42
III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Wilayah
perbatasan
merupakan
wilayah
yang
unik
karena
aktivitas
masyarakatnya selalu dipengaruhi oleh negara lainnya sebagaimana dikemukakan Bappenas (2005) bahwa permasalahan pembangunan di perbatasan yang membutuhkan penanganan bukan hanya berkaitan dengan aspek penetapan batas, aspek politik, hukum dan keamanan. Akan tetapi juga berkaitan dengan aspek kesenjangan pembangunan baik dengan wilayah lainnya di Indonesia maupun dengan negara tetangga. Sebelum Timor Leste merdeka interaksi spasial dengan wilayah NTT berlangsung dengan lancar karena kedekatan geogafis dan sosial budaya. Hal ini berdampak baik terhadap mobilisasi penduduk dan arus perdagangan barang dan jasa antar kedua wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan pembangunan pada kedua wilayah. Akan tetapi setelah Timor Leste merdeka, interaksi spasial antar kedua wilayah mulai jarang terjadi karena dibatasi oleh berbagai aturan; kalaupun ada interaksi biasanya harus mengorbankan biaya transaksi yang tinggi. Dampak selanjutnya adalah hambatan terhadap pembangunan ekonomi kedua wilayah, meskipun ada beberapa pihak yang dapat mengambil keuntungan dari situasi ini tetapi pembangunan ekonomi secara keseluruhan dalam arti peningkatan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemudahan akses menjadi terhambat. Pemerintah Provinsi NTT merespon kondisi tersebut dengan merumuskan permasalahan pengelolaan perbatasan negara di NTT dan Timor Leste adalah berkaitan dengan: (1) kebijakan dan pendekatan pembangunan, (2) kemiskinan, (3) keterbatasan sarana dan prasarana, (4) hukum dan kelembagaan, (5) pengelolaan daerah aliran sungai dan keamanan, (6) kerjasama ekonomi yang belum terjalin dengan baik. Sedangkan Kabupaten TTU sebagai sebuah daerah otonom merumuskan berbagai permasalahan yang menjadi prioritas penanganan masalah perbatasan. Permasalahan tersebut mencakup: (1) terbatasnya sarana ekonomi; (2) pengelolaan sumberdaya alam belum optimal; (3) kualitas SDM masih rendah; (4) keterkaitan wilayah yang masih terbatas; (5)
43 kemiskinan dan kesenjangan ekonomi; (6) konflik sosial di 6 lokasi yang masih bermasalah; (7) permasalahan yang berkaitan dengan pengungsi dari Timor Leste. Merujuk pada kondisi wilayah perbatasan yang unik tersebut maka selayaknya memperoleh prioritas pembangunan agar kesenjangan pembangunan tidak mencolok baik antar wilayah dalam suatu negara maupun dengan negara lainnya. Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan salah satu kabupaten dari 20 kabupaten perbatasan yang memperoleh prioritas pengembangan sesuai dengan RPJM nasional 2004-2009. Kabupaten TTU berbatasan darat dengan negara Timor Leste, khususnya district enclave Oekusi (ada 24 desa di Kabupaten TTU yang berbatasan langsung) harus dikelola dengan baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten TTU dengan memanfaatkan potensi wilayah perbatasan. Selain itu, district enclave Oekusi juga memperoleh manfaat dengan adanya pola kemitraan yang saling melengkapi. Saefulhakim (2008) menyatakan bahwa perubahan ke arah kemajuan merupakan salah satu kunci penting dalam pembangunan. Perubahan dapat terjadi karena proses alamiah, mekanisme pasar, proses perencanaan, kombinasi antara berbagai proses tersebut. Perubahan dapat dikatakan sebagai suatu pembangunan manakala proses perencanaan memberikan kontribusi penting terhadap perubahan tersebut. Pengembangan ekonomi wilayah perbatasan dimaksudkan untuk memanfaatkan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan. Walaupun wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi memiliki keterbatasan sumberdaya alam tetapi hal tersebut seharusnya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk berupaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan
mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kondisi wilayah perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dengan district enclave Oekusi cukup memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin di wilayah perbatasan yang masih tinggi (55,40%) karena keterbelakangan pendidikan dan akses terhadap kesehatan yang buruk serta daya beli masyarakat yang rendah. Kondisi ini terjadi karena perencanaan pembangunan wilayah perbatasan selama ini menggunakan pendekatan keamanan dan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai wilayah belakang sebagaimana dirasakan oleh masyarakat perbatasan.
