III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pe mikiran Pendekatan pembangunan perdesaan yang bersifat spesifik lokal artinya adalah harus memperhatikan secara arif tipologi masyarakat perdesaan yang khas antara satu desa dengan desa lainnya. Tipologi perdesaan di Indonesia sangat beragam dilihat dari perspektif kualitas sumber daya alam dan sosial, tingkat perkembangan sektor modern dan sektor tradisional, tingkat perkembangan infrastruktur wilayah, keberagaman etnis dan budaya daerah, serta keberagaman lainnya. Pendekatan dinamika konsep pembangunan perdesaan diperkuat lagi dengan pembangunan perdesaan terintegrasi yang dipelopori oleh Murdoch dengan pendekatan paradigma baru pembangunan perdesaan
(new paradigm of rural
development) yang lebih menekankan pada pembangunan yang bersifat endogenous (endogenous development) dengan indikator sosial, budaya,ekonomi, politik dan nilai- nilai ekologis yang terstruktur dalam (Fauzi, 2010). Menurut Lowe et al., (1998) ciri dasar dari pembangunan perdesaan yang bersifat endogenous adalah: Prinsip kunci yakni sumberdaya yang spesifik di suatu wilayah perdesaan (sumberdaya manusia, alam dan budaya) adalah kunci dari pembangunan yang berkelanjutan. Analisis tipologi dan klasifikasi desa dalam
penelitian ini
mengarah kepada prinsip kunci ini. Kekuatan dinamis perdesaan berupa inisiatif lokal dan kewirausahaan. Fungsi wilayah perdesaan yang memiliki fungsi layanan ekonomi yang beragam. Identifikasi masalah perdesaan dikarenakan memiliki kapasitas yang terbatas. Analisis kategori desa dalam penelitian ini akan mengidentifikasi permasalahan desa. Fokus pembangunan perdesaan adalah pengembangan kapasitas desa dan mengatasi social exclusion (keterasingan sosial). Paradigma baru pembangunan perdesaan (new paradigm of rural development)
adalah
hasil perkembangan pemikiran yang terus- menerus
37
diperbaiki sesuai dinamika yang terjadi diiringi dengan proses transformasi pembangunan perdesaan untuk : Memperkuat kemandirian desa sebagai basis kemandirian NKRI. Memperkuat posisi desa sebagai subyek pembangunan. Mendekatkan perencanaan pembangunan ke masyarakat. Memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan. Menciptakan efisiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Menggairahkan ekonomi lokal dan penghidupan masyarakat desa. Memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan tantangan bagi desa untuk membangkitkan prakarsa dan potensi desa. Menempa kapasitas desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Membuka arena pembelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah desa, lembaga- lembaga desa dan masyarakat. Merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat lokal. Proses transformasi pembangunan perdesaan membutuhkan paradigma baru pembangunan perdesaan yang memperhatikan kondisi lokal (spesifik lokal) di masing - masing wilayah perdesaan yang bersifat unik dan berbeda satu de ngan yang lainnya. kebijakan pembangunan desa yang cocok untuk suatu wilayah belum tentu menghasilkan manfaat yang setara di wilayah yang lain. Ciri-ciri fungsional wilayah yang berbeda
membutuhkan strategi dan kebijakan
pembangunan desa yang berbeda-beda pula. Sehingga dibutuhkan suatu paket kebijakan, strategi dan program pembangunan perdesaan yang berbasis tipologi, klasifikasi dan kategori desa. Adapun langkah operasional dalam penelitian ini adalah pengumpulan data pembangunan perdesaan kemudian melakukan pemilihan indikator pembangunan perdesaan untuk menganalisis tipologi, klasifikasi dan kategori desa. Selanjutnya menganalisis secara kuantitatif data pembangunan perdesaan untuk menghitung Total Faktor Productivity perdesaan yang akan menghasilkan Indeks Malmquist dengan menggunakan software Data Envelopment Analysis Program (DEAP) dan menganalisis sensitivitasnya.
38
Implikasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan arah dalam perumusan kebijakan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor dan dapat memberikan gambaran karakteristik dan produktivitas perdesaan di Kabupaten Bogor. Kerangka pemikiran diatas digambarkan dalam bagan alur pada Gambar 2, untuk mengontrol dan memudahkan dalam melakukan langkah- langkah penelitian. Kerangka pemikiran tersebut secara rinci terdapat dalam matrik tabulasi kerangka pemikiran dan metode penelitian pada Lampiran 1.
