51
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada pada Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM) yang merupakan salah satu kawasan agropolitan yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Mentan Nomor: 312/TU.210/A/X/2002. Kegiatan awal berupa kegiatan penyusunan master plan pengembangan KAMM dilaksanakan tahun 2003, dan sosialisasi master plan serta penyiapan masyarakat dilaksanakan tahun
2004,
kemudian
ditindaklanjuti
dengan
kegiatan
pelaksanaan
pengembangan kawasan agropolitan melalui kegiatan-kegiatan lintas sektor berupa dukungan stimulans pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten selama tiga tahun berturut-turut mulai tahun 2005 sampai tahun 2007. Setelah pemberian dukungan stimulans dari pemerintah, selanjutnya pengembangan KAMM ini dilaksanakan secara mandiri dengan mengandalkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten, swasta dan masyarakat, tanpa harus tergantung lagi kepada dukungan pemerintah pusat. Peta lokasi KAMM disajikan pada Gambar 15, dan Peta Rupa Bumi KAMM disajikan pada Lampiran 1.
Magelang Magelang
Jakarta Bandung
Grabag Semarang Surabaya Jogjakarta
Pulau Jawa
Ngablak Dps
Tegalrejo
Candimulyo
Pakis
Sawangan
Dukun
Lokasi Penelitian KAMM
Meliputi: 7 kecamatan 96 desa. Komoditi unggulan hortikultura
Gambar 15 Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dan sekitarnya.
52 KAMM ini termasuk kategori kawasan agropolitan by nature karena merupakan kawasan yang telah ada secara alami dengan mengandalkan kekayaan sumberdaya alam bidang pertanian, yang didukung dengan agroklimat dataran tinggi yang cocok untuk pengembangan pertanian khususnya hortikultura. KAMM terdiri dari tujuh kecamatan, yaitu: Kecamatan Sawangan, Dukun, Pakis, Ngablak, Grabag, Candimulyo, dan Tegalrejo, dengan jumlah desa yang menjadi cakupan pengembangan KAMM adalah 96 desa, luas 399,13 km2 atau 39.913 Ha. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan, mulai dari studi literatur, survei lapangan, kompilasi data, pengolahan data, analisis dan sistesis, kesimpulan, hingga penulisan disertasi. Seluruh tahapan ini dilaksanakan dalam waktu 36 bulan mulai dari bulan April 2008 sampai Desember 2009. 3.2. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahapan secara sekuensi, dengan urutan seperti disajikan pada Gambar 16. Tahapan pertama, menganalisis kinerja pengembangan KAMM pasca fasilitasi pemerintah, dengan output yang diinginkan adalah terukurnya kinerja kawasan agropolitan melalui indikatorindikator keberhasilan. Tahapan kedua, menganalisis tingkat kemandirian KAMM berdasarkan dimensi-dimensi kemandirian kawasan agropolitan, yaitu dimensi usahatani, dimensi agroindustri, dimensi pemasaran, dimensi infrastruktur, dan dimensi suprastruktur dengan output yang diinginkan adalah tingkat kemandirian KAMM. Tahapan ketiga, menganalisis model pembangunan infrastruktur berkelanjutan, yang terdiri dari beberapa sub-model yaitu sub-model penduduk, sub-model penggunaan lahan, sub-model agribisnis, sub-model infrastruktur, submodel ekonomi, dan sub-model tenaga kerja dengan output yang diinginkan adalah struktur model dinamik pembangunan infrastruktur. Tahapan keempat, menyusun arahan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan KAMM.
53
Gambar 16 Tahapan penelitian model pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan. 3.2.1 Kinerja Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu 3.2.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah tentang gambaran umum KAMM yang meliputi data: sumberdaya
manusia,
sumberdaya alam,
permukiman,
infrastruktur, teknologi, serta data-data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis kinerja pengembangan KAMM, yang meliputi data : tata ruang, usahatani, permodalan, serta kelembagaan.
54
3.2.1.2. Metode Analisis Untuk mengetahui gambaran umum wilayah studi dilakukan analisis situasional sebagai berikut: a. Analisis sumberdaya manusia: komponen yang dianalisis antara lain: (1) jumlah dan kepadatan penduduk Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu; (2) Struktur penduduk menurut mata pencaharian; dan (3) Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan. Hasil yang diharapkan adalah tergambarkannya keadaan penduduk selaku stakeholders utama dalam pengembangan kawasan agropolitan, baik dari segi mata pencaharian apakah mayoritas bekerja di sektor pertanian sebagai persyaratan sebuah kawasan agropolitan, serta tingkat pendidikan masyarakat sebagai modal awal dalam mengembangkan usahatani (agribisnis) di kawasan agropolitan. b. Analisis sumberdaya alam: komponen yang dianalisis antara lain: (1) geografis; (2) topografi dan morfologi; (3) geologi dan jenis tanah; (4) hidrologi; (5) klimatologi; dan (6) konservasi lahan. Hasil yang diharapkan adalah tergambarkannya keadaan sumberdaya alam sebagai potensi yang akan dikembangkan di kawasan agropolitan, baik dari segi lahan, air, maupun iklimnya. c. Analisis permukiman: dilakukan untuk melihat keseimbangan pembangunan antara permukiman (politan) sebagai tempat tinggal masyarakat dengan pembangunan wilayah pertanian (agro) sebagai tempat aktifitas utama petani di wilayah perdesaan. Dalam analisis permukiman ini akan dikaji: tipe-tipe perumahan penduduk, luas kavling, jenis konstruksi, building coverage (BC), dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana serta fasilitas umum permukiman di wilayah perdesaan. d. Analisis penyediaan infrastruktur: dilakukan untuk menganalisis kinerja pembangunan infrastruktur di KAMM, yang telah dicapai selama kurun waktu 3 tahun fasilitasi pemerintah.
