64
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai sejak Januari 2008 hingga Juni 2010. Adapun tempat penelitian ini adalah pada Kawasan Andalan yang meliputi 14 kabupaten dan kota, yang berada pada Kawasan Andalan Subosukowonosraten, Kedungsapur serta Borobudur dan sekitarnya. Tidak semua Kota dan
Kabupaten di tiga
Kawasan Andalan ditetapkan sebagai tempat penelitian. Kabupaten dan kota yang dilintasi koridor Joglosemar saja yang dijadikan tempati penelitian. Kota dan kabupaten yang menjadi lokasi penelitian adalah: 1) Kabupaten Magelang 2) Kabupaten Boyolali 3) Kabupaten Klaten 4) Kabupaten Sukoharjo 5) Kabupaten Karanganyar 6) Kabupaten Grobogan 7) Kabupaten Demak 8) Kabupaten Semarang 9) Kabupaten Temanggung 10) Kabupaten Kendal 11) Kota Magelang 12) Kota Surakarta 13) Kota Salatiga 14) Kota Semarang
3.2. Metode Menelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yang dilakukan secara berjenjang. Menurut Nazir (1988), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
65
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Kuantitatif dimaksudkan sebagai penggunaan data kuantitatif berupa angkaangka untuk dianalisis. Fenomena sosial yang bersifat kualitatif juga dikuantitatifkan dengan menggunakan skala Likert. Likert memberikan angka terhadap jawaban responden atas suatu pertanyaan yang diajukan. Adapun penelitian ini dilakukan dalam 4 (empat) tahap sebagaimana terlihat pada gambar 6 berikut ini.
66
DATA - Citra Landsat 91, 97,03,06 - Peta RBI 97
-
-
-
Konv Lahan Sawah 95-09 Penduduk 95-09 Produksi Beras 95-09 Kebutuhan Beras RT 95-09 PDRB Sekt Pertanian 9509 PDRB Kabupaten 95-09 Pertumbuhan Ekonomi per Kabupaten 95-09 Konv Lahan Sawah 95-09 MP Penduduk 95-09 Kebutuhan TK Sawah HOK 95-09 PDRB Sekt Pertanian 9509 PDRB Kabupaten 95-09 Pertumbuhan Ekonomi per Kabupaten 95-09
- Landrent Usaha Tani (Primer) - Laju Konversi Lahan Sawah per Kecamatan - Dependensi RT Terhadap TK Pertanian - Usia KK - Pendidikan KK
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konversi Lahan Sawah (Primer)
- Pendapat Pakar (Primer) 18 Orang
TUJUAN
ALAT ANALISIS
Menganalisis Laju Konversi Lahan Sawah
SIG (Sistem Informasi Geografi)
Menganalisis Dampak Konversi Lahan Sawah, PDRB Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Terhadap Ketercukupan Beras Kawasan
Regresi Berganda (Ekonometrika)
Menganalisis Dampak Konversi Lahan Sawah, PDRB Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Terhadap Transformasi Mata Pencaharian Petani
Regresi Berganda (Ekonometrika)
Menganalisis Pengaruh Landrent, Ketergantungan RT Thd TK Petani, Usia KK dan Pendidikan KK Terhadap Konversi Lahan Sawah
Regresi Berganda (Ekonometrika)
Menganalisis Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Petani Melakukan Konversi Lahan Sawah
SEM (Structural Equation Modelling)
Menganalisis Desain Pemantapan Pengendalian Konversi Lahan Sawah yang Berpihak Kepada Petani
AHP (Analitical Hierarkie Process)
Keterangan : Penelitian Tahap Pertama Penelitian Tahap Kedua Penelitian Tahap Ketiga Penelitian Tahap Keempat
Gambar 6 Metode Penelitian
67
3.3. Rancangan Penelitian 3.3.1. Konversi Lahan Sawah 3.3.1.1. Model Penelitian
Model yang dipakai dalam menganalisis laju konversi lahan sawah adalah perbandingan penggunaan lahan sawah antar tahun. Luasan lahan sawah tahun pertama dibandingkan dengan luasan lahan sawah tahun di depannya, bisa lebih dari satu tahun. Selisih luasan adalah luasan konversi. Selanjutnya terhadap lahan sawah yang berubah ke peruntukkan lain dicari peruntukannya untuk apa? Perbandingan ini selanjutnya digunakan untuk mencari: 1) Luas lahan yang dikonversi 2) Klasifikasi tingkat konversi menggunakan uji K-means Clustering dengan rumus, sebagai berikut :
Keterangan: d y1 x1 y2 x2 yn xn
= jarak data ke pusat cluster = vektor y pada cluster 1 = vektor x pada cluster 1 = vektor y pada cluster 2 = vektor x pada clsuter 2 = vektor y pada cluster 1 = vektor x pada cluster 2
3) Arah konversi lahan sawah kepada penggunaan lain selain sebagai lahan sawah (permukiman, perkebunan, hutan, dan lainnya).
3.3.1.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data citra landsat tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006 serta Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Tahun 1997 diperoleh dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Data citra landsat ini dipakai untuk menganalisis konversi lahan sawah dengan alat analisis SIG.
