III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kabupaten Bogor mulai dari pertengahan bulan Maret 2006 sampai akhir November 2007.
Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2004) terdapat 35 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor (Lampiran 17). Kecamatan yang terpilih untuk diamati sebanyak 8 kecamatan, yaitu 4 kecamatan yang berdekatan dengan Kota Bogor dan memiliki topografi yang rendah
dan 4 kecamatan yang memiliki topografi tinggi
(menggunakan warna berbeda pada lampiran 17).
Kecamatan yang memiliki
topografi rendah diantaranya: untuk sebelah barat Kota Bogor adalah Kecamatan Dramaga, sebelah timur Kecamatan Citeureup, sebelah utara Kecamatan Bojong Gede dan sebelah selatan Kecamatan Ciomas, sedang 4 kecamatan lainnya yang memiliki topografi tinggi diwakili Kecamatan Ciawi, Kecamatan Jasinga, Kecamatan Megamendung. dan Kecamatan Cisarua. Tahapan penelitian yang dilaksanakan, yaitu: tahap pertama berupa pengamatan pH air hujan dan tanah; tahap kedua analisis kandungan timbal (Pb) dari air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak yang biasa dikonsumsi oleh ternak; tahap ketiga berupa percobaan In-vitro; dan tahap keempat berupa percobaan Invivo. Pada penelitian tahap pertama, yaitu pengamatan pH air hujan dan tanah tidak hanya dipilih dari delapan kecamatan terpilih tersebut, akan tetapi juga dipilih dua kecamatan lain sebagai pembanding data penelitian tahap pertama. Dengan demikian data penentuan pH air hujan dan tanah diamati pula pH air hujan dan tanah dari salah satu kecamatan di Kota Bekasi dan satu kecamatan di Kota Depok yang dipilih secara acak dan disesuaikan dengan kemudahan memperoleh hujan dan lokasi padang penggembalaan yang terdapat banyak domba pemeliharan peternak. Pada penelitian tahap kedua, yaitu pengamatan analisis kandungan Pb air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak hanya dipilih dari 8 kecamatan terpilih. Mengingat Kota Bogor disebut sebagai kota hujan yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi dan waktu musim hujan yang bervariasi, termasuk pula Kabupaten Bogor, maka waktu penelitian penentuan pH air hujan tidak berdasarkan pada musim hujan atau musim kemarau, akan tetapi didasarkan pada data
klimatologi Jawa Barat tahun 2003 dan 2004 yang diambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (Lampiran 1 dan 2). Musim kemarau diwakili pada bulan Juni, Juli dan Agustus, karena pada bulan-bulan tersebut baik pada tahun 2003 maupun pada tahun 2004 mempunyai curah hujan dibawah 150 mm/bulan (Lampiran 1 dan 2). Dengan demikian penelitian tahap pertama pengamatan pH air hujan dan tanah pada saat musim kemarau dilakukan pada bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2006. Pengambilan contohcontoh air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak untuk analisis kandungan Pb pada saat musim kemarau dilakukan pada bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2006, akan tetapi pelaksanaan analisisnya di Laboratorium dilakukan pada bulan-bulan tersebut dan dilanjutkan sampai dengan akhir bulan Desember 2006. Pengamatan pH air hujan dan tanah pada saat musim hujan dilakukan pada selain bulan Juni Juli dan Agustus 2006, atau dimulai dari bulan Maret sampai bulan Desember 2006. Penelitian tahap kedua, yaitu tentang analisis kandungan Pb dari air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak pada saat musim hujan dilakukan pada bulan yang sama dengan penelitian tahap pertama dan dilanjutkan sampai akhir bulan Mei 2007. Pengamatan pH air hujan dan tanah dilakukan di lokasi, tempat air hujan diperoleh sesuai dengan kecamatannya, begitu pula contoh hijauan makanan ternak untuk penelitian tahap kedua diperoleh dari kecamatan sesuai dengan kecamatan terpilih. Penelitian tahap kedua yaitu analisis timbal (Pb) dari contoh air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak serta tahap ketiga yaitu Percobaan In-vitro dilakukan di Laboratorium, yaitu di Bagian Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Laboratorium Nutrisi Ternak