3.2. Hipotesis Penelitian
1. Diduga pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor mencapai kemajuan cukup pesat jika dilihat dari klasifikasi dan produktivitas desa yang dicapai. 2. Diduga ada keterkaitan antara produktivitas desa dengan klasifikasi desa, semakin tinggi klasifikasi desa maka semakin tinggi juga produktivitas desa. 3. Diduga belum ada kesesuaian program pembangunan dengan karakteristik desa (spesifik lokal) dilihat dari sudut pandang tipologi, klasifikasi
dan
kategori desa.
3.3. Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, dengan waktu pengumpulan data berlangsung 2 bulan di bulan November sampai Desember 2011. Sedangkan proses pengolahan dan analisis data sampai finalisasi penulisan tesis dilakukan bulan Januari sampai Maret 2012.
39 PRODUKTIVITAS PERTANIAN MENURUN KEMISKINAN DI PERDESAAN KETIMPANGAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PENGUMPULAN DATA PEMBANGUNAN PERDESAAN
BAGAIMANAKAH DINAMIKA DAN
KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN KAB. BOGOR ? BAGAIMANAKAH KETERKAITAN ANTARA PRODUKTIVITAS DESA DENGAN KLASIFIKASI DESA? APAKAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERDESAAN SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK DESA (LOCAL SPECIFIK) ?
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERDESAAN KAB. BOGOR DAN IMPLEMENTASINYA
ANALISIS DINAMIKA PEMBANGUNAN PERDESAAN GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PRODUKTIVITAS PERDESAAN SUMBER REFERENSI DAN ARAH DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERDESAAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Gambar 2 Bagan Kerangka Pemikiran.
PEMILIHAN INDIKATOR PEMBANGUNAN PERDESAAN
ANALISIS TIPOLOGI, KLASIFIKASI DAN KATEGORI PERDESAAAN
ANALISIS PRODUKTIVITAS DESA (INDEKS MALMQUIST)
40
3.4. Sumber dan Jenis data Jenis data yang dihimpun dalam penelitian ini mencakup : a. Data Prime r. Data primer yang dimaksudkan disini adalah data yang diperoleh di tingkat lapangan yang ada relevansi dengan tujuan penelitian ini, melalui wawancara dan diskusi. Target sasaran wawancara dan diskusi adalah para stake holder yang memiliki pengaruh dalam pembangunan perdesaan seperti:
Pejabat Bappeda
Kabupaten Bogor, Pejabat BPMPD Kabupaten Bogor, Pejabat Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang berpengaruh. hektarsil wawancara dan diskusi akan mempertajam analisis pembahasan hasil penelitian ini. b. Data Sekunde r. Data sekunder adalah data yang telah tersedia dan dapat diperoleh dari Kantor Badan Permberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (BPMPD) Kabupaten Bogor, Kantor Statistik Kabupaten Bogor, Kantor Badan Perencana dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten dan Instansi- instansi terkait di Kabupaten Bogor yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
3.5. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pengambilan sampel non-probabilitas/non acak, yakni dengan teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive Sampling ini digunakan dengan pertimbangan bahwa responden dipilih adalah orang-orang yang terkait secara fungsional dapat menjawab atau dapat memberikan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.
3.6. Metode Analisis dan Pengolahan Data Potensi Desa Metode analisis dan pengolahan data potensi desa ini bersumber dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan Kelurahan, yang merupakan pengembangan ukuran baru terhadap variasi dan perkembangan desa.
41
Pengembangan pengukuran baru terhadap variasi dan perkembangan desa tersebut disusun dalam dua dimensi: 1. Variasi desa-desa secara horizontal, yang terwujud dalam beragam tipologi seperti desa persawahan, perladangan, perhutanan, perkebunan, pesisir, peternakan, pertambangan, serta industri dan jasa. Di dalam masing- masing tipe desa terdapat potensi desa dalam bentuk sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta prasarana dan sarana. 2. Perkembangan desa-desa secara vertikal, yang terwujud dalam klasifikasi desa Swadaya, Swakarya dan Swasembada. Pada masing- masing tahap perkembangan desa disajikan kategori desa yang menggambarkan status kemajuan dan permasalahan yang dihadapi.
Idealnya sumber data bagi penyusunan tipologi dan klasifikasi desa diperoleh dari data profil desa. Data ini seharusnya dikumpulkan oleh seluruh aparat desa setiap tahun, akan tetapi hingga saat ini belum terkumpul data profil desa di Kabupaten Bogor khususnya maupun secara nasional umumnya, sehingga dilaksanakan proksi terhadap data profil desa tersebut. Proksi dilaksanakan melalui data Podes (Potensi Desa) tahun 2003, 2005, 2008 dan 2011. Data Podes merupakan data sensus desa yang dilakukan BPS setiap tiga tahun sekali.