68
3.3.1.3. Metode Analisis
Analisis
Spasial
Penggunaan
Lahan
Sawah
menggunakan
data
penginderaan jauh bertujuan untuk memperoleh informasi penggunaan lahan tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006 serta perubahannya. Pengolahan data penginderaan jauh meliputi: koreksi radiometrik, koreksi geometrik, penajaman citra, dan klasifikasi penggunaan lahan. Untuk lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)
Koreksi radiometrik dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh gangguan atmosfer, mengingat data digital tersebut akan digunakan untuk klasifikasi multispektral dan transformasi indeks vegetasi. Metode yang digunakan dalam koreksi radiometrik pada penelitian ini adalah metode penyesuaian histogram (histogram adjustment). Metode penyesuaian histogram dilakukan dengan melihat keseluruhan nilai yang terekam pada citra yang di ekspresikan dalam histogram. Metode ini dilakukan dengan menggeser nilai kecerahan pantulan obyek pada citra.
2)
Koreksi geometrik dimaksudkan untuk memperbaiki citra karena adanya gangguan atau distorsi selama perekaman. Koreksi geometri dapat dilakukan dengan cara rektifikasi citra. Proses pertama kali melakukan koreksi geometrik ini memerlukan titik kontrol medan atau GCP (ground control point) yang telah diketahui pada peta dengan koordinat tertentu dan mengenali lokasi yang sama pada citra, mengingat daerahnya yang luas maka diperlukan titik kontrol yang cukup banyak (lebih dari 10 GCP). Proses selanjutnya adalah rektifikasi citra ke peta (image to map rectification). Prinsip kerja proses ini adalah menyamakan koordinat citra dengan koordinat peta. Rektifikasi ini menghasilkan citra dengan ketelitian dan ketepatan geometri meliputi ketepatan lokasi, arah dan jarak yang cukup baik. Metode sederhana untuk mengetahui distorsi dengan melihat RMS error yang dinyatakan dalam rata-rata yang sebaiknya kurang dari 0,5 (Jensen, 1986).
3)
Penajaman citra (image enhancement) dilakukan untuk memperoleh tampilan citra yang tajam dan jelas agar interpretasi dapat dilakukan dengan
69
lebih mudah. Teknik penajaman citra terdiri atas teknik colour composite dan stretching. Penajaman citra yang dilakukan adalah pembuatan komposit warna semu yang sangat membantu dalam pengambilan sampel untuk klasifikasi (training area) serta membantu dalam penentuan lokasi sampel di lapangan. Karena terdapat beberapa data digital maka sebelum dilakukan pembuatan citra komposit dilakukan perbandingan kualitas visual kedua citra tersebut. 4)
Klasifikasi dilakukan untuk memperoleh data spasial yang terklarifikasi mengenai
penggunaan
lahan.
Metode
yang
digunakan:
klasifikasi
terbimbing (supervised) dengan algoritma Maximum Likelihood. Setelah dalam penelitian ini dilakukan digitasi peta, selanjutnya dilakukan proses tumpang tindih (overlay) peta. Proses overlay dilakukan dengan menumpang tindihkan Peta Status Lahan (RTRK) dan Peta Penggunaan Lahan dari tahun 1991 dan tahun 1997, tahun 1997 dan tahun 2003, serta tahun 2003 dan tahun 2006 yang diperoleh dari proses analisa citra penginderaan jarak jauh. Kategori kelas Penggunaan Lahan dibuat berdasarkan sistem Klasifikasi dari Malingreau dan Christiani (Dirgahayu, 2003). Alasan pemilihan sistem ini adalah Pembentukan kelasnya searah dengan klasifikasi penutup lahan yang diperoleh dari data indera jauh, telah membedakan daerah pertanian dan non pertanian pada hirarki tingkat II, kemudahan pengelolaan data berhirarki dalam basis data SIG, dapat dianalogikan dengan sistem klasifikasi lain, seperti RePPPRot dan NSASD (Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah) untuk tujuan Evaluasi Lahan. Overlay Matrix (dua citra penggunaan lahan yang berbeda waktunya) digunakan untuk mengetahui besarnya konversi lahan dari tahun 1991 – 1997, 1997 – 2003, dan 2003 - 2006, sehingga dapat diketahui luasan penggunaan lahan yang berkurang, bertambah dan tetap. Tabulasi hasil Overlay Matrix menunjukkan perubahan atau pembentukan kelas. Beberapa hasil overlay yang menunjukkan perubahan Penggunaan Lahan pertanian menjadi Penggunaan Lahan lainnya atau sebaliknya ditunjukkan pada Tabel 3.
