III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas piala, neraca analitik, gelas ukur, penangas air, wadah (baskom), dan sudip. Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan analisis produk adalah labu takar, pipet Mohr, pipet tetes, cawan alumunium, cawan porselen, labu dekstruksi, soxhlet, erlenmeyer, desikator, corong, sudip, oven, colormeter Colortech PCM, spektrofotometer HACH, viscometer Brookfield, lempeng kaca, thermometer, dan labu ukur. Bahanbahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kain mori berwarna putih, etil asetat, aquades, gambir bootch, jeruk nipis, etanol, dan kertas saring, kayu secang, tawas, dan kunyit.
B. TATA LAKSANA PENELITIAN Penelitian pendahuluan dilakukan dengan analisis mutu gambir yang digunakan sebagai bahan utama. Penelitian utama ialah pewarnaan kain mori dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari gambir dengan campuran pigmen warna dari secang dan kunyit. Pewarnaan kain mori diawali dengan pembuatan larutan pewarna alami, proses pewarnaan kain mori, dan terakhir dilakukan uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan keringat. Penelitian utama diawali dengan membuat larutan baku pewarna yang berasal dari gambir, secang, dan kunyit. Masing-masing bahan dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v) sebagai larutan baku untuk proses pewarnaan. Selanjutnya, tiga larutan baku yang ada kemudian dibuat formula larutan warna dengan memvariabelkan konsentrasi perbandingan larutan gambir dengan larutan secang, dan larutan gambir dengan larutan kunyit. Penggunaan campuran larutan pewarnaan ditujukan untuk menghasilkan formula larutan pewarna yang bain untuk mewarnai kain batik mori, baik dari segi ketahanan luntur terhadap pencucian, ketahanan luntur terhadap gosokan, dan ketahan luntur terhadap keringat. Data yang diolah adalah data kecerahan warna (L*) serta ketajaman warna kain (C) yang dihasilkan dari proses pencelupan, dan penurunan nilai L*, C, dan nilai perubahan warna pada kain secara keseluruhan (∆E) setelah pengujian. Diagram alir tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
16
Gambir Asalan
Analisis Mutu Gambir
Kain Mori Putih
Tawas dan Soda Abu
Pemasakan
Jeruk Nipis
Pembuatan mordan 1%
Kain Siap Diwarnai Secang dan Kunyit
Pembuatan Larutan Induk Pewarna 10%
Mordan Jeruk Nipis
Pencampuran Konsentrasi Larutan Warna
Pewarnaan Kain
Fiksasi
Kain Hasil Pewarnaan
Analisis Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat, Pencucian, dan Gosokan
Gambar 7. Diagram Alir Tata Laksana Penelitian 1. Analisis Gambir 1.1 Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan diulang sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama tiga-lima jam. Setelah cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan. Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : A−B % Kadar Air = × 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven (g) B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven (g) C : Bobot sampel basah (g).
17
1.2 Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tidak mengeluarkan asap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama satu jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : A−B % Kadar Abu = × 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi abu sampel (g) B : Bobot cawan (g) C : Bobot sampel basah (g). 1.3
Kadar Katekin (SNI 01-3391-2000) Prinsip : katekin adalah salah satu komponen utama pembentuk gambir yang larut sempurna dalam etil asetat. Penyerapan atau absorpsi larutan di dalam etil asetat pada panjang gelombang maksimum 279 nm sebanding dengan kadar katekin di dalam gambir. a. Persiapan Standar Katekin dan Contoh Gambir (SNI 01-3391-2000) Standar katekin dikeringkan di dalam oven dengan menggunakan kaca arloji selama tiga jam pada suhu 105 °C. Contoh gambir yang dihaluskan dibuat lapisan tipis di atas kaca arloji. Lapisan gambir tersebut dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C selama tiga jam sampai kehilangan bobot 15 – 17 %. b. Pembuatan Larutan Standar (SNI 01-3391-2000) Standar katekin yang sudah dikeringkan sebanyak 50 mg (Ws mg) dituangkan ke dalam labu ukur 50 ml secara kuantitatif, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat sampai tanda tera (larutan A). Larutan A diletakkan dalam penangas air selama lima menit untuk mencapai larutan yang homogen. Kemudian dua ml larutan A dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 100 ml dan dilarutkan dengan 50 ml etil asetata (larutan B). Larutan B diletakkan dalam penangas air selama lima menit. Larutan B siap untuk pengukuran. c. Pembuatan Larutan Contoh Gambir (SNI 01-3391-2000) Sebanyak 50 mg contoh gambir yang dikeringkan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan dilarutkan dengan etil asetat sampai tanda tera (larutan C). Larutan C diletakkan dalam penangas air selama lima menit, kemudian disaring. Sebanyak 15 ml filtrat pertama dibuang dan dua ml filtrat berikutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 100 ml dan ditambah 50 ml etil asetat (larutan D). Setelah diletakkan dalam penangas air selama lima menit maka larutan D siap dilakukan pengukuran. d. Pengukuran Larutan (SNI 01-3391-2000) Pengukuran kadar katekin menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 279 nm dan 300 nm. Pengukuran dimulai untuk larutan blanko (etil asetat) dengan absorban sama dengan nol. Pengukuran selanjutnya adalah absorbansi larutan standar kemudian absorbansi larutan contoh.