44 Namun demikian, dalam RPJM nasional tahun 2004-2009 telah menjadikan kawasan perbatasan sebagai prioritas pembangunan dengan program pengembangan kawasan perbatasan ditujukan untuk: 1) menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial budaya serta keuntungan letak geografis yang strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Oleh karena itu, diharapkan terjadi perubahan paradigma pembangunan wilayah perbatasan yang dilakukan dengan pendekatan ekonomi dan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai halaman depan dari negeri ini. Merujuk pada kondisi tersebut Pemerintah Kabupaten TTU dalam RPJM tahun 2005-2010 telah merencanakan untuk melakukan pengembangan terhadap pasar perbatasan dengan district enclave Oekusi namun belum diaktifkan karena pertimbangan keamanan, politik, hukum, sosial dan ekonomi. Wilayah perbatasan sebagai wilayah yang selalu berinteraksi dengan wilayah negara lainnya dalam perumusan kebijakan pembangunan dipengaruhi oleh hukum internasional, kebijakan nasional, provinsi dan kabupaten yang terkadang meninggalkan kearifan lokal. Hal ini berimplikasi pada kurang kondusifnya wilayah perbatasan karena masyarakatnya merasa kurang bertanggungjawab terhadap proses pembangunan di wilayah perbatasan. Dengan demikian, perencanaan pengembangan wilayah perbatasan membutuhkan pengkajian yang sistematis tentang aspek fisik, sosial, budaya dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan
dalam
memenuhi
kebutuhan
masyarakat.
Proses
perencanaan
pengembangan wilayah perbatasan tersebut seharusnya lebih bersifat partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat sejak awal sehingga masyarakat lebih proaktif dalam proses pembangunan secara keseluruhan. Ini berarti memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh stakeholder untuk terlibat dalam proses mengidentifikasi masalah, membahas,
menyampaikan
persepsi
mengenai
kebutuhan
dan
tujuan-tujuan
pembangunan. Stakeholder yang dimaksud adalah pemerintahan daerah, swasta, akademisi, masyarakat madani (LSM, tokoh masyarakat dan tokoh adat). Selanjutnya, karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang berada di wilayah perbatasan perlu dianalisis sehingga dapat ketahui persepsi mereka mengenai
45 pengembangan ekonomi wilayah perbatasan terutama berkaitan dengan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan, perlu dilakukan penentuan prioritas pembangunan dari alternatif pengembangan sumberdaya pembangunan (sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, sumberdaya sosial, pengembangan kapasistas produksi aktifitas ekonomi) di wilayah perbatasan yang dapat memberikan kontribusi terbesar dalam mengatasi kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di wilayah perbatasan. Sebagaimana dikemukakan Murty (2000), pembangunan wilayah yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua wilayah harus mempunyai perkembangan, tingkat industri, pola ekonomi atau kebutuhan ekonomi yang sama; akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan seoptimal mungkin dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah sesuai kapasitasnya. Dengan demikian, membaiknya kinerja pembangunan ekonomi wilayah perbatasan secara keseluruhan merupakan sumbangan dari berbagai sumberdaya pembangunan di wilayah perbatasan. Hal ini perlu ditunjang oleh adanya sektor unggulan dan leading sector di wilayah perbatasan yang mampu menggerakkan perekonomian dan meningkatkan interaksi spasial antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Rustiadi et al. (2007) bahwa setiap perencanaan pembangunan memiliki keterbatasan sumberdaya sehingga perlu menetapkan skala prioritas pembangunan ekonomi wilayah yang didasarkan pada pemahaman bahwa (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan seperti penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional, pendapatan per kapita; (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran SDA, SDB, SDM dan SDS yang ada. Dengan demikian, dibutuhkan revitalisasi pengembangan ekonomi lokal melalui perencanaan pengembangan wilayah yang memperhatikan keterpaduan dan keterkaitan antar sektor, pelaku, dan wilayah. Keterkaitan tersebut dapat diwujudkan dengan merencanakan ekonomi wilayah perbatasan dalam suatu model pengembangan ekonomi
46 tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Rustiadi et al. (2007) yang diperkuat oleh Hamid dan Alkadri (2003) bahwa wilayah perbatasan dapat dikembangkan sebagai kawasan cepat tumbuh, kawasan agropolitan, kawasan transito dan kawasan wisata. Kebijakan ekonomi semacam itu akan menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan sinergis antar wilayah. Perspektif pembangunan wilayah perbatasan seperti ini, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan pemerataan, keadilan, keberimbangan pembangunan antar wilayah dan antar generasi di wilayah perbatasan. Hal ini akan mempermudah pengambil kebijakan untuk menetapkan prioritas pembangunan. Kerangka pemikiran tersebut dapat diilistrasikan seperti Gambar 4. berikut.
Kemerdekaan RDTL
Pengembangan wilayah perbatasan: • Aspek keamanan • Daerah belakang
Evaluasi pengembangan wilayah perbatasan
Keterbatasan SD pembangunan & alternatif model pengembangan ekonomi wilayah
Kabupaten TTU menjadi wilayah perbatasan negara
Pertumbuhan ekonomi rendah
Dampak terhadap aspek sosial, budaya, ekonomi
Masyarakat Kab. TTU kehilangan potensi pendapatan
Kesenjangan wilayah & tingkat kemiskinan tinggi Pengembangan wilayah perbatasan: • Aspek ekonomi • Halaman depan
Persespsi stakeholder
Penetapan prioritas pembangunan dan revitalisasi PEL
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan kesenjangan
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran
Sektor unggulan & leading sector
Analisis
47 3.2. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka diduga masyarakat Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi memperoleh dampak negatif dalam bidang sosial, budanya dan ekonomi sebagai akibat dari pisahnya Timor Leste. Belum tepat menentukan prioritas pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi terutama berkaitan dengan persepsi stakeholder. Selain itu, Pemerintah Kabupaten TTU belum tepat menentukan sektor unggulan karena belum didasarkan pada leading sector.