70
Tabel 3 Hasil Overlay Matrik untuk Menunjukkan Perubahan Penggunaan Lahan Ai
Bj
1 1 1
2 3 4
Ci→j 2 3 4
Keterangan Perubahan sawah menjadi Permukiman Perubahan sawah menjadi perkebunan Perubahan Sawah menjadi Lain-Lain
Sumber : diolah dari Maftuchah, 2004 Hasil overlay pada Tabel 3 tersebut dapat diperoleh dengan formula Overlay Matrix sebagai berikut (Barus dan Wiradisastra 2000): Ci→ j = x*(Ai – 1) + Bj Keterangan Ci→j : Perubahan Penggunaan Lahan kelas ke-i pada tahun ke-1 (A) menjadi kelas ke-j pada tahun ke-2 (B) : Penggunaan Lahan pada tahun ke-1 dengan kelas ke-i ( i = 1,2,.., x ) Ai Bj : Penggunaan Lahan pada tahun ke-2 dengan kelas ke-j ( j = 1,2,.., x ) x : Jumlah kelas / kategori Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan secara kuantitatif dapat dinyatakan sebagai persentase luas suatu penggunaan lahan terhadap luas total suatu unit area (desa/kelurahan,
kecamatan,
atau
kabupaten),
sehingga
dapat
diketahui
perimbangan lahan-lahan yang bervegetasi (hutan, perkebunan, pertanian) dan non vegetasi (permukiman, lahan terbuka, tubuh air). Selanjutnya
setelah
diketahui
laju
konversi
lahan
sawah
pada
pengembangan kawasan andalan, dilakukan pengelompokan (cluster) untuk mengetahui kecenderungan laju konversi lahan sawah secara umum. Adapan alat yang digunakan untuk pengelompokan adalah menggunakan K-Means Clustering. Clustering merupakan suatu teknik data mining yang membagi-bagikan data ke dalam beberapa kelompok (group atau cluster atau segmen) yang tiap cluster dapat ditempati beberapa anggota bersama-sama. Setiap obyek ditempatkan ke grup yang paling mirip dengannya. Ini menyerupai penyusunan binatang dan tumbuhan ke dalam keluarga – keluarga yang para anggotanya mempunyai kemiripan.
71
Clustering tidak mensyaratkan pengetahuan sebelumnya dari grup yang dibentuk, juga dari para anggota yang harus mengikutinya. Algoritma K-Means diperkenalkan oleh J.B. MacQueen pada tahun 1976, salah satu algoritma clustering sangat umum yang mengelompokkan data sesuai dengan karakteristik atau ciri-ciri bersama yang serupa. Kelompok data ini dinamakan sebagai cluster. Data di dalam suatu cluster mempunyai ciri-ciri (atau fitur, karakteristik, atribut, properti) serupa dan tidak serupa dengan data pada cluster lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses analisis konversi lahan sawah dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
Data Citra Landsat 1 : 100.000 Tahun 1991, 1997, 2003, 2006 RBI Tahun 1997
Koreksi Geometrik (Citra ke Citra) Dengan Acuan Koordinat UTM Koreksi Radiometrik (Kalibrasi Data Digital)
Cek Lapangan
Klasifikasi Unsupervised
Penggabungan Dua Data dan Proses Pengcroping-an
Klasifikasi Supervised Klasifikasi Citra dari Tahun 1991 – 1997 – 2003 - 2006 Menunjukkan Perubahan Penggunaan Lahan
Diteksi Perubahan (Overlay Matrik) Analisis Spasial Pola Penggunaan Lahan
Data Spasial dan Luasan Penggunaan Lahan
Gambar 7 Tahapan penelitian Konversi Lahan Sawah dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Menggunakan
72
3.3.2. Pengaruh Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketercukupan Beras Kawasan 3.3.2.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh konversi lahan sawah, kontribusi PDRB sektor pertanian dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketercukupan beras kawasan beras kawasan, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut : KTBK = f(KONV, PDRB-SP, g) Keterangan : KTBK KONV KPDRB-SP g f
= Ketercukupan Padi Kawasan = Konversi Lahan sawah = Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian = Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota = Fungsi
Dari persamaan tersebut di atas dijelaskan bahwa Ketercukupan Beras Kawasan (Dependent Variable) adalah fungsi dari Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB
Sektor
Pertanian
dan
Peretumbuhan
Ekonomi
Kabupaten/Kota
(Independent Variables). Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut :
KTBK = a0 + a1 KONV + a2 KPDRB-SP + a3 g + e0 Dimana, KTBK = PBK : KBK KPDRB-SP = PDRB-SP : PDRB
Keterangan : KTBK PBK
= Ketercukupan Beras Kawasan = Produksi Beras Kawasan
73
KBK KONV KPDRB-SP PDRB g a0 a1 a2 a3 e0
= Kebutuhan Beras Kawasan = Konversi Lahan sawah = Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian = Produk Domestik Bruto Daerah/Kota Non Migas = Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota = Konstanta = Koefisien Regresi Konversi Lahan Sawah = Koefisien Regresi Kontribusi PDRB Sektor Pertanian = Koefisien Regresi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota = Standar Error
3.3.2.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data sekunder dan data olahan yang digunakan adalah : 1)
Untuk menghitung ketercukupan beras kawasan digunakan : a)
Data jumlah penduduk per kelompok umur tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
b)
Data produksi beras tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
c)
Data kebutuhan beras rumah tangga tahun 1995-2009 diperoleh dengan
menghitung
jumlah
penduduk
per
kelompok
umur.
Selanjutnya dengan menggunakan indeks (angka) kebutuhan beras per orang per hari sebagaimana dikeluarkan Departemen Pertanian (400 gram per orang per hari untuk orang dewasa, anak kecil dan lansia 200 gram per orang per hari) dikalikan jumlah penduduk per kelompok umur. 2)
Untuk menghitung jumlah konversi lahan sawah digunakan data olahan konversi lahan sawah tahun 1995-2009 diperoleh dari hasil pengolahan SIG tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut dinterpolasi menjadi data time series 1995-2009.
3)
Data kontribusi PDRB Sektor Pertanian digunakan: a)
Data PDRB Sektor Pertanian berdasarkan harga konstan tahun 19952009 (tahun dasar 2000).
b)
Data PDRB Daerah berdasarkan harga konstan tahun 1995-2009 (tahun dasar 2000).