Terapan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor di kampus IPB Dramaga. Pelaksanaan tahap kedua dan ketiga ini dilakukan setelah pengamatan pH air hujan dan tanah, sehingga total waktu yang diperlukan untuk penelitian tahap pertama, kedua dan ketiga kurang lebih dalam waktu 15 bulan. Penelitian tahap keempat, yaitu Percobaan in-vivo dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Laboratorium Nutrisi Ternak Terapan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor di kampus IPB Dramaga. Penelitian tahap keempat (percobaan in-vivo) dilakukan setelah penelitian tahap ketiga (percobaan invitro) selesai dan dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni 2007 sampai
pertengahan bulan September 2007 dan dilanjutkan dengan analisis kandungan Pb untuk feses, darah, hati, ginjal dan daging. Perlakuan pakan menggunakan ransum yang ditambahkan cairan asam dengan pH = 4,1 (merupakan pH terrendah selama pengamatan air hujan) sebagai faktor A dan penambahan Pb dalam ransum sebanyak 200 ppm, sebagai faktor B. Dosis 200 ppm diambil dari dosis toksik untuk ternak domba (Darmono, 1995) dan berdasarkan Underwood dan Suttle (1999) yang mencantumkan angka 200 ppm sebagai batas ambang toksik untuk ternak unggas. Masing-masing perlakuan dibuat dua level, yaitu untuk perlakuan penambahan cairan asam adalah level normal (tanpa pemberian cairan asam) dan level penambahan 10% cairan asam, sedang untuk perlakuan penambahan Pb, yaitu tanpa pemberian Pb dan penambahan Pb 200 ppm, sehingga ada empat perlakuan. Domba yang digunakan 12 ekor, sehingga masing-msaing perlakuan mendapatkan tiga ulangan. Waktu penelitian pada tahap empat selama 10 hari pertama untuk adaptasi, dilanjutkan dengan 9 minggu pengamatan pertambahan bobot badan dan kurang lebih 8 minggu untuk analisis Pb dari feses, darah, hati dan ginjal serta daging domba lokal jantan.sehingga total waktu yang diperlukan untuk percobaan in-vivo diperlukan kurang lebih 6 bulan. 3.2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: air hujan, tanah, hijauan makanan ternak, HgCl2 jenuh, pepsin 0,2%, kertas saring Whatman No. 41, NaOH 0,5 N, HCl 0,5 N, CO2, Na2CO3, H2SO4 (15% dan 0,005 N), indikator phenoftalin (C20H14O4), domba berikut feses, darah, hati, ginjal dan daging domba serta kandang dan perlengkapannya seperti: bak minum, bak makan, sapu lidi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: pH meter portable, The pHep FAMILY merk Hanna, AAS (Atomic Absorption Spechtrophotometer), cawan conway, tabung fermentor, mesin sentrifuse, mesin stirrer, shakerbath, timbangan digital, tabung destilasi, erlenmeyer, mesin vacum, pipet (1 ml, 5 ml dan 25 ml), timbangan duduk dan timbangan gantung kapasitas 50 kg, serta spuit 5 ml.
3.3. Rancangan Penelitian Mengingat penelitian ini dilakukan dengan 4 tahap, yaitu tahap pertama pengamatan pH dari air hujan dan tanah; tahap kedua analisis timbal (Pb) dari air hujan, tanah dan tanaman makanan ternak; tahap ketiga percobaan in-vitro; dan tahap keempat adalah percobaan in-vivo, maka rancangan penelitiannya disesuaikan berdasarkan tahap-tahap penelitian tersebut.
Metode percobaan untuk masing-
masing tahap penelitian diuraikan sebagai berikut: 3.3.1. Tahap Pertama: Pengamatan pH Air Hujan dan Contoh Tanah Pengamatan pH air hujan dan contoh tanah dilakukan di Kabupaten Bogor, tepatnya di 8 kecamatan. Setiap kecamatan sudah dilakukan pengamatan pH contoh air hujan dan contoh tanah dengan masing-masing 3 ulangan contoh. Pengambilan contoh air hujan dilakukan sesuai dengan terjadinya hujan di kecamatan terpilih tanpa memperhatikan lokasi desa dan hari hujannya, sesuai dengan turunnya hujan. Setiap kejadian turun hujan dilakukan dua kali pengambilan (douplo) contoh air hujan dengan tidak lebih dari 15 menit setelah hujan. Segera setelah 15 menit hujan berlangsung, contoh air hujan diukur pH-nya menggunakan pH-meter portable, yaitu The pHep FAMILY merk Hanna. Setelah pengukuran pH, contoh air hujan diberi asam nitrat (HNO3) sebanya 2 – 4 tetes dan dikocok kemudian disimpan untuk dianalisis kandungan Pb-nya.