3.3. Kerangka Pendekatan Operasional Wilayah perbatasan sebagai wilayah yang unik karena aktivitas ekonominya selalu dipengaruhi oleh negara lainnya. Oleh karena itu, perlu dianalisis persepsi stakeholder untuk mengetahui persepsi mereka mengenai dampak pisahnya Timor Leste terhadap kehidupan masyarakat di Kabupaten TTU terutama yang berkaitan dengan bidang sosial dan budaya serta ekonomi. Analisis persepsi ini dilakukan dengan maksud untuk mengakomodir kepentingan seluruh komponen masyarakat di wilayah perbatasan agar dapat berpatisipasi aktif dalam setiap tahapan pembangunan. Tahapan selanjutnya melakukan analisis terhadap persepsi stakeholder mengenai penentuan prioritas pembanguan yang dilakukan dengan analisis hierarki proses (AHP). Hierarki tersebut diawali dengan konsep wilayah, dimana wilayah merupakan satuan geografis beserta komponen yang terkandung di dalamnya, komponen-komponen tersebut saling berinteraksi dalam suatu sistem. Komponen yang terdapat di dalam wilayah perbatasan berupa sumberdaya pembangunan yakni sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, sumberdaya sosial, kapasitas produksi aktifitas ekonomi. Setiap sumberdaya pembangunan tersebut saling berinteraksi sehingga penentuan prioritas pengembangan sumberdaya yang tepat akan menggerakkan perekonomian di wilayah perbatasan secara menyeluruh. Selanjutnya menentukan prioritas pembangunan dari setiap kriteria
sumberdaya pembangunan
tersebut. Stakeholder yang paling berperan dalam pengembangan setiap sumberdaya pembangunan juga ditentukan dalam analisis ini sehingga tidak terjadi tumpang-tindih peran.
48
Data primer
Data Sekunder
Data PDRB Analisa deskriptif
Tabel I-O Kab.TTU
Data SDM, SDS, SDB
Analisis Hierarki Proses (AHP) Analisis LQ dan SSA
Dampak terhadap bidang sosial, budaya, ekonomi
Prioritas pembangunan
Analisis sektor unggulan
Analisis I-O
Analisis leading sector
Model agropolitan
Lokasi pengembangan agropolitan
Analisis deskriptif SD per kecamatan
Gambar 5. Kerangka Pendekatan Operasional Pengembangan sumberdaya–sumberdaya tersebut akan terkesan mubazir bila tidak dikembangkan dalam suatu model pengembangan ekonomi wilayah. Dengan demikian tahapan berikutnya menentukan model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan. Model pengembangan ekonomi yang ditawarkan untuk dianalisis adalah sebagaimana dikemukakan oleh Hamid dan Alkadri (2003) bahwa pengembangan ekonomi wilayah perbatasan dapat dikembangkan menjadi kawasan cepat tumbuh, kawasan agropolitan, kawasan transito, dan kawasan wisata. Setelah model ekonomi wilayah perbatasan diketahui, analisis berikutnya dilakukan untuk mengetahui sektor/sub sektor/komoditi yang akan dikembangkan dalam
49 model ekonomi wilayah perbatasan tersebut. Analisis yang digunakan adalah analisis LQ dan SSA untuk mengetahui sektor unggulan. Sektor unggulan yang ditentukan dengan analisis tersebut hanya menentukan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dari suatu sektor ekonomi yang belum tentu merupakan leading sector di wilayah perbatasan karena sektor-sektor unggulan tersebut mungkin memiliki keterkaitan yang rendah. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan analisis I-O untuk mengetahui keterkaitan antar sektor sehingga dapat menentukan leading sector. Analisis LQ dan SSA dan inputoutput juga dilengkapi dengan analisis kuadran. Adapun analisis kuadran dilakukan antara LQ dan differential shift juga antara keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dari analisis input-output. Analisis-analisis kuantitatif tersebut juga selalu dilengkapi dengan analisis deskriptif. Tahapan
berikutnya
adalah
melakukan
analisis
deskriptif
ketersediaan
sumberdaya pembangunan per kecamatan untuk mengetahui lokasi pusat pengembangan model ekonomi wilayah perbatasan (agropolitan) tersebut untuk saat ini. Adapun sumberdaya utama yang dianalisis adalah kapasitas produksi aktivitas ekonomi, sedangkan sumberdaya lainnya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan merupakan sumberdaya–sumberdaya pendukung. Secara ringkas, tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli–September 2008. Adapun jadwal penelitian terlampir (lampiran 1).
