21
III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Invensi perguruan tinggi hendaknya dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Semakin banyak digunakan masyarakat umum tentunya semakin baik. Hal ini sebagai salah satu bentuk tanggungjawab perguruan tinggi dalam transfer teknologi. Invensi di perguruan tinggi khususnya di IPB banyak yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Invensi ini umumnya technology driven bukan market driven. Menurut Crawford dan Benedetto (2008) invensi yang dikendalikan oleh teknologi (technology drivers) memiliki kekuatan laboratorium sedangkan produk invensi yang dikendalikan oleh pasar (market drivers) memiliki kekuatan berdasarkan pada permasalahan konsumen. Pendekatan lainnya adalah kombinasi dari keduanya. Menurut Giannisis et al (1991), spin-off didefinisikan sebagai perusahaan yang memproduksi produk atau jasa yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh universitas. Ada 3 (tiga) model
yang
berkembang yaitu model entrepreneurial, model tradisional dan model institusional. Pendiri usaha dan pengembangnya dalam model entrepreneurial adalah anggota fakultas (dosen, staff) atau mahasiswa. Pendekatan entrepreneurial dilakukan dengan mendorong terciptanya wirausaha baik secara alami maupun didesain (dilatih). IPB memiliki lembaga yang berfungsi mendesain, melatih dan membina wirausaha. Lembaga ini dikenal sebagai lembaga inkubator. Salah satu lembaga yang bertugas mendorong terciptanya
wirausaha
baru
adalah
P3K
(Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Kewirausahaan), sedangkan lembaga yang berfungsi sebagai inkubator teknologi/bisnis adalah F-Technopark. Pengembang dalam model tradisonal adalah entitas bisnis dari luar, universitas diakui sebagai sumber inovasi ide dan teknologi. Melalui beberapa pertemuan, entitas bisnis mendekati inventor atau universitas untuk mengembangkan invensi yang dimiliki universitas dan biasanya
22
dibutuhkan proposal dalam pengembangannya. Sukses model ini tergantung referensi jaringan industri dan universitas. Hasil-hasil invensi IPB saat ini dikelola dan dipasarkan oleh Dit.RKS. Komersialisasi model institusional dikelola oleh organisasi atau unit khusus dalam universitas yang bertujuan non profit biasanya berbentuk yayasan. Pengembangan dilakukan melalui proses formal identifikasi, evaluasi dan pengembangan. Universitas membantu dalam strategi baik dalam paten, lisensi atau komersialisasi teknologi. Pendekatan institusional merupakan pendekatan yang lebih progressif dalam mengkomersialisasi invensi. Diharapkan dengan adanya pendekatan ini dapat mempercepat penciptaan usaha baru, menciptakan lapangan kerja dan mempercepat transfer teknologi sehingga dapat meningkatkan citra perguruan tinggi. Dibutuhkan kebijakan, program dan adaptasi terutama terkait sosial budaya sehingga invensi dapat sukses dipasarkan. Agar tidak tumpangtindih diperlukan koordinasi dan sinergisitas kelembagaan di level universitas. Diharapkan kelembagaan yang tepat dan strategi komersialisasi yang tepat dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi sehingga dapat meningkatkan penjualan, pemasukan, dan menaikkan citra IPB (Gambar 4)
23
Gambar 4 Alur pikir strategi komersialisasi produk invensi IPB
24
Penelitian ini dilandasi pemikiran bahwa jumlah invensi yang cukup banyak dan beragam di IPB membutuhkan kebijakan pengelolaan invensi. Pengelola dapat membuat alternatif-alternatif strategi komersialisasi yang efektif sesuai dengan karakteristik produk. Selain itu, pengelola juga dapat membantu mencari mitra yang sesuai baik pengusaha/industri, calon pembeli teknologi, calon wirausaha, investor, dan pemerintah. Dengan adanya mitra membutuhkan strategi kerjasama yang menarik dan sesuai sehingga dapat menaikkan tingkat komersialisasi dan pendapatan. Aktivitas kerjasama juga dapat menaikkan aktivitas penelitian yang akhirnya juga dapat menaikkan kualitas dan kuantitas invensi. Aktivitas penelitian akan meningkatkan jumlah dan kualitas invensi. Strategi komersialisasi yang efektif diharapkan dapat menaikkan tingkat komersialisasi. Komersialisasi yang
berhasil
dapat
menambah
pendapatan
dan
meningkatkan
kesejahteraan. Pendapatan yang lebih baik akan menarik minat peneliti untuk meningkatkan aktivitas penelitian yang menghasilkan invensi. Suksesnya
komersialisasi
dan
menghasilkan
profit,
membutuhkan
manajemen pengelolaan bagi hasil. Bagi hasil yang atau pengelolaan yang kreatif
dapat
menarik
mitra
sehingga
dapat
menaikkan
tingkat
komersialisasi. Alur pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 5. Tingkat Pendapatan Tingkat Komersialisasi Strategi Komersialisasi yang efektif Kualitas & kuantitas Mitra Manajemen / kebijakan pengelolaan invensi
Aktivitas penelitian (inventor)
kualitas & kuantitas invensi
Gambar 5 Hubungan sebab akibat strategi komersialisasi yang efektif
3.2 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2010 – April 2011. Penelitian dilakukan di IPB (Bogor). Tahapan awal dimulai dengan analisis lingkungan (environmental scanning) terdiri dari analisis internal dan eksternal (Wheelen-Hunger, 2004; Rangkuti 2005). Analisis internal terdiri dari identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam hal ini yang diidentifikasi adalah produk invensi IPB.