3.6.1. Analisis Tipologi Desa
Analisis tipologi desa menggunakan kaidah logika Boolean atau disebut juga aljabar Boolean yang ditemukan oleh George Boolea n pada tahun 1847 yang kemudian diperkenalkan kepada publik pada tahun 1854, kemudian dikembangkan oleh William Jevons (1835-1882) yang merupakan dasar pengoperasian elektronika. Aljabar Boolean ini merupakan aljabar yang berhubungan dengan variable- variabel biner dan operasi-operasi logik. Varibel- variabel diperlihatkan oleh huruf- huruf alphabet dengan tiga operasi dasar dengan operator AND, OR, NOT dan operasi tambahan NOR. Fungsi Boolean terdiri dari variable- variabel biner yang menunjukan fungsi,suatu tanda sama dengan dan suatu ekspresi aljabar yang dibentuk dengan menggunakan variable-variabel biner yaitu konstanta-konstanta 0 dan 1, simbol-simbol operasi logik dan tanda kurung. Operasi logika AND
42 adalah operasi diantara dua variable (A,B) dimana operasi ini akan menghasilkan
logika 1, jika logika tersebut berlogika 1.
Operasi logik operator AND A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
A.B 0 0 0 1
Operasi logika OR adalah operasi antara 2 variabel (A,B) dimana operasi ini akan menghasilkan logika 0 jika kedua variabel tersebut berlogika 0.
Operasi logik operator OR
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
A-B 0 1 1 1
Operasi logika NOT (Invers) adalah operasi merubah logika 1 ke 0 dan sebaliknya x = x’
Operasi logik operator NOT
X 0 1
X’ 1 0
Operasi logika NOR adalah merupakan gabungan dari operasi OR dan NOT, keluarannya merupakan keluaran operasi OR yang di inverter
Operasi logik operator NOR
A 0 0 1 1
B 0 1 0 1
(A+B)’ 1 0 0 0
Acuan dalam
menentukan tipologi desa adalah berdasarkan pada
karakteristik desa yang secara alami tidak akan berubah atau jika mengalami perubahan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Berdasarkan Podes data
karakteristik desa yang memenuhi kriteria tersebut diatas dan dapat digunakan sebagai dasar pembentukan tipologi adalah sebagai berikut :
43
1. Letak geografis 2. Lokasi desa terhadap hutan 3. Peruntukan lahan 4. Pola nafkah Karakteristik desa nomor 1 dan 2 masing- masing akan menghasilkan tipologi desa generik, sedangkan kombinasi karakteristik nomor 3 dan 4 akan menghasilkan tipologi desa yang bersifat komposit. Secara alami tipologi desa generik berdasarkan letak geografis ada kemungkinan terbentuk atau mempunyai tipologi desa komposit (subtipologi). Basis data Podes yang digunakan untuk merancang tipologi desa adalah sebagai berikut : 1. Letak geografis a. Pantai < 1 km b. Pantai 1 - 5 km c. Pantai > 5 km d. Lembah/Daerah aliran sungai e. Lereng/Punggung bukit f. Dataran 2. Lokasi desa terhadap hutan a. Di dalam hutan b. Di sekitar hutan c. Di luar hutan 3. Peruntukan lahan a. Lahan pertanian sawah i. Lahan berpengairan teknis ii. Lahan berpengairan nonteknis iii. Lahan tidak berpengairan b. Lahan pertanian bukan sawah c. Lahan non pertanian 4. Pola Nafkah a. Pangan b. Palawija c. Perkebunan d. Peternakan e. Perikanan budidaya f. Perikanan tangkap g. Kehutanan h. Pertambangan i. Industri/Jasa
1. Tipologi Gene rik Letak geografis desa jika di kelompokkan lagi akan menjadi dua kelompok besar yaitu : 1) Kelompok pesisir yaitu desa yang mempunyai pantai (1a, 1b dan 1c) dan 2) Kelompok non pesisir yaitu desa yang tidak mempunyai pantai (1d, 1e
44
dan 1f). Begitu pula dengan lokasi desa terhadap hutan jika di kelompokkan lagi akan menjadi dua kelompok besar yaitu : 1) Kelompok hutan yaitu desa yang berada di dalam hutan (2a) dan 2) Kelompok non hutan yaitu desa yang berada di luar hutan (2b) dan (2c). Hasil pengelompokan dua karateristik desa tersebut diatas menghasilkan tipologi desa generik yaitu : a. Kelompok pesisir b. Kelompok hutan Selanjutnya penamaan tipologi generik tersebut diata berturut-turut adalah sebagai berikut : a. Kelompok pesisir dinamakan tipologi pesisir b. Kelompok hutan dinamakan tipologi perhutanan Secara geografis, terdapat kelompok kawasan yang beririsan satu sama lain yaitu antara kelompok non pesisir dengan kelompok non hutan.