3.5. Metode Penarikan Sampel Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbang stakeholder yang dipilih merupakan pihak yang cukup berperan penting dalam pengembangan wilayah perbatasan. Stakeholder yang dimaksud adalah akademisi, pemerintahan daerah (Bupati, Bappeda, DPRD), swasta (pengusaha dan koperasi), masyarakat madani (LSM, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda). Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 16 orang untuk stakeholder
50 (adapun perincian terlampir dalam lampiran 2). Sedangkan pemilihan responden masyarakat perbatasan yang diwawancarai dilakukan secara purposive sampling pada 5 desa di wilayah perbatasan dari 24 desa yang berbatasan langsung dengan district enclave Oekusi, selanjutnya responden yang dipilih sebanyak 5 orang per desa sampel yang dilakukan secara purposive sampling sehingga jumlah responden dari masyarakat yang berada di desa-desa yang berbatasan langsung dengan district enclave Oekusi berjumlah 30 orang. Dengan demikian, total responden sebanyak 46 orang. Masing-masing responden yang terpilih untuk diwawancarai didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka dapat memberikan informasi yang relevan sesuai tujuan penelitian. Penarikan sampel tersebut dilakukan untuk mengetahui persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU dan untuk mengetahui persepsi stakeholder mengenai penentuan prioritas pembangunan di Kabupaten TTU yang berbatasan dengan district enclave Oekusi. Responden yang digunakan untuk mengetahui tujuan pertama merupakan stakeholder yang memiliki pemahaman komprehensif mengenai permasalahan perbatasan sebanyak 16 responden dan selanjutnya dilakukan penelusuran mendalam terhadap masyarakat yang berada pada desa-desa yang berbatasan langsung dengan district enclave Oekusi sebanyak 30 responden sehingga total responden untuk tujuan pertama sebanyak 46 responden. Sedangkan responden yang digunakan untuk mengetahui tujuan kedua yakni penentuan prioritas pembangunan adalah stakeholder yang terpilih tersebut tanpa melibatkan masyarakat yang berada di desa-desa yang berbatasan dengan district enclave Oekusi sehingga responden untuk analisis tujuan kedua sejumlah 16 responden.
3.6. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan sekaligus melakukan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder berupa data potensi desa, data PDRB dan input-output Provinsi NTT tahun 2006 serta data lain yang terkait dengan penelitian ini diperoleh dari BPS, Bappenas, Bappeda NTT, Bappeda TTU, dll.
3.7. Pengamatan dan Pengukuran Variabel Variabel–variabel penelitian yang diamati dan diukur, selanjutnya dianalisa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. berikut. Masalah Bagaimana persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kab.TTU Bagaimana persepsi stakeholder terhadap penentuan prioritas pengembangan wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi ?
Sektor ekonomi apa yang dapat dijadikan sektor unggulan dan leading sector di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi?
Tabel 6. Variabel-variabel yang diamati dan dianalisa Tujuan Metode Variabel Data Analisa Untuk mengetahui Analisa Sosial, budaya, Hubungan kekerabatan, adat-istiadat, persepsi stakeholder Deskriptif. ekonomi. keamanan&ketertiban, pengangguran, mengenai pengaruh pendidikan, perhatian pemerintah pisahnya Timor Leste pusat, perdagangan, biaya interaksi, terhadap Kab. TTU. pendapatan masyarakat, kepemilikan SD, investasi, struktur ekonomi. Untuk mengetahui AHP. Jumlah penduduk, pendidikan, Sumber daya persepsi stakeholder manusia, sumber kesehatan, kesempatan kerja, terhadap penentuan daya buatan, transportasi, pendidikan, kesehatan, prioritas sumber daya ekonomi, keamanan, listrik, media pengembangan sosial, informasi, adat-istiadat, mobilitas wilayah perbatasan pengembangan masyarakat, aturan-aturan, sektor Kab.TTU dengan kapasitas pertanian, industri, perdagangan, produksi aktifitas jasa,pertambangan & penggalian. district enclave Oekusi. ekonomi wilayah perbatasan. Untuk mengetahui LQ, SSA PDRB sektor Interaksi antar sektor ekonomi di sektor unggulan dan dan I – O tahun 2004 dan Kabupaten TTU dan nilai tambah leading sector di Kabupaten 2006 di bruto sektor ekonomi di Kabupaten wilayah perbatasan TTU. TTU yang Kabupaten TTU Kabupaten TTU diturunkan dan Provinsi dengan district dari I – O NTT. enclave Oekusi. Provinsi NTT.
Output yang Diharapkan Teridentifikasinya persepsi stakeholder mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU. Teridentifikasinya persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kab. TTU dengan district Oekusi.
Teridendifikasinya sektor unggulan dan leading sector di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi.
51
52 3.8. Model Analisis Data 3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif Model analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi sumberdaya yang dimiliki wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi adalah dengan melakukan analisis statistik deskriptif terhadap sumberdaya pembangunan yang mencakup sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, sumberdaya sosial, kapasitas produksi aktivitas ekonomi. Data-data sekunder tersebut selanjutnya diklasifikasikan dan diidentifikasi berbagai sektor dan komoditi unggulan. Data-data tersebut akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik sehingga dapat memberikan informasi mengenai karakteristik wilayah perbatasan yang memiliki potensi pengembangan.