74
c)
Data kontribusi PDRB Sektor pertanian merupakan ratio PDRB Sektor Pertanian dibagi PDRB Daerah (kabupaten/kota).
3.3.2.3. Metode Analisis
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel tergantung (dependent variable) dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung. Tujuan menggunakan analisis regresi ialah untuk : 1)
Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasarkan pada nilai variabel bebas.
2)
Menguji hipotesis karakteristik dependensi
3)
Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada nilai variabel bebas diluar jangkauan sampel. Penggunaan regresi linear sederhana didasarkan pada asumsi diantaranya
sbb: 1)
Model regresi harus linier dalam parameter.
2)
Variabel bebas tidak berkorelasi dengan disturbance term (Error) .
3)
Nilai disturbance term sebesar 0 atau dengan simbol sebagai berikut: (E (U/ X) = 0.
4) Varian untuk masing-masing error term (kesalahan) konstan 5) Tidak terjadi autokorelasi . 6) Model regresi dispesifikasi secara benar. Tidak terdapat bias spesifikasi dalam model yang digunakan dalam analisis empiris.
75
7) Jika variabel bebas lebih dari satu, maka antara variabel bebas (explanatory) tidak ada hubungan linier yang nyata Model kelayakan regresi linear didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: 1)
Model regresi dikatakan layak jika angka signifikansi pada ANOVA sebesar < 0.05.
2)
Predictor yang digunakan sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini diketahui jika angka Standard Error of Estimate < Standard Deviation.
3)
Koefesien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan Uji T. Koefesien regresi signifikan jika T hitung > T tabel (nilai kritis)
4)
Tidak boleh terjadi multikolinieritas, artinya tidak boleh terjadi korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah antar variabel bebas. Syarat ini hanya berlaku untuk regresi linier berganda dengan variabel bebas lebih dari satu.
5)
Tidak terjadi autokorelasi . Terjadi autokorelasi jika angka Durbin dan Watson (DB) sebesar < 1 dan > 3.
6)
Keselerasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r2 semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati 1 maka model regresi semakin baik. Nilai r2 mempunyai karakteristik diantaranya: 1) selalu positif, 2) Nilai r2 maksimal sebesar 1. Jika Nilai r2 sebesar 1 akan mempunyai arti kesesuaian yang sempurna. Maksudnya seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh model regresi. Sebaliknya jika r2 sama dengan 0, maka tidak ada hubungan linier antara X dan Y.
7)
Terdapat hubungan linier antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung (Y).
8)
Data harus berdistribusi normal.
9)
Data berskala interval atau rasio.
10)
Kedua variabel bersifat dependen, artinya satu variabel merupakan variabel bebas (disebut juga sebagai variabel predictor) sedang variabel lainnya variabel tergantung (disebut juga sebagai variabel respon) Dalam melakukan analisis regresi berganda perlu memperhatikan uji asumsi
klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil
76
estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi (Sudrajat 1988). Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga
dapat
menyebabkan
biasnya
standar
error.
Jika
terdapat
multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1)
Uji Normalitas Uji Normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
atau observasi yang jumlahnya kurang dari 60 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji KolmogorovSmirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di atas 5% bearti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal. 2)
Uji Multikolinieritas Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas.
77
3)
Uji Heteroskedastisitas Salah
satu
asumsi
metode
penggunaan
kuadrat
terkecil
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas
asumsi
homoskedastisitas
adalah
heteroskedastisitas.
Masalah
heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel- variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji Glejser lebih besar dari α (5 %) maka tidak terdapat Heteroskedastisitas. 4)
Uji Autokorelasi Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara
galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi (Sutandi 2009).
3.3.3. Pengaruh Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan
Pertumbuhan
Ekonomi
Terhadap
Transformasi
Mata
Pencaharian Petani ke Non Petani
3.3.3.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh
konversi lahan sawah, kontribusi PDRB
sektor pertanian dan pertumbuhan ekonomi terhadap transformasi mata pencaharian petani ke non petani, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut : TMP = f (KONV, PDRB-SP, g) Keterangan : TMP KONV
= Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani = Konversi Lahan sawah
78
KPDRB-SP g f
= Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian = Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota = Fungsi
Dari persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani (Dependent Variable) adalah fungsi dari Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan Peretumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota (Independent Variables). Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut : TMP = b0 + b1 KONV + b2 KPDRB-SP + b3 g + e1 Dimana, TMP = JPP : JPNP KPDRB-SP = PDRB-SP : PDRB Keterangan : TMP JPP JPNP KONV KPDRB-SP PDRB g b0 b1 b2 b3 e1
= Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani = Jumlah Pekerja Petani = Jumlah Pekerja Non Petani = Konversi Lahan sawah = Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian = Produk Domestik Bruto Daerah/Kota Non Migas = Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota = Konstanta = Koefisien Regresi Konversi Lahan Sawah = Koefisien Regresi Kontribusi PDRB Sektor Pertanian = Koefisien Regresi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota = Standar Error
3.3.3.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data sekunder dan data olahan yang digunakan adalah : 1)
Untuk menghitung ketercukupan beras kawasan digunakan : a)
Data jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
79
a)
Data jumlah penduduk yang bermata pencaharian non petani tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
b)
Data transformasi mata pencaharian petani kepada non petani digunakan proksi berupa ratio jumlah petani dibagi jumlah non petani.
