21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan contoh biomassa vegetasi pada hutan mangrove di Tanjung Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. b. analisis kimia karbon di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. 3.2. Obyek dan Alat Penelitian Obyek kajian dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan yaitu peta, kompas, GPS, meteran, tally sheet, calipper, parang atau gunting tanaman, gergaji kayu, cangkul, timbangan, tali rafia, kantong plastik, kamera, kalkulator dan alat tulis menulis, serta alat yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium yaitu cawan porselen, oven tanur listrik, timbangan, alat penggiling, dan alat saring (40-60 mesh). 3.3. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi pengukuran terhadap vegetasi tingkat pohon (jenis, jumlah, diameter, tinggi), anakan pohon dan semai (jenis, berat basah, kadar air, berat kering tanur, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat), penghitungan biomassa dan karbon, serta data emisi karbon. Data sekunder antara lain meliputi kondisi umum lokasi penelitian (peta, data iklim, curah hujan, kelembaban relatif).
22
3.4. Peubah yang Diamati Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non-destructive). Metode non-destructive digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter < 5 cm (tumbuhan bawah) menggunakan metode destructive. Vegetasi mangrove yang akan diukur dan diamati dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut : a. Pohon dengan dbh (=diameter at breast height) ≥5 cm. Parameter yang diamati adalah nama jenis, jumlah individu, diameter, tinggi, biomassa dan karbon. b. Anakan pohon dengan tinggi >1,5 m sampai dbh <5 cm. Parameter yang diukur adalah nama jenis, berat basah, kadar air, berat kering, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat dan karbon. c. Semai dengan tinggi <1,5 m. Parameter yang diukur adalah nama jenis, berat basah, kadar air, berat kering, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat dan karbon. 3.5. Prosedur Penelitian di Lapangan 3.5.1. Pembuatan Plot Contoh Pengukuran Daerah pengamatan terlebih dahulu dibagi menjadi 4 (empat) zona, disesuaikan dengan jumlah zona mangrove yang ada, yaitu Zona Sonneratia, Zona Sonneratia-Rhizophora, Zona Rhizophora-Ceriops dan Zona Ceriops. Pada masing-masing zona, dibuat 3 transek pengukuran berbentuk plot jalur berpetak 10 x 50 m yang ditempatkan secara acak (random sampling). Masing-masing plot tersebut kemudian dibagi menjadi 5 sub plot berukuran 10 x 10 m untuk pengambilan contoh pohon, 3 sub plot berukuran 5 x 5 m untuk pengambilan contoh anakan pohon dan sub plot 2 x 2 m untuk pengambilan contoh semai (Gambar 2).
23
50 m
Arah 10 m
kompas 2m
5m 2m
5m
10 m
10 m
Keterangan : Sub plot berukuran 10 x 10 m untuk risalah pohon Sub plot berukuran 5 x 5 m untuk risalah anakan pohon Sub plot berukuran 2 x 2 m untuk risalah semai
Gambar 2 Desain plot penelitian. Penempatan plot contoh yang dilakukan secara acak (random sampling) pada masing-masing zona mangrove di Pantai Tanjung Bara diillustrasikan pada Gambar 3 di bawah ini. Darat
Zona Ceriops
Zona Rhizophora-Ceriops
Zona Sonneratia-Rhizophora
Zona Sonneratia
50 m
10 m
Laut
Gambar 3. Illustrasi penempatan plot contoh pada masing-masing zona mangrove di Tanjung Bara. Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa pembuatan plot contoh untuk risalah vegetasi tingkat pohon dan semai pada setiap zona dilakukan pada tiga transek pengukuran berbentuk plot berukuran 10 x 50 m. Hal ini berbeda dengan vegetasi tingkat anakan pohon. Pembuatan plot contoh untuk risalah vegetasi
24
tingkat anakan pohon dilakukan hanya pada satu transek pengukuran di setiap zona. Jumlah plot yang digunakan untuk risalah pohon sebanyak 60 plot, anakan pohon sebanyak 12 plot dan semai sebanyak 36 plot. Total luas plot contoh yang digunakan adalah 0,64 ha (Tabel 3). Tabel 3 Deskripsi jumlah dan luas total plot contoh Zona
Risalah
Jumlah Plot
Luas Total Plot (ha)
Sonneratia
Pohon Anakan pohon Semai Pohon Anakan pohon Semai Pohon Anakan pohon Semai Pohon Anakan pohon Semai
15 3 9 15 3 9 15 3 9 15 3 9
0,1500 0,0075 0,0036 0,1500 0,0075 0,0036 0,1500 0,0075 0,0036 0,1500 0,0075 0,0036 0,1611 0,6444
SonneratiaRhizophora RhizophoraCeriops Ceriops
Rata-rata Total
3.5.2. Pengambilan Contoh Pohon Pengambilan contoh biomassa pohon dengan metode non-destructive dilakukan dengan mencatat nama jenis dan mengukur dbh serta tingginya. 3.5.3. Pengambilan Contoh Anakan Pohon dan Semai Pengambilan contoh biomassa anakan pohon dan semai masing-masing dilakukan pada sub plot 5 x 5 m dan 2 x 2 m dengan menggunakan metode destructive sampling. Setelah mencatat nama jenisnya, semua contoh yang diambil kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya diambil contoh uji masing-masing vegetasi sebanyak ±200 gram untuk keperluan analisis di laboratorium. 3.6. Prosedur Penelitian di Laboratorium untuk Anakan Pohon dan Semai Contoh anakan pohon dan semai yang dibawa ke laboratorium dianalisis untuk mengukur kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikatnya (fixed carbon).
