III. METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Propinsi Lampung. Penetapan rencana lokasi
penelitian dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) Lokasi studi kasus adalah kawasan hutan lindung dan daerah sekitar yang berbatasan dengannya. Kriteria tersebut dipergunakan secara purposive disesuaikan dengan tujuan penelitian konflik. (2) Penetapan kawasan hutan yang diteliti dilakukan atas pertimbangan bahwa berdasarkan beberapa informasi, laporan, dan dokumen baik formal maupun non-formal mengindikasikan di kawasan tersebut pernah dan/atau sedang terjadi konflik lingkungan dalam pengelolaan kawasan hutan. Berdasarkan dua kriteria tersebut, penentuan lokasi studi kasus dilakukan secara tertuju (purposive) di Kawasan Hutan Lindung Register 45 Bukit Rigis, Kecamatan Sumberjaya
dan Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung
Barat. Lokasi studi merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 750 –1500 meter d.p.l, berjarak sekitar 160km dari Bandar Lampung (ibukota Propinsi Lampung). Lokasi merupakan Sub-DAS Way Besay dan merupakan wilayah hulu DAS Tulangbawang. Lokasi studi juga meliput beberapa desa yang wilayah administratifnya berbatasan dengan kawasan hutan tersebut. Secara geografis, letak lokasi studi seperti ditayangkan pada Gambar 3.1. Penelitian konflik dilakukan dengan kombinasi metode historis dan dokumentasi proses, partisipatoris, dan eksplorasi, maka penelitian konflik berorientasi proses. Hal tersebut berimplikasi pada lamanya waktu penelitian yang diperlukan dan kebutuhan akan sebuah tim peneliti. Oleh karenanya, penelitian dilaksanakan selama 12 bulan mulai bulan September 2004 sampai dengan Agustus 2005. Kegiatan penelitian terbagi dalam beberapa tahap seperti ditayangkan dalam Tabel 3.1.
56
Lokasi Studi: Kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat
Gambar 3.1 Peta Lokasi Studi, Propinsi Lampung
57
Tabel 3.1. Tahapan dan Jadwal Penelitian Jadwal Penelitian No
1.
Tahap
Persiapan
2.
Pelaksanaan
3.
Penyelesaian
Kegiatan • • • • • • • • • • • • • • •
SepNov
20042005 DesFeb
xxx
x
2004
Penyusunan proposal penelitian. Rapat Komisi, Prelim, dan Kolokium. Observasi pendahuluan Menjalin hubungan sosial dengan responden. Membangun tim peneliti lapang Membangun jaringan multipihak Perijinan penelitian Kajian data sekunder Wawancara penelitian lapang Workshop Tabulasi dan entri data Analisis dan sintesa data dan kejadian/proses Pengumpulan data ulang sesuai keperluan Menyusun struktur penulisan Penulisan draft laporan
x
xxx
2005
2005
MarMei
JunDes
xxx
xxx
xxxxxx
Keterangan: x = 1 (satu) bulan.
3.2 Hipotesis Untuk memandu dan mepertajam kajian, hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah: 1) Kebijakan
yang
baik
memerlukan
konsistensi
penafsiran
dan
pelaksanaan/penerapan secara operasioal di lapang. 2) Pemahaman konprehensif tentang faktor-faktor penyebab konflik dapat membantu pengambilan keputusan faktor yang mana yang harus ditangani terlebih dahulu bagi upaya penyelesaian konflik. 3) Gaya mengelola konflik diperlukan untuk memutuskan bentuk-bentuk penyelesaian konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution) di luar peradilan. 4) Model kognitif penanganan konflik dapat membantu para pihak yang berkonflik dalam memutuskan dan mendukung kesepakatan penyelesaian konflik.
3.3 Teknik Pengambilan Responden Pengambilan responden dilakukan secara bertahap dengan rangkaian sebagai berikut:
58
1) Tahap kesatu: Dalam tahap ini responden diambil secara tertuju (purposive sampling) yaitu mereka/masyarakat yang melakukan klaim atas status dan kepemilikan lahan serta akses pengelolaan lahan di dalam kawasan. Pada kasus konflik akses pengelolaan lahan di kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis, pada tahun 2000 terdapat 2000 kepala keluarga yang berada di dalam kawasan (Dinas Kehutanan Lampung Barat, 2000). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh ICRAF selama tahun 2001, dari jumlah tersebut yang hanya bertani tapi tidak menetap di dalam kawasan sebanyak 75 kepala keluarga berasal dari Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong, 402 kepala keluarga berasal dari Desa Simpang
Sari,
Kecamatan
Sumberjaya,
Kabupaten
Lampung
Barat.
Sedangkan berdasarkan studi Watala tahun 2003, terdapat 150 kepala keluarga berasal dari Desa Sukapura yang bertani dan tinggal menetap secara permanen di dalam kawasan. Total populasi calon responden dari ketiga desa adalah 627 kepala keluarga. Berdasarkan sebaran populasi responden tersebut, maka penarikan responden contoh dilakukan dengan teknik proportional random sampling (PSRS). Total calon responden contoh yang diteliti adalah sebanyak 100 kepala keluarga. Jumlah dan sebaran contoh yang diambil seperti ditayangkan dalam Tabel 3.2. Responden yang dipilih di dalam tabel tersebut adalah responden yang menjadi subjek tujuan penelitian yang kedua. Tabel 3.2. Pengambilan Responden Contoh untuk Tujuan Penelitian yang Kedua Kawan hutan dan desa Yang Berbatasan
Kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis, Lampung Barat TOTAL Keterangan: n = jumlah responden
Desa Asal Responden
N
n=100
Gunung Terang
75
12
Simpang Sari
402
64
Sukapura
150
24
627
100
2) Tahap Kedua: Selain responden yang terdapat di dalam Tabel 3.2, juga diambil responden yang berasal dari pihak/kelompok/institusi lain yang bersengketa dengan responden Tabel 3.2. Pengambilan responden diambil dengan memakai teknik snowball sampling. Menurut Bernard (1998), teknik tersebut amat membantu peneliti terutama; (1) ketika belum memperoleh
59
gambaran yang pasti mengenai pihak-pihak mana saja terlibat dalam konflik, (2) belum mengetahui pihak mana yang paling tepat untuk diwawancarai mengingat meminta informasi tentang konflik merupakan sesuatu yang sensitif dan memerlukan kehati-hatian. Responden Table 3.2 diwawancarai untuk dimintai keterangannya tentang siapakah pihak lawan (orang dan/atau lembaga) yang menurut mereka memiliki perbedaan-perbedaan yang menimbulkan konflik kepentingan dengan mereka dalam pengelolaan kawasan hutan. Hasil kunjungan pendahuluan, untuk sementara terdapat tiga komunitas yang saling berbeda kepentingan di lokasi yaitu: (1) kelompok masyarakat yang mengelola lahan kawasan (2) aparat pemerintah Kabupaten Lampung Barat, dan (3) aparat desa/kecamatan dan pihak swasta yang berdomisili di DAS Way Besay. 3) Tahap Ketiga: Dengan menggunakan teknik serupa (snowball sampling), kepada masing-masing pihak yang bersengketa diwawancarai siapakah (jika ada) menurut mereka pihak-pihak indipenden yang pernah dan/atau sedang berinisiasi membantu penanganan konflik yang mereka hadapi. Dengan menggunakan teknik tersebut pada Tahap Kedua dan Ketiga, kemudian ditentukan sebanyak 30 responden dari lokasi konflik secara proporsional tertuju (purposive proporsional sampling). Penentuan sebanyak 30 responden didasarkan kepentingan studi dalam menjawab tujuan ketiga penelitian ini. Selanjutnya dengan responden yang sama, tujuan keempat penelitian ini dijawab dengan mempergunakan Metode. Metode tersebut merupakan metode analisis sistem lunak yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja dan merupakan modifikasi dari teknik brainwriting dan survey (Marimin, 2004). Dalam metode ini panel dipergunakan dalam pergerakan komunikasi melalui beberapa kuesioner yang tertuang dalam tulisan. Objek metode ini adalah untuk memperoleh konsensus yang paling reliable (dapat dipercaya) dari sebuah kelompok ahli atau sekumpulan orang yang dianggap mengetahui tentang sesuatu. Adapun prosedur metode Delphi adalah sebagai berikut (Marimin, 2004): 1) Mengembangkan pertanyaan Delphi 2) Memilih dan kontak dengan responden 3) Memilih ukuran contoh
60
4) Mengembangan kuesioner dan menguji 5) Analisis kuesioner (1) 6) Pengembangan kuesioner dan tes (2) 7) Analisis kuesioner (2) 8) Mengembangkan kuesioner dan tes (3) 9) Analisis kuesioner (3) 10) Menyiapkan laporan akhir. Tentunya
metode
Delphi
memiliki
keunggulan
dan
kelemahan.
Keunggulan dan kelemahan tersebut seperti ditayangkan dalam Tabel 3.3 berikut. Kelemahan Metode Delphi akan mendapat perhatian selama penelitian dilaksanakan. Tabel 3.3. Keunggulan dan Kelemahan Metode Delphi Keunggulan
Kelemahan
1)
1) 2)
2)
3) 4)
5) 6) 7) 8)
Delphi mengabaikan nama dan mencegah pengaruh yang besar satu anggota terhadap anggota lainnya. Kemungkinan untuk menutupi sebuah area geografi yang lebih sempit dan grup besar yang heterogen sehinhgga dapat berpartisipasi pada basis yang sama Adanya langkah diskrit Masing-masing responden memiliki waktu yang cukup untuk mempertimbangkan masing-masing bagian dan jika perlu melihat informasi yang diperlukan untuk mengisi kuesioner Menghindari tekanan social psikologi Perhatian langsung pada masalah Memenuhi kerangka kerja Menghasilkan catatan dokumen yang tepat
3)
4)
5) 6) 7)
Lambat dan menghabiskan waktu Tidak mengijinkan untuk kemungkinan komunikasi verbal melalui pertemuan langsung perseorangan Responden dapat salah mengerti terhadap kuesioner atau tidak memenuhi keterampilan komunikasi dalam bentuk tulisan Konsep Delphi adalah ahli. Para ahli akan mempresentasikan opini yang tidak dapat dipertahankan secara ilmiah dan melebih-lebihkan. Sistematikan Delphi menghalanghalangi proses lawan dan mendiami eksplorasi pemikiran Tidak mengijinkan untuk kontribusi prospektif yang berhubungan dengan masalah Mengasumsikan bahwa Delphi dapat menjadi pengganti untuk semua komunikasi manusia di berbagai situasi
Sumber: Marimin, 2004.