3.8.2. Analisis Deskriptif Persepsi Stakeholder Mengenai Pengaruh Pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU Analisis ini dilakukan untuk mengkaji persepsi stakeholder tentang pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap Kabupaten TTU dan sekaligus untuk menggali informasi lebih mendalam dari masyarakat yang berada pada desa-desa di sepanjang perbatasan mengenai bentuk interaksi antara masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa interaksi spasial suatu wilayah dipengaruhi oleh aspek sosial, budaya dan ekonomi. Analisis ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran secara kualitatif mengenai pengaruh pisahnya Timor Leste terhadap aspek-aspek tersebut.
3.8.3. Analysis Hierarchical Process (AHP) Selanjutnya melakukan analysis hierarchical process untuk mengtahui persepsi stakeholder tentang prioritas pengembangan ekonomi wilayah wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi. Analisys hierarchical process didesain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang dirancang untuk sampai pada skala preferensi diantara berbagai alternatif. Penggunaan teknik AHP dilakukan dengan cara membuat urutan komponen-komponen utama penelitian secara berhirarki
53 kemudian diberi nilai (scoring) dalam angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian subyektif kemudian disintesiskan guna menentukan variabel yang memiliki prioritas tertinggi. Model ini ditujukan untuk memodelkan masalah-masalah tak terstruktur baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun sains manajemen. Penerapan AHP sedapat mungkin menghindari adanya penyederhanaan misalnya dengan membuat asumsiasumsi agar diperoleh model-model kuantitatif, sebaliknya mempertahankan model yang kompleks seperti semula. Agar model ini realistik, maka sebaiknya memasukkan dan melakukan pengukuran terhadap semua hal penting, baik yang nyata maupun tidak nyata yang dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. AHP membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana yang ada dalam kenyataan seharí-hari dalam usaha mencapai konsensus. Menurut Saaty (1994) penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hierarki dilakukan dengan judgement dari narasumber yang memahami permasalahan dengan cara melakukan wawancara langsung dan menilai tingkat kepentingan setiap elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Penilaian dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing komponen dengan komparasi berpasangan yang dimulai dari tingkat yang paling tinggi sampai dengan yang terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan judgement para narasumber berdasarkan skala komparasi 1-9. Nilai skala komparasi digunakan untuk mengkuatitatifkan data yang bersifat kualitatif. Skala yang digunakan tergantung dari pandangan responden sebagaimana tertera pada Tabel 7. berikut Tabel 7. System urutan (ranking) Saaty untuk hierarchy process Tingkat Definisi Kepentingan 1 Kedua elemen Sama Pentingnya 3 Perbedaan penting yang lemah antara yang satu dengan yang lainnya 5 Sifat Lebih Penting dari salah satu elemen kuat 7 Menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol dari salah satu elemen 9 Salah satu elemen penting absolut terhadap elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai di atas/di bawahnya
54 Selanjutnya dikatakan bahwa tahapan analisis data dalam analysis hierarchical process sebagai berikut: a) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan Untuk kepentingan analisis perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi. b) Membuat struktur hierarki Struktur hierarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan penentuan berbagai dukungan sumberdaya pengembangan ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi yakni sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, sumberdaya sosial, kapasitas produksi aktifitas ekonomi. Setiap sumberdaya pembangunan tersebut saling berinteraksi sehingga penentuan prioritas pengembangan sumberdaya yang tepat akan menggerakkan perekonomian menentukan
di
wilayah
prioritas
perbatasan
pembangunan
secara dari
menyeluruh.
setiap
kriteria
Selanjutnya sumberdaya
pembangunan tersebut. Stakeholder yang paling berperan dalam pengembangan setiap sumberdaya pembangunan juga ditentukan dalam analisa ini sehingga tidak terjadi tumpang-tindih peran. Pengembangan sumberdaya–sumberdaya tersebut akan terkesan mubazir bila tidak dikembangkan dalam suatu model pengembangan ekonomi wilayah. Dengan demikian tahapan berikutnya adalah menentukan model pengembangan ekonomi wilayah perbatasan sebagaimana tertera pada Gambar 6. c) Membuat matriks dan nilai perbandingan berpasangan Pembuatan matriks dan nilai perbandingan berpasangan dimaksudkan untuk menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Jika vektor pembobotan elemen–elemen kegiatan A1, A2, ...An dinyatakan sebagai vektor W=(W1, W2,...Wn), maka intensitas kepentingan elemen kegiatan A1 dibandingkan dengan A2 dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen
55 kegiatan A1 terhadap A2, dimana nilai perbandingan elemen kegiatan A1 terhadap A2 adalah 1 dibagi dengan nilai perbandingan elemen kegiatan A2 terhadap A1 sehingga matriks perbandingannya sebagaimana tertera pada Tabel 8. berikut Tabel 8. Tabel matriks perbandingan berpasangan A1 A2 A3 ... W1/W1 W1/W2 W1/W3 ... A1 W2/W1 W2/W2 W2/W3 ... A2 W3/W1 W3/W2 W3/W3 ... A3 . . . . . . . . . . . . . . . Wn/W1 Wn/W2 Wn/W3 ... An Sumber: Marimin (2004)
An W1/Wn W2/Wn W3/Wn . . . Wn/Wn
4) Penentuan prioritas Setelah setiap kriteria dan alternatif ditetapkan maka selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan (pair wise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriretia kuantitatif maupun kualitatif dapat dilakukan sesuai judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Perhitungan bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
5) Konsistensi logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk penentuan konsistensi pendapat digunakan software expert choice 2000.