Analisis akan mengkaji dampak yang telah
terjadi terhadap peningkatan produktivitas hasil pertanian, peningkatan pengolahan hasil, serta kelancaran pemasaran hasil.
55 e. Analisis teknologi: dilakukan untuk menentukan pilihan model pengembangan pertanian di KAMM, apakah lebih cocok dikembangkan dengan model pertanian modern atau menggunakan metoda-metoda konvensional. Pilihan teknologi dan informasi ini dilakukan berdasarkan variabel-variabel dan penilaian dengan ordinal (generik) pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1-3-5 (1 = tidak terpenuhi; 3 = kurang terpenuhi; 5 = terpenuhi). Sandingan variabel pertanian modern dan pertanian konvensional disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel Pertanian Modern Dibandingkan dengan Pertanian Konvensional No
Variabel
1. 2. 3.
Lahan Status lahan Pengelolaan lahan
4.
Jenis tanaman
5. 6.
Teknologi Cara budidaya
7.
Tenaga kerja
8. 9.
Permodalan Proses produksi
10 11.
Pengelolaan Cara pengambilan keputusan Standarisasi produksi Perputaran modal Pasar
12. 13. 14.
Usahatani Skala sempit (konvensional) Relatif sempit Milik, sewa, sakap Oleh petani sendiri Sebagian tenaga kerja Sederhana Campuran atau monokultur tanaman pangan Sederhana Tradisional Manusia, ternak dan mekanik Padat karya Di alam terbuka, tergantung alam Sederhana Cepat dan jangka pendek Relatif sulit Lama Domestik
Skala relatif luas (modern) Relatif luas Umumnya Hak Guna Usaha Kebanyakan swasta Tenaga upah Rumit Monokultur tanaman perdagangan Modern Menggunakan teknologi modern Mekanik, mesin Padat modal Di ruangan dan tidak tergantung alam Modern Cepat dan jangka panjang Relatif mudah Cepat Orientasi ekspor
Untuk mengetahui kinerja wilayah studi pasca fasilitasi pemerintah dilakukan analisis sebagai berikut: 1. Analisis tata ruang: berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, rencana tata ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci tata ruang yang memuat antara lain: (a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan; (b) Rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana
56 kawasan agropolitan; (c) Rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya; (d) Arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama yang bersifat interdependen antar desa, dan (e) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Rencana tata ruang wilayah memuat skenario-skenario perkembangan kedepan sehingga penyediaan infrastruktur kawasan agropolitan yang sesuai dengan skenario-skenario tersebut benar-benar dapat digunakan sebagai instrumen yang saling sinergis untuk menstimulasi pengembangan kawasan agropolitan. Penempatan infrastruktur kawasan agropolitan yang mengikuti struktur ruang akan meningkatkan efisiensi penyediaan infrastruktur karena jenis dan skala infrastruktur yang akan dibangun disesuaikan dengan keberadaan atau rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan lokal (kota-kota kecil dan menengah) di wilayah perdesaan. Komponen tata ruang yang dianalisis dalam studi ini, adalah yang terkait dengan penyediaan infrastruktur, sehingga penempatan infrastruktur dapat mengikuti struktur ruang dan hierarki kawasan agropolitan. (1) Analisis struktur dan hierarki ruang kawasan agropolitan: untuk menganalisis wilayah mana yang menjadi (a) kawasan sentra produksi (KSP), yang merupakan hamparan sistem produksi primer (on-farm) mencakup satu desa atau lebih yang memiliki komoditas unggulan berjenis tunggal atau jamak; (b) kota tani utama (agropolis), adalah ruang yang menjadi pusat orientasi pengembangan kawasan agropolitan yang berdasarkan strategi geografi, dan existingnya memiliki tingkat intensitas akses yang tinggi, yang di dalamnya terdapat suatu sentra pelayanan agribisnis yang berhubungan dengan pasar luar di luar daerah ataupun kawasan; dan (c) kota pemasaran akhir (outlet), yang merupakan wilayah atau kota-kota yang menjadi tempat pemasaran produksi pertanian bisa di lingkup kabupaten, provinsi, regional, nasional, bahkan luar negeri. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Matriks Potensial.