Kelompok
kawasan ini merupakan kawasan yang terdiri dari desa-desa yang nantinya akan mempunyai tipologi desa komposit (Gambar 3).
LOKASI DESA
LETAK GEOGRAFIS
PESISIR
U
PESISIR
TIPOLOGI
KOMPOSIT
NON HUTAN
HUTAN
NON PESISIR
HUTAN
Gambar 3 Metode Penentuan Tipologi Desa.
2. Tipologi Komposit
Acuan untuk membuat tipologi desa yang bersifat komposit adalah
peruntukan lahan dan pola nafkah. Dari klasifikasi lahan tersebut diatas terdapat tiga kelompok lahan yaitu : 1) Lahan sawah, 2) Lahan non sawah dan 3) Lahan
45
non pertanian dengan variasi sembilan pola nafkah. Kaidah yan digunakan dalam membentuk tipologi komposit adalah sebagai berikut : a. Tanaman pangan diasumsikan hanya dapat dibudidayakan di lahan sawah baik yang beririgasi teknis maupun tadah hujan (non teknis dan tidak beririgasi). b. Tanaman palawija dan perkebunan diasumsikan hanya dapat dibudidayakan di lahan non sawah. c. Pola nafkah peternakan diasumsikan dilakukan diatas lahan non sawah. d. Pola nafkah perikanan terutama perikanan budidaya, diasumsikan dilakukan diatas lahan non sawah, tapi dengan kondisi sumber air yang mencukupi. Sehingga dengan demikian karena faktor ketersediaan air yang mencukupi inilah maka tipologi ini dikelompokkan ke dalam tipologi dengan ka rakter peruntukan lahan sawah untuk tanaman pangan atau menjadi subtipologi. e. Pola nafkah pertambangan diasumsikan dilakukan diatas lahan non pertanian. f. Pola nafkah industri/jasa diasumsikan bahwa desa tersebut padat pemukiman dan lahan dominan digunakan untuk kegiatan/tempat non pertanian. Dari kaidah dan asumsi yang digunakan tersebut diatas, maka tipologi komposit yang dihasilkan tertera pada Tabel 4, sebagai berikut :
Tabel 4 Tipologi Komposit
No 1 2 3 4 5 6
Peruntukan Lahan sawah non sawah non sawah non sawah non pertanian non pertanian
Pola Nafkah
pangan palawija perkebunan peternakan pertambangan industri/jasa Sumber: GSPD PM D-Kementrian Dalam Negeri. 3.6.2. Analisis Klasifikasi Desa
Tipologi persawahan perladangan perkebunan peternakan pertambangan perindustrian/jasa
Analisis data yang digunakan untuk melakukan klasifikasi dan kategori desa
menggunakan sistem skor terhadap indikator desa yang telah ditentukan. Nilai- nilai indikator dalam variabel untuk menentukan klasifikasi dan kategori desa adalah nilai- nilai yang berbeda yang mewakili kuantitas-kuantitas yang berbeda pula, peubah kuantitatif ini memiliki nilai yang lebih besar atau yang lebih kecil dari nilai lainnya. Peubah kuantitatif ini diukur dengan skala ordinal sehingga
46 dinamakan peubah ordinal.
Ada urutan alami di antara nilai- nilai pada skala
ordinal, namun jarak antara nilai- nilai tidak memiliki makna numerik yang pasti (Juanda, 2009). Sistem skor skala ordinal
ini dilakukan terhadap indikator desa pada
Lampiran 2. Metode untuk melakukan pengklasifikasian desa terdiri dari 6 tahap seperti Gambar 4.
Tahap awal adalah melakukan pengkajian terhadap jenis
indikator yang akan digunakan untuk pengklasifikasian desa. Indikator- indikator yang sudah terpilih kemudian dikelompokkan menjadi 8 variabel sesuai dengan relevansi data indikator terhadap variabel.
