III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan Juli hingga Agustus 2010.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat dan Bahan Pengambilan Data Lapang Berikut adalah peralatan yang digunakan didalam pengambilan data di lapang (Tabel 2). Tabel 2 Peralatan penelitian lapangan No
Nama Alat
Kegunaan
1
Kamera digital
Mengambil kegiatan
gambar
kandang,
manajemen
biawak,
kandang,
dan
ektoparasit 2
Pencapit / Hook
Menangkap biawak
3
Stopwatch
Mengukur waktu perilaku biawak
4
Botol spesimen
Menyimpan ektoparasit yang ditemukan
5
Pinset
Mengambil ektoparasit
6
Label
Untuk informasi atau keterangan
7
Termometer dry wet
Mengukur suhu dan kelembapan kandang
8
Box
Untuk menyimpan alat-alat
9
Meteran Jahit
Alat untuk mengukur
Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril. 3.2.2
Alat dan Bahan Pengawetan Identifikasi Spesimen Ektoparasit Alat-alat yang digunakan saat proses pengawetan dan identifikasi
ditujukan pada Tabel 3.
16
Tabel 3 Peralatan pengawetan dan identifikasi ektoparasit No
Nama Alat
Kegunaan
1
Microskop Zeiss stereo (3D)
Melihat bentuk ektoparasit khususnya caplak yang belum diawetkan ke dalam preparat kaca
2
Mikroskop Bausch & Lomb
Melihat bentuk ektoprasit yang sudah dibuat kedalam preparat kaca
3
Bunsen
Alat pemanas
4
Korek api
Alat pembakar
5
Oven
Mengeringkan preparat yang masih basah
6
Tabung reaksi
Wadah untuk ektoparasit
7
Cawan petri
Wadah untuk melihat ektoparasit
8
Buku Ektoparasit (Hadi et al.
Untuk mengidentifikasi ektoparasit
(2008), Levine (1990), Kolonin (2009)) 9
Preparat kaca dan cover glass
Tempat untuk ektoparasit diawetkan
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, 80%, dan 90% untuk mendehidrasikan ektoparasit. Kalium Hidroksida (KOH) 10 % untuk menipiskan lapisan kitin pada ektoparasit, xylol untuk membersihkan kotoran di dalam tubuh, larutan lactophenol untuk membersihkan kitin pada tungau, minyak cengkeh, larutan Hoyer, dan Canada balsam. Selain itu bahan lainnya adalah spesimen caplak dan tungau yang ditemukan pada biawak.
3.3 Metode Pengambilan Data 3.3.1 Pengambilan Spesimen Ektoparasit A. Koleksi Metode yang digunakan adalah koleksi ektoparasit pada tubuh biawak. Pengambilan ektoparasit dilakukan secara manual, dan diambil dari beberapa bagian tubuh (daerah pengambilan spesimen) yang dibagi menjadi empat regio, yaitu kepala (leher hingga kepala) pada regio I, kaki (sepasang kaki depan dan kaki belakang) pada regio II, badan bagian punggung (dorsal) dan perut (ventral) pada regio III dan ekor pada regio IV. Ilustrasi pada Gambar 9.
17
Ektoparasit yang telah tertangkap dimasukkan ke dalam tabung spesimen yang telah diisi dengan alkohol 70% dan di beri label sesuai dengan regio tubuhnya untuk diawetkan.
I
IV III II
Keterangan : I = regio kepala, II = regio kaki, III = regio badan (punggung dan perut), IV = ekor
Gambar 9 Pembagian tubuh biawak (regio) dalam koleksi ektoparasit. B. Pengawetan Spesimen Spesimen
ektoparasit
yang
telah
didapat
selanjutnya
dilakukan
pengawetan dengan dua cara yaitu pengawetan basah dan kering. Tata cara pengawetan tercantum dalam Hadi et al. (2008). Untuk pengawetan basah dilakukan dengan cara menyimpan spesimen ektoparasit dalam tabung yang berisi alkohol 70%. Untuk pengawetan kering dilakukan dengan menyimpan spesimen ektoparasit dalam keadaan kering di dalam kaca preparat. Tata cara pembuatan slide preparat untuk spesimen kutu dan tungau hampir sama, perbedaannya hanya terletak pada lapisan penipis kitinnya. Spesimen diawetkan dengan cara dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%, kemudian spesimen dimasukkan ke dalam kalium hidroksida (KOH) 10% agar lapisan kitinnya menipis. Proses tersebut dipercepat dengan pemanasan, tetapi tidak sampai mendidih. Setelah itu, spesimen dibilas dengan air sampai bersih. Apabila ada bagian yang menggembung, dapat ditusuk dengan jarum supaya isinya keluar. Spesimen didehidrasi bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% selama 10 menit pada masing-masing tingkatan. Lalu spesimen dicuci dengan xylol sampai bersih. Untuk tungau, spesimen dibunuh dengan alkohol 70%. Spesimen direndam dalam larutan laktofenol agar lapisan kitinnya menipis dan jaringan internal menjadi lembek. Selanjutnya, spesimen dimasukkan kaca
18
preparat dengan media balsam canada untuk caplak, dan larutan hoyer untuk tungau.