57 (2) Analisis penggunaan lahan: untuk mengetahui pola penggunaan lahan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Identifikasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan pendekatan geographical information system (GIS) untuk melihat berbagai kesesuaian penggunan lahan di kawasan agropolitan. Analisis dilakukan dengan teknik overlay antara peta dasar dan peta tematik. Pola pemanfaatan ruang yang ada akan dianalisis apakah sesuai dengan model pendekatan analisis spasial seperti yang dikembangkan Teori Von Thunen, dengan pola penggunaan lahan terdiri dari empat cluster, yaitu : (1) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan komersial, (2) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan industri, (3) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan permukiman, dan (4) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Metode analisis yang digunakan adalah land allocations precentages (LAP) analysis. 2. Analisis potensi komoditi pertanian: dilakukan dalam dua tahap. Pertama : Analisis komoditi pertanian primer, untuk menentukan pilihan komoditi pertanian primer yang akan dikembangkan di KAMM, antara lain: (1) hortikultura, (2) tanaman pangan, (3) perkebunan, (4) peternakan, dan (5) perikanan, akan dipilih satu komoditi pertanian primer, menggunakan analisis matriks potensial. Selanjutnya, untuk menentukan pilihan jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan di KAMM, dari 30 jenis komoditi hortikultura yang sudah ada akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Bayes, dengan kriteria yang dipertimbangkan adalah : (1) perolehan bibit, (2) kemudahan perawatan, (3) efisiensi dan kesesuaian lahan, (4) agroklimat, (5) budaya masyarakat, dan (6) harga jual. Penilaian alternatif dengan ordinal (generik) pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1 sampai dengan 5 (1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = biasa; 4 = bagus; dan 5 = sangat bagus). Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai setiap alternatif komoditi pertanian hortikultura adalah seperti di bawah ini: m Total Nilai i = ∑
j=i
Nilai ij (Kritj)
58 keterangan: Total Nilai i Nilai ij Krit j I j
= total nilai akhir dari alternatif ke-i = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j = 1,2,3,.......n; n = jumlah alternatif = 1,2,3,......m; m = jumlah kriteria
3. Analisis usahatani: dilakukan dengan menghitung : (1) biaya sarana produksi, (2) biaya tenaga kerja, (3) biaya sewa tanah, (4) bunga modal usaha, dan (5) biaya infrastruktur dan pengangkutan. Analisis total pendapatan dilakukan dengan menghitung total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Untuk analisis total pendapatan dari aspek produksi, metode yang digunakan adalah metode R/C ratio (Return per Cost). R/C ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Dari analisis ini dapat diketahui besarnya R/C ratio. 4. Analisis pengolahan hasil: dilakukan untuk menghitung : (1) peningkatan nilai tambah (added value), (2) peningkatan kualitas hasil, (3) peningkatan penyerapan tenaga kerja, (4) peningkatan keterampilan produsen dan (5) peningkatan pendapatan produsen. Analisis pengolahan hasil, menggunakan metode added value analisys, dengan gambar peningkatan nilai tambah sepanjang rantai (lifting up the chain) disajikan pada Gambar 17. Industri Pendukung
Sekunder
Primer
Nilai tambah
Tersier
Per pekerja
Produktifitas per unit
1
2
3 4 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
Gambar 17 Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai (lifting up the chain).
5
59 5. Analisis pemasaran hasil: dilakukan untuk mengetahui kelompok produk hortikultura yang dipasarkan yang paling menguntungkan sampai yang tidak dapat dipertahankan pada sentra pemasaran hasil Sub Terminal Agribisnis (STA) Sewukan KAMM. Metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan model BCG (Boston Consulting Group), dengan empat kuadran yaitu : - Kuadran I ”stars” prospek: yaitu group produk yang dipasarkan adalah paling
menguntungkan, dan karenanya pengembangan produk tersebut
perlu mendapatkan prioritas. - Kuadran II ”cash cows” prospek: yaitu group produk yang masih mendatangkan
keuntungan,
artinya produk yang
dipertahankan walaupun sewaktu-waktu
dipasarkan
perlu
produk tersebut terpaksa harus
dihentikan karena arus kas yang negatif (kalah bersaing) - Kuadran III ”children” prospek: yaitu group produk yang dipasarkan belum mempunyai prospek yang jelas. Karena itu perlu dipikirkan kapan produk tersebut menjadi ”stars” walaupun dengan injeksi arus kas dan memerlukan waktu yang agak lama. - Kuadran IV ”dogs” prospek: yaitu group produk yang dipasarkan benarbenar tidak dapat dipertahankan. 6. Analisis permodalan: permodalan di bidang pengembangan usahatani (agribisnis), merupakan energi yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan hasil pertanian. Namun disadari bahwa petani sangat kesulitan di dalam mendapatkan modal kerja akibat akses petani yang tidak terbuka terhadap sistem keuangan yang begitu sulit untuk ditembus dengan berbagai persyaratan-persyaratan birokrasi dan perbankan yang cukup rumit seperti harus adanya agunan dan kelayakan usaha. Secara umum ada empat jenis permodalan dalam usahatani yaitu, Pertama: modal sendiri, dengan mengandalkan biaya yang ada pada petani baik dana tunai maupun biaya barter hasil pertanian ataupun tabungan yang dimiliki petani sebagai hasil saving dari pendapatan sebelumnya. Kedua: modal pinjaman perbankan, dengan skim kredit yang dapat membantu petani dalam mendapatkan modal
60 usahatani, antara lain melalui kredit usaha kecil perbankan, kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) dan kredit usaha rakyat (KUR). Ketiga: pinjaman tengkulak, merupakan pinjaman modal usahatani dari pengusaha kepada petani dengan berbagai persyaratan dan ketentuan yang memberatkan petani, seperti bunga yang tinggi dan harus menjual hasil panen kepada pengusaha dengan harga sepihak. Keempat : pinjaman modal dengan bagi hasil, yaitu pemilik lahan memberikan lahannya kepada petani untuk digarap dengan sistem bagi hasil pasca panen. Dalam studi ini jenis permodalan yang dianalisis adalah melalui pinjaman kredit perbankan dengan bunga ringan. Metode analisis yang digunakan adalah Metode analisis compounding factors, yang dapat dituliskan dengan rumus :
F = P (1 + i ) n F = jumlah pinjaman modal berikut bunga yang harus dikembalikan P = jumlah pinjaman modal saat di pinjam (Present amount) 1 = bilangan lebih besar dari 1,0, yang dapat dipakai untuk mengalihkan suatu jumlah yang ada sekarang demi menentukan nilainya di waktu yang akan datang, setelah diberi berbunga pada akhir setiap tahun. i = tingkat suku bungan n = jumlah tahun selama uang itu dipinjam
7. Analisis Kelembagaan: bertujuan untuk membangun alternatif institusi pengelolaan kawasan agropolitan yang tepat sesuai dengan karakteristik daerah, perkembangan masyarakat dan peraturan yang berlaku. Analisis akan mengkaji bentuk-bentuk kelembagaan yang telah ada di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, baik itu kelembagaan yang dibentuk untuk mengelola kawasan agropolitan, seperti pokja pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat kawasan, maupun kelembagaan lainnya yang telah berkembang seperti: Asosiasi kelompok agribisnis sayuran (KAS), gabungan kelompok tani (Gapoktan), kelompok tani & nelayan andalan (KTNA), dan lain-lain.