Pemberian asam nitrat dimaksudkan untuk
menstabilkan kandungan timbal (Pb) dalam contoh air hujan. Pengambilan contoh air hujan dan tanah dilakukan pada dua musim, yaitu pada musim hujan mulai bulan Maret 2006 dan pada musim kemarau yaitu pada sekitar bulan Juni sampai bulan Agustus 2006. Dari hasil pengamatan terdapat data pH air hujan Kabupaten Bogor sebanyak 48 data dan 12 data pH air hujan dari kota lain serta pH tanah Kabupaten Bogor 48 data ditambah 12 data pH tanah dari kota lain.. Pengambilan air hujan dilakukan dengan menadah langsung segera setelah hujan berlangsung dan menghentikan pada saat 15 menit hujan berlangsung. Tadah air hujan ditempatkan tidak mendekati permukaan tanah untuk menghindari terjadinya pencemaran tanah. Pengamatan pH air hujan dan contoh tanah dilakukan secara in-situ (langsung di tempat pengambilan contoh air hujan dan contoh tanah). Penentuan contoh tanah dari masing-masing kecamatan diambil dari lokasi yang terdapat banyak peternakan dombanya, desa yang ditunjuk sebagai tempat
pengambilan tanah disesuaikan dengan desa tempat terjadinya hujan yang ada di kecamatan tersebut. Contoh tanah diambil di permukaan tanah dan pada kedalaman lebih dari 20 cm. Analisis pH menggunakan pH-meter portable, yaitu The pHep FAMILY merk Hanna. Analisis percobaan yang digunakan dalam pengamatan pH air hujan dan contoh tanah menggunakan uji Z seperti yang diuraikan dalam Steel dan Torrie (1995) dan sebagian menggunakan analisis deskriptif. 3.3.2. Tahap Kedua: Analisis Timbal (Pb) Analisis timbal (Pb) dilakukan pada contoh air hujan, tanah dan hijauan makanan ternak (rumput yang biasa dikonsumsi oleh ternak) serta contoh darah, hati dan ginjal serta daging domba percobaan. Analisis timbal (Pb) untuk contoh air hujan dan tanah, serta contoh darah, hati, ginjal dan daging domba menggunakan AAS.. Analisis timbal (Pb) pada contoh air hujan dilakukan dengan cara menguapkan contoh air hujan pada suhu 100oC hingga contoh air hujan pekat dan tersisa lebih kurang 10 ml, kemudian dibaca menggunakan AAS. Hasil absorbansinya setelah dikonversi ke satuan konsentrasi (ppm) dikalikan dengan nilai pemekatan. Analisis timbal (Pb) tanah menggunakan contoh tanah permukaan dan tanah kedalaman 20 – 30 cm dari permukaan tanah. Pengambilan dua contoh tanah tersebut bertujuan untuk mengetahui total kandungan Pb baik yang berasal dari tanah yang bukan dari pencemaran (kedalaman 20 – 30 cm) maupun yang berasal dari pencemaran (tanah permukaan). Timbal (Pb) dari pencemaran, disamping berbentuk organik seperti Tetra Methyl Lead (TML) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) ada yang berbentuk anorganik (berbentuk garam), seperti Pb-sulfat, Pb-karbonat dan Pb-nitrat serta Pbsulfida. Timbal (Pb) yang berbentuk garam tersebut mudah terurai, sedangkan Pb yang dari tanah berbentuk organik kompleks biasanya sulit terurai.