Sebanyak 30 responden yang dijadikan sebagai subjek penelitian diasumsikan sudah memenuhi jumlah minimal. Hal tersebut seperti yang dinyatakan
oleh
Marimin
(2004),
bahwa
suatu
penelitian
yang
mempergunakan Metode Delphi memerlukan ukuran panel responden yang bervariasi dengan kelompok homogen dengan 10-15 partisipan mungkin sudah cukup, akan tetapi dalam sebuah kasus dimana rujukan (reference) yang bervariasi diperlukan, maka dibutuhkan jumlah partisipan yang lebih besar. Sebaran responden tersebut ditayangkan dalam Tabel 3.4.
61
Tabel 3.4. Pengambilan Responden Contoh Untuk Tujuan Penelitian yang Ketiga dan Keempat. Kawan Hutan dan Desa Yang Berbatasan
Kelompok Responden
Kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis Lampung Barat
n=30
Masyarakat
8
Aparat desa/kecamatan dan PLTA
8
Aparat Kabupaten
7
Aktivis independen TOTAL
7 30
Keterangan: n = jumlah responden
3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah: a) data primer, adalah data yang langsung bersumber dari responden dan pengamatan kondisi fisik lokasi konflik, dan b) data sekunder, yaitu data yang telah tersedia yang merupakan
hasil
penelitian
terdahulu,
laporan-laporan,
hasil
penelitian,
peraturan-perundangan, dan dokumen-dokumen dari instansi pemerintah dan non pemerintah. Data primer yang diteliti terdiri atas dua kelompok yaitu (1) data dan informasi sosial ekonomi responden dan (2) data dan informasi wilayah konflik. Indikator yang diteliti dari masing masing kelompok data yaitu: 1) Kelompok data sosial ekonomi responden, mencakup: a) Data latar belakang kondisi sosial ekonomi responden mencakup indikator-indikator: riwayat demografi, pendidikan, etnis, pendapatan, mata pencaharian, kepemilikan lahan di dalam dan di luar kawasan, dan luas yang dikelola di dalam kawasan. b) Data persepsi responden terhadap akar konflik, gaya konflik, tipe konflik, polarisasi sifat konflik, upaya-upaya penanganan konflik yang telah dilakukan. 2) Data dan informasi tentang wilayah konflik mencakup luas wilayah, sejarah status dan kepemilikan lahan di wilayah konflik, sejarah perubahan pola penggunaan lahan di wilayah konflik, dan sejarah pendudukan dan pengusiran (jika terjadi) manusia keluar dari kawasan. Data sekunder yang diteliti mencakup dokumen peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan yang diteliti, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penanganan konflik secara administratif dan penanganan secara
62
operasional, dokumen-dokumen gugatan dan/atau kesepakatan yang pernah terjadi, termasuk notulensi-notulensi pertemuan dan pembuktian-pembuktian di lapang yang pernah dilakukan oleh pihak yang berkonflik atau pihak independen yang berinisiasi menengahi konflik. Selain itu, data statistik sosio-demografi dan ekonomi wilayah juga diteliti, seperti kepadatan penduduk, rasio agraris, komoditi unggulan lokal, lembaga pasar, dan lembaga sosial di perdesaan. Jenis data sekunder dan sumber data yang diharapkan seperti ditayangkan dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Data Sekunder dan Sumber Data. No
Jenis Data
Sumber Data
1 2 3
Tata Ruang Propinsi Tata Ruang Kabupaten Peta Tata Guna Hutan
4
Peta Zonasi Kawasan Hutan Lindung Register 45b Bukit Rigis Berita Acara Tata Batas (BATB) Kawasan hutan
• • • • •
5
6 7
Data statistik propinsi, kecamatan, dan desa Data statistik kehutanan
kabupaten,
8
Peta wilayah konflik
9
Statistik konflik
10
Dokumen-dokumen/surat menyurat yang berkaitan dengan penyelesaian konflik
11
Dokumen-dokumen pertanahan
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Bappeda Propinsi Bappeda Kabupaten Dinas Kehutanan Propinsi Dinas Kehutanan Kabupaten Dinas Kehutan Kabupaten Lampung Barat Badan Planologi Departemen Kehutanan Sub Dinas Bina Pemetaan Hutan Pripinsi Lampung UPT Intag Propinsi Lampung Kantor Statistik Propinsi dan Kabupaten. Kantor Kecamatan dan Kantor Desa Dinas Kehutanan Propinsi RLKT Unit teknis pengelola kawasan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Penelitian Masyarakat Kantor Sosial Politik Propinsi Kantor Sosial Politik Kabupaten Forum-forum, LSM Dirjen PHPA Kantor TNWK Dinas Kehutanan Propinsi Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat BPN Dinas Kehutanan Masyarakat
3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian konflik ditujukan untuk memperoleh peta konflik secara utuh meliputi akar masalah terjadinya konflik, gaya konflik, tipe konflik, dan polarisasi konflik.
Pengumpulan
data
pada
penelitian
ini
mempergunakan
teknik
Triangulasi, yaitu mencakup suatu prosedur pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi, wawancara (terbuka dan berstruktur), dan kajian
63
data sekunder untuk informasi independen dan memperoleh kesimpulan yang relatif lebih akurat tentang objek yang diteliti. Menurut Hendricks (1992), mendengar adalah teknik yang terpenting dalam
mewawancarai
responden
tentang
konflik.
Pewawancara
harus
memberikan dukungan non-verbal, sebagai usaha untuk menjamin kelompok dapat mengurangi kecemasan dan menjadikan pewawancara diterima untuk mengetahui peristiwa itu. Kejujuran, empati, keterbukaan dan perasaan yang tulus, objektif harus menjadi ciri wawancara. “Mendengar perselisihan” merupakan keahlian yang spesifik. Keahlian ini memberikan dukungan yang memadai kepada pembicaraan sementara lewat keahlian tersebut pewawancara dapat mengklasifikasikan perasaan dan isi hati orang
yang
diwawancarai.
Gambar
3.2
mengilustrasikan
bagaimana
mendengarkan perselisihan melalui proses dua langkah yaitu memisahkan dan memberi kerangka (Hendricks, 1992). Responden
Pewawancara Berbagi rasa
Aktif mendengarkan
Memisahkan
(Umpan balik)
Persepsi Pernyataan ulang Pembingkaian ulang
(Umpan balik)
Gambar 3.2. Teknik Mendengarkan dalam Mewawancara Konflik (Sumber: Hendricks, 1992)
Penelitian penanganan konflik ditujukan untuk memperoleh pendekatan dan metode penanganan yang relatif dapat dipergunakan dalam kasus konflik yang diteliti dan diasumsikan dapat diterima oleh para pihak yang terlibat konflik. Dalam penelitian ini dipergunakan teknik CAPs (Collaborative Analytical, Problem-solving Process or Approach). Menurut Mittchell dan Banks (1996), teknik tersebut melibatkan seperangkat asumsi teori sosial secara umum (dalam hal ini yang berkaitan dengan penelitian konflik) bersamaan dengan seperangkat prosedur untuk berintervensi ke dalam situasi konflik. Teknik CAPs berbeda dengan arbitrasi dan proses hukum, mediasi, konsiliasi, dan penyelesaian sengketa (dispute settlement). Teknik CAPs lebih menekankan pada fasilitasi
64
dialog, konsultasi pihak ketiga yang independen, penanganan konflik interaktif, dan proses diskusi berupa lokakarya (workshop). Tahapan CAPs secara umum seperti ditayangkan pada Gambar 3.3.
Akses
Efek
Lokakarya 1
Persiapan
Masuk kembali (re-entry) ke situasi konflik
Lokakarya 2
Persiapan
Gambar 3.3. Teknik CAPs dalam Penanganan Konflik (Sumber: Mitchell dan Banks, 1996)
Teknik CAPs seperti ditayangkan pada Gambar 3.3 tersebut terdiri atas tahap-tahap berikut: 1) Membangun Akses: Mengingat konflik adalah suatu yang sensitif secara sosial, membangun keberterimaan (acceptability) dan hubungan saling percaya dengan pihak-pihak yang berkonflik merupakan syarat untuk memperoleh akses masuk ke dalam situasi konflik. Kedua syarat terebut menjadi bagian penting dalam penanganan konflik. Menurut Robinson (1998), membangun keberterimaan harus didahului dengan terbangunnya hubungan individual melalui tatap muka dalam kegiatan sehari-hari. Berawal dari hubungan individual tersebut kemudian dapat meningkat menjadi hubungan sosial yang memungkinkan seseorang diterima dalam suatu kelompok masyarakat. Penerimaan suatu kelompok masyarakat terhadap individu baru (dalam hal ini peneliti) merupakan suatu indikasi adanya hubungan saling percaya. Menurut Pretty dan Ward (2001), hubungan saling percaya (relations of trust) adalah modal sosial yang paling vital untuk membangun kegiatan kolaboratif dalam pengelolaan lingkungan. 2) Persiapan: Setelah memperoleh akses ke dalam situasi krisis, langkah berikutnya adalah melakukan persiapan untuk melaksanakan lokakarya meliputi waktu, tempat, agenda, dan keterwakilan. Satu hal mendasar yang harus diperoleh pada tahap ini adalah keyakinan bahwa para pihak yang berkonflik berkeinginan untuk bertemu di dalam lokakarya yang akan membahas perbedaan-perbedaan di antara mereka. 3) Lokakarya (workshop): Pada tahap ini dilakukan fasilitasi dialog yang mengedepankan upaya-upaya penyelesaian konflik.