2)
Untuk menghitung jumlah konversi lahan sawah digunakan data olahan konversi lahan sawah tahun 1995-2009 diperoleh dari hasil pengolahan SIG tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut dinterpolasi menjadi data time series 1995-2009.
3)
Data kontribusi PDRB Sektor Pertanian digunakan : a)
Data PDRB Sektor Pertanian berdasarkan harga konstan tahun 19952009 (tahun dasar 2000).
b)
Data PDRB Daerah berdasarkan harga konstan tahun 1995-2009 (tahun dasar 2000).
c)
Data kontribusi PDRB Sektor pertanian merupakan ratio PDRB Sektor Pertanian dibagi PDRB Daerah (kabupaten/kota).
3.3.3.3. Metode Analisis
Pembahasan mengenai metode analisis dapat dilihat pada pembahasan tujuan regresi berganda dan uji asumsi klasik sebelumnya.
3.3.4. Pengaruh Land Rent, Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani, Usia Kepala Keluarga dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Konversi Lahan Sawah 3.3.4.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh land rent, ketergantuangan keluarga terhadap petani, usia kepala keluarga dan pendidikan kepala keluarga terhadap konversi lahan sawah, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut : KONV = f (LR, KKTP,UKK,PKK)
80
Keterangan : KONV LR KKTP UKK PKK f
= Konversi Lahan Sawah = Land Rent = Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani = Usia Kepala Keluarga = Pendidikan Kepala Keluarga = Fungsi
Dari persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa Konversi Lahan Sawah (Dependent Variable) adalah fungsi dari Land Rent, Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani, Usia Kepala Keluarga dan Pendidikan Kepala Keluarga (Independent Variables). Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut :
KONV = c0 + c1 LR + c2 KKTP + c3 UKK + c4 PKK + e2 Keterangan : KONV LR KKTP UKK PKK c0 c1 c2 c3 c4 e2
= Konversi Lahan Sawah = Land Rent = Ketergantuangan Keluarga Terhadap Petani = Usia Kepala Keluarga = Pendidikan Kepala Keluarga = Konstanta = Koefisien Regresi Land Rent = Koefisien Regresi Ketergantuangan Keluarga Terhadap Petani = Koefisien Regresi Usia Kepala Keluarga = Koefisien Regresi Pendidikan Kepala Keluarga = Standar Error
3.3.4.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data primer dan hasil olahan yang digunakan untuk menganalisis adalah : 1)
Untuk menghitung laju konversi lahan sawah digunakan data olahan konversi
lahan sawah dari tahun 1991 - 2006 diperoleh dari hasil
pengolahan SIG tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut
81
dinterpolasi menjadi data time series 1995-2009. Kemudian dicari laju pertumbuhan rata-rata dengan menggunakan rumus pertumbuhan geometrik. 2)
Data Land Rent digunakan data primer yang diperoleh dari hasil olahan data pada tempat penelitan.
3)
Data Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani digunakan : a)
Data jumlah anggota keluarga yang berprofesi sebagai petani berusia 24 – 55 tahun yang diperoleh dari responden.
b)
Data jumlah anggota keluarga yang berusia < 24 tahun dan > 55 tahun yang diperoleh dari responden.
c)
Data Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani merupakan rratio dari jumlah anggota keluarga yang berusia < 24 tahun dan > 55 tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
4)
Data jumlah kepala keluarga berdasarkan usia diperoleh dari responden.
5)
Data jumlah kepala keluarga berdasarkan pendidikan diperoleh dari responden.
6)
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil dari 185 responden yang ditentukan secara
simple random
sampling, artinya responden ditemukan secara acak sederhana, dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Lokasi penelitian meliputi 6 Kabupaten yaitu: Kabupaten Demak, Klaten, Kendal, Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Sedangkan kecamatan ditentukan secara proporsional mewakili kategori kecamatan yang dengan konversi lahan sawah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
3.3.4.3. Metode Analisis
Pembahasan mengenai metode analisis dapat dilihat pada pembahasan tujuan regresi berganda dan uji asumsi klasik sebelumnya.
82
3.3.5. Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Petani dalam Melakukan Konversi Lahan Sawah
3.3.5.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh motivasi, sikap, persepsi, kemampuan, orientasi nilai budaya dan tingkat informasi terhadap
perilaku petani dalam
melakukan konversi lahan sawah, maka digunakanlah model gambar 8 berikut ini.
83
Gambar 8 Model grafis hubungan variabel laten dengan variabel manifes.
Dari gambar di atas diketahui bahwa Perilaku adalah variabel
laten
(Constract Laten). Sedangkan motivasi, sikap, persepsi, kemampuan, orientasi nilai budaya dan tingkat informasi disebut variabel manives (Manivest Variable).