Level I Tujuan Level II Aspek
Prioritas Pengembangan Wilayah Perbatasan Kab. TTU
Pengemb. SDM
Pengemb. SDB
Pengemb. SDS
Pengembangan kapasitas produksi aktifitas ekonomi
Transportasi Pangan dan Palawija Level III Kriteria
Jumlah Penduduk
Pendidikan
Adat - istiadat
Hortikultura
Kesehatan Pendidikan
Ekonomi
Perkebunan dan Kehutanan Mobilisasi masyarakat
Perikanan Peternakan
Kesehatan
Keamanan
Pekerjaan
Media informasi
Keamanan
Penggalian Industri Kerajinan
AturanAturan
Agorindustri
Listrik
Perdagangan Jasa-jasa
Level IV Stakeholder
Level V Model Alternatif
Pemerintahan kab.
Kawasan agropolitan
Akademisi
Kawasan cepat tumbuh
Swasta
Masyarakat madani (LSM dan tokoh masy.)
Kawasan transito
Kawasan wisata
Gambar 6. Struktur hierarki AHP wilayah perbatasan Kab.TTU
56
57 3.8.4. Analisis Sektor Unggulan dan Leading Sector Model analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan kedua adalah dengan melakukan analisis komposisi ekonomi wilayah dengan metode LQ (location quotient) dan SSA (shift share analysis) serta diperkuat dengan analisis I-O untuk mengetahui keterkaitan antar sektor. a) Metode Location Quotient (LQ) Metode LQ digunakan untuk mengetahui keunggulan aktivitas ekonomi sektor/sub sektor/komoditi unggulan di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas pada suatu waktu tertentu. Secara matematik, perhitungan LQ dilakukan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:
LQ
ij
=
P P
ij . j
/ P
i .
/ P ..
Dimana: LQij Pij Pi. P.j i j
= = = = = =
Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di Kabupaten TTU PDRB sektor ke-j di Kabupaten TTU tahun 2006 Total PDRB sektor di Kabupaten TTU tahun 2006 PDRB sektor ke-j di Provinsi NTT tahun 2006 Wilayah yang diteliti (Kabupaten TTU) Aktivitas ekonomi yang dilakukan di Kabupaten TTU dan Provinsi NTT
Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: •
Apabila nilai LQij > 1, menunjukkan bahwa sektor/komoditas tersebut merupakan sektor basis/komoditas unggul/andalan, mempunyai pangsa relatif yang lebih besar dibanding sektor lainnya.
•
Apabila nilai LQij = 1, menunjukkan bahwa sektor/komoditas tersebut di Kabupaten TTU setara dengan sektor di Provinsi NTT.
•
Apabila nilai LQij < 1, menunjukkan sektor/komoditas non basis.
bahwa sektor tersebut tergolong
58 b) Shift Share Analysis (SSA) Merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami
pergeseran struktur
aktivitas di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas pada dua titik waktu. Secara matematik dapat diformulasikan sebagai berikut: =
SSA
⎡ X ⎢ ⎣⎢ X
..( t 1 ) ..( t 0 ) a
⎤ −1⎥ ⎦⎥
+
⎡ X ⎢ ⎣⎢ X
i ( t1 )
−
i(t0 )
X
..( t 1 )
X
..( t 0 )
⎤ ⎡ X ⎥+ ⎢ ⎦⎥ ⎢⎣ X
ij ( t 1 )
−
ij ( t 0 )
X
i ( t1 )
X
i(t0 )
⎤ ⎥ ⎦⎥
c
b
Dimana: SSA a b c X.. Xi. Xij t1 t0
= = = = = = = = =
Komponen shift share Komponen share Komponen proportional shift Komponen differential shift nilai total PDRB di Provinsi NTT nilai total PDRB sektor tertentu di Provinsi NTT nilai total PDRB sektor tertentu di Kabupaten TTU Titik tahun terakhir (2006) Titik tahun awal (2004)
Intepretasi hasil analisis SSA sebagai berikut: •
Apabila nilai SSA > 0, menunjukkan bahwa sektor/komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran yang cepat.
•
Apabila nilai SSA = 0, menunjukkan bahwa
sektor/komoditas tersebut dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi sektor/komoditas basis. •
Apabila nilai SSA < 0, menunjukkan
bahwa sektor/komoditas tersebut tidak
memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhannya lambat.
c). Analisis Keterkaitan Antar Sektor Analisis keterkaitan antar sektor dilakukan dengan menggunakan model inputoutput. Analisis Input-Output dapat dicermati dari peningkatan output dari suatu sektor (j) membutuhkan penggunaan input yang lebih banyak dari sektor ekonomi lain yang memproduksi output untuk digunakan sebagai input antara oleh sektor tersebut. Hal tersebut dikenal juga dengan dampak demand dari sektor j. Sedangkan dampak yang diakibatkan oleh output dari sektor (j) tersebut adalah berupa peningkatan penggunaan output tersebut untuk usaha lainnya atau dikenal dengan dampak supply dari sektor j.