Dalam lokakarya
terkadang perlu menghadirkan nara-sumber yang ahli tentang perbedaan-
65
perbedaan yang disengketakan. Pada tahap ini jika memungkinkan dapat dihasilkan upaya-upaya penanganan konflik dan kesepakatan-kesepakatan (baik spontan maupun tertulis) yang dapat mengurangi perbedaan. Masingmasing satu buah lokakarya tingkat lokasi dilakukan di dua lokasi penelitian, tanpa menutup kemungkinan untuk dilanjuti dengan lokakarya di tingkat Kabupaten. 4) Re-entry (masuk kembali ke situasi konflik): Tahap ini adalah tahap yang menentukan setelah lokakarya yaitu bagaimana masing-masing pihak menindak-lanjuti hasil-hasil lokakarya. Berbagai efek yang timbul diamati untuk menjadi bahan lokakarya Tahap 2 jika masih diperlukan.
3.6 Peubah dan Cara Pengukurannya Berdasarkan
kerangka
pemikiran
penelitian,
peubah
dan
cara
pengukuran yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.6 Peubah, Indikator dan Spesifikasi, Jenis Data, Pengumpulan pada Sub-model A (Eksternalitas) Kode
dan
Teknik
Peubah
Inidaktor dan spesifikasinya
Jenis data
Teknik pengumpul an data
Peristiwa bencana alam yang pernah terjadi sebagai akibat dari kelalaian manusia dalam melakukan budidaya hutan/pertanian dan pengelolaan lahan. (Khususnya kebakaran hutan, longsor, banjir dan penggenangan, serangan penyakit dan hama tanaman) Adalah harga komoditi pertanian utama yang dibudidayakan oleh responden di lahan pertaniannya. Harga tersebut kemudian dihitung setara dengan harga beras berdasarkan harga berlaku. Sumber responden dalam memperoleh informasi harga komoditi utama yang dibudidayakan (Skor: perusahaan, pedagang pengumpul, pasar desa, kerabat/tetangga) Adanya pelaku pasar yang mau menampung/membeli komiditi yang dihasilkan responden (Skor: Perusahaan, Pasar Desa, Pedagang Pengumpul) Ketersediaan prasarana transportasi jalan akses ke lokasi lahan bukaan responden (Skor: jalan segala cuaca, jalan kering, jalan setapak) Motif keputusan responden mengkonversi lahan untuk komoditi yang dibudidayakan (Skor: Untuk dijual (berorientasi pasar), desakan pemenuhan kebutuhan sendiri/keluarga, atas nasehat kerabat/tetangga )
Primer, Sekunder
Kuesioner, wawancara
Primer, sekunder
Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen
Primer, sekunder
Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer, sekunder
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
BAA
=
Bencana alam antropogenik (X1)
HK
=
Harga komoditi (X2)
IF
=
Informasi pasar (X3)
PP
=
Pengaruh Pasar (X4)
SP
=
Sarana pendukung (X5)
KKLK
=
Keputusan Konversi Lahan Kawasan Oleh Responden (X6)
66
Tabel 3.7 Peubah, Indikator dan Spesifikasi, Jenis Data, dan Teknik Pengumpulan pada Sub Model B (Persepsi dan ketimpangan struktural) Kode
Peubah
Deskripsi dan pengukuran
Jenis data
Teknik pengumpula n data
Partisipasi yaitu suatu proses yang menjadi wahana berbagai pihak untuk berbagi peran dan kendali terhadap berbagai prakarsa dan pengambilan keputusan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam (World Bank, 1995). Tingkat partisipasi (dari rendah ke tinggi) diukur berdasarkan tipe partisipasi (Hart dalam Fahmuddin et al, 2002), yaitu: 1) Manipulatif dan dekoratif 2) Pasif 3) Memberi informasi dan konsultasi 4) Insentif material 5) Fungsional 6) Interaktif 7) Self-mobilization(Mandiri) Tingkat kesejahteraan responden adalah tingkat kesejahteraan keluarga dengan menggunakan Indikator Keluarga Sejahtera yang ditetapkan oleh BKKBN. Kebedayaan responden adalah kegiatan pemberdayaan yang pernah diikuti responden dalam kaitan dengan penanganan konflik. (Skor: Pendampingan hukum, Penguatan kelembagaan kelompok, Penguatan lembaga ekonomi rumah tangga) Pernyataan verbal responden bahwa selama ini mereka diabaikan dalam penetapan status dan fungsi kawasan hutan. Pristiwa/tindakan refresif yang pernah dilakukan oleh pemerintah terhadap responden
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer, Sekunder
Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen
Pernyataan verbal responden mengenai status kawasan hutan negara di lokasi penelitian. Pernyataan verbal responden mengenai fungsi ekonomi, sosial, dan ekoligis dari kawasan hutan bukan produksi. Persepsi merupakan proses kognitif yang terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, yang didapat melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman (Thoha, 1983). Yang dimaksud dalam peubah ini adalah persepsi responden yang dinyatakan secara verbal terhadap desentralisasi pengelolaan kawasan hutan bukan produksi. Jumlah dialog dan negosiasi yang pernah dilakukan oleh responden (Unit per tahun; bertemu di lapang (tidak ada kesepakatan, ada kesepakatan, ada kesepakatan dan tindak lanjut); bertemu di forum rapat (tidak ada kesepakatan, ada kesepakatan, ada kesepakatan dan tindak lanjut)).
Primer
TKPR
=
Tingkat partisipasi responden (X7)
TKSS
=
Tingkat kesejahteraan sosial responden (X8)
TKDR
=
Tingkat keberdayaan responden (X9)
TKOR
=
Tingkat ordinasi responden (X10)
LTRP
=
Tindakan represif oleh pemerintah (X11)
PKHN
=
PFLH
=
PDPK
=
Persepsi tentang status kawasan hutan negara (X12) Persepsi tentang fungsi lingkungan dari hutan (X13) Persepsi tentang desentralisasi pengelolaan kawasan hutan (X14)
LPDN
=
Keterlibatan aktif responden dalam berdialog dan negosiasi (X15)
Primer, Sekudner
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer, sekunder
Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen
67
(Lanjutan Tabel 3.7) Kode TPDR
=
SKR
=
KR
=
Peubah
Deskripsi dan pengukuran
Jenis data
Tingkat pendidikan pesponden (X16) Lama tinggal di kawasan (X17)
Adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Adalah lamanya responden mendiami lahan yang berstatus kawasan baik secara permanen atau tidak permanen.
Primer
Kosmopolitansi responden (X18)
Tingkat keterbukaan responden terhadap dunia luas dan pembaharuan yang ditentukan berdasarkan jumlah macam informasi yang digunakan. (Informasi yang diperoleh responden dalam upaya menghadapi konflik didapatkan dari: (1) teman dekat/tetangga/tokoh masyarakat setempat, (2) pendamping/media masa, (3) lembaga penelitian/perguruan tinggi/dinas pemerintah
Primer
Tabel 3.8 Peubah, Indikator dan Spesifikasi, Jenis Pengumpulan pada Sub Model C (Kelangkaan) Kode
Primer
Data,
dan
Teknik
Peubah
Deskripsi dan pengukuran
Jenis data
Teknik pengumpula n data Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen Kuesioner, wawancara,
KTLP
=
Penguasaan lahan Pertanian di luar kawasan (X19)
Adalah luas lahan pertanian yang dikelola oleh petani saat penelitian ini dilaksanakan (hektar)
Primer, sekunder
TPDK
=
Status kepemilikan responden terhadap lahan pertanian yang dikuasai diantaranya: Sewa, sakap, dan milik
Primer, Sekunder
PRR
=
Status kepemilikan lahan pertanian yang dikuasai di luar kawasan (X20) Pendapatan Rumahtangga Responden Di Luar Kawasan (X21)
Primer
PKLT
=
Tingkat pendapatan rumah tangga responden yang diperoleh dari usaha pertanian dan non pertanian di luar dari usaha yang diperoleh di lahan dalam kawasan hutan. Persepsi responden terhadap tingkat kebutuhan lahan pertanian yang masih diperlukan
Persepsi Tingkat Kebutuhan Lahan Pertanian tambahan (X22)
Primer
Tabel 3.9 Peubah, Indikator dan Spesifikasi, Jenis Data, Pengumpulan pada Sub Model D (Etika Lingkungan) Kode
Teknik pengumpulan data Kuesioner, wawancara Kuesioner, wawancara, pemeriksaan dokumen Kuesioner, wawancara
Kuesioner, wawancara
dan
Teknik
Peubah
Deskripsi dan pengukuran
Jenis data
Teknik pengumpula n data
Paham dan keyakinan responden bahwa manusia adalah dominan terhadap alam dan oleh karenanya alam dapat dimanfaatkan semata-mata kehidupan dirinya. (Skor) Paham dan keyakinan responden bahwa manusia adalah bagian dari dan oleh karenanya pemanfaat sumberdaya alam harus memperhatikan kepentingan mahluk lain. (Skor) Manifestasi paham dan keyakinan responden tentang keterkaitan antara tata sosial seseorang/kelompok terhadap kelestarian lingkungan hidup disekitarnya yang dilihat dari kegiatan mereka dalam pengelolaan sumberdaya alam. Peningkatan perbedaan yang menyebabkan bergesernya tipe konflik dari laten menjadi terbuka
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
Primer
Kuesioner, wawancara
PAR
=
Etik Antroposentris (X23)
PER
=
Etik Ekosentris (X24)
PRTA
=
Manifestasi etik lingkungan responden dalam penanganan konflik (X25)
ESKO
=
ESKALASI KONFLIK (X26)
68
3.7 Analisis Data Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh kemudian dihimpun secara terstruktur untuk selanjutnya dianalisa. Analisa data yang dilakukan adalah untuk menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan
tujuan penelitian tersebut, sebanyak empat buah analisis data dilakukan yaitu sebagai berikut:
3.7.1
Analisis Kebijakan-Kebijakan Kehutanan, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Agraria, Tata Ruang, Dan Otonomi Daerah Terkait Penanganan Konflik Lingkungan Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Di Daerah Khususnya Di Kawasan Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis. Analisis kebijakan merupakan suatu bentuk analisis yang menghasilkan
dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (Quade dalam Dunn, 2000). Kegiatan-kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandangan-pandangan terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang terantisipasi sampai dengan mengevaluasi suatu program secara lengkap. Konsep tentang analisis kebijakan menekankan sifat praksis dari suatu analisis seperti tanggapan-tanggapan terhadap masalah-masalah yang muncul dan krisis yang dihadapi pemerintah dan masyarakat.