Dengan
demikian bisa dipilah Pb dari tanah dan Pb dari pencemaran. Dalam analisis timbal (Pb) contoh tanah permukaan dan contoh tanah kedalaman 20 – 30 cm, sebelum dilakukan pengabuan basah (wet ashing), terlebih dahulu contoh tanah-tanah tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC hingga mencapai kering udara (selama 24 jam), kemudian dilanjutkan dengan pengeringan dengan oven pada suhu 105oC hingga kering sampai beratnya tidak berubah (stabil). Selanjutnya con- toh tanah yang kering dilakukan pengabuan basah (wet ashing)
dengan mengguna- kan prosedur Balai Penelitian Tanah (2005) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Hasil akhir dari pengabuan basah tersebut berupa cairan 10 ml yang telah dikocok, kemudian dibaca menggunakan AAS dan hasil asbsorbansinya setelah dikonversi dalam satuan ppm dikalikan dengan 10. 1 g contoh tanah + 5 ml asam nitrat (HNO3) + 1 ml asam perchlorat (HClO4)
Didiamkan 1 malam (tanpa pemanasan)
100oC selama 1 jam 30 menit
Besoknya dipanaskan
Dipanaskan
130oC selama 1 jam
Dipanaskan
150oC selama 2 jam 30 menit (hingga uap kuning hilang bila belum ditambah waktunya)
Setelah uap kuning hilang Dipanaskan Dipanaskan
170oC selama 1 jam
200oC selama 1 jam (terbentuk uap putih)
Endapan putih (sisa larutan jernih)
Kemudian didinginkan dan diencerkan menjadi 10 ml lalu dikocok Gambar 3. Prosedur Pengabuan Basah Analisis Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2005)
1 g contoh hijauan makanan ternak/feses/hati/ginjal/daging domba + 7 ml asam nitrat (HNO3) sampai contoh tenggelam
Dipanaskan pada suhu rendah (80oC) selama 4 jam hingga kuning
Didiamkan 1 malam tanpa pemanasan (lemak akan mengeras)
Besoknya + 2 ml Asam sulfat dan dipanaskan pada suhu 120oC selama 1 jam
Ditambahkan/diteteskan 0,1 – 0,6 ml atau 4 – 6 tetes larutan (campuran 2 bagian asam perchlorat + 1 bagian asam nitrat) dan dipanaskan selama 10 – 15 menit
Ditambahkan aquades 2 ml + 0,6 ml asam chlorida (HCl) dan dipanaskan 120oC selama 15 menit
Kemudian didinginkan dan diencerkan menjadi 50 ml lalu dikocok Gambar 4. Prosedur Pengabuan Basah Analisis Hijauan Makanan Ternak Feses, darah, hati, ginjal dan daging domba (Reitz et al, 1960) Analisis timbal (Pb) untuk hijauan makanan ternak sama prosedurnya dengan analisis timbal untuk feses, hati, ginjal dan daging domba dengan menggunakan AAS yang sebelumnya dilakukan prosedur pengabuan basah (wet ashing) dengan metode Reitz et al (1960), seperti tercantum pada Gambar 4. Hasil akhir dari pengabuan basah tersebut berupa cairan 50 ml, kemudian diambil sekitar 10 ml, sedang sisanya disimpan untuk pembacaan ulang bilamana diperlukan. Contoh larutan yang 10 ml tersebut kemudian dibaca menggunakan AAS dan hasil asbsorbansinya setelah dikonversi dalam satuan ppm dikalikan dengan 50.
Analisi timbal (Pb) untuk contoh darah dilakukan dengan cara mensentrifusekan darah pada kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit. Setelah terpisah plasmanya dibaca dengan AAS dan ditentukan kandungan timbalnya. Untuk analisis Pb dari contoh feses, darah, hati, ginjal dan daging domba dalam percobaan in-vivo, menggunakan AAS. Contoh darah diambil sehari sebelum domba dipotong dan contoh feses diambil selama 3 hari terakhir pemeliharaan domba, yaitu pada hari ke-64, 65 dan 66 pemeliharaan, sedang contoh hati, ginjal dan daging diambil segera setelah domba dipotong. Analisis yang digunakan dalam pengamatan Pb dari tanah dan hijauan makanan ternak menggunakan Analisis Deskriptif, sedang analisis yang digunakan untuk pengamatan timbal (Pb) dari contoh feses, darah, hati, ginjal dan daging domba menggunakan Rancangan Kelompok dengan perlakuan berpola Faktorial 2 x 2. Faktor pertama adalah faktor penambahan cairan asam dengan dua level (tanpa penambahan cairan asam dan ditambahkan cairan asam dengan pH 4,1). Faktor kedua adalah perlakuan pemberian Pb dengan dua level (tanpa penambahan Pb dan penambahan Pb 200 ppm). Perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 ulangan sebagai kelompok.