18
% Kadar Katekin =
Et Ws × × 100% Ec W
Keterangan : Et : absorban / penyerapan larutan contoh pada panjang gelombang 279 nm Ec: absorban / penyerapan larutan standar pada panjang gelombang 279 nm W: bobot contoh gambir (mg) Ws : bobot katekin standar (mg). 1.4 Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air dan Alkohol (SNI 01-3391-2000) Prinsip : persentase bahan yang tidak larut dalam air dan alkohol diperoleh dengan perbandingan antara bebas kotoran pada suhu oven 100 – 105 °C dengan bobot contoh yang diuji. a. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Air Sebanyak satu gram contoh gambir kering (bebas air) yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml yang telah berisi 100 ml air. Campuran tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian saring dengan menggunakan cawan gooch yang telah diketahui bobotnya. Cawan gooch yang telah berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ° C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap. b. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Alkohol Sebanyak satu gram contoh kering (bebas air) gambir yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml etanol absolut. Erlenmeyer ditutup sumbat gabus yang diberi kapas dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian campuran disaring dengan menggunakan cawan Gooch yang diketahui beratnya. Cawan berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar bahan yang tidak larut dalam alkohol atau air =
100 (W2 − W) W1
Keterangan: W : bobot cawan Gooch W1 : bobot contoh atas dasar bahan kering W2: bobot residu yang tidak larut dalam alkohol atau air dan bobot cawan gooch. 1.5 Identifikasi kadar tanin dilakukan dengan pembuatan kurva standar dan analisis sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer Hach (AOAC, 1984). a) Pembuatan Kurva Tanin Standar Sebanyak 5 ml pereaksi Folin Denis dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi dengan 75 ml akuades, kemudian dimasukkan 10 ml larutan asam tanat standar (0,1 mg/1 ml). Selanjutnya sebanyak 10 ml Na2CO3 jenuh ditambahkan ke dalam campuran, dan ditepatkan hingga volume 100 ml dengan akuades. Larutan kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya dibuat kurva standar dengan menggunakan larutan asam tanat standar 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml. b) Analisis Sampel Sebanyak 1 ml filtrat jernih dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Folin Denis dan 5 ml Na2CO3 jenuh kemudian
19
ditepatkan volume sampai 100 ml dengan akuades. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760 nm. 2. Pembuatan Larutan Pewarna dan Lautan Mordan Akhir Pada proses pewarnaan digunakan tiga jenis larutan pewarna induk yang dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v). Larutan yang digunakan untuk proses pewarnaan kain adalah sebagai berikut: 2.1 Larutan gambir 10% Larutan gambir 10% (b/v) merupakan larutan induk yang akan digunakan untuk proses pewarnaan kain. Gambir yang digunakan adalah gambir asalan yang dilarutakan di dalam air pada suhu 70oC. Penggunaan suhu 70oC dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan gambir dalam larutan. Kemudian larutan gambir disaring dan diambil filtratnya. Pada Gambar 8 dapat dilihat penampakan gambir asalan yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan.
(a) (b) Gambar 8. Penampakan Gambir Asalan yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Gambir Asalan, (b) Larutan Warna Gambir 2.2 Larutan secang 10% Larutan secang dibuat dengan bahan baku kayu secang yang diekstrak sebanyak 10% (b/v) pada air panas dengan suhu 70oC. Kemudian larutan dipisahkan dari ampasnya dan diambil filtratnya. Pada Gambar 9 dapat dilihat penampakan secang yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan.
(a) (b) Gambar 9. Penampakan Secang yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Secang, (b) Larutan Warna Secang
20
2.3 Larutan kunyit 10% Larutan kunyit 10% (b/v) dibuat dengan rimpang kunyit yang telah diparut terlebih dahulu dan dilarutkan dalam air pada suhu 70oC. Kemudian disaring dan dipisahkan ampas dan filtrat yang dihasilkan. Pada Gambar 10 dapat dilihat penampakan kunyit yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan.
(a) (b) Gambar 10. Penampakan Kunyit yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Kunyit, (b) Larutan Warna Kunyit 2.4 Pembuatan larutan mordan Langkah awal pembuatan mordan adalah jeruk nipis diperas untuk diambil sarinya. Sari jeruk nipis yang didapat kemudian dicampurkan dengan satu liter air panas dengan konsentrasi 1%, sehingga diperoleh larutan mordan akhir sebanyak satu liter. Nilai pH larutan jeruk nipis 1% adalah 3. 2.5 Nilai pH Larutan warna yang digunakan dalam proses pewarnaan diukur nilai pHnya. Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH meter yang bermerk Beckman. Alat pH meter dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penampakan Alat pH meter Merk Beckman 2.6 Pengukuran viskositas larutan warna(AOAC, 1995) Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield. Contoh larutan pewarna sebanyak ± 25 ml (jumlah yang diperlukan untuk merendamkan tanda tera pada beban) dimasukan ke dalam gelas piala, dan diatur suhunya agar tetap 25 ± 0.5 °C. Beban dan putaran per menit (rpm) yang akan digunakan (bernomor) diatur terlebih dahulu untuk menentukan angka konversinya yang terdapat pada tabel bagian atas alat. Contoh larutan pewarna dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam.
21
Motor penggerak dijalankan setelah jarum menunjukan angka nol. Motor dimatikan setelah satu menit, dan tombol penekan jarum ditekan, kemudian dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut (A). Pada Gambar 12 dapat dilihat proses pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield. Rumus viskositas adalah sebagai berikut: Viskositas (cP) = A x angka konversi
Gambar 12. Proses Pengujian Viskositas Larutan Warna dengan Menggunakan Viscometer Brookfield 3. Pemasakan Kain Mori ( Riawan et al., 2006) Kain yang digunakan dalam pewarnaan adalah kain batik jenis mori, yaitu kain yang terbuat dari serat selulosa alami. Kain mori yang digunakan mendapat perlakuan pendahuluan yaitu dengan dipanaskan pada air dengan suhu 70oC untuk melemaskan serat kain dan menghilangkan kotoran yang terdapat pada kain agar tidak mengganggu proses pewarnaan. Kain mori direndam selama 30 menit sambil sesekali diaduk, kemudian kain dibilas dengan air dingin. Kain mori yang telah bersih kemudian diberikan perlakuan pre-mordan atau mordan awal untuk membantu kain dapat menyerap warna lebih baik. Larutan mordan yang dibuat mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu (Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Larutan kemudian direbus hingga mendidih kemudian dimasukkan kain mori dan direbus selama 1jam. Kemudian kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan, kain diangkat dan dibilas kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan. Pada Gambar 13 dapat dilihat penampakan kain mori putih yang digunakan dalam pewarnaan.
Gambar 13. Penampakan Kain Mori Putih yang Digunakan dalam Pewarnaan
22
4. Penelitian Utama 4.1 Proses Pewarnaan Proses pewarnaan kain dilakukan dengan cara kain dengan vlot 1:30 yang telah diberikan mordan dibasahi dengan air dingin agar warna dapat diserap dengan baik. Vlot merupakan perbandingan antara liter larutan pewarna dengan gram kain. Pada proses pencelupan digunakan vlot 1:30, artinya adalah satu liter larutan warna digunakan unutk mencelupkan 30 gram kain (Djufri et. al., 1996). Pewarnaan kain menggunakan glarutan pewarna dari larutan induk gambir, secang, dan kunyit yang dicampurkan dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada suhu 70oC dengan cara kain dicelupkan atau direndam selama 15 menit, kemudian kain ditiriskan dan dikeringanginkan. Pencelupan kain dilakukan berulang kali hingga lima kali dengan cara yang sama agar warna terserap merata pada seluruh bagian kain dan juga agar daya serap kain terhadap larutan pewarna maksimum. Proses selanjutnya ialah proses fiksasi yang dilakukan dengna merendam kain hasil pewarnaan dalam larutan fiksasi. Larutan fiksasi yang digunakan ialah larutan jeruk nipis 1% selama 15 menit. Kemudian kain dicuci dengan air bersih dan dikeringanginkan, sehingga didapatkan kain hasil pewarnaan. Pada Gambar 14 diperlihatkan proses pewarnaan dan proses fiksasi kain mori.