Untuk alasan-alasan
tersebut, maka analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori deskriptif seperti teori-teori politik, sosial, dan ekonomi. Analisis kebijakan melampaui apa yang dicapai oleh disiplin ilmu tradisional. Jika disiplin tradisional lebih menjelaskan keteraturan-keteraturan empiris, analisis kebijakan mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin untuk lebih jauh lagi menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tertentu. Analisis kebijakan diharapkan dapat menghasilkan informasi dan argumen-argumen rasional akan tiga pertanyaan: (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat masalah teratasi oleh suatu kebijakan, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai tersebut, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai tersebut. Dalam menghasilkan informasi dan argumen-argumen rasional mengenai tiga pertanyaan tersebut, analis kebijakan
69
dapat menggunakan tiga pendekatan analisis yaitu: (1) analisis empiris, (2) analisis valuatif, dan (3) analisis normatif (Dunn, 2000). Seperti ditayangkan dalam Tabel 3.10, pada pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan serbagai sebab-akibat, pertanyaan bersifat faktual, dan informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. Pendekatan valuatif terutama ditekankan pada penentuan bobot nilai suatu kebijakan, pertanyaan bersifat nilai, dan informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sedangkan pendekatan normatif ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik, pertanyaan berkenaan dengan tindakan (apa yang harus dilakukan?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat preskriptif (rekomendasi) Tabel 3.10. Tiga Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Pendekatan Empiris
Pertanyaan Utama Adakah dan akankah ada (fakta) Apa manfaatnya (nilai) Apakah yang harus diperbuat (aksi)
Valuatif Normatif
Tipe Informasi Deskriptif dan prediktif Valuatif Preskriptif (rekomendasi)
Sumber: Dunn (2000)
Menurut Dunn (2000), pentahapan proses penyusunan dan pelaksanaan suatu kebijakan terdiri atas: (1) penyusunan agenda, (2) perumusan kebijakan, (3) Pelaksanaan kebijakan, dan (4) penilaian kebijakan. Menurut Hempel (1996), hasil dari suatu penilaian/analisis kebijakan bisa berupa: (1) pelaksanaan kebijakan dengan justifikasi, (2) penyesuaian ulang dan reforma kabijakan, dan (3) penghentian kebijakan dan memulainya dari tahap awal kembali yaitu inisiasi dan agenda setting. Mempertimbangkan keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian ini, analisis kebijakan hanya dilakukan terhadap pelaksanaan kebijakan. Terhadap situasi konflik yang diteliti, analisis kebijakan dilakukan dengan dua cara yaitu analisis empiris dan analisis normatif
terhadap
perundangan, peraturan, dan prosedur pelaksanaan yang berkaitan dengan sumber konflik dan penyelesaian konflik. Apabila konsep Dunn (2000) dan Hempel (1996) diadopsi ke dalam penelitian ini, maka kerangka analisis kebijakan yang dilakukan adalah seperti ditayangkan pada Gambar 3.4. Analisis empiris dan normatif dilakukan dengan metode process documentation
research
(penelitian
proses
dokumentasi)
yakni
cara
menggumpulkan data melalui peninggalan tertulis (Nazir, 1999). Peninggalan itu
70
dapat berupa arsip-arsip peraturan dan perundangan, notulensi rapat, laporan studi, dan buku-buku, sehingga sering disamakan dengan studi literatur (book survey) atau studi keperpustakaan (library survey). Dari bahan-bahan itu dapat dikemukakan berbagai fakta tentang sesuatu yang pernah terjadi, berbagai teori, dalil dan hukum-hukum, aksioma, pendapat dan lain-lain. Analisis empiris dan normatif terhadap peraturan, perundangan dan prosedur termasuk yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam secara khusus sering dikenal dengan istilah critical legal review. Tahapan Kebijakan (Dunn, 2000) AGENDA PENYUSUNAN
FORMULASI KEBIJAKAN
Analisis Kebijakan IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Analisis Empiris Analisi Normatif
PENILAIAN KEBIJAKAN
Umpan balik
Pelaksanaan kebijakan dengan justifikasi
Penyesuaian ulang dan reformulasi kebijakan
Penghentian kebijakan dan memulainya dari tahap awal kembali yaitu inisiasi dan agenda setting (reformasi)
Kemungkinan Keluaran/rekomendasi (Hempel, 1996)
Gambar 3.4. Kerangka Hubungan Antara Tahapan Kebijakan, Analisis Kebijakan, dan Kemungkinan Keluaran/rekomendasi (Diadopsi dari Dunn (2000) dan Hempel (1996))
Dalam menghimpun data dan informasi dari literatur itu perlu ditempuh cara-cara yang mudah dan sistematis. Untuk itu dalam penelitian penting dimulai dari judul dokumen, daftar isi, dengan mencari bab atau sub bab atau pasal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam teknik ini diperlukan penggunaan alat
71
(instrumen) pencatatan data dan informasi yang relevan, agar tidak ada yang terlupakan dan mudah mencari setiap kali diperlukan.
Alat (instrumen) yang
dipergunakan dalam penelitian proses dokumentasi yaitu (Nawawi dan Hadari, 1995): (1) Kartu ikhtisar. Dokumentasi yang berhubungan dengan suatu masalah penelitian, diantaranya berupa uraian yang panjang, beberapa bab diantaranya merupakan data atau informasi yang penting yang dipergunakan dalam membahas dan memecahkan masalah penelitian.
Untuk ini dapat
digunakan selembar atau lebih kartu untuk membuat ikhtisar dari data atau informasi berupa uraian panjang itu, sebagai instrumen penggumpul data dari bahan dokumentasi. (2) Kartu kutipan (citation). Dalam proses dokumentasi ada beberapa data dan informasi yang harus dicatat secara lengkap, diantaranya berupa defenisi, dalil, rumusan undang-undang, rumusan surat keputusan. Penggunaan data atau informasi ini di dalam laporan hasil penelitian dapat berbentuk kutipan langsung, yang dituangkan secara lengkap sesuai aslinya, untuk itu maka dibutuhkan pembuataan kartu kutipan. Data atau informasi yang dikutip dalam kartu kutipan harus relevan dengan masalah penelitian. Dalam menyusun laporan penelitian harus dipilih kutipan-kutipan yang benar-benar bermutu untuk dijadikan data atau informasi pendukung dalam merumuskan generalisasi sebagai kesimpulan. (3) Kartu ulasan. Merupakan kartu yang berisikan kutipan atau ulasan yang merupakan hasil pemikiran-pemikiran baru dari penulis yang tiba-tiba muncul saat melakukan penelitian. Pemikiran itu merupakan reaksi mental dari si peneliti yang dapat berbentuk kritik, penafsiran atau penjabaran dari teori, dalil, hukum yang ditemukan dalam proses dokumentasi. Beberapa produk peraturan dan perundangan Kehutanan, lingkungan hidup, agrarian, tata ruang, dan otonomi daerah yang berkaitan dengan konflik lingkungan dikaji dalam penelitian ini. 3.7.2
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Berkaitan Dengan Fungsi Lingkungan Dari Hutan. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konflik dalam pengelolaan
kawasan hutan hutan lindung dilakukan dengan metode analisis statistika induktif yaitu Analisis Jalur (Path Analysis). Metode in digunakan untuk mempelajari dan
72
menguji hubungan antar peubah yang disusun dalam model. Menurut Supranto (2004), analisis jalur merupakan metoda analisis yang dipergunakan untuk menguji model persamaan struktural dari sederet hubungan dependensi secara simultan (dependence relationships simultaneously) menjadi suatu peubah bebas (an independent variable) di dalam hubungan dependensi selanjutnya (in subsequent dependence relationship).
Secara diagram, penjelasan yang
dimaksud oleh Supranto (2004) dapat diilustrasikan pada Gambar 3.5. Pada gambar tersebut,
contoh bentuk hubungan dependensi secara simultan
(dependence relationships simultaneously) adalah contoh persamaan model Y1 = α + X1 + X2 dan Y2 = α + X3 + X4; Sedangkan contoh persamaan model hubungan dependensi selanjutnya (in subsequent dependence relationship) adalah Y3 = α + Y13 + Y23, dimana Y1 dan Y2 adalah independent variable terhadap Y3.
X1 Y1 X2 Y3 X3 Y2 X4 Gambar 3.5. Hubungan Dependensi di Dalam Persamaan Struktural. Dapat
dijelaskan
di
sini
bahwa,
banyak
peubah
yang
sama
mempengaruhi setiap peubah tidak bebas, akan tetapi dengan tingkatan pengaruh yang berbeda. Model struktural mengekspresikan hubungan-hubungan tersebut antara peubah bebas dan tak bebas, bahkan peubah tak bebas menjadi suatu peubah bebas di dalam hubungan yang lainnya. Di dalam analisis jalur, peubah bebas sering disebut sebagai peubah eksogen yang nilainya ditentukan di luar model, sedangkan peubah terikat disebut sebagai peubah endogen yang nilainya ditentukan di dalam model.