Rancangan yang dimaksud berdasarkan Steel and Torrrie
(1995). Analisis Varian digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Untuk melihat korelasi kandungan Pb dari air hujan dan tanah, kandungan Pb dari tanah dan hijauan makanan ternak menggunakan korelasi linier seperti yang diuraikan dalam Steel dan Torrie (1995). 3.3.3. Tahap ketiga: Penelitian In-vitro Penelitian in-vitro merupakan penelitian skala laboratorium. Dalam penelitian in-vitro, rumen domba diasumsikan sebagai shakerbath, untuk menguji kemampuan metabolisme dan kecernaan dari hijauan makanan ternak yang biasa digunakan oleh ternak domba. Peubah yang diukur dalam penelitian in-vitro diantaranya: a. Kecernaan meliputi: KcBK (kecernaan bahan kering) dan KcBO (kecernaan bahan organik). b. Produksi VFA (Volatile Fatty Acid) total dan c. Produksi N-NH3 (nitrogen amoniak). Prosedur penelitian in-vitro diawali dengan mengambil cairan rumen dari domba jantan lokal tanpa perlakuan. Cairan rumen yang diambil sebanyak + 250
ml, kemudian dikocok dan dipisahkan dalam 24 tabung fermentor dengan masingmasing tabung fermentor berisi 8 ml cairan rumen.
Tabung fermentor dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu satu kelompok untuk pencemaran logam berat yang tinggi, satu kelompok untuk pH yang rendah (terjadi hujan asam), satu kelompok yang tingkat pencemaran logam beratnya rendah (tidak tercemar logam berat) dan satu kelompok yang pH-nya tinggi (tak terjadi hujan asam).
Masing-masing
kelompok dilakukan tiga ulangan (triplo), sehingga terdapat 12 tabung fermentor. Mengingat peubah yang akan dilakukan terdapat dua proses yaitu satu proses untuk analisis KcBK dan KcBO, satu proses lagi untuk analisis Produksi VFA dan Produksi N-NH3, maka tabung fermentor yang disiapkan sebanyak 12 x 2 = 24 tabung fermentor. Dalam satu tabung fermentor dimasukkan contoh pakan perlakuan sebanyak 1 g dan 8 ml cairan rumen ditambah dengan 12 ml larutan penyangga McDougall. Larutan McDougall berfungsi seperti air liur pada domba in-vivo. Pemisahan cairan rumen dalam masing-masing tabung fermentor diikuti pemberian gas CO2. Semua tabung fermentor ditempatkan dalam Shakerbath yang berisi air hangat pada suhu 39 – 400C untuk proses fermentasi. Selama fermentasi tabung fermentor dikocok setiap 3 jam dengan gas CO2. Fermentasi dilakukan selama 48 Jam. Setelah fermentasi masing-masing fermentor diberi 0,2 ml HgCl2 untuk membunuh bakteri yang ada dalam tabung sehingga proses fermentasi tidak berlangsung. Perlu pula dilakukan pengukuran pH pada masing-masing fermentor untuk mengetahui kesesuaian kondisi pH dengan pH untuk pertumbuhan bakteri. 3.3.3.1. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Uji kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in-vitro menggunakan metode modifikasi Tilley dan Terry (1963). Sebanyak 1 g contoh ransum domba dimasukkan dalam tabung fermentor yang sudah berisi campuran 8 ml cairan rumen domba jantan lokal dengan 12 ml larutan penyangga McDougall kemudian dialiri gas CO2 dan diinkubasikan selama 24 jam dalam penangas air bergoyang (Shakerbath) Gallenskap BKS 300 – 010F dalam kondisi anaerob. Setelah 24 jam mikroba dibunuh dengan 0,2 ml larutan HgCl2 jenuh, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, untuk memisahkan padatan dan supernatannya. Kedalam padatan ditambahkan 20 ml larutan pepsin 2 % dalam
suasana asam, kemudian kembali diinkubasi 24 jam secara aerob lalu disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 dengan bantuan pompa vakum. Bahan kering dianalisis dengan menguapkan air di dalam oven bersuhu 105oC selama 24 jam dan bahan organik diperoleh dengan mengurangkan kadar abu dari bahan kering. Sebagai blanko digunakan cairan rumen tanpa bahan dengan prosedur yang sama.
Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik
ditentukan dengan rumus: BK asal – (BK residu – BK residu blanko) KcBK (%) = ------------------------------------------------------ x 100% BK asal BO asal – (BO residu – BO residu blanko) KcBO (%) = ------------------------------------------------------ x 100% BO asal Keterangan: BK = Bahan kering, BO = Bahan organik. 3.3.3.2. Produksi VFA (Volatile Fatty Acid) Total Penentuan VFA (kadar lemak atsiri) dilakukan dengan cara penyulingan uap (General Laboratory Procedure, 1966).
Sebanyak 5 ml supernatan produk
fermentasi in-vitro dimasukkan dalam tabung khusus, kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 15 % lalu ditutup. Tabung dihubungkan dengan labu pendingin dan labu yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi dengan cara mengalirkan air yang diuapkan hingga berakhir sampai destilat yang ditampung mencapai volume + 300 ml. Selanjutnya ditambahkan 1 – 2 tetes indikator fenoftalein dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Kadar FVA dihitung dengan rumus sebagai berikut: VFA total = (B – S) x N-HCl x 1000/5 mM Keterangan : B = Volume titran blanko S = Volume titran sample N = Normalitas Larutan HCl. 3.3.3.3. Produksi N-NH3 (N-Amoniak) Kadar N-NH3 ditentukan dengan teknik mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). Sebanyak 1 ml supernatan hasil sentrifuse produk
fermentasi in-vitro diletakkan di sebelah kiri sekat cawan Conway dan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh juga ditempatkan di sebelah kanannya. Pada cawan kecil di bagian tengah diisi dengan asam borat berindikator merah metil dan brom kresol hijau sebanyak 1 ml. Cawan Conway ditutup rapat dengan tutup vaselin lalu digoyanggoyang supaya supernatan bercampur dengan Na2CO3. Sesudah dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, ammonia yang terikat asam borat dititrasi dengan H2SO4 0,005 N, sampai titik awal perubahan warna dari biru menjadi kemerah-merahan. Produksi N-NH3 dihitung dengan rumus sebagai berikut: N-NH3 = (ml H2SO4 x N-H2SO4 x 1000) mM Keterangan:
N-NH3 = Nitrogen dalam amonia. N H2SO4 = Normalitas larutan H2SO4.
Hasil analisis KcBK, KcBO, Produksi VFA total dan Produksi N-NH3 menggunakan Rancangan acak lengkap dengan perlakuan berpola faktorial 2 x 2 dan 3 ulangan perlakuan (Steel and Torrrie, 1995), dengan persamaan sebagai berikut: Yij
= μ + αi + βj + α βij + εij
Yij = Parameter yang diukur μ
= Nilai tengah
αI
= Pengaruh perlakuan pemberian air asam
βj
= Pengaruh perlakuan pemberian Pb
αβij = Pengaruh interaksi pemberian air asam dan Pb εij
= Galat pemberiaan air asam ke-i dan pemberian Pb ke-j.
Dengan asumsi data bebas dan menyebar normal, maka bila terdapat perbedaan tidak dilakukan uji karena masing-masing faktor perlakuan hanya ada dua level (Steel and Torrie, 1995). Rancangan acak lengkap dengan perlakuan berpola faktorial 2 x 2 yang di maksud adalah Faktor pertama adalah faktor penambahan cairan asam dengan dua level (tanpa penambahan cairan asam dan ditambahkan cairan asam dengan pH 4,1). Faktor kedua adalah perlakuan pemberian Pb dengan dua level (tanpa penambahan Pb dan penambahan Pb 200 ppm). Perlakuan diulang tiga kali. Cairan rumen diperoleh dari cairan rumen domba yang dipotong oleh pedagang sate kambing di salah satu warung sate kambing yang terletak di desa Cibanteng, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengambilan cairan rumen dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 5.00 dengan menggunakan thermos yang sebelumnya diberi air panas yang mendekati mendidih, dengan tujuan agar suhu di dalam ruangan thermos mendekati 390C. Pada hari yang sama dilanjutkan dengan prosedur penelitian invitro. 3.3.4. Tahap keempat: Penelitian in-vivo Penelitian in-vivo menggunakan domba lokal jantan sebanyak 12 ekor dengan bobot badannya berkisar antara 13,9 – 16,5 kg. Mengingat bobotnya tidak seragam, maka domba dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: kelompok besar, sedang dan kecil, dengan masing-masing kelompok besar berbobot 15,7 - 16,5 kg; kelompok sedang berbobot 14,8 – 15,6 kg dan kelompok kecil berbobot 13,9 – 14,7 kg. Masing-masing kelompok berjumlah 4 ekor.
Domba yang digunakan dalam
percobaan ini berasal dari satu tempat yaitu dari UP3J (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) Fakultas Peternakan IPB.
Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Berdasarkan Bahan Kering Bahan Pakan Rumput lapang
Komposisi (%) 60,00
Dedak halus
8,00
Pollard
1,00
Onggok
8,05
Bungkil kelapa
2,55
Bungkil kelapa sawit
7,00
Bungkil kedelai
13,00
CaCO3
0,10
Urea
0,30
Jumlah
100,00
Pakan yang diberikan berupa ransum dengan bahan pakan terdiri atas Rumput lapang, Dedak halus, pollard, Onggok, Bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit,
bungkil kedelai, CaCO3 dan urea, dengan komposisi seperti pada Tabel 3 dan kandungan zat makanannya tercantum pada Tabel 4. Faktor pertama adalah faktor pemberian cairan asam dengan 2 level yaitu tanpa pemberian asam dan pemberian cairan asam dengan pH 4,1. Faktor kedua adalah faktor pemberian Pb dengan 2 level, yaitu tanpa pemberian Pb dan pemberian Pb toksik sebanyak 200 ppm, dengan 3 kelompok ternak sebagai ulangan. Masingmasing kelompok dipilih secara acak dan mendapatkan empat perlakuan sebagai berikut: Perlakuan 1 (P1): Ransum tanpa cairan asam dan Pb (sebagai kontrol) Perlakuan 2 (P2): Ransum + Air asam dengan pH 4,1 dan tanpa Pb. Perlakuan 3 (P3): Ransum tanpa cairan asam + Pb 200 ppm Perlakuan 4 (P4): Ransum + cairan asam dengan pH 4,1 + Pb 200 ppm
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Bahan Kering Zat Makanan
Rumput Lapang*
Konsentrat* Ransum**
------------------------ % ----------------------Bahan Kering
25,50
89,56
51,12
Abu
12,72
6,69
10,31
Protein
13,84
15,24
14,40
Serat Kasar
46,87
23,37
37,47
3,08
3,13
3,10
23,49
51,57
34,72
Kalsium (Ca)
0.54
0,64
0,58
Phosphor (P)
0,38
0,56
0,45
Lemak Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen
Sumber:*Hasil Analisis Proksimat dari Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, INTP, Fapet-IPB
** Perhitungan dari 60% Rumput Lapang dan 40% konsentrat Pemberian cairan asam dengan pH = 4,1 (sesuai dengan hasil pengamatan pH air hujan terrendah), dengan cara dicampurkan pada konsentratnya sebanyak 10% dari ransum. Begitu pula dengan Pb yang diberikan berupa Pb-Asetat yang dicampur sebanyak 200 ppm dari ransum kedalam konsentrat. Pemilihan Pb-asetat
sebagai pencemar Pb dalam penelitian didasarkan pada penelitian Tahiri, et al. (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan Pb-asetat menghasilkan penyerapan Pb yang tinggi serta keseimbangan Pb yang lebih positif pada tikus percobaan. Air yang mengandung pH 4,1 dibuat dari aquadestilata yang mempunyai pH 6,5 dicampurkan H2SO4 pekat yang mempunyai pH 2,0 hingga mencapai pH 4,1; begitu pula dengan penambahan Pb-asetat dalam ransum sebanyak 200 ppm dilakukan dengan contoh perhitungan sebagai berikut: Pb-asetat yang berumus molekul (CH3COO)2 Pb 3 H20 mempunyai bobot molekul 379, dengan bobot atom Pb sebesar 207. Kandungan Pb dalam Pb-asetat adalah (207/379) x 100% = 54,6174%. Kandungan Pb 200 ppm, berarti bahwa setiap 10 kg ransum yang akan dibuat ditambahkan Pb sebanyak 2.000 mg Pb.. Dengan perbandingan rumput lapang dan konsentrat sebesar 60 : 40, maka konsentrasi Pb dalam 4 kg konsentrat juga sebesar 2 000 mg Pb atau sebanyak 2 g Pb dalam 4 kg konsentrat. Dengan demikian konsentrasi Pb-asetat dalam 4 kg konsentrat sebesar 2 g X 100/54,6174 = 3,6618 g, atau dengan kata lain dibutuhkan 3,6618 g Pb-asetat untuk dapat membuat 200 ppm Pb dalam 4 kg konsentrat atau dibutuhkan 3,6618 g Pb-asetat untuk dapat membuat 200 ppm Pb dalam 10 kg ransum. Peubah yang akan diamati diantaranya: Konsumsi pakan berdasarkan bahan segar dan konsumsi pakan berdasarkan bahan kering, pertambahan bobot badan, dan analisis kandungan Pb dari feses, darah, hati, ginjal dan daging domba pengamatan. Hasil analisis menggunakan Rancangan Kelompok dengan perlakuan berpola Faktorial 2 x 2 (Steel and Torrrie, 1995), dengan persamaan sebagai berikut: Yij
= μ + δi + αj+ βk + α βjk + εijk
Yij = Parameter yang diukur μ
= Nilai tengah
δI
= Pengaruh kelompok ke i
αj
= Pengaruh perlakuan pemberian cairan asam
βk
= Pengaruh perlakuan pemberian Pb
αβjk = Pengaruh interaksi pemberian cairan asam dan Pb εijk
= Galat pemberiaan cairan asam ke-i dan pemberian Pb ke-j.
