III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.
3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Isolasi Promoter β-Aktin dari Ikan Mas Proses PCR awal menggunakan cetakan DNA yang berasal dari genom ikan mas, sepasang primer degenerated berdasarkan database yang ada di Bank Gen, yaitu primer forward F-BP1 (5’-GTGWGTGACGCYGGACCAATC-3’) dan primer reverse R-BP1 (5’-TAGAAGGTGTG-RTGCCAGATCTTC-3’), dimana W = A + T, R = A + G, Y = C + T. Hasil PCR awal diamplifikasi kembali dengan primer FBP1 dan RBP2 (5’-TTGCACATRCCRGAKCCGTTGTC-3’), dimana K = G + T. Produk PCR dielektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%. Fragmen DNA dari hasil elektroforesis dipotong dan kemudian diisolasi menggunakan Gene Mate Purification Kit (ISC BioExpress). Hasil purifikasi dari gel diligasi dengan vektor kloning pGEM-T Easy (Gambar 1) lalu ditransformasi dengan sel kompeten E.coli DH-5α. Seleksi koloni bakteri yang membawa plasmid pGEM-Teasy yang mengandung promoter β-aktin (pT-ccBA) dilakukan dengan metode cracking, kemudian plasmid tersebut diisolasi menggunakan kit EZ-10 Spin Column Plasmid DNA Minipreps (Bio Basic Inc). Fragmen DNA yang ada di dalam plasmid disekuensing dengan mesin ABI PRISM 3100-Avant Genetic Analyzer (Gambar 2)
11
Gambar 1. Peta vektor kloning pGEM-T Easy (Promega, WI, USA)
.
Gambar 2. Mesin ABI PRISM 3100-Avant Genetic Analyzer
Hasil sekuensing DNA yang ada dalam plasmid dalam bentuk urutan nukleotida dianalisa dengan menggunakan program GENETYX versi 7 untuk mengetahui karakteristik dan homologi sekuen ccBA dengan sekuen promoter βaktin yang ada di Bank Gen.
12
3.2.2 Pembuatan Konstruksi pccBA-EGFP Plasmid pEGFP-N1 (BD Biosciences Clontech) yang mengandung gen pengkode protein yang berpendar hijau hasil mutasi dan dikenal dengan nama EGFP (enhanced green fluorescent protein) dipotong menggunakan enzim restriksi Kpn I dan Apa I. Untuk pengujian aktivitas promoter β-aktin ikan mas, sekuens DNA yang digunakan mencakup promoter proksimal (sekuens sebelum ekson 1), ekson 1 dan intron 1. Fragmen DNA promoter tersebut diamplifikasi menggunakan PCR dengan primer forward (5’-TTGGTACCGTGACGCCGGACCAATC-3’) dan reverse (5’-TTGGGCCCAAGTACCAAAAAGCATG-3’). Nukleotida yang digarisbawahi dalam sekuens primer masing-masing merupakan situs restriksi enzim Kpn I dan Apa I. Hasil amplifikasi diligasi dengan vektor kloning pGEM-T Easy dan selanjutnya fragmen ccBA tersebut diisolasi kembali dengan cara memotong plasmid menggunakan enzim restriksi Kpn I dan Apa I. Fragmen ccBA hasil restriksi diligasi dengan fragmen EGFP-N1 yang telah dipotong untuk membuat konstruksi gen pccBA-EGFP. Selanjutnya konstruksi gen ini ditransformasi, koloni bakteri diseleksi dan plasmid diisolasi dengan mengikuti metode sebelumnya (metode 3.2.1). Untuk pengecekan kesempurnaan konstruksi pccBA-EGFP yang telah dibuat, sebagian plasmid dielektroforesis, sedangkan plasmid yang lainnya siap digunakan untuk proses mikroinjeksi.
3.2.3 Pengujian Efektivitas Promoter 3.2.3.1 Pengujian Secara Kualitatif Tiga jenis konstruksi gen digunakan dalam penelitian ini, yaitu pccBAGFP, ptiBA-GFP (Alimuddin et al., 2007a) dan pmkBA-GFP (Hamada et al., 1998) yang masing-masing dikontrol oleh promoter ccBA ikan mas (panjang sekuen 1,3 kb), tiBA ikan nila (1,2 kb; Octavera, 2008) dan mkBA ikan medaka (3,7 kb; Takagi et al., 1994). Setiap konstruksi gen tersebut dengan konsentrasi 50 μg/ml dalam larutan KCl 0,1 M diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan mas fase 1-2 sel, sebanyak 10% volume blastodisk (Gambar 3).