C. Identifikasi Spesimen Spesimen untuk kepentingan identifikasi harus berada dalam kondisi utuh, artinya karakteristik morfologi yang dibutuhkan untuk proses identifikasi dalam kondisi baik dan lengkap. Identifikasi dilakukan dengan pemberian identitas pada spesimen
sesuai
urutan
taksonominya,
kemudian
dilakukan
penentuan
pengelompokan berdasarkan subordo, famili, genus dan spesies. Kunci identifikasi yang digunakan adalah buku panduan praktikum Hadi (2008), Elbl dan Anastos (1966a, 1966b), dan Levine (1990). Identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.3.2 Pengamatan Habitat Ektoparasit Metode yang digunakan adalah dengan mengamati tempat-tempat di dalam kandang seperti lantai kandang dan batang pohon, yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak ektoparasit.Di dalam penangkaran PT. Mega Citrindo terdapat kandang biawak kuning yang berisi beberapa biawak , dan di dalamnya terdapat batang-batang pohon besar dan beberapa jenis tumbuhan. Biawak ekor biru terdiri dari tujuh kandang. Di setiap kandang terdapat batang-batang pohon besar, tempat berendam sekaligus tempat untuk minum, dan ukuran kandang tidak sebesar kandang biawak kuning karena di dalam kandang hanya terdapat dari dua sampai tiga ekor biawak. Biawak dumeril terdiri dari dua kandang. Berbeda dengan biawak kuning dan ekor biru, kandang biawak dumeril hanya terdapat batang pohon dan tempat berendam. Jumlah biawak dumeril ini sebanyak dua ekor, jantan dan betina. Masing-masing dipisah dalam satu kandang.
3.3.3 Pengamatan Sistem Manajemen Penangkaran Metode yang digunakan adalah dengan mengolah data sekunder. Data yang diolah meliputi beberapa aspek yaitu pengelolaan kandang, pemeliharaan
19
biawak, dan pemberian pakan. Selain pengamatan juga dilakukan wawancara informal. Wawancara informal dilakukan kepada pihak pengelola, diantaranya pemilik PT. Mega Citrindo, dan animal keeper di kandang biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril.
3.3.4 Pengamatan Perilaku Harian Pengamatan perilaku menggunakan ad libitum sampling, yaitu pengamat mencatat setiap perilaku yang dilihat untuk mendapat gambaran perilaku (Peebles 1994). Pencatatan mengenai perilaku ini dilakukan menggunakan metode Time Sampling dengan interval 10 menit mengamati kondisi fisik dan perilaku harian. Tahap pertama dilakukan dari pukul 08.00-09.00 WIB dan tahap kedua dilakukan dari pukul 14.00-15.00 WIB.
3.4 Analisis Data 3.4.1
Analisis deskriptif Penjelasan mengenai fenomena-fenomena yang terjadi pada aspek
penangkaran biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril di lokasi penangkaran.
3.4.2
Analisis kuantitatif Berupa perhitungan dari hasil pengambilan data spesimen ektoparasit
ektoparasit dengan membuat pengelompokan jumlah dari tiap regio-regio pada setiap jenis biawak. Data ditabulasikan dengan Derajat Infestasi ektoparasit secara destriptif, yaitu negatif (-) menunjukkan tidak ada ektoparasit yang menginfeksi; positif satu (+) adalah satu sampai lima ektoparasit (infestasi ringan); positif dua (++), enam sampai sepuluh ektoparasit (infestasi sedang); dan positif tiga (+++), lebih dari sebelas ektoparasit (infestasi tinggi).