Untuk menganalisis
kelembagaan di kawasan agropolitan ini menggunakan metode interpretative structural modelling (ISM).
61
3.2.2 Analisis Tingkat Kemandirian Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu 3.2.2.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah data tentang atribut yang dihasilkan dari pengembangan kriteria dan indikator kawasan agropolitan mandiri. Jumlah atribut (elemen) yang dikembangkan adalah 44 atribut, meliputi dimensi usahatani 12 atribut, dimensi agroindustri 7 atribut, dimensi pemasaran 7 atribut, dimensi infrastruktur 10 atribut, dan dimensi suprastruktur 8 atribut. Ke 44 atribut disajikan pada Tabel 3.
3.2.2.2. Metode Analisis Analisis tingkat kemandirian menggunakan rapfish (the rapid appraisal of the status of fisheries) (Kavanagh, 2001) dengan metode Multi Dimensional Scalling (MDS), dengan modifikasi dari Rapfish yang dinamakan sebagai Rapagro. Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu (1) penentuan atribut kemandirian kawasan agropolitan; (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria kemandirian setiap dimensi; dan (3) penyusunan indeks dan status kemandirian kawasan agropolitan. Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan scientific judgment dari pembuat skor. Rentang skor berkisar antara 0 – 3 atau tergantung pada keadaan masing-masing atribut yang diartikan mulai dari yang buruk (0) sampai baik (3). Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi kemandirian kawasan agropolitan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Nilai skor yang digunakan dimodifikasi dengan titik acuan baik sebagai cerminan kemandirian kawasan, sementara titik acuan buruk sebagai cerminan kondisi pra kawasan agropolitan I yang merupakan kawasan perdesaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Perangkat lunak rapfish yang digunakan dimodifikasi menggunakan dimensi-dimensi dan atribut-atribut terkait tingkat kemandirian kawasan agropolitan. Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks kemandirian setiap dimensi dapat disajikan pada Tabel 4.
62 Tabel 3 Dimensi dan atribut kemandirian kawasan agropolitan No
Dimensi dan Atribut (Elemen)
1
USAHATANI Ketersediaan sarana produksi
2
Ketersediaan alat pertanian
3 4 5
10
Komoditas unggulan Nilai ekonomi komoditas unggulan Teknologi budidaya komoditas unggulan Produktivitas komoditas unggulan Masyarakat yang telibat dalam usahatani komoditas unggulan Luas kawasan usahatani komoditas unggulan Akses mayoritas petani terhadap lahan Pengelolaan pasca panen
11 12
Kelayakan usahatani (R/C) Ketersediaan permodalan usahatani
No 1 2
AGROINDUSTRI Pengolahan hasil pertanian Produk yang dihasilkan agroindustri Skala industri pengolahan komoditas unggulan
6 7 8 9
3 4 5
Kriteria 1
0 tidak mencukupi tidak mencukupi satu rendah tradisional
sedang
mencukupi
sedang
mencukupi
dua sedang sedang
>dua tinggi maju
rendah sedikit (<25%)
sedang sedang 25-50%
tinggi tinggi (>50%)
minoritas
sedang
dominan
buruh
penggarap
pemilik
tidak dilakukan
ringan
<1 kurang
1 sedang
dilakukan dengan baik >1 lebih dari cukup
belum ada primer
jarang skunder
biasa dilakukan skunder-tertier
rumah tangga
industri kecil
tidak aka sedikit (<25%)
satu sedang 25-50%
perusahaan menengahbesar >satu tinggi (>50%)
tidak ada <1
sebagian 1
seluruhnya >1
tidak ada
ada
tidak ada
ada ada tapi tidak berfungsi primer>olahan regional
memadai, modern memadai, modern ada, berfungsi, memadai olahan>primer nasional, export untuk seluruh produk cukup banyak
2
Jumlah jenis produk olahan Jumlah tenaga kerja terlibat agroindustri Pengolahan limbah agroindustri Kelayakan usaha agroindustri PEMASARAN Terminal agribisnis (SubTerminal Agribisnis) Ketersediaan pasar sarana produksi
3
Sistem pemasaran
tidak ada
4 5
Produk yang dipasarkan Tujuan pemasaran
primer lokal
6
Standarisasi mutu
tidak ada
7 No 1
Penggunaan teknologi informasi INFRASTRUKTUR Jalan usahatani
ada
untuk produk tertentu sedikit
tidak ada
ada, setapak
2
Jalan poros
jalan tanah
pengerasan batu
6 7 No 1
2
bisa dilalui kendaraan aspal
63 Tabel 3 Dimensi dan atribut kemandirian kawasan agropolitan (lanjutan) No 3
Dimensi dan Atribut (Elemen) Jalan penghubung desa-kota
4
Jaringan irigasi
pengerasan batu tidak ada
5
Jaringan air bersih
tidak ada
6
Jaringan drainase permukiman
tidak ada
7
Jaringan listrik
tidak ada
8
Jaringan telekomunikasi
tidak ada
9
Bangunan penyuluh pertanian
tidak ada
10
Bangunan penunjang pertanian
tidak ada