73
3.7.2.1 Asumsi yang Mendasari Analisis Jalur Dengan menggunakan Gambar 3.5, ada 2 bentuk hubungan antar peubah dalam analisis jalur yang menjadi asumsi yaitu: (1) Pengaruh Langsung biasanya digambarkan dengan panah satu arah dari satu peubah ke peubah lainnya, misal dari X1 ke Y1. (2) Pengaruh Tidak Langsung digambarkan dengan panah satu arah pada satu peubah pada peubah lain (misal Y1 ke Y2), kemudian dari peubah lain panah satu arah ke peubah berikutnya (Y2 ke Y3). Selain itu, menurut Supranto (2004) juga terdapat beberapa asumsi lainnya yang perlu diperhatikan dalam analisis jalur yaitu: (1) Peubah endogen harus normal, paling tidak berupa skala interval atau yang paling baik skala rasio. Pada umumnya, seluruh program analisis jalur menghendaki agar peubah endogen terdiri dari paling sedikit 4 nilai. (2) Seperti model linear lainnya, analisis jalur juga mendasarkan pada hubungan peubah yang linear dan aditif. (3) Jumlah responden contoh cukup besar. Agar model stabil, beberapa kerangka contoh suatu penelitian menggunakan minimal 100 responden. 3.7.2.2 Diagram Jalur dan Persamaan Analisis Jalur Sebelum melakukan Analisis Jalur perlu digambarkan terlebih dahulu pola hubungan antar peubah penyebab dan peubah akibat yang didasarkan kerangka pikir penelitian. Adapun bentuk persamaan jalurnya adalah sebagai berikut :
Y = ρ YX1 X 1 + ρ YX 2 X 2 + ... + ρ YX K X K + ε …………………………..
(1)
Dimana : Y adalah peubah akibat (endogenus) X1 ,X2,… Xk adalah peubah penyebab (eksogenus) p adalah koefisien jalur antara peubah akibat dan peubah penyebab
ε adalah peubah residu Pada saat menggambarkan diagram jalur ada beberapa perjanjian : (a) Hubungan antar peubah digambarkan oleh anak panah biasa berkepala tunggal (
)
atau berkepala dua (
),
(b) Panah berkepala satu menunjukkan pengaruh. Peubah yang digambarkan pada ujung anak panah merupakan peubah akibat sedangkan peubah yang
74
pertama digambarkan sebagai peubah penyebab. Sebagai contoh bila X1 mempengaruhi X2 maka gambar panahnya adalah : X1
X2,
(c) Hubungan sebab akibat merupakan hubungan yang mengikuti hubungan asimetrik,
tetapi
ada
kemungkinan
bahwa
hubungan
kausal
itu
menggambarkan hubungan timbal balik. Jadi X1 bisa mempengaruhi X2 , X2 pun bisa mempengaruhi X1, X2 ,
(d) Gambarnya : X1
(e) Bisa terjadi hubungan X1 dan X2 merupakan korelatif, keadaan seperti ini anak panahnya berkepala dua dan gambarnya : X1
X2 (f) Dalam dunia nyata tidak pernah seseorang bisa mengisolasi hubungan pengaruh secara murni artinya bahwa sesuatu kejadian banyak sekali yang mempengaruhinya,
tetapi
pada
conceptual
framework
hanya
dapat
digambarkan beberapa pengaruh yang dapat diamati. Peubah lain yang tidak bisa digambarkan diperlihatkan oleh suatu peubah tertentu disebut residu dan diberi simbol
.
3.7.2.3 Langkah Penghitungan Dalam Analisis Jalur Langkah-langkah pengerjaan Analisis Jalur adalah sebagai berikut : (1) Menggambarkan terlebih dahulu diagram jalurnya sesuai dengan hipotesis yang akan diuji. (2) Menghitung matrik korelasi antar peubah eksogen
RXX
⎡1 rx1x2 ⎢ 1 =⎢ ⎢ ⎢ ⎣⎢
... rx1xk ⎤ ... rx2 xk ⎥⎥ M ⎥ ⎥ ⎥ 1 ⎦
…………………………………………..…
Rumus untuk menentukan korelasinya adalah sebagai berikut :
(2)
75
n
ryx j =
n
n
n∑ X jhYh − ∑ X jh ∑ Yh h =1
n
h =1
n
; j = 1, 2...., k ….……..
h =1
n
n
(3)
[n∑ X − (∑ X jh ) ][n∑ Yh − (∑ Yh ) ] h =1
2 jh
2
h =1
2
h =1
2
h =1
(3) Menghitung matriks korelasi antar peubah eksogen yang menyusun sub struktur:
RXX
⎡1 rx1x2 ⎢ 1 =⎢ ⎢ ⎢ ⎣
... rx1xk ⎤ ... rx2 xk ⎥⎥ ………………………………………………. O M ⎥ ⎥ 1 ⎦
(4)
(4) Menghitung Matriks invers
R −1
⎡C11 C12 ... C1k ⎤ ⎢ C22 ... C2k ⎥⎥ ⎢ = ⎢ . ⎥ ……………………………….…………. ⎢ ⎥ . ⎥ ⎢ ⎢⎣ Ckk ⎥⎦
(5)
(5) Menghitung semua koefisien jalur pxu x1 , i = 1,2,...,k dengan rumus:
⎡ pxu x1 ⎤ ⎡C11 C12 ... C1k ⎤ ⎡ rxu x1 ⎤ ⎢p ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ C22 ... C2 k ⎥⎥ ⎢ rxu x2 ⎥ ⎢ xu x2 ⎥ ⎢ . ⎥ ⎢ . ⎥ ….………………….………… ⎢ . ⎥ = ⎢ . ⎥ ⎢ . ⎥ ⎢ .. ⎥ ⎢ . . ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ p r Ckk ⎦⎥ ⎢⎣ xu xk ⎥⎦ ⎢⎣ ⎣⎢ xu xk ⎦⎥
(6)
(6) Menghitung R 2 y ( x1 x 2 ... xk ) yang merupakan koefisien determinasi total X1,X2,…,Xk terhadap Y yang rumusnya :
R 2 y ( x1x2 ... xk ) = ⎡⎣ p x u x1
pxu x2
...
⎡ rx u x1 ⎤ ⎢r ⎥ ⎢ xu x 2 ⎥ pxu xk ⎤⎦ ⎢ . ⎥ …………………..……… ⎢ .. ⎥ ⎢ ⎥ ⎣⎢ rxu xk ⎦⎥
(7)
(7) Menghitung ρ yε berdasarkan rumus ;
p y ε = 1 − R 2 y ( x1x2 ... xk ) ……………………………………………..……….
(8)
76
(8) Lalu melakukan uji signifikan modelnya secara keseluruhan dengan menggunakan uji F. Hipotesis pada pengujian ini adalah sbb : Ho : pYX1 = ρYX2 = …… = pYxk= 0 H1 : Sekurang-kurangnya ada sebuah pYXj ≠ 0 Statistik ujinya :
F=
2 (n − k − 1) RYX 1 X 2.... Xk 2 k (1 − RYX 1 X 2.... Xk )
…………………………………………………
(9)
Statistik uji diatas mengikuti distribusi F-Snedecor dengan derajat bebas v1 = k dan v2 = n – k - 1 Kriteria Penolakan : Tolak Ho bila Fhitung > Ft (9) Jika uji F signifikan maka selanjutnya lakukan uji masing-masing koefisien jalur untuk menguji keberartiannya yang dikenal dengan Teori Trimming, dengan langkah-langkah sebagai berikut : •
Tentukan hipotesis uji misalkan H0 : pyx1 = 0
•
H1 : pyx1 ≠ 0
versus
Gunakan statistik uji
t=
(1 − R (
Pyxi
2 y x1 x2 ... xk )
) CR
( n − k − 1)
………………………………………….
(10)
xi xi
Dimana i = 1,2,…,k k = banyaknya peubah penyebab dalam sub struktur t berdistribusi t-Student dengan derajat bebas (n - k - 1) •
Tolak H0 jika t > t tabel.
•
Jika H0 diterima berarti peubah tersebut dapat dikeluarkan dari persamaan analisis jalur. Dan hitung ulang persamaan jalur yang baru tanpa peubah yang non-signifikan. Selanjutnya setelah mendapat persamaan jalur yang baru diuji lagi signifikansinya sampai semua peubah penyebab yang dimiliki signifikan terhadap peubah akibat. Inilah yang akan menjadi model persamaan analisis jalur.
3.7.2.4 Konseptualisasi Diagram Jalur Yang Akan Dianalisis Seperti dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, langkah pertama dari pengerjaan Analisis Jalur adalah menggambarkan terlebih dahulu diagram jalurnya sesuai dengan hipotesis yang akan diuji. Berdasarkan Gambar 1.1
77
berikut keterangannya pada Tabel 1.1 di dalam Bab-1, maka dapat dikonseptualisasikan sebuah model diagram jalur yang menayangkan hubungan pengaruh antara peubah eksogen terhadap peubah endogen dan antara suatu peubah endogen terhadap peubah endogen berikutnya sebagaimana pada Gambar 3.6. Gambar tersebut adalah model diagram jalur konseptual yang menayangkan
kesatuan
hubungan
kausal
model
eskalasi
konflik
yang
dipengaruhi oleh sub-model eksternalitas, sub-model persepsi dan ketimpangan struktural, sub-model kelangkaan, dan sub-model etik lingkungan. Berdasarkan bentuk umum persamaan jalur seperti pada persamaan (1), maka persamaan jalur yang dapat dibangun sebagai representasi sub-model eksternalitas adalah sebagai berikut:
X 6 = ρ 61 X 1 + ρ 62 X 2 + ρ 63 X 3 + ρ 64 X 4 + ρ 65 X 5 + ε ….……………
(11)
Dimana: X6 = peubah akibat keputusan konversi lahan kawasan oleh responden X1 = peubah bencana alam antropogenik X2 = peubah harga komoditi X3 = peubah informasi pasar X4 = peubah pengaruh pasar X5 = peubah sarana pendukung p61 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X6) dan peubah penyebab (X1), dan seterusnya hingga p65. adalah peubah residu
ε
Pada sub model persepsi dan ketimpangan struktural, terdapat dua persamaan jalur secara paralel, yang pertama yaitu:
X 10 = ρ107 X 7 + ρ108 X 8 + ρ109 X 9 + ε …………………….………….