59 Analisa Input-Output menggunakan tabel input-output Kabupaten TTU yang diturunkan dari Tabel Input-Output Provinsi NTT dengan menggunakan metode RAS. Adapun asumsi yang digunakan dalam metode RAS adalah struktur ekonomi dan keterkaitan antar sektor antara wilayah Provinsi NTT dan wilayah Kabupaten TTU adalah sama sehingga sekaligus menunjukkan kelemahan dari metode RAS tersebut. Meskipun demikian, metode RAS merupakan metode yang tepat untuk digunakan bila tidak melakukan survei secara langsung dalam rangka penyusunan tabel input-output. Secara ringkas penurunan Tabel I-O Kabupaten TTU tahun 2006 melalui tahapan berikut ini: 1. Menyiapkan Tabel I-O 34 sektor dari 55 sektor dengan cara agregasi sektor-sektor yang memberikan kontribusi sedikit dalam perekonomian Kabupaten TTU, sedangkan sektor-sektor yang tidak ada di Kabupaten TTU ditiadakan. 2. Menggunakan rasio PDRB penggunaan Provinsi NTT, kemudian disesuaikan dengan konsumsi rumahtangga dari data SUSENAS tahun 2000, sedangkan untuk konsumsi pemerintah disesuaikan dari data APBD tahun 2006. 3. Selanjutnya data PDB sektoral (34 sektor) dipecah menjadi 37 sektor Tabel I-O dengan menggunakan rasio 209 (NTB) masing-masing sektor terhadap total NTB Tabel I-O Provinsi NTT. Mengeluarkan nilai transaksi kemiri dan pinang dari perkebunan lain. Selanjutnya nilai kemiri dan pinang yang diperoleh dari output kemiri dan pinang dikalikan dengan harga untuk selanjutnya didistribusikan kepada sektor-sektor yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan tenun ikat yang dikeluarkan dari industri lainnya dan ditampilkan tersendiri. 4. Setelah diperoleh nilai 209 (NTB) Kabupaten TTU lalu dikalikan dengan rasio NTB terhadap input (210) Tabel I-O NTT tahun 2006 sehingga didapatkan nilai input (210) Kabupaten TTU tahun 2006. 5. Nilai Input=Output sehingga baris 210=kolom 600, caranya adalah dengan melakukan transpose baris 210 menjadi kolom 600 (output). 6. Selanjutnya 210 dikurangi 209 sehingga diperoleh nilai 190 (total permintaan antara), lalu didistribusikan ke atas dengan menggunakan rasio permintaan antara (190) Provinsi NTT tahun 2006. Demikian juga halnya dengan komponen NTB
60 (201…205) digunakan rasio NTB Provinsi NTT tahun 2006 sehingga diperoleh nilai 201 s.d 205 Kabupaten TTU tahun 2006. 7. Demikian juga halnya dengan komponen penggunaan. Masing-masing komponen diperoleh menggunakan rasio Provinsi NTT tahun 2006. Misal, komponen konsumsi rumahtangga. Total 301 diperoleh dari publikasi yang ada, strukturnya menggunakan struktur Provinsi NTT tahun 2006, demikian seterusnya sampai ekspor dan impor. 8. Setelah tahapan di atas dilakukan, semua kolom dan baris dijumlah biasanya terjadi ketidakseimbangan (diskrepansi) antara supply dan demand. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonsiliasi, yakni menyeimbangkan baris dan kolom. 9. Rekonsiliasi dengan metode RAS ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Jumlah input setiap sekor sama dengan outputnya, dimana total output merupakan transpose dari jumlah input. b. Supply diperoleh dari nilai output ditambah impor barang dan jasa. c. Input antara (intermediate input)=total input–input primer. d. Permintaan antara (intermediate demand)=supply–permintaan akhir. e. Jumlah permintaan antara dan input antara harus sama, karena besaran nilai tersebut nantinya yang akan diproses dengan metode RAS. f. Metode RAS adalah metode proporsional untuk menyeimbangkan matriks koefisien (industrial intersection). RAS method ini membutuhkan iterasi berkali-kali sesuai dengan kedekatannya dengan struktur I-O sebelumnya. Setelah tabel I-O tersedia maka tahapan selanjutya adalah menganalisis struktur ekonomi Kabupaten TTU dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Kemudian mengukur besarnya tingkat keterkaitan ke belakang dan ke depan serta multiplier yang diakibatkan oleh aktivitas dari suatu sektor
ekonomi (misalnya: multiplier
pendapatan, output, nilai tambah bruto dan pajak tak langsung). Tahapan berikutnya adalah menginterpretasi hasil perhitungan tersebut. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam analisis input-output dapat diformulasikan sebagai berikut: (1) Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (a*j): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut.