No 1 2
SUPRASTRUKTUR Kualitas SDM masyarakat Ketersediaan kelompok tani
mayoritas SD tidak ada
3
Ketersediaan koperasi
tidak ada
4
tidak ada
5
Ketersediaan lembaga keuangan/bank Ketersediaan lembaga penyuluhan
tidak ada
6
Ketersediaan lembaga sosial
tidak ada
7
Ketersediaan lembaga konsultasi Agribisnis Badan Pengelola Kawasan agropolitan
tidak ada
8
Tabel 4
tidak ada
Kriteria aspal ada, tidak memadai ada, tidak memadai ada, tidak memadai ada, tidak memadai ada, tidak memadai ada, tidak memadai ada, tidak memadai SMP ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi ada, tidak berfungsi
hotmix mencukupi mencukupi mencukupi mencukupi mencukupi mencukupi mencukupi
SMA ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai ada, berfungsi, memadai
Kategori status kemandirian kawasan agropolitan berdasarkan nilai indeks Nilai Indeks 0 – 24,99
Kategori Pra Kawasan Agropolitan I
25 – 49,99
Pra Kawasan Agropolitan II
50 – 74,99
Kawasan Agropolitan
75 – 100,00
Kawasan Agropolitan Mandiri
Melalui metode MDS, maka posisi titik kemandirian dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Adanya proses rotasi, memungkinkan posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan
64 nilai indeks perkembangan diberi nilai skor 0 % (pra kawasan agropolitan I) dan 100 % (kawasan agropolitan mandiri). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks kemandirian lebih besar atau sama dengan 75 % (> 75 %), maka sistem dikatakan mandiri dan belum mandiri jika nilai indeks kurang dari 75 % (< 75 %). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks kemandirian disajikan pada Gambar 18. Pra Kawasan Agropolitan I 0%
Kawasan Agropolitan Mandiri 50 %
100 %
Gambar 18 Ilustrasi penentuan indeks kemandirian kawasan agropolitan dalam skala ordinasi.
Nilai indeks kemandirian setiap dimensi kawasan agropolitan yang meliputi dimensi agribisnis, agroindustri, pemasaran, infrastruktur, dan suprastruktur dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) disajikan pada Gambar 19. Atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks kemandirian kawasan agropolitan ditampilkan melalui analisis sensivitas dengan melihat bentuk perubahan root mean square (rms) ordinasi pada sumbu X. Dalam hal ini semakin besar perubahan nilai rms, maka semakin sensitif atribut tersebut dalam kemandirian kawasan agropolitan. Usahatani 100 80 60 Suprastruktur
Infrastruktur
40 20 0
Agroindustri
Pemasaran
Gambar 19 Ilustrasi indeks kemandirian setiap dimensi pengembangan kawasan agropolitan.
65
3.2.3 Pemodelan Sistem Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Kawasan Agropolitan 3.2.3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah: (1) data infrastruktur, yang meliputi infrastruktur air, infrastruktur jalan, infrastruktur sarana transportasi, infrastruktur pengelolaan limbah, infrastruktur bangunan, infrastruktur energi, dan infrastruktur telekomunikasi, (2) data pendapat pakar, yang dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD), dan (3) data standard pelayanan minimum (SPM). 3.2.3.2. Metode Analisis Menyusun model pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Analisis yang dilakukan meliputi : a. Analisis
model
pembangunan
infrastruktur:
dimaksudkan
untuk
mendapatkan model pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan kawasan agropolitan, yang meliputi : (1) sub-model penduduk, (2) sub-model penggunaan lahan, (3) sub-model agribisnis (usahatani, pengolahan, dan pemasaran), (4) sub-model infrastruktur (yang dapat menunjang usahatani, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian), (5) submodel ekonomi dan tenaga kerja. Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem dinamis. Sistem dinamis ini lebih dikenal sebagai sebuah disiplin berfikir sistemik (system thinking) dalam khasanah ilmu pengetahuan sistem. Dalam khasanah ilmu sistem, perspektif tentang bagaimana titik tolak cara untuk melihat, menganalisis, dan menjelaskan masalah yang berciri kerumitan, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian telah terdokumentasi dalam kepustakaan analisis sistem. Sesuai dengan namanya, metode ini erat hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamik sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metode sistem dinamik lebih ditekankan pada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijakan dalam sistem itu. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijakan yang efektif (Tasrif, 2001).