84
Untuk
mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap
dependent variable, baik langsung maupun tidak langsung, maka memanfaatkan penelitian awal yang dilakukan oleh Ratnada dan Yusuf (2003), de Haan (2001). Model penelitian yang dilakukan Ratnada dan Yusuf dalam penelitian tentang Perilaku Petani Dalam Konservasi Lahan pada Sistem Usaha Pertanian Padi Sawah Irigasi di Imogiri Bantul mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani adalah: 1) motivasi, 2) wawasan, 3) orientasi nilai budaya, 4) keaktifan petani dalam kelompok, 5) keaktifan petani mencari informasi, 6) kepemimpinan kelompok, 7) intensitas penyuluhan, dan 8) ketersediaan input. Model awal penelitian secara matematika dapat dituliskan :
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8)
Keterangan : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 f
= Perilaku = Motivasi = Wawasan = Orientasi Nilai Budaya = Keaktifan Dalam Kelompok = Keaktifan Mencari Informasi = Kepemimpinan Kelompok = Intensitas Penyuluhan = Ketersediaan Input = Fungsi
Dari kedelapan variabel tersebut terdapat empat variabel yang lebih dominan yaitu : 1) motivasi, 2) keaktifan petani mencari informasi, 3) wawasan, dan 4) intensitas penyuluhan. Secara simultan dapat digambarkan sebagaimana gambar berikut ini :
85
Gambar 9 : Model Motivasi Ratnada, (Ratnada dan Yusuf, 2003)
De Haan dalam penelitian tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pengembangan Kecamatan mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam partisipasi pembangunan adalah: 1) persepsi, 2) sikap, 3) motivasi, 4) kemampuan, 5) peran kelompok, 6) peran fasilitator, dan 7) peran pemerintah. Model awal penelitian secara matematika dapat dituliskan : Y
= f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7)
Keterangan : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 f
= Perilaku = Persepsi = Sikap = Motivasi = Kemampuan = Peran Kelompok = Peran Fasilitator = Peran Pemerintah = Fungsi
Secara simultan hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagaimana gambar 10 berikut ini:
86
Gambar 10 Model Partisipasi De Haan, (de Haan, 2001) Dengan melandaskan akan penelitian di atas, dan dengan mengurangi variabel-variabel yang tidak berhubungan dengan penelitian ini, maka menganalisis hubungan antar variabel digunakan uji model struktural dengan persamaan struktural sebagai berikut : Perilaku
= γ3 Persepsi + γ4 Sikap + γ5 Motivasi
Motivasi
= γ3 Pers.. + γ4 Sikap
Persepsi
= γ1 Kemampuan + γ2 ONB
Sikap
= γ1 Kemampuan + γ2 ONB
Kemampuan
= γ2 ONB + γ6 TIK
ONB
= γ6 TIK
Keterangan : ONB TIK γ1 γ2
= Orientasi Nilai Budaya = Tingkat Informasi Konversi Lahan Sawah = Koefisien Bobot Faktor Kemampuan = Koefisien Bobot Faktor Orientasi Nilai Budaya
87
γ3 γ4 γ5 γ6
= Koefisien Bobot Faktor Persepsi = Koefisien Bobot Faktor Sikap = Koefisien Bobot Faktor Motivasi = Koefisien Bobot Faktor Tingkat Informasi Konversi Lahan Sawah
3.3.5.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil dari 185 responden yang ditentukan secara simple random sampling, artinya responden ditemukan secara acak sederhana, dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Lokasi penelitian meliputi 6 Kabupaten yaitu: Kabupaten Demak, Klaten, Kendal, Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Sedangkan kecamatan ditentukan secara proporsional mewakili kategori kecamatan yang dengan konversi lahan sawah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
3.3.5.3. Metode Analisis
Menurut Hair et al. (1995) dijelaskan bahwa di dalam SEM ada beberapa istilah penting, yaitu : 1)
Konstrak Laten. Pengertian konstrak adalah konsep yang membuat peneliti
mendefinisikan ketentuan konseptual namun tidak secara langsung (bersifat laten), tetapi diukur dengan perkiraan berdasarkan indikator. Konstrak merupakan
suatu
proses
atau
kejadian
dari
suatu
amatan
yang
diformulasikan dalam bentuk konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya. 2)
Variabel Manifest. Pengertian variabel manifest adalah nilai observasi
pada bagian spesifik yang dipertanyakan maupun observasi yang dilakukan oleh peneliti. Sebagai tambahan, Konstrak laten tidak dapat diukur secara langsung (bersifat laten) dan membutuhkan indikator-indikator untuk mengukurnya. Indikator-indikator tersebut dinamakan variabel manifest. Dalam format kuisioner, variabel manifest tersebut merupakan item-item pertanyaan dari setiap variabel yang dihipotesiskan. 3)
Variabel Eksogen, Variabel Endogen, dan Variabel Error. Variabel
eksogen adalah variabel penyebab, variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel eksogen memberikan efek kepada variabel
88
lainnya. Dalam diagram jalur, variabel eksogen ini secara eksplisit ditandai sebagai variabel yang tidak ada panah tunggal yang menuju kearahnya. Variabel endogen adalah variabel yang dijelaskan oleh variabel eksogen. Variabel endogen adalah efek dari variabel eksogen. Dalam diagram jalur, variabel endogen ini secara eksplisit ditandai oleh kepala panah yang menuju kearahnya. Variabel error didefinisikan sebagai kumpulan variabelvariabel eksogen lainnya yang tidak dimasukkan dalam sistem penelitian yang dimungkinkan masih mempengaruhi variabel endogen. 4)
Diagram
Jalur.
Diagram
jalur
adalah
sebuah
diagram
yang
menggambarkan hubungan kausal antara variabel. Pembangunan diagram jalur dimaksudkan untuk menvisualisasikan keseluruhan alur hubungan antara variabel. 5)
Koefisien
Jalur.
Koefisien
jalur
adalah
suatu
koefisien
regresi
terstandardisasi (beta) yang menunjukkan parameter pengaruh dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam diagram jalur. Koefisien jalur disebut juga standardized solution. Standardized solution yang menghubungkan antara konstrak laten dan variabel indikatornya adalah faktor loading. Yamin dan Kurniawan (2009) menjelaskan bahwa Prosedur SEM adalah sebagai berikut : 1)
Spesifikasi Model
Pada tahap ini, spesifikasi model yang dilakukan oleh peneliti meliputi: a)
Mengungkapkan
sebuah
konsep
permasalahan
peneliti
yang
merupakan suatu pertanyaan atau dugaan hipotesis terhadap suatu masalah. b)
Mendefinisikan variabel-variabel yang akan terlibat dalam penelitian dan mengkategorikannya sebagai variabel eksogen dan variabel endogen.
c)
Menentukan metode pengukuran untuk variabel tersebut, apakah bisa diukur secara langsung (measurable variable) atau membutuhkan variabel manifest (manifest variabel atau indikator-indikator yang mengukur konstrak laten).
89
d)
Mendefinisikan hubungan kausal struktural antara variabel (antara variabel
eksogen
dan
variabel
endogen),
apakah
hubungan
strukturalnya recursive (searah, atau nonrecursive (timbal balik). 2)
Estimasi Model
Pada proses estimasi parameter, penentuan metode estimasi ditentukan oleh uji Normalitas data. Jika Normalitas data terpenuhi, maka metode estimasi yang digunakan adalah metode maximum likelihood dengan menambahkan inputan berupa covariance matrix dari data pengamatan. Sedangkan, jika Normalitas data tidak terpenuhi, maka metode estimasi yang digunakan adalah robust maximum likelihood dengan menambahkan inputan berupa covariance matrix dan asymptotic covariance matrix dari data pengamatan (Joreskog dan Sorbom, 1996). Penggunaan input asymptotic covariance matrix akan menghasilkan penambahan uji kecocokan model, yaitu Satorra-Bentler Scaled Chi-Square dan Chi-square Corrected For Non-Normality. Kedua P-value uji kecocokan model ini dikatakan fit jika P-value mempunyai nilai minimum adalah 0,05 . 3)
Uji Kecocokan Model
Menurut Hair et al, SEM tidak mempunyai uji statistik tunggal terbaik yang dapat menjelaskan kekuatan dalam memprediksi sebuah model. Sebagai gantinya, peneliti mengembangkan beberapa kombinasi ukuran kecocokan model yang menghasilkan tiga perspektif, yaitu ukuran kecocokan model keseluruhan, ukuran kecocokan model pengukuran, dan ukuran kecocokan model struktural. Setelah evaluasi terhadap kecocokan keseluruhan model, langkah berikutnya adalah memeriksa kecocokan model pengukuran dilakukan terhadap masing-masing konstrak laten yang ada didalam model. Pemeriksaan terhadap konstrak laten dilakukan terkait dengan pengukuran konstrak laten oleh variabel manifest (indikator). Evaluasi ini didapatkan ukuran kecocokan pengukuran yang baik apabila: a)
Nilai t-statistik muatan faktornya (faktor loading-nya) lebih besar dari 1,96 (t-tabel).
90
b)
Standardized faktor loading (completely standardized solution (lambda) > 0,5.
3.3.6. Desain Pemantapan Pengendalian Konversi Lahan Sawah yang Berpihak Kepada Petani pada Kawasan Andalan di Provinsi Jawa Tengah 3.3.6.1. Model Penelitian
Model hirarki desain pemantapan pengendalian konservasi lahan sawah yang berpihak kepada petani pada pengembangan kawasan Andalan dapat dilihat pada Gambar 11. Level I Ultimate Goal
Mengendalikan Konversi Lahan Sawah
Level II Kriteria
A
Level III Sub Kriteria
Level IV Strategi
G N
O
D B
C
D
H
H I P
E
JI Q
F
K J R
K L S
Gambar 11 Hirarki Desain Pengendalian Lahan Sawah Keterangan : Level II: Kriteria A Mengatasi dampak konversi lahan sawah B Mengatasi penyebab konversi lahan sawah Level III: Sub Kriteria C Menjaga ketersediaan padi kawasan D Meningkatkan daya tarik mata pencarian di bidang pertanian
M T
U
91
E F
Meningkatkan land rent (keuntungan usaha tani) Menurunkan perilaku masyarakat dalam konversi lahan sawah
Level IV: Strategi G Menekan laju pertumbuhan penduduk H Diversifikasi Makanan I Meningkatkan produksi padi J Memberi insentif fiskal pada petani K Mengendalikan perpindahan pekerjaan dari bidang pertanian L Memberikan asuransi kepada petani M Membantu perolehan saprodi secara murah dan mudah N Pembangunan infrastruktur pertanian O Membantu pemasaran hasil panen P Meningkatkan motivasi Q meningkatkan persepsi R Meningkatkan sikap S Meningkatkan kemampuan T Meningkatkan orientasi nilai budaya U Meningkatkan informasi konversi lahan kawasan
3.3.6.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan untuk penjusunan kebijakan adalah : 1)
Data model hirarki yang diperoleh dari hasil diskusi kelompok para ahli yang mewakili kelompok pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, peneliti, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok/organisasi petani.
2)
Data pendapat ahli diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan kepada 18 (delapan belas) ahli. Sampel sebanyak 18 ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel ditentukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan keahlian dan pengalaman yang bersangkutan. Keahlian ditentukan dengan kualitas pendidikan formal, sekurang-kurangnya S2. Sedangkan pengalaman ditentukan apakah yang bersangkutan
bekerja pada bidang yang mengetahui dan memahami
persoalan konversi lahan sawah. 3.3.6.3. Metode Analisis
Salah satu tekhnik yang digunakan dalam pengambilan suatu keputusan adalah AHP, yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an. Analisis AHP merupakan analisis yang digunakan untuk memformulasikan masalah-masalah yang tidak terstruktur, baik dalam
92
bidang ekonomi, sosial maupun ilmu pengetahuan, dan manajemen, serta masalah yang memerlukan pendapat (judgment) pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi di mana data dan informasi sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman atau intuisi. AHP juga banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi dalam situasai konflik (Saaty, 1993). Menurut Eriyatno (2007) metode AHP digunakan untuk memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terarah, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode tersebut mempunyai keunggulan karena mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi persoalan yang terstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan yang terkait. Desain kebijakan pengendalian konversi lahan sawah yang berpihak kepada petani pada Kawasan Andalan melalui pendekatan AHP, merupakan upaya penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, tetapi strategik, dan dinamis menjadi bagian-bagian serta menatanya dalam suatu hirarki yang berbasiskan pada expertise judgement, sehingga pemilihan responden ditujukan pada responden yang benar-benar memahami permasalahannya, responden dipilih dari kalangan pemerintah, LSM, akademisi, tokoh masyarakat, pelaku usaha dan investor. Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik adalah sebagai berikut (Marimin, 2004), seperti pada diagram alir Gambar 12.
93
MULAI Identifikasi Sistem
Penyusunan Hirarkhi Pengisian Matriks Pendapat Individu
Revisi Pendapat
tidak
CI : CR Memenuhi (<10%) ya
Penyusunan Matriks Gabungan Pengolahan Vertikal Perhitungan Vektor Prioritas Sistem Pemeringkatan komponen level Keterangan: CI= Consistency Index dan CR = Consistency Ratio
Gambar 12 Diagram alir proses hierarki analitik
Tahapan dalam Analisis Hirarki Proses antara lain : 1)
Identifikasi Sistem. Mengidentifikasi seluruh elemen/level dan sub
didalamnya, untuk dapat dilakukan penilaian. 2)
Penyusunan hirarki. Persoalan yang akan diselesaikan perlu diuraikan
menjadi unsur-unsurnya yang tersusun secara hierarki, seperti stakeholder, faktor, tujuan dan alternatif.
Alternatif atau strategi yang tersedia dalam
membuat kebutuhan terletak pada tingkat yang paling bawah di dalam sebuah diagram. Pada Gambar 11 merupakan diagram hirarki yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penyusunan kriteria. Penyusunan kriteria ini digunakan untuk membuat keputusan yang dengan uraian sub kriteria dan bentuk alternatif yang terkait masing-masing kriteria tersebut untuk dipilih sebagai keputusan tercantum pada tingkatakan paling bawah. 3)
Pengisian Matriks pendapat individu. Unsur-unsur yang telah tersusun
dan diagram kreteria itu dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2004) mengatakan bahwa untuk
94
berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 4 Nilai perbandingan A dan B dalam tabel tersebut adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.
Tabel 4. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan pada AHP Nilai 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8
Keterangan Kriteria/Alternatif A sama penting dengan Kriteria/Alternatif B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria dan alternatif. 1)
CI:CR (memenuhi syarat <10%). Untuk mengetahui apakah dalam
penentuan prioritas itu pakar yang memberikan penilaian konsisten atau tidak digunakan cara perhitungan CR (Consistency Ratio), Bila nilai CR kurang dari 10 %, berarti penilaian pakar itu konsisten dan sebaliknya. Apabila nilai >10%, maka perlu dilakukan revisi pendapat untuk menjadi konsisten. 2)
Penyusunan matriks gabungan. Matrik gabungan dilakukan untuk melihat
hasil kecenderungan pendapat pakar, hal ini dilakukan setelah seluruh responden konsisten sehingga pendapat gabungan untuk penilaian juga konsisten.
Nilai-nilai
perbandingan
relatif
tersebut
diolah
dengan
menggunakan matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan tingkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Nilai ratarata geometrik dari semua responden dari setiap nilai pendapat yang dibandingkan. 3)
Pengolahan
vertikal.
Nilai-nilai
yang
diperbandingkan
sangat
mempengaruhi hasil pada level berikutnya sehingga pengolahan vertikal untuk memberikan porsi nilai yang ditentukan pada masing-masing kriteria level dibawahnya.
95
4)
Perhitungan vektor prioritas sistem. Perhitungan dilakukan pada masing-
masing vektor/sub yang terdapat di dalam level untuk mengetahui prioritas dominan dari pakar terhadap penilaian yang ada. 5)
Pemeringkatan
komponen
level.
Analisis
ini
digunakan
untuk
menginterpretasi prioritas dari stakeholder, faktor, tujuan dan alternatif kebijakan yang mempengaruhi pengendalian konversi lahan sawah.