61 n
a* j = ∑ aij i
Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya), a*j kemudian dinormalisasikan menjadi a*j yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata kaitan langsung ke belakang untuk sektor-sektor lainnya. a* j =
a* j
∑a
1 n
j
= *j
na* j
∑a
*j
j
Nilai a*j > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki kaitan langsung ke belakang yang kuat
dalam pengertian memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap
pertumbuhan sektor-sektor lain. (2) Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (ai*): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut. a i* = ∑ a ij j
Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya), ai* kemudian dinormalisasikan menjadi ai* yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. a i* =
a i* na i* = 1 a ∑ a i* n ∑ i* i
i
(3) Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect backward linkage) (b*j): menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut: b* j = ∑ bij i
62 dimana bij adalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=(I-A)-1. Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya), b*j kemudian dinormalisasikan menjadi b*j yang merupakan rasio antara kaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor j dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. b* j =
b* j
1 n
∑b
=
*j
nb* j
∑b
*j
j
j
(4) Kaitan langsung dan tak langsung ke depan (direct and indirect forward linkage) (bi*): bi* = ∑ bij i
Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya), bi* kemudian dinormalisasikan menjadi bi* yang merupakan rasio antara kaitan langsung dan tidak ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya. b i* =
1 n
bi* nbi* = ∑ bi* ∑ bi* i
i
(5) Multiplier: Berbagai jenis multiplier dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini: (a) Output Multiplier,
O
Mj, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas
output sektor j terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas. O
M j = ∑ bij
dimana : bij adalah elemen inverse matriks Leontief
i
(b) Income Multiplier, IMj, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah penelitian.
63
I
Mj =
I
vi
I
1 vj
∑
I
vi bij
i
: rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka Ivi = Ivj : elemen inverse matriks Leontief
bij
(c) Total Value-Added Multiplier atau multiplier PDRB,
GDP
Mj, adalah dampak
peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian. GDP
Mj =
1 GDP
∑
vj
GDP
vi bij
i
GDP
vi : rasio produk domestik regional bruto dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka GDPvi = GDPvj bij : elemen inverse matriks Leontief (d) Tax Multiplier, TMj, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan pajak tak langsung netto secara keseluruhan di wilayah penelitian. T
Mj =
T
1 vj
∑
T
vi bij
i
T
vi : rasio pajak tak langsung netto dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka Tvi = Tvj bij : elemen inverse matriks Leontief
d). Analisis Kuadran Setelah melakukan analisis LQ dan SSA, selanjutnya melakukan analisis kuadran dengan mengelompokkan sektor-sektor ekonomi tersebut ke dalam 4 kuadran yang dimaksudkan untuk mengetahui sektor-sektor yang merupakan sektor basis dan memiliki pergeseran yang tinggi (kuadran II); sektor basis namun pergeserannya lamban (kuadran I), sektor non basis namun memiliki pergeseran yang tinggi (kuadaran III); sektor-sektor non basis dan pergeserannya lamban (kuadran IV). Pemahaman terhadap pengelompokan sektor-sektor ke dalam 4 kuadran tersebut akan memudahkan dalam menentukan arah kebijakan dalam pengembangan sektor-sektor tersebut.
64 Selain analisis kuadran yang dilakukan terhadap hasil analisis LQ dan SSA, analisis kuadran juga dilakukan terhadap analisa keterkaitan ke depan dan ke belakang. Analisis ini dimaksudkan untuk mengelompokkan sektor-sektor ke dalam 4 kuadran yakni untuk mengetahui sektor-sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang (kuadran II); sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi, namun keterkaitan ke belakang rendah (kuadran I), selanjutnya mengelompokkan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tinggi, namun keterkaitan ke depan rendah (kuadran III). Sedangkan kuadran IV berisi sektor-sektor yang memiliki keterkaitan yang rendah baik ke depan maupun ke belakang.
3.8.5. Analisis Deskriptif Ketersediaan Sumberdaya Analisis deskriptif ketersediaan sumberdaya dilakukan per kecamatan di 8 kecamatan di Kabupaten TTU (tidak termasuk Kecamatan Kota Kefamenanu, ibu kota Kabupaten TTU) dengan maksud untuk mengetahui daya dukung sumberdaya di setiap kecamatan sehingga dapat menentukan lokasi pengembangan agropolitan karena menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) pengembangan agropolitan lebih tepat dikembangkan di kecamatan atau beberapa kecamatan. Adapun sumberdaya yang dianalisis dikategorikan menjadi kriteria utama yakni kapasitas produksi aktivitas ekonomi. Sedangkan sumberdaya pendukung lainnya adalah sumberdaya manusia, sumberdaya buatan dan sumberdaya sosial. Kapasitas produksi aktivitas ekonomi dianalisa dengan menggunakan analisa LQ dengan menggunakan data PDRB per kecamatan. Analisis ini dilengkapi dengan analisa pemetaan data potensi ekonomi (komoditas pertanian, industri, pemanfaatan fasilitas kredit) per kecamatan. Sedangkan data sumberdaya manusia berupa jumlah penduduk, penduduk usia produktif, pengangguran, urbanisasi per kecamatan. Sumberdaya sosial berupa regulasi dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Selain itu, data jumlah kelompok tani per kecamatan juga ditampilkan. Selanjutnya sumberdaya buatan berupa deskripsi ketersediaan sumberdaya ekonomi, pendidikan dan kesehatan per kecamatan di Kabupaten TTU.