66 Pembuatan model berdasarkan konsep berpikir sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu kerangka konsep, pembuatan diagram simpal kausal, pembuatan diagram alir, simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis kebijakan. Sistem pengembangan kawasan agropolitan merupakan kumpulan dari aspek-aspek pengembangan
yang
saling
terkait
dan
terorganisasi,
yaitu:
aspek
pengembangan sdm, sda, tata ruang, permukiman, usahatani, infrastruktur, teknologi, permodalan, kelembagaan, dan aspek lainnya dalam rangka mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan. Karena sistem di kawasan agropolitan itu sangat kompleks, dan tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi, maka model yang ingin dibangun adalah pada pembangunan sub-sistem infrastruktur sebagai salah satu sub-sistem yang sangat berperan penting dalam pengembangan kawasan agropolitan. Model pembangunan
infrastruktur
hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya, maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan menyusun model pembangunan infrastruktur. Tujuan utama yang ingin dibangun adalah model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri, sebagai upaya untuk mendapatkan model kebijakan pengembangan kawasan agropolitan pasca fasilitasi pemerintah. Tahapan pendekatan sistem menurut Manetsch dan Park (1977) dalam Hartisari (2007), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) Pemodelan sistem, (5) verifikasi dan validasi, dan (6) implementasi. (1) Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders).
Kebutuhan
masing-masing
stakeholders
dalam
rangka
pencapaian tujuan pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri selalu berbeda-beda tergantung pada sisi pandang mereka sebagai pelaku sistem. Stakeholders yang merupakan
67 pemangku kepentingan dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan ditentukan berdasarkan kriteria pengalaman atau jabatan mereka masingmasing. Stakeholdres yang terkait dengan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan terdiri dari: pemerintah pusat dan daerah (sebagai regulator), pengusaha agroinput, peneliti/pakar, masyarakat (petani), DPRD, dan LSM. (2) Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan identifikasi dari kebutuhan stakeholders yang kontradiktif, yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada pencapaian tujuan kajian ini. Kebutuhan masing-masing aktor yang saling bertentangan memerlukan solusi penyelesaian. Hal ini diperlukan untuk mengintegrasikan kebutuhan pelaku sistem. Secara umum solusi didapatkan dari pemahaman terhadap mekanisme yang terjadi dalam sistem. Berdasarkan mekanisme tersebut, hubungan antar faktor dapat diketahui sehingga solusi dapat ditentukan berdasarkan pengetahuan keterkaitan antar faktor. Pemahaman mekanisme sistem dilakukan pada tahap identifikasi sistem. (3) Identifikasi Sistem Berdasarkan mekanisme sistem yang telah diketahui dalam mengkaji model pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri, analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan yang telah dilakukan, maka pada awal tahap identifikasi perlu dilakukan pembatasan terhadap sistem yang dikaji, yaitu hanya difokuskan pada kajian model pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk menunjang kawasan agropolitan mandiri. Berdasarkan hal itu maka hanya variabel yang terkait dengan tujuan tersebut yang akan dipertimbangkan dalam penyusunan model ini. Pada tahap ini, pendekatan selanjutnya yang dilakukan adalah menyusun diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop diagram) dan diagram input-output (black box diagram). (4) Diagram Lingkar Sebab Akibat Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem yang dikaji, yang terdiri dari variabel-variabel yang
68 masing-masing dihubungkan dengan tanda panah yang menggambarkan hubungan antar variabel tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif (+) atau negatif (-). Lingkar positif digambarkan dengan putaran searah jarum jam, sedangkan lingkar negatif digambarkan dengan kebalikan jarum jam. (5) Diagram Input-Output Diagram input-output menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Diagram input-output sering disebut dengan diagram kotak gelap (black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan dialami input menjadi output yang diinginkan. Diagram input-output disajikan pada Gambar 20.
Input Lingkungan
Input Tak Terkendali
Output yang diinginkan Model Pembangunan Inf Berkelanjutan dalam mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Mandiri
Output yang tidak diinginkan
Input Terkendali
Manajemen Pengendalian
Gambar 20 Model diagram input-output.
Output merupakan tujuan kajian sistem. Output dapat dikategorikan sebagai output yang diinginkan dan output yang tidak diinginkan. Output yang tidak diinginkan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan kadang-kadang diidentifikasi sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Output yang tidak
69 diinginkan ini perlu ditindaklanjuti dengan umpan balik. Dalam hubungan ini, input harus dimodifikasi agar menghasilkan output yang diinginkan. Input merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sistem yang dapat digolongkan pada input langsung dan tak langsung. Input langsung terdiri dari input terkendali dan input tak terkendali. Input terkendali adalah input yang secara langsung mempengaruhi kinerja sistem dan bersifat dapat dikendalikan, sedangkan input tak terkendali merupakan input yang diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dikendalikan atau berada di luar kendali kita. Input tidak langsung merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan. Input ini biasanya berada di luar batasan sehingga input tidak langsung sering disebut sebagai input lingkungan. (6) Analisis Sistem Dinamik Potensi perilaku variabel-variabel indikator keterpaduan dan keberlanjutan seperti disebutkan di atas dapat diketahui dalam kurun waktu ke depan, dengan menggunakan analisis sistim dinamik. Analisis ini dibangun dengan mengembangkan
model
simulasi.
