan impas B/C < 1 ; maka kegiatan tidak layak
4.6.6.3. Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al.,1993). IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al., (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut. [
]
Keterangan : i(+)
: Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i(-)
: Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
49
NPV(+) : NPV yang bernilai positif NPV(-) : NPV yang bernilai negatif Kriteria kelayakan : IRR > i, maka kegiatan layak IRR = i, maka kegiatan impas IRR < i, maka kegiatan tidak layak
4.6.7. Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan ini bertujuan untuk memotret situasi kelembagaan yang sudah ada. Menurut Ostrom et al. (1994), kelembagaan sebagai alat untuk mengarahkan, mengharmonisasikan, mensinergikan atau membatasi perilaku manusia yang cenderung mementingkan diri sendiri, opurtunis dan tidak mau bekerjasama. Fokus analisis adalah perilaku manusia yang ada dalam suatu arena aksi (masyarakat nelayan tangkap pesisir Kota Padang). Arena aksi ini meliputi situasi aksi (aktivitas masyarakat sehari-hari mencakup siapa saja yang berpartisipasi, posisinya dalam aktivitasnya, aksi/aktivitas yang dilakukannya, apa saja yang bisa dihasilkannya dari aktivitas tersebut, serta aktor/pelaku aksi (pemerintah, nelayan dan pengusaha). Selain proses pengumpulan data, analisis ini juga membahas hal-hal yang berkaitan dengan dimensi sosial ditinjau dari perspektif keberlanjutannya. Perspektif keberlanjutan dari dimensi sosial antara lain dengan melakukan analisis keadaan sosial serta atribut-atribut yang mempengaruhi keberlanjutan perikanan dan mitigasi bencana dari sisi sosial. Objek yang diteliti khususnya adalah usaha perikanan tangkap tuna dan upaya mitigasi terkait pengembangan usaha tersebut di Kota Padang. Dalam rangka menentukan stakeholder yang benar-benar berkompeten dalam merumuskan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana, digunakan stakeholder analysis yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan merujuk pihak (seseorang) yang tepat atau berpengaruh pada aktivitas suatu program. Analisis kualitatif ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) mengidentifikasi individu, kelompok atau lembaga yang berpengaruh pada suatu kegiatan, (2) mengantisipasi
50
sejumlah pengaruh positif atau negatif dari inisiatif suatu program dan (3) membangun suatu strategi untuk mencapai dukungan paling efektif terhadap suatu ide dan (4) mengurangi sejumlah kendala dalam penerapan suatu program. Sejumlah stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pengembangan perikanan dan mitigasi bencana, masing-masing dipetakan berdasarkan penilaian atas tingkat kepentingan (importance) dengan pengambil keputusan dari substansi kebijakan yang akan diputuskan dan tingkat pengaruhnya (influence) pada proses penyusunan kebijakan. Penilaian ini dilakukan dengan cara pembobotan berdasarkan dua kriteria tersebut, yakni kedekatan kepentingan dan kekuatan atau daya pengaruhnya dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat signifikansi mengindikasikan kedekatan kepentingan (prioritas yang diberikan) oleh pengambil keputusan. Semakin dekat kebutuhan dan kepentingan stakeholder bersangkutan dengan prioritas pengambil keputusan maka makin besar signifikansinya. Sedangkan pengaruh stakeholder dapat dipahami dengan cara melihat besar kecilnya kemampuan stakeholder tertentu dalam mempersuasi pihak lain untuk mengikuti kemauannya. Sumber pengaruh dapat berasal dari peraturan, uang, opini, informasi, massa, kepemimpinan dan lainnya. Adapun langkahlangkah dalam melakukan analisis stakeholder, adalah: 1) Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai:
Daftar semua stakeholder yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh program.
Kepentingan stakeholder (yang tertutup maupun terbuka) dalam kaitannya dengan program dan tujuannya. Kepentingan mengacu pada motif dan perhatian mereka pada kebijakan atau program. Setidaknya terdapat dua kepentingan utama.
Sikap stakeholder terhadap kebijakan atau program. Sikap mengacu pada reaksi utama dari berbagai stakeholder dalam memutuskan pandangan terhadap kebijakan.
2) Menilai sikap dari stakeholder terhadap kebijakan sebagai berikut: Penilaian sikap menggunakan skala likert dari 3 hingga -3. Nilai 3 artinya sangat mendukung, 2 adalah cukup mendukung, 1 adalah netral, -2 yaitu cukup menentang dan -3 adalah sangat menentang.
51
3) Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari masing-masing
stakeholder.
Kekuatan
stakeholder
mengacu
pada
kuantitas sumberdaya yang dimiliki stakeholder yaitu sumberdaya manusia (SDM), finansial dan politik. Penilaian tingkat kekuatan menggunakan skala likert 1 sampai lima (5=sangat kuat, 4=kuat, 3=ratarata, 2=lemah, dan 1=sangat lemah). 4) Menentukan tingkat pengaruh total yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM, finansial dan politik) dari masing-masing stakeholder. 5) Menentukan nilai total yaitu perkalian antara sikap dengan pengaruh untuk setiap stakeholder. 6) Memutuskan kebutuhan keterlibatan stakeholder dalam kebijakan atau program, dimana jika nilai pengaruh kurang dari 10 maka stakeholder dapat diabaikan dan jika lebih dari 10 maka stakeholder harus dilibatkan. 7) Menentukan
tingkat
keterlibatan
stakeholder
dalam
pengambilan
keputusan, dimana stakeholder dibagi dalam tiga grup, yaitu:
Grup 1 dengan nilai total 10–20 adalah pihak penerima informasi.
Grup 2 dengan nilai total 21–30 adalah pihak pemberi pertimbangan.
Grup 3 dengan nilai total lebih dari 30 adalah pihak pengambil kebijakan.
Setelah stakeholder analysis menghasilkan daftar stakeholder yang benarbenar berkompeten dalam merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan, maka langkah berikutnya adalah melakukan in depth interview diantara para pakar yang terpilih untuk merumuskan suatu kebijakan.
4.6.8. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menurut Surakhmad (2002) analisis deskriptif adalah dengan menuturkan dan menafsirkan data yang ada, permasalahannya adalah situasi yang dialami, suatu hubungan, suatu kegiatan dengan kegiatan lain, pandangan, sikap yang nampak, atau tentang suatu proses yang sedang berlangsung. Analisis deskriptif dalam hal ini akan lebih difokuskan
52
kepada analisis kebijakan terkait pengembangan perikanan dan mitigasi bencana. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk mengambarkan atau melukiskan (to describe) secara cermat dan sistematis fakta, gejala, fenomena, opini atau pendapat dan sikap mengenai implementasi kebijakan. Responden dalam analisis ini berupa nelayan dan pakar yang terlibat secara langsung mengenai masalah ini. Desain atau format deskriptif survei dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi sebagai subyek penelitian. Pendapat subyek penelitian inilah yang akan dideskripsikan tentang variabel yang akan diteliti. Metode wawancara mendalam merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. Pendekatan yang digunakan dalam menggali informasi yaitu berupa pendekatan interpretatif. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menyelesaikan beberapa tujuan penelitian yaitu; identifikasi potensi bencana serta prioritas bentuk mitigasi terhadap pengembangan sumberdaya perikanan, analisis kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan serta penentuan arahan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana. Melalui analisis ini diharapkan terbangun keselarasan tujuan dari berbagai tahapan analisis yang dilakukan.