25
1. Pengukuran Kadar Air Contoh uji 1-2 g ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot konstannya. Proses selanjutnya yaitu dikeringkan dalam tanur suhu 103±2 OC sampai tercapai berat konstan. Penurunan berat yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. 2. Penentuan Zat Terbang Cawan porselen yang berisi contoh penentuan kadar airnya dimasukan ke dalam tanur listrik pada suhu 950 ºC selama 6 menit. Setelah penguapan selesai, cawan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. 3. Penentuan Kadar Abu Cawan berisi contoh yang sudah ditetapkan kadar airnya digunakan untuk menetapkan kadar abu dengan meletakan ke dalam tanur sengan suhu 525 selama 6 jam. Selanjutnya dimasukan ke dalam desikator dan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui bobotnya konstan. 4. Penentuan Kadar Karbon Terikat Penentuan kadar karbon tetap yang digunakan adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Prinsip penentuan karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam contoh uji, tidak termasuk zat menguap dan abu. 3.7. Analisis Data 3.7.1. Analisis Data untuk Pohon 1. Komposisi Jenis Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), kerapatan tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan formula :
Kerapatan suatu spesies (K) =
Kerapatan relatif suatu spesies (KR) =
x 100%
26
Frekuensi suatu spesies (F) =
Frekuensi relatif suatu spesies (FR) =
x 100%
Dominansi suatu spesies (D) =
Dominansi relatif suatu spesies (DR) =
x 100%
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR
2. Pendugaan biomassa pohon Pendugaan biomassa tingkat pohon dengan pendekatan persamaan allometrik dilakukan dengan memasukkan nilai dbh pohon ke dalam persamaan allometrik terpilih yang telah ada (Tabel 4). Tabel 4 Persamaan allometrik yang digunakan Jenis Persamaan Allometrik S. alba
R2
Sumber
Y = 0,251 ρ D2,46
0,98
Komiyama et al., 2005
Y = 0,235 D2,42
0,98
Ong et al. 2004
C. tagal R. apiculata
Keterangan : Y = biomassa atas-permukaan (kg); D = diameter (cm) ; ρ = berat jenis
Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa berat jenis S. alba dan C. tagal masing-masing adalah 0,78 dan 0,97.
27
3.7.2. Analisis Data untuk Anakan Pohon dan Semai 1. Persen Kadar Air Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), perhitungan kadar air menggunakan rumus :
x 100%
% KA = Keterangan : % KA = persen kadar air BBc = berat basah contoh BKc = berat kering contoh
2. Berat Kering Selanjutnya berat kering masing-masing contoh dihitung dengan menggunakan rumus (Haygreen dan Bowyer, 1989) : BKT =
%
Keterangan : BKT = berat kering tanur BB = berat basah %KA = persen kadar air
3. Penentuan Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :
Kadar zat terbang =
x 100% ..…(ASTM 1990a)
4. Penentuan Kadar Abu Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar abu =
x 100% ……...…(ASTM 1990b)
28
5. Penentuan Kadar Karbon Terikat Penentuan kadar karbon terikat yang digunakan adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut : Kadar Karbon Terikat = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu
3.7.3. Analisis Data untuk Pohon, Anakan Pohon dan Semai 1. Potensi Karbon Hairiah dan Rahayu (2007) mengemukakan bahwa konsentrasi karbon (C) dalam bahan organik biasanya sekitar 46%. Karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan dapat dihitung dengan mengalikan total berat keringnya (W) dengan konsentrasi C sebagai berikut : C = 0,46 W (kg/ha) 2. Serapan Karbondioksida Hasil
perhitungan
karbon
(C)
dikonversi
menjadi
basis
karbondioksida (CO2) dengan mengkalikannya dengan rasio berat molekul CO2 terhadap berat molekul C menggunakan persamaan: CO2 =
. .
x C
Keterangan : Mr. CO2: Berat molekul relatif senyawa CO2 (44) Ar. C : Berat molekul relatif atom C (12)
3.
Proporsi Serapan Karbondioksida terhadap Emisi Karbondioksida Proporsi serapan karbondioksida dihitung dengan menghitung jumlah kandungan
karbondioksida
hutan
mangrove
terhadap
jumlah
karbondioksida yang dihasilkan dari kegiatan operasional tambang.
Proporsi serapan karbondioksida = CO2 / E x 100%
Keterangan : CO2 : kandungan karbondioksida pada vegetasi E : emisi karbondioksida
emisi
29
3.8. Sintesis Data Hasil analisa data berupa potensi kandungan karbon atau karbondioksida di atas permukaan tanah pada vegetasi hutan mangrove di Tanjung Bara. Data ini selanjutnya disintesis dengan data emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan operasional tambang batubara. Hasilnya merupakan gambaran seberapa besar peranan jasa lingkungan hutan mangrove di Tanjung Bara terutama dalam menekan atau mengimbangi tingginya laju emisi karbon akibat kegiatan operasional tambang batubara.
Gambar 5 Citra Satelit Landsat TM-7 Kecamatan Sangatta Utara (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009). 34