Prinsip
model
dinamik
adalah
mengembangankan dua atau lebih variabel yang berkaitan secara dinamik dan simultan sebagaimana digambarkan pada persamaan order satu berikut ini.
dx = f ( x , y ) − g ( x, y ) dt dy y& = = g ( x, y ) dt
x& =
Persamaan di atas mengandung dua variabel x dan y yang bergerak secara simultan dan berinteraksi sata sama lain melalui persamaan derivatif terhadap waktu (ordinary differential equation). Kedua persamaan di atas dapat dipecahkan untuk menentukan trajectory atau lintasan variabel terhadap waktu dengan mencari solusi homogen dimana diasumsikan sistem dalam kondisi keseimbangan melalui x& = 0, y& = 0 . Kedua solusi x dan y tersebut kemudian
70 dapat dilihat keseimbangan nya dengan cara melakukan linierisasi. Linearisasi pada titik keseimbangan X * dan dx& ditulis sebagai berikut: ⎡ dx& ⎢ ⎡ x& ⎤ ⎢ dx ⎢ y& ⎥ = ⎢ dy& ⎣ ⎦ ⎢ ⎣ dx
dx& ⎤ dy ⎥⎥ ⎡ x* ⎤ ⎢ ⎥ dy& ⎥ ⎣ y * ⎦ ⎥ dy ⎦
Dalam model sistim dinamik, variabel x dan y bisa saja variabel ekonomi dan lingkungan maupun infrastruktur yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketika lebih dari dua varibel berinteraski, maka model menjadi kompleks sehingga umumnya model dinamik diimplementasikan ke dalam model simulasi. Dalam studi ini simulai interaksi variabel-variable di atas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Constructor 2,5 dan Studio. (7) Uji Validitas Kinerja
Uji validitas kinerja ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara memvalidasi output model, yaitu dengan membandingkan output model dengan data empirik. Ada beberpa teknik uji statistik yang dapat digunakan antara lain AME (absoulte mean error) dan AVE (absolut variation error). Batas penyimpangan yang dapat ditolerir adalah 5 - 10%.
(8) Simulasi Model
Simulasi merupakan proses penggunaan model untuk meniru perilaku secara bertahap dari sistem yang dipelajari (Grant et al. 1997). Simulasi merupakan eksperimentasi yang menggunakan model suatu sistem dengan analisis sistem tanpa harus mengganggu atau mengadakan perilaku terhadap sistem yang diteliti dan kegagalan seperti yang terjadi pada eksperimen biasa. Siswosudarmo et al. (2001), menjelaskan bahwa simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan.
71 Model yang telah dibentuk digunakan untuk mencapai tujuan pembentukannya. langkah pertama adalah membuat daftar panjang semua skenario yang mungkin dapat dibuat dari model yang dikembangkan. Semua skenario tersebut simulasi, kemudian hasil simulasi tersebut dicoba untuk dipahami. Hasil simulasi tersebut selanjutnya dibuat daftar pendek yang memenuhi tujuan pemodelan. Dari daftar pendek tersebut dilakukan penajaman untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan, seperti makna yang lebih rinci dari skenario tersebut dan bagaimana hubungannya dengan komponen-komponen yang diubah-ubah untuk memenuhi skenario tersebut. (9) Skenario Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan KAMM
Langkah selanjutnya adalah menganalisis tiap skenario yang akan dipakai untuk membuat peringkat skenario-skenario tersebut yang mencerminkan urutan skenario yang lebih cocok untuk diterapkan sesuai dengan model yang dikembangkan. Pada penelitian ini dapat dirumuskan berbagai kemungkinan yang
terjadi,
dalam
bentuk
alternatif-alternatif
intervensi
skenario
pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri dimasa yang akan datang, yang dapat dikategorikan sebagai: (1) Skenario pesimis adalah meningkatkan sebagian variabel dari kondisi existing ke kondisi yang lebih baik, (2) Skenario moderat adalah meningkatkan sebagian besar variabel ke kondisi yang lebih baik, dan (3) Skenario optimis adalah meningkatkan kondisi seluruh variabel menjadi lebih baik. Berdasarkan variabel-variabel intervensi yang berpengaruh, maka dibangun keadaan yang mungkin terjadi di masa depan sebagai alternatif penyusunan skenario pembangunan infrastruktur dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri. Intervensi dilakukan dengan meningkatkan kapasitas variabel berpengaruh sebesar 100% dari kondisi eksisting dan dilakukan secara bertahap.
Skenario
pembangunan
infrastruktur
dalam
mendukung
pengembangan kawasan agropolitan mandiri, disajikan pada Tabel 5.
72 Tabel 5 Skenario pembangunan infrastruktur dalam menunjang kawasan agropolitan mandiri No
Variabel intervensi
Skenario Moderat Ya
Optimis Ya
1
Variabel 1
Pesimis Ya
2
Variabel 2
Ya
Ya
Ya
3
Variabel 3
-
Ya
Ya
4
Variabel 4
-
Ya
Ya
5
.....
.....
….
.....
6
Variabel n
-
-
Ya
b. Analisis standard pelayanan minimum (SPM) dan norma, standar, prosedur, kriteria (NSPK) infrastruktur KAMM: dilakukan untuk
memenuhi standard/unsur kelayakan secara teknis, sosial, ekonomi, dan manfaat infrastruktur kawasan agropolitan yang dibangun di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Metode analisis yang digunakan adalah metode design criteria analisys.
c. Analisis finansial infrastruktur KAMM: dilakukan untuk menghitung jumlah biaya yang dibutuhkan untuk program pembangunan infrastruktur dalam jangka menengah dan jangka pendek, berikut sumber pembiayaan dan penanggung jawab. Analisis ini akan dapat memberikan perhitungan sebelum pelaksanaan pembangunan infrastruktur dimulai untuk menentukan hasil dari berbagai alternatif dengan jalan menghitung biaya dan kemanfaatan yang dapat diharapkan dari masing-masing infrastruktur yang dibangun. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang jumlah dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur dalam jangka menengah lima tahunan dimuat dalam sebuah matriks program lintas sektor. Matriks ini memuat tentang jenis program lintas sektor, volume, satuan biaya, total biaya, lokasi, tahunn pelaksanaan, sumber pembiayaan, dan instansi pelaksana.