Ke-8 variabel tersebut jika
dikelompokkan kedalam empat faktor yaitu: 1. Faktor 1 yaitu
modal sosial dan kelembagaan yang meliputi variabel:
pemerintahan desa, modal sosial, sosial budaya. 2. Faktor 2
yaitu sumber daya manusia yang meliputi variabel: ekonomi,
pendidikan dan kesehatan. 3. Faktor 3 yaitu sumberdaya buatan yang meliputi variabel : infrastruktur 4. Faktor 4 yaitu sumberdaya alam yang meliputi variabel : sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pemilihan empat faktor, delapan variabel dan indikator- indikator dalam analisis ini dilandasi oleh pemikiran bahwa faktor,
variabel dan indikator
tersebut secara subtantif merupakan determinan pembangunan dan perkembangan desa. Penjabaran
keempat faktor tersebut berdasarkan variabel- variabel dan
indikator yang ada dalam data Potensi Desa (Podes) 2003, 2005, 2008 dan 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang setelah di identifikasi kemudian setiap indikator diberikan skor sesuai dengan kaidah pada Lampiran 2. Tahapan selanjutnya adalah memberikan nilai skor (S) untuk masing- masing indikator kemudian menghitung nilai indeks. Nilai indeks indikator (I) terletak antara nilai 0 – 1. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai indeks indikator (I) menggunakan persamaan :
.......................................................................... (1)
Dimana
S = Skor Indikator I = Nilai Indeks Indikator i = 1, 2, ……. jumlah indikator
47
PenentuanJenis Indikator Yang digunakan untuk Klasifikasi Desa
Pengelompokan Indikator Menjadi 8 Variabel
Skoring dan Pengindeksan Setiap Indikator
Pengindeksan Tiap Jenis Variabel Berdasarkan Indeks Indikator
Indeks Desa
Klasifikasi Desa Berdasarkan Nilai Treshold
Gambar 4 Metode Pengklasifikasian Desa Setelah mendapatkan nilai indeks masing- masing indikator, tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan nilai indeks variabel (V).
Nilai indeks untuk
masing- masing variabel dihitung dengan menggunakan persamaan :
............................................................................. (2)
Dimana
V = Nilai indeks variabel I = Nilai indeks indikator i = 1, 2, ……., m - jumlah indikator dalam kelompok variabel j = 1, 2, ……, 8
Indeks desa merupakan nilai representasi tingkat kemajuan suatu desa dan merupakan nilai komposit dari nilai indeks variabel.
Persamaan untuk
menghitung indeks desa adalah :
.................................................................................. (3)
Dimana
D = Nilai indeks desa V = Nilai indeks variabel j = 1, 2, …….n - jumlah variabel
Tahapan terkahir adalah dengan menetapkan nilai ambang batas (treshold) untuk tiap klasifikasi desa. Nilai treshold yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Swadaya
: D < 0,6
Swakarya
: 0,6 <= D < 0,8
Swasembada : D >= 0,8
48
3.6.3. Analisis Kategori Desa Tahap terakhir dari pengolahan data profil desa adalah menentukan kategori dari masing- masing klasifikasi desa yang sudah dihasilkan. Pada masing- masing tahap perkembangan desa disajikan kategori desa yang menggambarkan status kemajuan dan permasalahan yang dihadapi. Metode yang digunakan untuk menentukan kategori
tertera dalam Gambar 5. Tahapan pertama adalah
mengelompokkan delapan variabel tersebut diatas menjadi tiga kelompok permasalahan. Ketiga kelompok permasalahan tersebut adalah : 1. Kategori mula (kebutuhan dasar) yang terdiri atas variabel : Ekonomi masyarakat Pendidikan masyarakat Kesehatan masyarakat Infrastruktur Sumberdaya alam dan lingkungan 2. Kategori madya (kelembagaan masyarakat) yang terdiri dari variabel : Modal sosial Sosial budaya 3. Kategori lanjut (pemerintahan desa) yang terdiri dari variabel : Pemerintahan desa