Analisis eksternal terdiri dari peluang dan
ancaman terhadap produk invensi IPB. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan matriks SWOT dan formulasi (penciptaan) strategi dari analisis internal- eksternal yang berkembang. Identifikasi analisis internal dan eksternal didapatkan melalui studi literatur
dan
survei pakar atau
pengambil kebijakan. Tahap
berikutnya
adalah
klasifikasi
produk
sesuai
dengan
karakteristik yang dimiliki. Penentuan karakteristik yang dapat digunakan untuk strategi komersialisasi didapatkan melalui studi literatur dan wawancara dengan pakar. Kriteria variabel komersialisasi hasil evaluasi studi literatur dan wawancara pendahuluan dapat dikategorikan kedalam tiga aspek yaitu aspek pemasaran, aspek teknis-teknologis dan aspek finansial. Tiga aspek tersebut diuraikan lebih lanjut dalam kuesioner (Lampiran 2). Produk invensi ini umumnya relatif baru sehingga penilaian dapat dilakukan oleh inventor, pakar, praktisi atau pengambil kebijakan. Tahap berikutnya adalah membuat analisis klaster produk. Analisis pada prinsipnya digunakan untuk mengelompokkan objek (responden, produk dan lain-lain) atau merupakan proses meringkaskan jumlah objek menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai klaster. Analisis klaster yang digunakan adalah analisis klaster hierarki (Simamora, 2005; Suliyanto, 2005). Klaster-klaster komersial memerlukan prioritas strategi. Pemilihan prioritas strategi komersialisasi menggunakan pendekatan AHP (Analytic Hierarchy Process). Alternatif pilihan strategi berdasarkan studi literatur dan wawancara adalah penciptaan usaha baru (new venture), licensing, penjualan dan joint. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
26
Produk Invensi IPB Identifikasi faktor internal
Analisis SWOT
Identifikasi faktor eksternal
Pemetaan Produk analisis klaster
Klaster …
Klaster I
‐ ‐ ‐ ‐
Klaster …
Prioritas Strategi Komersialisasi (AHP) New Venture Licensing Penjualan Joint Venture
Analisis strategi komersialisasi invensi
Gambar 6 Tahapan penelitian strategi komersialisasi invensi produk IPB
3.3 Penentuan, Sumber dan Pengolahan Data Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil menggunakan indepth interview dan bantuan kuesioner pakar. Data sekunder didapat melalui studi literatur dari buku, jurnal, dan internet. Pakar yang diambil dalam strategi komersialisasi dari Direktorat Bisnis dan Kemitraan, Direktorat Riset dan Kajian Strategis, dan FTechnopark (Tabel 9).
Tabel 9 Analisis keterkaitan tujuan, metode dan sumber data No 1
Tujuan Identifkasi Strategi
Metode Analisis SWOT
2
Penentuan Parameter Klasifikasi Penilaian invensi Klasterisasi produk Prioritas strategi komersialisasi
Indepth Interview
3 4 5
Kuesioner Analisis Klaster AHP (FGD atau indepth interview)
Sumber Data (Responden) studi literatur, Dit. RKS, FTechnopark studi literatur, Dit.RKS, P3K, Technopark, Inventor Hasil Kuesioner Technopark, inventor, Dit. BK IPB
Berikut adalah gambaran pengolahan data : 1. Analisis SWOT Analisis SWOT dilakukan melalui diskusi dengan pakar dari Dit. RKS IPB dan F-Technopark. 2. Penentuan Klaster Dari 27 responden dengan 67 produk makanan-minuman yang terdaftar dalam buku Teknologi IPB untuk Industri makanan-minuman, yang bersedia mengisi ada 17 Responden dengan 32 produk. Dipilih beberapa variabel pasar, aspek produksi (teknis-teknologis) dan aspek finansial. Kemudian klaster di beri nama sesuai dengan ciri dan saran pakar. 3. Pemilihan prioritas strategi komersialisasi Penyusunan hierarki mengacu pada Marimin dan Maghfiroh (2010) dengan menyusun klaster hierarki terdiri dari Level 1 : Fokus /Sasaran utama, Level 2:, Faktor (F1 F2 F3), Level 3: Aktor (A1 A2 A3), Level 4: Tujuan (O1 O2 O3), dan Level 5 : Alternatif (S1 S2 S3). Pembobotan kriteria menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Pengolahan prioritas menggunakan pendekatan metode approximasi (Saaty, 2008). Kemudian dicek konsistensinya. Inkonsistensi (Consistency Ratio) yang ditoleransi tidak boleh melebihi 10% (Saaty, 2008, Marimin dan Maghfiroh 2010). Revisi dilakukan bila perlu dan seminimal mungkin tanpa mengubah urutan hasil akhir pendapat aslinya. Penentuan prioritas yang direvisi dibantu dengan program Expert Choice 2000. Pendapat para pakar dapat di gabung dengan pendekatan rataan geometrik (Marimin dan Maghfiroh 2010).