73
3.2.4 Rumusan Arahan Kebijakan Pembangunan Infrastruktur KAMM 3.2.4.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan adalah data tentang kebijakan-kebijakan pengembangan kawasan agropolitan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai kawasan. Data yang didapatkan dalam bentuk angka, peta, jaringan, dan gambar bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi untuk dianalisis dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Data yang dikumpulkan bersumber dari instansi terkait, mulai dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Data dari instansi di tingkat pusat antara lain diperoleh dari: Kementerian Pertanian,
Kementerian
Pekerjaan
Umum,
Kementerian
Dalam
Negeri,
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Data dari instansi di tingkat provinsi diperoleh dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, antara lain : Bappeda Provinsi, Dinas lingkup Pertanian, Dinas lingkup Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi. Data dari instansi di tingkat kabupaten diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Magelang, antara lain : Kantor Statistik, Bappeda, Dinas lingkup Pekerjaan Umum, Dinas lingkup Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas lingkup ESDM, Kantor Telekomunikasi, Perbankan, Gapoktan, KTNA, HKTI, responden stakeholders dan tokoh masyarakat petani di KAMM.
3.2.4.2. Metode Analisis
Metode analisis yang dilakukan adalah menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah : (a) Penyusunan hirarki.
Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki, (b) Penilaian kriteria dan alternatif. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Skala yang digunakan dalam mengekpresikan pendapat pakar untuk berbagai persoalan yaitu skala 1 sampai 9.
Nilai dan definisi
pendapat kualitatif dari skala perbandingan tersebut disajikan pada Tabel 6.
74 Tabel 6 Skala penilaian perbandingan berpasangan Nilai Skor
Keterangan
1
Kriteria/alternatif A sama penting dengan B
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A jelas lebih penting dari B
7
A sangat jelas lebih penting dari B
9
A mutlak lebih penting dari B
2, 4, 6, 8
Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
Bobot atau prioritas dihitung berdasarkan nilai – nilai perbandingan relatif. (c) Penentuan prioritas didasarkan pada peringkat relatif dari seluruh peringkat, dan (d) Konsistensi logis. Semua elemen dikelompokkan secara logis dan disusun dalam bentuk peringkat secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Struktur prioritas model kebijakan disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Struktur prioritas model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan.
75
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survei mendatangi instansi terkait. Data sekunder meliputi data statistik dan potensi desa (podes), kebijakankebijakan yang ada, hasil-hasil penelitian, rencana umum tata ruang (RUTR) kabupaten/kota, master plan, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), land use, data infrastruktur dan data hasil olahan lainnya.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara kepada pakar dan masyarakat petani. Wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pakar untuk menetapkan kriteria dan penilaian aspek-aspek strategis yang dikembangkan di kawasan agropolitan, sedangkan pembagian kuesioner dan wawancara kepada stakeholder serta FGD di daerah untuk mendapatkan respon keinginan masyarakat
petani dan para pakar terhadap pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan. Penentuan prioritas kebijakan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan KAMM agar diperoleh hasil yang akomodatif sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat dilaksanakan oleh semua pihak. 3.4.
Diagram Alir Rancangan Penelitian
Diagram alir rancangan penelitian menggunakan beberapa metode analisis. Untuk tujuan antara pertama yakni menganalisis kinerja pengembangan KAMM, diawali dengan analisis situasional untuk mendapatkan gambaran umum wilayah studi, antara lain sumberdaya manusia, sumberdaya alam, permukiman, infrastruktur, dan teknologi. Tahapan ini dilanjutkan dengan menganalisis kinerja KAMM, yang meliputi: analisis tata ruang, usahatani, permodalan, dan kelembagaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis matriks potensial, land allocations precentages (LAP) analysis, analisis bayes, analisis R/C Ratio, analisis added value, BCG analysis, compounding factor analysis, dan analisis interpretative structural modelling (ISM).
Tujuan antara kedua yakni menganalisis tingkat kemandirian KAMM yang dinilai berdasarkan
dimensi-dimensi agribisnis, agroindustri, pemasaran,
infrastruktur, dan suprastruktur. multidimensional scaling (MDS).
Metode analisis yang digunakan adalah
76 Tujuan antara ketiga menganalisis model pembangunan infrastruktur berkelanjutan, yang terdiri dari : (1) sub-model penduduk, (2) sub-model penggunaan lahan, (3) sub-model agribisnis (usahatani, pengolahan, dan pemasaran), (4) sub-model infrastruktur (yang dapat menunjang usahatani, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian), (5) sub-model ekonomi dan tenaga kerja. Sub-model infrastruktur dilengkapi dengan analisis standard pelayanan minimum (SPM), dan analisis pembiayaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem dinamis, analisis design criteria, dan analisis kelayakan investasi. Tujuan antara keempat, merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan mandiri. Metode analisis yang digunakan adalah : analytical hierarchy process (AHP). Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM disajikan pada Gambar 22, sedangkan hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan, disajikan pada Tabel 7.
77
Gambar 22 Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan.
78
Tabel.7 Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan.