III.
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, pada bulan November 2009 hingga Januari 2010. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah : 1.
Jamur merang (Volvariella volvaceae) yang dipanen pada stadium telur, diperoleh dari kelompok tani ”MM” di Indramayu.
2.
Dry ice, diperoleh dari PT. Samator Jakarta dan J.A.S Oksigen Cibinong.
3.
Plastik kemasan polietilen,
4.
Boks styrofoam diperoleh dari CV. Karya Guna Jakarta.
5.
Kertas koran. Alat yang digunakan adalah :
1.
Timbangan digital Mettler PM 4800 Deltarange
2.
Rheometer model CR-500
3.
Hybrid recorder Model DR 130 Yokogawa
4.
pH meter
5.
Mikroskop Cahaya Nikon
6.
Kamera Olympus
7.
Minolta Color Reader CR-10
8.
Alat analisis kimia kandungan protein
3.3. Pelaksanaan penelitian Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu : 1.
Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice yang tepat dan lama pembekuan.
2.
Perbandingan proses pembekuan dan mutu jamur merang segar dengan mutu jamur merang setelah thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice. 19
3.3.1. Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan. Percobaan tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan jamur merang segar dengan dry ice yang tepat dan lama pembekuan. Pada tahap ini digunakan 4 perbandingan (b/b), yaitu (A) 1:1/2; (B) 1:1; (C) 1:2; (D); 1:3 dengan 3 ulangan. Jamur merang yang digunakan berada pada fase telur, tidak busuk, dan memiliki bentuk yang normal. Tiap perlakuan menggunakan 500 gram jamur merang yang dibungkus kemasan plastik polietilen (PE) berlubang. Penyusunan jamur merang dalam kemasan polietilen, diatur sedemikian rupa hingga berupa satu lapisan, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
A
B
Gambar 5
Susunan jamur merang dalam kemasan plastik PE: (A) tampak samping dan (B) tampak atas
Dry ice yang digunakan berbentuk balok seberat 10 kg, sehingga ukurannya harus diperkecil untuk lebih mempermudah penanganan dan penimbangan. Dry ice yang digunakan dibungkus dengan kertas koran, supaya tidak merusak jamur merang. Jumlah dry ice yang digunakan dibagi menjadi 2 bagian yang sama, untuk diletakkan di bagian atas dan bawah jamur merang, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.
20
= kotak Styrofoam = dry ice dibungkus Koran = jamur merang dikemas PE
Gambar 6 Posisi dry ice dan kemasan jamur merang dalam kotak styrofoam Parameter yang diamati adalah suhu jamur merang dan waktu pembekuan, hingga pusat jamur merang mencapai suhu -18˚C. Pengamatan suhu dilakukan menggunakan thermohybrid yang memiliki 20 buah termokopel. Untuk tiap unit perlakuan, dipasang 3 buah termokopel yang ditusukkan pada jamur merang, hingga dapat mengukur suhu pusatnya, seperti dapat dilihat pada Gambar 7.
3
1 2
A
B
Gambar 7 (A) Penempatan termokopel (1, 2, dan 3), dan (B) posisi jamur merang dan dry ice dalam kotak Styrofoam Thermohybrid di atur untuk mencatat data suhu setiap 5 menit, mulai dari jamur merang dimasukkan ke dalam kotak styrofoam beserta dry ice yang sudah ditimbang. Penimbangan dan pengemasan dry ice harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalkan terjadinya sublimasi.
Pada proses pembekuan, kotak
styrofoam tidak ditutup rapat, supaya gas karbondioksida hasil sublimasi dari dry ice dapat keluar.
Setelah suhu pusat jamur merang mencapai suhu -18˚C,
kemudian dilakukan penimbangan pada bobot jamur merang beku dan bobot dry ice yang masih tersisa. 21
Dari percobaan pertama ini didapatkan data penurunan suhu jamur merang dan waktu pembekuan hingga mencapai suhu -18˚C, yang digunakan untuk menghitung laju pembekuan dari masing-masing perlakuan sesuai rumus dari The International Institute of Refrigeration dalam Olivera, et al (2009). Selain itu juga dapat diketahui kebutuhan konsumsi dry ice-nya, dengan mengurangi bobot awal dan bobot akhir dry ice.
Dari data yang diperoleh, dapat ditentukan
perlakuan yang paling efektif dengan menentukan perlakuan yang memiliki laju pembekuan paling cepat (˚C/menit) dengan jumlah konsumsi dry ice yang paling sedikit. Prosedur penelitian tahap 1 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
Perbandingan Dry ice : Jamur
Dry ice
Jamur Merang
Pengecilan Ukuran
Sortasi
Penimbangan
Penimbangan
Pembungkusan dengan Kertas
Pengemasan dalam Plastik PE
Pengamatan Parameter
Pembekuan
Jamur Merang Beku
Gambar 8 Diagram alir penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan 3.3.2. Perbandingan proses pembekuan dan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice. Percobaan tahap 2 adalah bertujuan membandingkan proses pembekuan dan mutu jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice dengan jamur merang segar. Perlakuan yang digunakan dalam tahap 22
ini ada 3, yaitu (A) pembekuan jamur merang menggunakan freezer, (B) pembekuan jamur merang menggunakan dry ice, dan (C) jamur merang segar sebagai kontrol.
Perlakuan menggunakan dry ice merupakan hasil yang
didapatkan dari percobaan tahap pertama.
Percobaan dilakukan dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 ulangan. Model matematika yang digunakan adalah : Yij = µ + Ai + ∑ij Yij
= respon karena pengaruh perlakuan ke-i pada contoh ke-j
µ
= nilai tengah umum
Ai
= pengaruh perlakuan ke-i
∑ij
= pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan i
Sebagai perbandingan waktu pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice, dihitung pula perkiraan waktu pembekuan dengan memperhitungkan ketebalan dan termal konduktivitas dari bahan pengemasnya menggunakan metode analitik, dengan rumus Plank (Lopez-Leiva et al, 2003).
L 1 x L2 tf f a 6 h k1 24k 2 λp
= panas laten kristalisasi = 335 KJ/kg (Singh et al, 2005)
θf
= freezing point bahan pangan = (-0,8) – (-2,7) ˚C (Fellows, 2000)
θa
= suhu media pembekuan = -60˚C (dry ice) dan -16˚C (freezer)
L
= diameter jamur = 0,027 m
h
= koefisien transfer panas permukaan = 50-100 W/m2˚C (Akterian S.G, 1995)
x
= ketebalan bahan pengemas = 3.10-3 m
k1
= termal konduktivitas pengemas (PE) = 0,42 W/m2˚C
k2
= termal konduktivitas zona pembekuan = 0,212-0,668 W/m2˚C (Tansakul, 2008)
23
Jamur merang yang digunakan berada pada fase telur, tidak busuk, dan memiliki bentuk yang normal. Tiap perlakuan menggunakan 500 gram jamur merang yang dibungkus kemasan plastik polietilen (PE) berlubang. Penyusunan jamur merang dalam kemasan polietilen, diatur sedemikian rupa hingga berupa satu lapis, seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Freezer yang digunakan adalah freezer standar laboratorium, diatur pada suhu -20˚C. Dry ice yang digunakan diperkecil ukurannya supaya lebih mempermudah penanganan dan penimbangan. Dry ice dibungkus dengan kertas koran, supaya tidak merusak jamur merang. Jumlah dry ice yang digunakan dibagi menjadi 2 bagian yang sama, untuk diletakkan di bagian atas dan bawah jamur merang, seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Parameter yang diamati adalah suhu jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer bersuhu -20˚C dan dry ice. Pengamatan suhu dilakukan menggunakan thermohybrid yang memiliki 20 buah termokopel. Untuk tiap unit perlakuan, dipasang 3 buah termokopel yang ditusukkan pada jamur merang, hingga dapat mengukur suhu pusatnya, seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Termokopel diletakkan di bagian tengah, di tepi atas dan di tepi bawah dalam kemasan.
Thermohybrid di atur untuk mencatat data suhu setiap 5 menit.
Pencatatan mulai dari jamur merang dimasukkan ke dalam freezer bersuhu -20˚C ataupun setelah dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi dry ice. Pengamatan bobot jamur merang beku pada perlakuan freezer dan dry ice dilakukan setelah suhu pusat jamur merang mencapai suhu konstan, kemudian dilakukan thawing pada suhu kamar selama kurang lebih 2 jam.
Perlakuan
pembanding merupakan jamur merang segar, yang disiapkan pada saat perlakuan A dan B di-thawing. Jamur merang segar yang digunakan sebanyak 500 gram dan dikemas dengan kemasan plastik polietilen berlubang.
Perlakuan tersebut
disimpan pada suhu kamar selama proses thawing pada perlakuan A dan B. Pada Gambar 9 dapat dilihat peralatan yang digunakan untuk pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice, serta jamur merang dalam kondisi thawing.
24
A
B
C
Gambar 9 (A) freezer (B) kotak styrofoam dan thermohybrid yang digunakan untuk pembekuan, serta (C) jamur merang saat thawing. Pengamatan mutu jamur merang yang dilakukan saat proses pembekuan adalah : 1. Penurunan suhu jamur merang 2. Bobot jamur merang beku Pengamatan mutu jamur merang yang dilakukan pasca thawing adalah : 1.
Warna jamur merang, menggunakan colour reader.
2.
Tekstur jamur merang menggunakan rheometer.
3.
Kandungan protein jamur merang
4.
pH jamur merang dengan pH-meter
5.
Bobot jamur merang thawing.
6.
Warna, tekstur, dan aroma jamur merang menggunakan uji organoleptik
7.
Waktu sublimasi dry ice dan thawing jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice.
8.
Pengamatan jaringan jamur merang dengan mikroskop cahaya
setelah
dibuat menjadi preparat. Selain itu dihitung pula analisis biaya pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan dry ice. Prosedur penelitian tahap 2 secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 10. 3.3.3. Pengukuran 1. Pengukuran laju pembekuan, dilakukan dengan mengukur pusat jamur merang hingga mencapai suhu -18˚C, kemudian dihitung dengan rumus dari The International Institute of Refrigeration dalam Olivera, et al. (2009), yaitu 25
FR
T2 T1 t 2 t1
Dimana : FR
= Laju pembekuan (˚C/menit)
T1
= Suhu awal (˚C)
T2
= Suhu akhir (˚C) = -18˚C
(t2 - t1)
= Selisih waktu dari awal hingga akhir pembekuan (menit)
Jamur Merang Sortasi Penimbangan Pengemasan
Pembekuan freezer (A) -20˚C
Pembekuan dry ice (B)
Jamur Merang Beku
Jamur Merang Beku
Thawing
Thawing
Jamur Merang Segar
Pengamatan & Uji organoleptik
Pengamatan & uji organoleptik
Pengamatan & uji organoleptik
Gambar 10 Diagram alir perbandingan mutu jamur merang segar dengan jamur merang pasca thawing menggunakan freezer dan dry ice. 2. Pengukuran kadar protein, dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, hasil yang didapatkan dari hasil titrasi dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
26
% protein
mlHCL mlblanko* NHCL * 6.25* 0.014 bobotcontoh
3. Pengukuran kekerasan jamur merang, dilakukan dengan menggunakan SUN Rheometer CR-500 Compac_100, beban maksimal 2 kg, kedalaman probe 15,0 mm dan laju penekanan 60 mm/menit. Hasil pengukuran akan terlihat di LCD dan dilakukan pencatatan. Satuan pengukuran dinyatakan dalam kgforce (kgf) yang kemudian dikalikan dengan 9,8 Newton untuk menghasilkan satuan Newton. 4. Pengukuran warna jamur merang dilakukan dengan menggunakan colorimeter Minolta CR-10. Nilai warna yang diambil adalah nilai L, a , dan b, sebagai satu kesatuan. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan, mulai 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Nilai a menyatakan warna merah untuk 0 hingga 100, dan warna hijau untuk nilai 0 hingga -80. Nilai b menyatakan warna kuning untuk nilai 0 hingga 70 dan warna biru untuk nilai 0 hingga -70. 5. Pengukuran pH jamur merang, dilakukan dengan menggunakan pH-meter HANNA.
Jamur merang diambil sebanyak 10 gram, dihancurkan, dan
dilarutkan dalam 20 ml aquadest sampai homogen, kemudian diukur pH-nya. 6. Pengukuran susut bobot, dilakukan dengan menggunakan timbangan digital Mettler PM 4800 Deltarange. Perubahan bobot setelah pembekuan dihitung dengan rumus sesuai AOAC, 1995 :
susutbobot
bobot awal bobot pasca thawing 100% bobot awal
7. Pengujian organoleptik jamur merang, meliputi warna, tekstur, dan aroma dilakukan dengan metode consumer preference test. Bahan diberi kode 3 digit tertentu dan disajikan secara acak. Kriteria penilaian memiliki skala 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Kemudian dilakukan perhitungan nilai kepentingan dan pembobotan untuk mengetahui perlakuan yang paling disukai dari hasil pengujian organoleptik kesukaan. 8. Pengamatan histologi jaringan jamur merang dilakukan di Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Jamur merang yang sudah mendapat perlakuan dibuat menjadi preparat. 27
Jamur merang yang sudah diiris secara melintang dan membujur, kemudian dilakukan fiksasi jaringan, dengan fiksasi Bowin. Fiksasi jaringan dilakukan untuk mempertahankan morfologi jaringan supaya tidak rusak selama pengeluaran air dari dalam jaringan. Fiksasi Bowin adalah larutan asam pikrat jenuh, formalin 37%, dan asam asetat, yang digunakan untuk merendam irisan jamur merang selama 24 jam. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan perendaman dalam larutan alkohol, yang secara bertahap konsentrasinya ditingkatkan, yaitu mulai 70%, 80%, 90%, 95%, hingga mencapai absolute, selama masing-masing 24 jam.
Kemudian di rendam lagi dalam larutan
alkohol absolut sebanyak 2 tahap dan dalam larutan xylol sebanyak 3 tahap selama masing-masing 1 jam. Setelah semua air keluar dari jaringan, maka dilakukan perendaman dalam parafin, untuk menguatkan morfologi jaringan sebanyak 3 tahap selama masing-masing 1 jam.
Selanjutnya, dilakukan
pembuatan blok dalam parafin dan diiris menggunakan mikrotom, yang selanjutnya dibuat menjadi preparat.
Preparat jamur merang diamati
menggunakan mikroskop cahaya dan direkam dengan kamera digital.
28