(a)
(b) Gambar 14. Proses Pewarnaan Kain Mori (a). Proses Pewarnaan Kain Mori, (b) Proses Fiksasi Kain Mori
4. 2. Pengujian Hasil Pewarnaan 4.2.1 Nilai L*, a*, dan b* (Hutching, 1999) Nilai L*,a*, dan b* kain berwarna dapat dilihat dengan menggunakan colormeter. Kain hasil pewarnaan dievaluasi nilai L, a, dan b dengan alat colormeter merk Colortech PCM. 4.2.2 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Pencucian Rumah Tangga (SNI ISO 105-C06:2010) Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencuci dengan kondisi tertentu, dibilas dan dikeringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan menggunakan standar abu-abu (grey scale), sedangkan penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan standar skala penodaan (staining scale). Contoh uji disiapkan dengan menjahit dua helai kain (kain katun dan kain wol atau poliester). Kain uji yang telah dilapisi kain pelapis kemudian dicelupkan pada larutan detergen typol 5 ml dalam satu liter air. Kemudian kain dicuci dengan cara memutar
23
kain selama 45 menit. Kain kemudian dibilas dengan air pada suhu 40oC dan dikeringanginkan. Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna contoh uji dibandingkan dengan standar perubahan warna pada grey scale. 4.2.3 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Gosokan (SNI 0288-2008) Kain dibasahi dengan air suling pada suhu 27 °C, kemudian diperas di antara kertas saring. Kemudian kain digosokan 10 kali bolak-balik dengan batang besi secara memutar dengan kecepatan satu putaran perdetik Kemudian kain dikeringkan di udara sebelum dilakukan evaluasi. 4.2.4 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Keringat (SNI ISO 105E04:2010) Pengujian ketahanan luntur warna kain terhadap keringat dilakukan dengan menggunakan larutan alkali dan larutan asam. Larutan alkali dibuat dalam satu liter larutan yagn mengandung 0,5 gram L-histidin, 5 gram natrium klorida (NaCl), 2,5 gram dinatrium hidrogen ortofosfat dihidrat, dan larutan dibuat menjadi pH 8 dengan larutan natrium hidroksida 0,1 mol/L. Larutan asam dibuat dalam satu liter yang mengandung 0,5 gram L-histidin, 5 gram natrium klorida (NaCl), 2,2 gram dinatrium hidrogen ortofosfat dihidrat, dan larutan dibuat pH 5,5 dengan larutan natrium hidroksida 0,1 mol/L. Kain kemudian dicelupkan pada masing-masing larutan alkali dan laurtan asam secara terpisah. Kain uji dibiarkan dalam larutan selama 30 menit di dalam larutan sambil ditekan dan dibalikkan beberapa kali untuk memastikan terjadi penetrasi secara merata. Kemudian kain uji diperas untuk menghilangkan larutan yang berlebih dan dikeringanginkan. Kain hasil uji kemudian dilakukan evaluasi kembali dengan dibandingkan pada skala abu-abu. 5. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian adalah rancangan percobaan acak lengkap faktor tunggal. Rancangan percobaan dilakukan pada dua eksperimen yang terpisah, yaitu perbandingan konsentrasi gambir: secang dan perbandingan konsentrasi gambir:kunyit. Model yang digunakan untuk desain tersebut adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) Yij = µ + Ai + ij Yij = nilai pengamatan ke-j (j = 1, 2) untuk taraf ke- i perlakuan A µ = rata-rata umum Ai = efek taraf ke- i untuk perlakuan perbandingan konsentrasi larutan gambir dan larutan secang, juga perbandingan konsentrasi larutan gambir dan larutan kunyit pada eksperimen terpisah A1 = gambir : secang = 100% : 0% A2 = gambir : secang = 75% : 25% A3 = gambir : secang = 50% : 50% A4 = gambir : secang = 25% : 75% A5 = gambir : secang = 0% : 100% Dilain pihak pada eksperimen kedua yaitu gambir dan kunyit berlaku: B1 = gambir : kunyit = 100% : 0%
24
B2 = gambir : kunyit = 75% : 25% B3 = gambir : kunyit= 50% : 50% B4 = gambir : kunyit = 25% : 75% B5 = gambir : kunyit = 0% : 100% = kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan ke-j untuk taraf ke-i perlakuan B. ij
25