Dengan asumsi data bebas dan menyebar normal, maka bila terdapat perbedaan tidak dilakukan uji karena masing-masing faktor perlakuan hanya ada dua level (Steel and Torrie, 1995).
Analisis untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang
digunakan terhadap peubah menggunakan Analisis Varian. Setelah domba dipelihara selama 10 hari untuk masa adaptasi, kemudian dipelihara lagi selama 9 minggu untuk mengamati pertambahan bobot badannya. Pengambilan darah dilakukan 1 hari sebelum dipotong. Setelah dipotong segera diambil hati, ginjal dan dagingnya. Pengambilan darah diambil 1 hari sebelum dipotong sebanyak kurang lebih 3 cc setiap ekor domba dan diambil melalui vena yugularis di sekitar leher domba. Pengambilan hati dilakukan dari seluruh hati domba pengamatan, begitu pula ginjal diambil sepasang dan daging diambil sebagian kira-kira 200 gram dari bagian dada (bagian yang tak banyak terdapat pergerakan daging). Selama pemeliharaan, ternak domba diberi perlakuan yang sama seperti: A. Dimandikan terlebih dahulu (dicuci dan dikeringkan) B. Pemberian obat cacing C. Pemberian minum secara adlibitum (sepuasnya domba minum) D. Pemberian pakan yang terbatas (Restrected Feeding). E. Penimbangan konsumsi ransum. F. Penimbangan bobot badan tiap minggu. Dengan demikian peubah yang akan diamati diantaranya: a. Konsumsi pakan bahan segar dan bahan kering. b. Pertambahan bobot badan c. Efisiensi pakan d. Ratio efisiensi protein. e. Kandungan timbal (Pb) pada feses, darah, hati ginjal dan daging. 3.3.4.1. Konsumsi Pakan Bahan Segar dan Bahan Kering Mengingat pemberian pakan dilakukan dengan cara restrected feeding atau dengan pemberian pakan yang dibatasi, maka jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan data yang ada dalam Tabel National Research Council (1991) yang didasarkan pada bobot badan dombanya. Dari data yang tercantum dalam National Research Council (1991) tersebut 40%-nya konsentrat dan sisanya 60%-
nya diberikan dalam bentuk rumput lapang alam. Data yang diperoleh dari National Research Council (1991) berdasarkan data bahan kering, sehingga pemberian dalam bentuk segarnya perlu dilakukan analisis persentase bahan kering untuk masingmasing bahan pakan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC sampai berat keringnya stabil. Pemberian konsumsi segarnya untuk masing-masing bahan pakan dilakukan dengan cara data yang ada dalam National Research Council (1991) dikali 100 dan dibagi dengan data hasil analisis oven. 3.3.4.2. Pertambahan Bobot Badan Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali yaitu pada pagi hari pukul 7.30 atau sebelum pemberian pakan. Pertambahan bobot badan diperoleh dari selisih bobot badan minggu itu dengan bobot badan satu minggu sebelumnya. Penimbangan bobot badan menggunakan timbangan gantumg manual.
3.3.4.3. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badannya dibagi dengan konsumsi pakan kering. Dalam menghitung persentase efisiensi pakan dengan cara efisiensi pakan dikali 100%. Pertambahan Bobot Badan (%) Efisiensi Pakan = --------------------------------------------- X 100 % Konsumsi Pakan dalam bahan kering 3.3.4.4. Rasio Efisiensi Protein Rasio efisiensi protein diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein kemudian dikali dengan 100%. Konsumsi protein diperoleh dengan jalan persentase kandungan protein (dari hasil analisis proksimat) dikalikan dengan konsumsi keringnya. Pertambahan Bobot Badan Rasio Efisiensi Protein =
---------------------------------Konsumsi Protein
X 100 %