Pengelompokan Variabel Menjadi 3 Kelompok Permasalahan yaitu Kebutuhan Dasar, Lembagaan Kemasyarakatan dan Pemerintahan Desa
Perhitungan Indeks Kelompok Permasalahan Berdasarkan Indeks Variabel
Pengkategorian Klasifikasi Desa Berdasarkan Rentang Nilai Indeks Kategori dan Prioritas Permasalahan
Gambar 5. Metode Pengkategorian Desa
Tahapan berikutnya menghitung nilai indeks variabel dalam kelompok permasalahan dengan menggunakan persamaan (1) dan persamaan (2). Setelah mendapatkan nilai indeks variabel, tahapan selanjutnya menghitung nilai indeks kelompok permasalahan yang akan menghasilkan rentang nilai indeks kelompok permasalahan atau kategori desa yang dihitung menggunakan persamaan :
49
................................................................................... (4)
Dimana Ik
: Indeks kelompok permasalahan
Iv k
: Indeks variabel dalam kelompok permasalahan k
p
: 1 – jumlah kelompok permasalahan
Rentang nilai kategori klasifikasi desa : Kebutuhan dasar
: I1 < 0,6
Kelembagaan masyarakat
: 0,6 <= I2 < 0,8 Madya
Pemerintahan desa
: I3 >= 0,8
Mula Lanjut
Dari kaidah tersebut diatas, secara operasional sebuah desa
ada
kemungkinan mempunyai lebih dari satu kategori. Untuk itu perlakuan terhadap desa yang mempunyai lebih dari satu kategori adalah dengan menetapkan kategori berdasarkan urutan prioritas penanganan masalah, cara yang digunakan adalah dengan menyusun kaidah yang terdiri dari 8 kemungkinan hasil yang didapatkan dari kaidah tersebut diatas seperti yang tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Kaidah Penentuan Kategori Desa
Kelembagaan Masyarakat 1 tidak memenuhi tidak memenuhi 2 tidak memenuhi tidak memenuhi 3 tidak memenuhi memenuhi 4 tidak memenuhi memenuhi 5 memenuhi tidak memenuhi 6 memenuhi tidak memenuhi 7 memenuhi memenuhi 8 memenuhi memenuhi Sumber: GSPD PM D-Kementrian Dalam Negeri. No
Kebutuhan Dasar
Pemerintahan Desa tidak memenuhi memenuhi tidak memenuhi memenuhi tidak memenuhi memenuhi tidak memenuhi memenuhi
Kategori Lanjut Lanjut Madya Madya Mula Mula Mula Mula
Pada Tabel 5 tersebut terdapat tiga kemungkinan nilai yang memenuhi syarat lebih dari satu yaitu kaidah nomor 4, 7 dan 8.
Penentuan kategori
didasarkan pada prioritas pengananan masalah, contoh kaidah nomor 8 nilai indeksnya memenuhi syarat untuk seluruh kelompok permasalahan.
Prioritas
penanganan masalah tertinggi adalah masalah kebutuhan dasar, maka kategori yang dihasilkan adalah kategori mula, sama halnya pada contoh kaidah nomor 4, karena prioritas pengananan masalah kelembagaan masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintahan desa, maka kategori yang dihasilkan adalah kategori madya.
50
3.6.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Kusioner Data Podes Validitas menunjukkan sejauh mana skor yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang ingin diukur (Juanda, 2009). Jenis validitas umumnya digolongkan menjadi tiga kategori besar, yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) dan validitas konstruk. Pada uji validitas indikator desa yang dipergunakan adalah validitas konstruk. Uji validitas konstruk dilakukan dengan mencari korelasi antara masing- masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi Pearson atau product moment sebagai berikut:
........................................ (5)
Interprestasi angka korelasi menurut Prof. Sugiyono dalam (Sugiyono, 2007)
0 0,20 0,40 0,60 0,80
- - - - -
0,199 : sangat lemah 0,399 : lemah 0,599 : sedang 0,799 : kuat 1,0 : sangat kuat
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Juanda, 2009).
Setiap alat
pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu. Dalam pengolahan data indikator desa ini uji reliabilitasnya menggunakan metode Alpha Cronbach.