13
Blastodisk Embrio Ikan Mas Jarum Injeksi
Gambar 3. Injeksi pada blastodisk embrio ikan mas
Sebanyak 8 embrio diambil dari akuarium inkubasi, kemudian diletakkan dan diatur secara hati-hati menggunakan pipet ke dalam cawan agarosa (Gambar 4) yang berfungsi sebagai penahan telur. Posisi embrio diatur sedemikian rupa sehingga blastodisk mengarah ke jarum mikroinjeksi untuk memudahkan proses injeksi.
Gambar 4. Cawan agarosa 0,7% yang mengandung lubang yang berfungsi sebagai penahan embrio saat injeksi Proses mikroinjeksi dilakukan di bawah mikroskop (Olympus SZX 16) (Gambar 5a) dengan bantuan mikromanipulator (Gambar 5b) dan mikroinjektor (Gambar 5c). Jumlah embrio yang diinjeksi untuk setiap konstruksi gen adalah sebanyak 30 butir dan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk masing-masing konstruksi gen.
14
Gambar 5. Seperangkat alat mikroinjektor yang terdiri atas mikroskop Olympus SZX 16 (A), mikromanipulator (B) dan mikroinjektor (C). Embrio-embrio yang telah diinjeksi dimasukkan ke dalam akuarium inkubasi yang telah diberikan methylene blue dan suhu airnya berkisar 28C (Gambar 6). Selama pengamatan, embrio yang mati dibuang.
Gambar 6. Akuarium inkubasi embrio
Embrio-embrio yang telah diinjeksi, dimasukkan ke dalam cawan petri dan selanjutnya diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) untuk melihat ekspresi gen Green Fluorescent Protein (GFP) pada perbesaran 0,8 hingga 1 kali.
Mikroskop dilengkapi dengan filter GFP (7a) dan burner
(Olympus) (Gambar 7b). Pengamatan dilakukan tiap 2 jam setelah fertilisasi dan dimulai jam kedua setelah injeksi. Embrio dan larva difoto dengan menggunakan
15
kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP20) (Gambar 7c) kemudian ditransfer ke komputer (Gambar 7d) yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller (Olympus DP-20) (Gambar 7e).
Gambar 7. Seperangkat alat untuk pengamatan ekspresi gen GFP yang terdiri dari mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) (A), burner (Olympus) (B), kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP20) (C), komputer (D) dan remote controller (Olympus DP-20) (E).
Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP), persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG), persentase larva yang mengekspresikan gen GFP (PLMG), serta tingkat dan pola ekspresi gen GFP. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan dengan jumlah embrio awal. Perhitungan DKH-e dilakukan sekitar 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas. Derajat penetasan (DP) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG) diperoleh dari perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan persentase PEMG dilakukan pada jam ke 30 untuk promoter ccBA dan tiBA, sedangkan
16
promoter mkBA dilakukan pada jam ke 10 (puncak ekspresi setiap promoter). Persentase larva yang mengekspresikan gen GFP
(PLMG) diperoleh dari
perbandingan jumlah larva yang mengekspresikan gen GFP dibandingkan dengan jumlah total embrio diinjeksi yang menetas. Pengamatan tingkat dan pola ekspresi gen GFP dilakukan pada fase embrio yaitu pada saat puncak ekspresi masingmasing promoter. Pengamatan pola ekspresi dilakukan pada jam kedua setelah fertilisasi setiap 2 jam hingga larva menetas. Data hasil pengamatan dan perhitungan dari kedua ulangan dirata-ratakan dan kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.
3.2.3.2 Pengujian Secara Kuantitatif Menggunakan Reverse Transcriptase RT-PCR RNA total diekstraksi dari 3 butir embrio ikan mas pada jam ke-30 untuk promoter ccBA dan tiBA serta jam ke 10 untuk promoter mBA yang merupakan waktu puncak aktivitas setiap promoter. Setelah ekstraksi RNA, sintesis cDNA dilakukan menggunakan kit Ready-To-Go You-Prime First-Strand beads (GE Healthcare,
UK).
Amplifikasi
PCR
sampel
cDNA
dilakukan
dengan
menggunakan primer GFP-F (5’-GGTCGAGCTGGACGGCGACG-3’) dan primer GFP-R (5’-ACGAACTCCAGCAGGACCAT-3’). PCR dilakukan dengan denaturasi awal 2 menit pada suhu 94C, 35 siklus yang terdiri atas 30 detik denaturasi pada suhu 94C, 30 detik annealing pada suhu 62C dan 1 menit extension pada suhu 72C. Dua μl hasil PCR dielektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%, distaining dengan etidium bromida dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet. Sebagai kontrol internal kesamaan jumlah RNA dalam sintesis cDNA, gen β-aktin diamplifikasi menggunakan primer yang didesain berdasarkan database gen β-aktin dari ikan mas
(no.
Akses
Bank
Gen:
M24113),
ATGGTTGGTATGGACAGAAGGAC-3’)
yaitu
dan
primer primer
forward reverse
(5’(5’-
CTGTGTCATCTTTTCCCTGTTGC-3’).
17