4.6.9. Analisis Proses Berjenjang (AHP) Proses Hierarki Analitik (Analysis Hierarchy process-AHP) yang dikembangkan oleh Dr. Thomas L.Saaty pada tahun 1970-an digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga
53
memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Prinsip dasar penyelesaian persoalan dengan metode AHP adalah decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency. Pada analisis ini, kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Kemudian menurut Marimin (2004), untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen digunakan parameter Consistency Ratio (CR). Teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (Marimin, 2004). Responden dalam penelitian ini adalah pakar dalam bidang pengembangan perikanan dan kebencanaan sebanyak 9 orang. Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik Marimin (2004). Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah: _ XG = √
_ XG n Xi
= rata-rata geometrik = jumlah responden = penilaian oleh responden ke-i
54
Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan prosedur AHP. Kemudian untuk penyelesaian analisis ini dilakukan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dan Criterium Decision Plus (CDP) versi 30. Dalam rangka memeriksa
apakah
perbandingan
berpasangan
(pada
metode
pairwise
comparisions) telah dilakukan dengan konsisten atau tidak digunakan parameter Consistency Ratio (CR). Langkah-langkah dalam perhitungan consistency ratio adalah; 1) Membuat matriks yang berisi kriteria dan alternatif sehingga diperoleh nilai faktor (nilai eigen) pada tiap kriteria. 2) Menghitung nilai Weighted Sum Vector dengan jalan mengalikan kedua matriks tersebut. 3) Menghitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rata-rata dari Weighted Sum Vector. 4) Menghitung nilai rata Consistency Vector (P) disebut juga λ maks. 5) Menghitung nilai Consistency Index (CI) dengan menggunakan rumus: CI=(p-n)/(n-1). n = banyaknya alternatif. 6) Menghitung nilai Consistency Ratio (CR) yaitu dengan rumus: CR=CI/RI. Nilai RI yaitu indeks random yang didapat dari tabel Oarkidge. Analysis Hierarchy process (AHP) dalam penelitian ini dilakukan untuk menentukan prioritas pengembangan sektor prioritas pada bidang kelautan serta prioritas kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan berperspektif mitigasi bencana dalam rangka menghasilkan rumusan arahan kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Kota Padang.
3.7. Batasan Penelitian 1)
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (KBBI).
2)
Perikanan adalah semua kegiatan yag berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mlai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem perikanan (UU Nomor 31 tahun 2004).
55
3)
Jenis sumberdaya perikanan yang diteliti dalam analisis bioekonomi adalah Tuna Mata Besar/Bigeye Tuna (Thunnus obesus) dan Tuna Sirip Kuning/Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).
4)
Lokasi penelitian dalam analisis bioekonomi yaitu usaha perikanan tuna yang mendaratkan ikan di PPS Bungus Kota Padang dengan alat tangkap tuna longline.
5)
Daerah penangkapan ikan dalam studi ini meliputi wilayah operasi penangkapan kegiatan tuna longline yang berbasis operasi di Kota Padang (Bungus).
6)
Stok ikan adalah sediaan (biomass) ikan tuna yang terdapat di WPP 572 pada periode tertentu.
7)
Effort adalah upaya untuk menangkap ikan dengan menggunakan teknologi penangkapan tertentu yang dinyatakan dalam satuan trip atau hari melaut.
8)
Catch per Unit Effort (CPUE) adalah hasil tangkapan per satuan unit upaya yang dinyatakan dalam satuan ton/trip atau ton/hari.
9)
Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkapan maksimum yang melestarikan sumberdaya.
10)
Maximum Economic Yield (MEY) adalah hasil tangkapan maksimum yang memberikan keuntungan ekonomi yang maksimum.
11)
Open Access (OA) adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan.
12)
Jenis alat tangkap yang digunakan sebagai parameter dalam analisis bioekonomi adalah tuna longline (rawai tuna).
13)
Nilai rente adalah selisih total penerimaan dikurangi dengan total biaya penengkapan sumberdaya ikan.
14)
Biaya penangkapan ikan (cost per-unit effort) adalah biaya total yang dikeluarkan untuk melakukan penengkapan ikan per tahun per-unit effort.
15)
Alokasi optimal adalah kondisi dimana sumberdaya perikanan di perairan dapat dialokasi pada tingkat produksi yang optimal, tingkat upaya optimal, jumlah alat tangkap optimal dan jumlah nelayan optimal, sehingga pada
56
gilirannya rente optimal pemanfaatan sumberdaya ikan diperairan dapat teralokasi secara optimal per nelayan. 16)
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU Nomor 24 tahun 2007).
17)
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam (BNPB, 2009).
18)
Mitigasi bencana adalah Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU Nomor 24 tahun 2007).
19)
Potensi bencana di kawasan pesisir terdiri atas angin kencang/putingbeliung, gempa bumi, tsunami, gelombang badai pasang, banjir, gerakan tanah, abrasi, akresi, erosi dan intrusi air laut (Ruswandi, 2009).
20)
Berperspektif mitigasi bencana adalah serangkaian upaya/kebijakan pengelolaan dan pengembangan yang berwawasan atau berpandangan mitigasi bencana.