k S 2 j .................................................................................. (6) 1 α = k 1 S 2 x
Keterangan : α = koefisien reliabilitas alpha k = jumlah item Sj = varians responden untuk item I Sx = jumlah varians skor total
Metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. Jika skala itu itu dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama
51
seperti dalam (Triton, 2006), maka ukuran kemantapan nilai Alpha Cronbach dapat diinterprestasikan sebagai berikut : 1. Nilai Alpha Cronbach 0,00 - 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai Alpha Cronbach 0,21 - 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai Alpha Cronbach 0,42 - 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai Alpha Cronbach 0,61 - 0,80, berarti reliabel 5. Nilai Alpha Cronbach 0,81 - 1,00, berarti sangat reliabel
3.7. Analisis Produktivitas Pe rdesaan
3.7.1. Teori Dasar Produktivitas Produktivitas secara sederhana adalah rasio/perbandingan dari output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Pertumbuhan produktivitas dapat diartikan menghasilkan lebih banyak output dari tingkat input tertentu. Nilai dari pertumbuhan jika lebih besar dari satu berarti pertumbuhan mengalami peningkatan dan sebaliknya jika kurang dari satu berarti pertumbuhan mengalami penurunan. Total Faktor Produktivitas (Total Factor Produktivity) Jika kita hanya memiliki input dan output tunggal maka pertumbuhan Total Faktor Produktivitas ( TFP growth) antara perode 1 dan periode 2 adalah: TFP12 = (y2/x2) / (y1/x1) = (y2/y1)/ (x2/x1) ............................................. (7) Untuk multi input dan ouput, maka produktivitasnya disebut Total Faktor Produktivitas (TFP).
3.7.2. DEA untuk mengukur Total Faktor Produktivitas (TFP)
Pada awalnya pertumbuhan produktivitas diukur dengan menggunakan tehnik angka indeks. Kelemahan penggunaan tehnik angka indeks ini adalah: 1) Membutuhkan data harga dan kuantitas input dan ouput, 2) Membutuhkan asumsi tentang perilaku produsen dan struktur teknologi dan 3) tidak dapat diuraikan. Dua tehnik baru yang dikembangkan adalah : 1) Tehnik non – parametrik dan 2) Tehnik parametrik, kedua tehnik ini memiliki keunggulan dalam menguraikan pertumbuhan TFP kedalam komponen-komponen pembentuknya. Tehnik non-parametrik adalah tehnik
yang menggunakan linear
programing dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Tehnik
52 parametrik menggunakan tehnik ekonometrika dengan menggunakan Stochastic
Frontier Analysis (SFA), kedua tehnik ini berbeda dalam cara menganalisanya. Tehnik non-parametrik tidak membutuhkan bentuk persamaan fungsi yang khusus dan tidak memperhitungkan statistical noise.
statistical noise adalah variasi
dijelaskan atau keacakan yang ditemukan dalam sampel data yang diberikan atau formula. Ada dua bentuk utama dari statistical noise yaitu kesalahan dan residu. Tehnik parametrik
menggunakan bentuk
fungsi secara
khusus dan
memperhitungakan statistical noise (Nik Hashim et al., 2005). DEA merupakan metodologi non-parametrik yang didasarkan pada linear programming dan digunakan untuk menganalisis fungsi produksi melalui suatu pemetaan frontier produksi. Aplikasi model DEA telah dipakai sebagai pengukuran pada berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan berbagai kegiatan operasional. Metode ini paling banyak dipakai karena pendekatan DEA tidak membutuhkan banyak informasi sehingga lebih sedikit data yang dibutuhkan dan lebih sedikit asumsi yang diperlukan. Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan sebagai model dalam pengukuran tingkat kinerja atau produktifitas dari sekelompok unit organisasi. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan penggunaan sumber daya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan output yang optimal. Produktivitas yang dievaluasi dimaksudkan adalah sejumlah penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumber daya (input) tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan, atau dari sisi lain peningkatan output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu dilakukan penambahan sumber daya. Pengukuran
efisiensi
secara
DEA
dilakukan
dengan
mengidentifikasi unit-unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan. (Akridge, 1989) Beberapa keuntungan dari DEA adalah: Tidak perlu secara eksplisit menentukan bentuk matematika untuk fungsi produksi. Terbukti berguna dalam mengungkap hubungan yang tetap tersembunyi bagi metodologi lain.
53
Mampu menangani beberapa input dan output. Mampu digunakan dengan pengukuran input-output. Sumber-sumber inefisiensi dapat dianalisis dan diukur untuk setiap unit dievaluasi. Beberapa kelemahan dari DEA adalah: Hasilnya peka terhadap pemilihan input dan output. Tidak dapat menguji untuk spesifikasi terbaik. Jumlah perusahaan yang efisien di perbatasan cenderung meningkat dengan jumlah input dan variabel output.
3.7.3. Pengukuran Indeks Malmquist (MI)
Pendekatan non-parametrik untuk mengukur TFP dengan menggunakan Indeks Malmquist membutuhkan data panel gabungan dari data time series (antar waktu) dan data cross section (antar individu/ruang) dan tidak membutuhkan asumsi perilaku dari produsen, mengunakan output jamak dan didefinisikan menggunakan fungsi jarak (Caves et al., 1982) dan (Fare et al., 1994). Indeks produktivitas Malmquist atau Indeks Malmquist digagas oleh Profesor Malmquist Sten,
Indeks Malmquist didasarkan pada konsep fungsi
produksi yang berhubungan dengan seperangkat input yang berkaitan dengan modal dan tenaga kerja. Angka indeks digunakan tidak hanya untuk mengukur pertumbuhan produktivitas tetapi juga dalam menghasilkan data yang dibutuhkan untuk aplikasi dalam bidang pertanian seperti produk pertanian gandum, beras , dan lainnya yang dikelompokkan dalam output cereal (Vu Hoang, 2009). Angka indeks juga digunakan dalam menangani set data panel. perbandingan pengamatan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya biasanya memerlukan beberapa persyaratan konsistensi dasar seperti angka indeks. Pendekatan angka indeks untuk mengukur produktivitas adalah menggunakan harga pasar dan tehnik yang digunakan seperti Data Envelopment Analysis.
Malmquist TFP Index
Perhitungan output dengan menggunakan Malmquist TFP Index pada saat periode t dengan asumsi pada kondisi (CRS) Constant Return to Scale, menggunakan persamaan (8), (Caves et al, 1982).
54 ......................................... (8)
Perhitungan output dengan menggunakan Malmquist TFP Index pada saat periode t+1 dengan asumsi pada kondisi Constant Return to Scale (CRS) menggunakan persamaan (9):
......................................... (9)
Perhitungan Malmquist TFP growth Index dari output menggunakan persamaan (10):
............... (10)
Dimana t : Periode jika nilai dari mo lebih besar dari satu mengindikasikan peningkatan TFP dari perode t ke periode t+1. Malmquist TFP growth Index dapat diuraikan menjadi persamaan (11):
......... (11)
Dimana : t
: Periode
: Technical Eficiency Change (TEC) : Technical Change (TC) 3.7.4. Menghitung Produktivitas Perdesaan
Produktivitas perdesaan diukur dengan menghitung
TFP yang akan
menghasilkan Indeks Malmquist yang membutuhkan data panel gabungan dari data perdesaan time series (antar waktu) dan data cross section (antar spatial desa). Idealnya sumber data diperoleh dari data profil desa. Data ini seharusnya dikumpulkan oleh seluruh aparat desa setiap tahun, akan tetapi hingga saat ini belum terkumpul data profil desa secara nasional, sehingga dilaksanakan pendekatan (proksi) terhadap data profil desa tersebut. Proksi dilaksanakan melalui data Podes 2003, 2005, 2008 dan 2011.
55
Yang menjadi varibel output adalah Pendapatan Asli Desa (PAD) dan yang menjadi variabel input adalah: Jumlah kepala keluarga petani di setiap desa. Luas lahan pertanian di setiap desa. Luas lahan non pertanian di setiap desa. Jumlah toko/mini market di setiap desa. Jumlah industri kecil mikro di setiap desa. Jumlah restoran/kedai di setiap desa. Variabel ouput dan input tersebut diolah dengan menggunakan Data Envelopment Analysis Program untuk menghasilkan Indeks Malmquist.
3.7.5. Analisis Sensitivitas Analisis Sensitivitas merupakan analisis yang berkaitan dengan perubahan diskrit parameter untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimum kehilangan optimalitasnya. Jika suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, dikatakan solusi sangat sensitif terhadap nilai parameter tersebut. Sebaliknya, jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi dikatakan solusi relatif insensitif terhadap nilai parameter itu. Dalam analisis sensitivitas, perubahan-perubahan parameter dikelompokkan menjadi: Perubahan koefisien fungsi tujuan. Perubahan konstan sisi kanan. Perubahan batasan atau kendala baru. Penambahan variabel baru. Analisis Sensitivitas da la m Neralil dan Wendell (2004), yaitu dengan mengabaikan/tidak mengikursertakan salah satu input dalam analisis secara bergantian. Menurut Jahanshahloo, et al. (2004), cara lain untuk mengecek sensitivitas dari efisiensi DEA dari suatu DMU (decision making unit) adalah memverifikasi apakah skor efisiensi dari suatu DMU terpengaruh secara signifikan, apabila hanya satu input atau output diabaikan dari analisis DEA. Suatu DMU efisien yang diranking menjadi inefisien karena dikeluarkannya hanya satu input atau output harus dicermati dengan hati- hati.
Analisis
sensitivitas yang sama sebaiknya dilakukan dengan mengeluarkan DMU efisien dari analisis.