(12)
Dimana: X10 = peubah akibat tingkat ordinasi responden X7 = peubah tingkat partisipasi responden X8 = peubah tingkat kesejahteraan sosial responden X9 = peubah tingkat keberdayaan responden P107 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X10) dan peubah penyebab (X7), dan seterusnya hingga p109. adalah peubah residu
ε
Sedangkan persamaan kedua pada sub-model ini, dimulai dari 3 buah persamaan jalur a13, b13, dan c13 sebagai berikut:
78
X 12 = ρ1216 X 16 + ρ1217 X 17 + ρ1218 X 18 + ε
…………………
(a13)
X 13 = ρ1316 X 16 + ρ1317 X 17 + ρ1318 X 18 + ε
……..…………
(b13)
X 14 = ρ1416 X 16 + ρ1417 X 17 + ρ1418 X 18 + ε
………………… (c13)
Dimana: X12 = peubah akibat persepsi tentang status kawasan hutan negara X13 = peubah akibat persepsi tentang fungsi lingkungan dari hutan X14 = peubah akibat persepsi tentang desentralisasi pengelolaan kawasan hutan X16 = peubah tingkat pendidikan pesponden X17 = peubah lama tinggal di kawasan X18 = peubah kosmopolitansi responden p1216 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X12) dan peubah penyebab (X16), dan seterusnya hingga p1218. p1316 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X13) dan peubah penyebab (X16), dan seterusnya hingga p1318. p1416 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X14) dan peubah penyebab (X16), dan seterusnya hingga p1418. adalah peubah residu
ε
Selanjutnya peubah akibat X12, X13, dan X14, menjadi menjadi peubah penyebab terhadap peubah akibat X15 yang juga diduga dipengaruhi oleh peubah X11, sehingga menghasilkan persamaan:
X 15 = ρ1510 X 10 + ρ1511 X 11 + ρ1512 X 12 + ρ1514 X 13 + ρ1514 X 14 + ε ……
(13)
Dimana: X15 = peubah akibat keterlibatan aktif responden dalam berdialog dan negosiasi X10 = peubah akibat tingkat ordinasi responden X11 = peubah tindakan represif oleh pemerintah X12 = peubah persepsi tentang status kawasan hutan negara X13 = peubah persepsi tentang fungsi lingkungan dari hutan X14 = peubah persepsi tentang desentralisasi pengelolaan kawasan hutan p1511 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X15) dan peubah penyebab (X11), dan seterusnya hingga p1514. adalah peubah residu
ε
79
Bencana alam antropogenik (X1)
Harga komoditi (X2)
Informasi pasar (X3)
p62
p63
Etik Ekosentris (X24)
Sarana pendukung (X5)
p65
p64
p61
Etik Antroposentris (X23)
Pengaruh Pasar (X4)
p1416
Tingkat pendidikan pesponden (X16)
p1217 Keputusan Konversi Lahan Kawasan Oleh Responden (X6)
p1513 Keterlibatan aktif responden dalam berdialog dan negosiasi (X15)
p266
p2523 Manifestasi etik lingkungan responden dalam penanganan konflik (X25)
p2524
Persepsi Tingkat Kebutuhan Lahan Pertanian tambahan (X22)
Penguasaan lahan Pertanian di luar kawasan (X19)
p1316
p1512
P2220 Status kepemilikan lahan pertanian yang dikuasai di luar kawasan (X20)
p1514
p1511 P1510
p2622
p2221 Pendapatan Rumahtangga Responden Di Luar Kawasan (X21)
ESKALASI KONFLIK (X26)
p1317
Persepsi tentang fungsi lingkungan dari hutan (X13)
p1417
p2615 p2625
p2219
p1216
Persepsi tentang status kawasan hutan negara (X12)
p2610
Tingkat keberdayaan responden (X9)
Persepsi tentang desentralisasi pengelolaan kawasan hutan (X14)
p1418
Tindakan represif oleh pemerintah (X11)
Tingkat ordinasi responden (X10)
p109
p1318
p107 p108
Lama tinggal di kawasan (X17)
p1218 Kosmopolit ansi responden (X18)
Tingkat partisipasi responden (X7)
Tingkat kesejahteraan sosial responden (X8)
Gambar 3.6. Diagram Jalur antara Sub-model Eksternalitas, Persepsi dan Ketimpangan Struktural, Kelangkaan, dan Etik Lingkungan; terhadap Eskalasi Konflik.
80
Pada sub model kelangkaan, persamaan jalur yang dapat dibangun adalah sebagai berkut:
X 22 = ρ 2219 X 19 + ρ 2220 X 20 + ρ 2221 X 21 + ε
…………………………
(14)
Dimana: X22 = peubah akibat persepsi tingkat kebutuhan lahan pertanian tambahan X19 = peubah penguasaan lahan pertanian di luar kawasan X20 = peubah status kepemilikan lahan pertanian yang dikuasai di luar kawasan X21 = peubah pendapatan rumahtangga responden di luar kawasan P2219 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X22) dan peubah penyebab (X19), dan seterusnya hingga p2221. adalah peubah residu
ε
Pada sub model etik lingkungan, persamaan jalur yang dapat dibangun adalah sebagai berkut:
X 25 = ρ 2523 X 23 + ρ 2524 X 24 + ε
………………………………….
(15)
Dimana: X25 = peubah akibat manifestasi etik lingkungan responden dalam penanganan konflik X23 = peubah etik entroposentris X24 = peubah etik ekosentrik P2523 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X25) dan peubah penyebab (X23), dan seterusnya hingga p2524. adalah peubah residu
ε
Persamaan jalur eskalasi konflik kemudian dibangun berdasarkan persamaan jalur masing-masing sub model ( yaitu persamaan 11, 12, 13, 14, dan 15). Pada perumusan persamaan jalur eskalasi konflik, peubah endogen X6, X10, X15, X22, dan X25 kemudian menjadi peubah penyebab terhadap peubah endogen X26, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:
X 26 = ρ 266 X 6 + ρ 2610 X 10 + ρ 2615 X 15 + ρ 2622 X 22 + ρ 2625 X 25 + ε ……
(16)
Dimana: X26 = peubah akibat Eskalasi Konflik X6 = peubah keputusan konversi lahan kawasan oleh responden X10 = peubah tingkat ordinasi responden X15 = peubah keterlibatan aktif responden dalam berdialog dan bernegosiasi X22 = peubah persepsi tingkat kebutuhan lahan pertanian tambahan X25 = peubah manifestasi etik lingkungan responden dalam penanganan konflik P266 adalah koefisien jalur antara peubah akibat (X26) dan peubah penyebab (X6), dan seterusnya hingga p2625. adalah peubah residu
ε
81
Penghitungan di dalam Analisis Jalur memiliki tingkat kerumitan tersendiri mencakup tahapan penghitungan, jumlah peubah, dan jumlah koefisien jalur, dan jumlah responden contoh yang relatif besar. Oleh karenanya, Analisis Jalur di dalam penelitian ini akan dibantu dengan piranti lunak statistik LISREL 8.3.
Ukuran Kebaikan model Analisis Jalur merupakan analisis yang bersifat confirmatory, di mana model dibangun sebelum data diperoleh dan analisis dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kesesuaian model dengan data yang digunakan (Bollen, 1989). Untuk penilaian kesesuaian model dengan data dapat digunakan ukuran-ukuran kebaikan model, salah satunya adalah Goodness of Fit Index (GFI). Formula bagi GFI ini adalah
(
)
ˆ −1S − I 2 ⎤ tr ⎡ Σ ⎢⎣ ⎥⎦ GFI = 1 − ……………………………………… (17) 2 ˆ −1S ⎤ tr ⎡ Σ ⎢⎣ ⎥⎦
(
)
ˆ adalah matriks dengan S adalah matriks korelasi data asal, sedangkan Σ korelasi hasil pengepasan model.
Ukuran GFI ini analog dengan koefisien
2
determinasi R pada analisis regresi. Pada berbagai analisis ilmu sosial, nilai GFI ≥ 0,80 mengindikasikan bahwa model yang dibangun sudah dapat dinyatakan sesuai dengan data yang dipergunakan.
3.7.3
Analisis Gaya Pengelolaan Konflik (Conflict Style Management) Yang Diragakan Oleh Masing-Masing Pihak Yang Terlibat Di Dalam Konflik Dan Polarisasi Konflik Yang Terjadi. Seperti ditayangkan pada Gambar 2.5, terdapat lima jenis gaya
pengelolaan konflik yang diperagakan oleh orang/kelompok yang bersengketa yaitu saling menghindar, akomodatif, kompromistis, kompetitif, dan kolaborasi (Isenhart dan Spangle (2000); Tajuddin (2000)). Di dalam bukunya, Avruch (1991) merepresentasikan kelima gaya pengelolaan konflik tersebut ke dalam bentuk pernyataan yang sihitung secara skor sebagaimana ditayangkan dalam Tabel 3.11.
82
Tabel 3.11. Gaya Pengelolaan Konflik dan Representasi Pernyataan Responden. SKor
Gaya Pengelolaan Konflik
Pernyataan responden
Skor tingkat ketegasan responden dalam memilih gaya
1
Saling menghindar,
Saya menjauhi ketidaksepakatan dan selalu mengindari diskusi terbuka tentang perbedaan
2
Kompetitif /represif
1,0 = Tidak memberikan komentar 1,2 = Kemungkinan kecil dilakukan 1,4 = Tergantung 1,6 = Kemungkinan besar dilakukan 1,8 = Pasti dilakukan 2,0 = Tidak memberikan komentar 2,2 = Kemungkinan kecil dilakukan 2,4 = Tergantung 2,6 = Kemungkinan besar dilakukan 2,8 = Pasti dilakukan
Saya yakin dengan posisi dan pandangan/pendapat saya dan menggunakan kekuatan/kemampuan saya agar pandangan/pendapat saya diterima pihak lain 3 Akomodatif Saya mencoba untuk mengakomodasi (memenuhi) kepentingan orang/pihak lain dan rela mengorbankan kepentingan diri sendiri. 4 Kompromistis Untuk menghindari kebuntuan, saya mengusulkan jalan keluar yang sama-rata dan seimbang antara harapan saya dan harapan pihak lain. 5 Kolaborasi Saya mencoba membawa kepentingan semua pihak dalam iklim kerjasama yang terbuka untuk menghasilkan jalan keluar bersama. Sumber: Avruch at all, 1999.
3,0 = Tidak memberikan komentar 3,2 = Kemungkinan kecil dilakukan 3,4 = Tergantung 4,6 = Kemungkinan besar dilakukan 5,8 = Pasti dilakukan 4,0 = Tidak memberikan komentar 4,2 = Kemungkinan kecil dilakukan 4,4 = Tergantung 4,6 = Kemungkinan besar dilakukan 4,8 = Pasti dilakukan 5,0 = Tidak memberikan komentar 5,2 = Kemungkinan kecil dilakukan 5,4 = Tergantung 5,6 = Kemungkinan besar dilakukan 5,8 = Pasti dilakukan
Pada penelitian ini, pernyataan responden diminta terhadap isu-isu konflik yang teridentifikasi di lokasi, yang untuk sementara isu-isunya adalah yaitu: 1) Penataan batas kawasan hutan. 2) Status kawasan hutan. 3) Hak masyarakat atas akses pengelolaan lahan kawasan hutan. Merujuk kepada Tabel 3.4, sebanyak empat set kuesioner berbeda secara terpisah dipergunakan untuk mewawancara empat kelompok responden yang berbeda yaitu: (1) Kelompok masyarakat (Kelompok A), (2) Kelompok aparat desa/kecamatan dan PLTA (Kelompok B), (3) Kelompok aparat kabupaten (Kelompok C), dan (4) Kelompok aktifis independen (Kelompok D). Pemberian kuesioner kepada setiap kelompok renponsen diulang sebanyak tiga kali sesuai dengan jumlah isu konflik yang dianalisis. Rancangan petak terpisah (split plot design) dipergunakan secara berulang berdasarkan gaya pengelolaan konflik dan isu konflik yang dianalisis. Menurut Mattjik dan Sumbertajaya (2000),
rancangan petak terpisah (RPT)
merupakan bentuk khusus dari rancangan faktorial dimana kombinasi perlakuan
83
tidak diacak secara sempurna terhadap unit-unit percobaan. Matrik rancangan petak terpisah dalam analisis ini seperti ditayangkan pada Tabel 3.12, Tabel 3.13, dan Tabel 3.14. Rancangan petak terpisah seperti pada ketiga tabel tersebut ditujukan untuk melakukan pengujian bagaimanakah gaya pengelolaan konflik akan berbeda dikarenakan pihak yang bersengketa berbeda, dan isu konflik berbeda. Selanjutnya perbedaan itu dianalisis dengan uji
perbandingan berpasangan
(pairwise comparison) antar nilai tengah (mean) dengan menggunakan Uji Tukey (TS:q) dengan tingkat kepercayaan (level of confidence) α = 0,05. Para ahli statistik menyebut Uji Tukey sebagai uji beda nyata sesungguhnya (Honest Significance Difference/HSD). Menurut Jones (1996), Uji Tukey adalah posthoc test yang dilakukan apabila responden contoh (n) yang berada di dalam rancangan petak terpisah adalah sama. Namun demikian, menurut Neter et al (1992) perbedaan jumlah responden (n) dapat diabaikan dan Uji Tukey lebih disukai karena sifat statistikanya lebih bagus (honest significance). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam rangkaian Uji Scheffe di dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut (Hall, 1998): (1) Membuat rancangan petak terpisah (RPT) terhadap responden contoh untuk kepentingan penghitungan nilai tengah ( x ). RPT diulang sebanyak tiga kali berdasarkan isu konfliknya sebagaimana ditayangkan pada Tabel 3.12, Tabel 3.13, dan Tabel 3.14 berikut. Perbedaan Nilai Tengah ( x ) antar Kelompok Responden Pada Topik Konflik Penataan Batas Kawasan hutan. Kelompok Responden Contoh (n=30) No Contoh (n)
Tabel 3.12
1 2 3 4 5 6 7 8
A Xa1 Xa2 Xa3 Xa4 Xa5 Xa6 Xa7 Xa8
B Xb1 Xb2 Xb3 Xb4 Xb5 Xb6 Xb7 Xb8
C xc1 xc2 xc3 xc4 xc5 xc6 xc7 Tidak ada
D Xd1 Xd2 Xd3 Xd4 Xd5 Xd6 Xd7 Tidak ada
Nilai Tengah ( x ) x a. x b. x c. x d. x .. Keterangan: Kelompok A = Kelompok masyarakat ; Kelompok B = Kelompok aparat desa/kecamatan dan PLTA ; Kelompok C = Kelompok aparat kabupaten ; Kelompok D = Kelompok aktifis independen
84
Tabel 3.13
Perbedaan Nilai Tengah ( x ) antar Kelompok Responden Pada Topik Konflik Status Kawasan Hutan. Kelompok Responden Contoh (n=30) No Contoh (n) 1 2 3 4 5 6 7 8
A Xa1 Xa2 Xa3 Xa4 Xa5 Xa6 Xa7 Xa8
B Xb1 Xb2 Xb3 Xb4 Xb5 Xb6 Xb7 Xb8
C xc1 xc2 xc3 xc4 xc5 xc6 xc7 Tidak ada
D Xd1 Xd2 Xd3 Xd4 Xd5 Xd6 Xd7 Tidak ada
Nilai Tengah ( x ) x a. x b. x c. x d. x .. Keterangan: Kelompok A = Kelompok masyarakat ; Kelompok B = Kelompok aparat desa/kecamatan dan PLTA ; Kelompok C = Kelompok aparat kabupaten ; Kelompok D = Kelompok aktifis independen
Perbedaan Nilai Tengah ( x ) antar Kelompok Responden Pada Topik Konflik Hak Masyarakat Atas Akses Pengelolaan Lahan Kawasan Hutan. Kelompok Responden Contoh (n=30) No Contoh (n)
Tabel 3.14
1 2 3 4 5 6 7 8
A Xa1 Xa2 Xa3 Xa4 Xa5 Xa6 Xa7 Xa8
B Xb1 Xb2 Xb3 Xb4 Xb5 Xb6 Xb7 Xb8
C xc1 xc2 xc3 xc4 xc5 xc6 xc7 Tidak ada
D Xd1 Xd2 Xd3 Xd4 Xd5 Xd6 Xd7 Tidak ada
Nilai Tengah ( x ) x a. x b. x c. x d. x .. Keterangan: Kelompok A = Kelompok masyarakat ; Kelompok B = Kelompok aparat desa/kecamatan dan PLTA ; Kelompok C = Kelompok aparat kabupaten ; Kelompok D = Kelompok aktifis independen
(2) Menyusun hipotesis statistik untuk uji keseluruhan (overall test) yaitu: •
Ho : μa = μb = μc = μd
•
H1 : Paling tidak ada 2 nilai tengah yang tidak sama
Keterangan: μa = Nilai tengah pihak masyarakat μb = Nilai tengah pihak aparat desa/kecamatan dan PLTA μc = Nilai tengah pihak aparat kabupaten μd = Nilai tengah pihak aktifis independen
(3) Hipotesis pada butir 2 tersebut kemudian diuji dengan Analisis Varian (analisis ragam) dengan rumus perhitungan seperti tertera dalam Tabel 3.15 sebagai berikut:
85
Tabel 3.15 Analisis Ragam Bagi Klasifikasi Satu-arah Sumber Jumlah Kuadrat Keragaman
Derajat Bebas
Nilai tengah Kolom
JKK (Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Kolom)
k–1
Galat
JKG (Jumlah Kuadrat Galat)
k (n – 1)
Total
JKT (Jumlah Kuadrat Total)
nk – 1
Kuadrat Tengah F hitung
JKK k −1 JKG s 22 = k (n − 1) s12 =
s12 s 22
Keterangan: k = jumlah kolom/kelompok ; n = jumah responden contoh (30 responden);
s12 = ragam nilai tengah kolom; s 22 = ragam galat. Sumber: Walpole (1995).
Kriteria pengambilan keputusan: •
Fhitung > Ftabel Æ tolak Ho
•
Fhitung < Ftabel Æ terima Ho
Melengkapi Tabel 3.16 tersebut diatas, nilai JKK, JKG, dan JKT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
k
JKK = n∑ ( x a. − x .. ) 2 ...........................................................................
(18)
a =1 k
n
JKG = n∑∑ ( x aj − x a. ) 2 ....................................................................
(19)
a =1 j =1
Keterangan: JKK = Jumlah kuadrat nilai tengah kolom; JKG = Jumlah kuadrat galat. n = jumlah responden contoh
xaj
= skor hasil pengamatan ke j dari kelompok a.
x a.
= nilai tengah kelompok ke-a
x..
= rata-rata dari semua nk (nilai tengah kelompok) dari skor hasil pengamatan
Dengan demikian, identitas jumlah kuadrat tersebut dapat dilambangkan melalui persamaan:
JKT = JKK − JKG
............................................................................
Keterangan: JKT = Jumlah Kuadrat Total
(20)
86
(4) Langkah berikutnya yaitu melakukan posthoc test Uji Tukey (TS:q). Uji ini dilakuan dengan syarat apabila pada analisis ragam sebelumnya diperoleh keputusan menolak Ho. Untuk melakukan Uji Tukey, mula-mula dibangun hipotesis statistik sebagai berikut: Ho: x a = x b H1: x a ≠ x b Kemudian hipotesis tersebut diuji dengan Uji Tukey dengan rumus sebagai berikut:
TS : q =
xa − xb S w2
.........................................................................
(20)
n
Keterangan:
TS : q xa xb n S w2
= T – Tukey hasil perhitungan
= nilai tengah kelompok a = nilai tengah kelompok b = jumlah responden contoh = ragam gabungan antara dua kelompok (kelompok a dan kelompok b)
Kriteria pengambilan keputusannya adalah: •
TS : q Hitung > TS : q Tabel Æ tolak Ho.
•
TS : q Hitung < TS : q Tabel Æ terima Ho.
(5) Uji Tukey merupakan uji beda (Honestly Significance Difference) antara 2 nilai tengah kelompok, misalnya antara nilai tengah kelompok a ( x a) dan nilai tengah kelompok b ( x b). Pada penelitian ini, terdapat 4 kelompok yang diuji beda nilai tengah gaya mengelola konflik antara dua kelompok, sehingga perlu dibuat maktriks kombinasi perbandingan nilai tengah antar kelompok yang diteliti seperti tertulis dalam Tabel 3.16. Penggunaan tabel tersebut berlaku pada tiga isu konflik yang diteliti.
87
Tabel 3.16 Matriks Kombinasi Uji Nilai Tengah ( x ) Antar Kelompok. Nilai tengah ( x ) Kelompok
xa xb xc xd
xa
xb
xc
xb
-
TS:q (ba)
TS:q (ca)
TS:q (da)
TS:q (ab)
-
TS:q (cb)
TS:q (db)
TS:q (ac)
TS:q (bc)
-
TS:q (dc)
TS:q (ad)
TS:q (bd)
TS:q (cd)
-
Selain melakukan analisis gaya mengelola konflik dengan menggunakan Uji Tukey, juga dilakukan analisis kualitatif tentang polarisasi konflik yang terjadi mencakup siapa bekonflik dengan siapa, dengan wawancara terbuka kepada setiap responden contoh. 3.7.4 Pengembangan Model Penanganan Konflik Lingkungan Secara Kognitif Didasarkan Kepada Pengalaman Yang Diperoleh Para Pihak Yang Bersengketa. Pengembangan model penanganan konflik lingkungan secara kognitif dilakukan dengan pendekatan analisa sistem lunak (soft system analysis) secara partisipatoris dengan menggunakan metode Sistem Analisis Sosial (Social Analysis System = SAS) yang dikembangkan oleh Chevalier (2003). Pada awal pengembangannya, metode ini diberi nama Stakeholder/social Information System (SIS) beranjak pada pentingnya pengelolaan stakeholder capitalism selain dari human capital dan social capital dalam berbagai penanganan konflik pengelolaan sumberdaya alam (Chevalier, 2001). Pengertian stakeholder disini adalah para pihak yang bersengketa (disputants) atau berkonflik. Pemanfaatan teknik-teknik analisis di dalam metode SAS tidak ditujukan untuk penyelesaian konflik melainkan untuk memperoleh gambaran konflik secara lebih seksama (clarity) sehingga dapat dipergunakan untuk upaya penyelesaian berikutnya. Metode Sistem Analisis Sosial (SAS) merupakan salah satu metode analisis sistem lunak yang terus berkembang hingga kini. Menurut Chevalier (2003) yang mengembangkan SAS, metode ini merupakan metoda adaptif yang mencakup : 1) Perangkat analisis para pihak/sosial (stakeholder/social analysis tools) yang dapat diterapkan dalam analisis konflik, masalah, proyek atau kebijakan pengelolaan (management policy) yang didalamnya merupakan telaahan
88
terhadap hubungan kekuasaan, kepentingan, posisi, dan pandangan para pihak terhadap situasi tertentu. 2) Metode partisipatif berbasis para pihak yang dapat menciptakan waktu dan ruang untuk bersama-sama melakukan diagnosa serta mencari jalan keluar atas suatu masalah atau perbedaan secara lintas batas/sekat sosial. 3) Teknik yang dipergunakan amat fleksibel/kenyal sehingga rentang skalaskala yang dipergunakan bisa disesuaikan ke atas atau ke bawah. 4) Alat analisis dapat diandalkan untuk membantu membongkar konstruksi pemikiran (mental constructs), memetakan alam pikiran (mind mapping) dari para pihak yang berkepentingan (interest group/stakeholder). 5) Teknik matriks (kisi-kisi) yang serbaguna dan dapat diperluas untuk mencakup kajian masalah-masalah pengelolaan sumberdaya alam dan sistem pengetahuan (knowledge system) yang terkait dengannya. 6) Dapat dipergunakan oleh pengelola proyek (project manager) untuk merancang tujuan-tujuan perencanaan strategis, sistemik, terpadu dan bersifat action (tindakan). 7) Cakupan yang luas dari beragam teknik yang dikenal luas yang dikutik dan diadaptasi dari pelbagai disiplin ilmu, termasuk penelitian tindak partisipatoris (participatory action research), ilmu-ilmu lingkungan, sosiologi, antropologi, ekonomi, pengelolaan konflik (conflict management), psikologi klinis, dan administrasi bisnis. 8) Pengelolaan analisis secara moduler (analisis masalah, analisis stakeholder, analisis profil, analisis posisi, analisis cara (paths)) serta dapat menyediakan beragam hasil penggunaan teknik secara berurutan. 9) Perspektif konseptual beragam mencakup anasir-anasir dari ekonomi politik, ekonomi
formal,
penelitian
aksi,
dan
konstruksivisme
sosial
(social
constructivism Penggunaan SAS di dalam penelitian ini akan merujuk kepada (1) temuan tentang adanya peubah-peubah yang menjadi penyebab eskalasi konflik yang diperoleh dari hasil analisis diagram jalur dan (2) temuan tentang gaya mengelola konflik yang diragakan oleh para pihak yang terlibat. Topik analisis dan teknik yang dipergunakan dalam pengembangan model penanganan konlfik secara kognitif sebagaimana diuraikan di dalam Tabel 3.17.
89
Tabel 3.17. Topik Analisis, Tujuan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pengembangan Model Penanganan Konflik Secara Kognitif. No. Topik
Tujuan
Teknik
1.
•
Problem Masalah)
•
Force Field Pendesak)
•
Timeline analysis (Analisis rentang waktu)
•
Power, Interests, and Legitimacy = PIL (kekuatan, kepentingan, dan legitimasi) Uppers and Lowers Analysis (Analisa yang kuat dan yang lemah) Position, Interest, and Needs (Posisi, Kepentingan, dan Kebutuhan)
Analisis 1.
Analisis masalah
dasar
2.
3.
2.
Analisis profil para pihak
1.
Mengetahui hubungan sebabakibat permasalahan secara bertingkat Memahami pandangan para pihak tentang faktor yang paling menentukan timbulnya masalah Mengidentifikasi peristiwaperistiwa yang telah menciptakan berbagai situasi konflik sepanjang waktu Mengetahui kekhasan (saliency) para pihak
2.
Mengetahui ragam hubungan
•
Mengetahui kemungkinan dapat dilaksanakannya negosiasi dan kerjasama berdasarkan posisi, kepentingan, dan kebutuhan Membantu para pihak membangun visi masa depan bersama dan menyusun sekala prioritas yang akan dikembangkan Menilai/menguji skenarioskenario alternatif menuju masa depan ideal Menentukan tingkat dukungan yang layak/pantas diperlukan untuk mewujudkan rencana
•
3.
Analisis posisi para pihak
1.
4.
Analisis cara penanganan konflik
1.
2. 3.
Tree
(Pohon (Faktor
•
Elaborating Ideal Scenario (Skenario Ideal Diurai)
•
Alternatif Scenario (Skenario Pilihan)
•
Preferred Options and Gradient Polling (Pengutamaan Pilihan secara gradient polling)
Sumber: Chevalier, 2003
Metode SAS dilaksanakan dengan kombinasi teknik CAPs dan Metode Delphi. Oleh karena itu analisis-analisis dalam metode SAS dilakukan dengan cara memfasilitasi berlangsungnya diskusi kelompok terfokus (Focussed Group Discussion = FGD). FGD dilaksanakan secara dua lapis yaitu: (1) Lapis pertama, FGD dilaksanakan secara ekslusif di tingkat komunitas masing-masing pihak yang bersengketa. Pada lapis ini, pengembangan model kognitif dilakukan secara terpisah (parsial) dan teknik ini dikenal dan sering dipakai pada penanganan konflik ketika para pihak enggan atau tidak mau untuk saling bertemu dan/atau bersikap kompetitif dan menekan/represif satu sama lainnya; (2) Lapis kedua,
90
FGD dilaksanakan untuk kedua kalinya dengan menghadirkan semua pihak yang terlibat langsung (aktual) dalam persengketaan dalam suatu pertemuan. Pada lapis ini, pengembangan model kognitif dilakukan secara bersama-sama dan teknik ini memungkinkan untuk dilakukan jika para pihak bersikap akomodatif, kompromis, dan kolaboratif satu sama lainnya. Sebelum mempertemukan para pihak, diperlukan keyakinan bahwa mereka memiliki keinginan untuk duduk bersama membahas perbedaan-perbedaan yang terjadi antar mereka.