III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kebijakan otonomi daerah yang efektif dilaksanakan sejak tahun 2001 telah memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, konsep desentralisasi dan otonomi daerah diartikulasikan oleh daerah hanya terfokus pada usaha menata dan mempercepat pembangunan di wilayahnya masing-masing. Penerjemahan seperti ini ternyata belum cukup efisien dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya, pemahaman semacam ini memunculkan ekses negatif berupa timbulnya rasa sentimen primordial, konflik antar daerah, konflik antar penduduk, ekspoitasi sumberdaya alam yang berlebihan oleh suatu daerah tanpa mempedulikan kemunginan terjadinya eksternalitas pada daerah lain serta munculnya ego kedaerahan. Mereka tidak menyadari bahwa maju mundurnya satu daerah juga bergantung pada daerah-daerah lain, khususnya daerah yang berdekatan. Oleh karena itu, kerjasama antar daerah diharapkan dapat menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan (Tarigan, 2012). Pemberian otonomi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia secara tidak langsung telah mengkerdilkan kemampuan ekonomi daerah sebagai modal dasar pembangunan. Dengan otonomi daerah potensi sumberdaya alam dan manusia di daerah telah terbagi-bagi berdasarkan wilayah adminstratif kabupaten/kota. Akibatnya skala ekonomi daerah menjadi kecil, pengelolaan sumberdaya tersebut yang dilakukan oleh daerah tidak memenuhi aspek keekonomian. Salah satu cara agar pengelolaan sumberdaya tersebut memenuhi aspek keekonomian maka pengelolaannya harus dilakukan dengan cara bekerjasama dengan daerah lain terutama dengan daerah-daerah yang saling berdekatan. Namun demikian, kerjasama antar daerah tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa didasarkan atas kesadaran yang tinggi dari para pelakunya bahwa mereka harus menghilangkan ego masing-masing daerah demi pencapaian
60
tujuan bersama. Kerjasama antar daerah akan berjalan dengan baik apabila daerah yang bekerjasama merasa memiliki kebutuhan yang sama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Daerah yang bekerjasama juga miliki komitmen yang tinggi untuk mendahulukan kepentingan bersama dibandingkan dengan kepentingan daerah masingmasing. Kerjasama akan bisa berjalan apabila semua daerah yang tergabung dalam lembaga kerjasama tersebut merasa saling diuntungkan. Apabila berbagai prasyarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka kinerja lembaga kerjasama antar daerah tidak akan dapat dicapai secara optimal optimal. Berbagai capaian kinerja yang dapat dihasilkan diantaranya adalah mengurangi terjadinya eksternalitas, yaitu dampak negatif yang diterima oleh suatu daerah sebagai akibat dari suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh daerah lain. Dengan bekerjasama, masing-masing daerah juga dapat meningkatkan
efisiensi
biaya
pembangunan
dan
peningkatan
skala
keekonomian daerah. Melalui kerjasama antar daerah pelayanan publik kepada masyarakat juga dapat ditingkatkan terutama untuk masyarakat yang berada di wilayah perbatasan antar kabupaten terutama untuk pelayanan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Melalui kerjasama antar daerah dapat pula ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan politik seperti menjadikan lembaga kerjasama antar daerah sebagai kelompok penekan bagi pemerintah pusat untuk memperjuangkan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan kabupaten anggotanya kepada pemrintah pusat. Keberadaan lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dalam menjalankan kegiatannya lebih dimaksudkan untuk mencapai tujuan peningkatan efisiensi pembangunan. Adanya peningkatan efisiensi pembangunan ini diharapkan akan dapat mendorong tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi masyarakat sehingga berdampak pada peningkatan skala ekonomi daerah. Dengan meningkatnya skala ekonomi daerah pada gilirannya akan memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di lima kabupaten anggota.
61
Kesejahteraan Masyarakat Demokratisasi Pemerintahan
Otonomi Daerah
Regionalisasi
Masalah sosial politik: Munculnya Sentimen Primordial Konflik Antar Daerah Konflik Antar Penduduk Eksploitasi SDA berlebihan Munculnya Ego Daerah
Kerjasama Antar Daerah
Faktor Kendala: Kurangnya dukungan pemerintah Rendahnya komitmen kepala daerah Lemahnya aspek pengelolaaan kegiatan KSAD
Mengurangi eksternalitas
Kinerja Lembaga KSAD
Meningkatkan efisiensi pembangunan
Masalah ekonomi: Keterbatasan SDA & SDM Daerah Kecilnya Sekala Ekonomi Daerah
Prasyarat KAD: Kebutuhan Bersama Komitmen Bersama Saling Menguntungkan
Penguatan Fungsi Kelembagaan: Format kerjasama Pengelolaan Kerjasama Struktur Organisasi Kerangka regulasi Sumber Pendanaan Sistem Pendukung
Meningkatkan pelayanan publik
Kepentingan politik
Penguatan Skala Ekonomi Daerah
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian
3.2. Hipotesis Untuk menjawab tujuan penelitian yang didasarkan pada kerangka teoritis di atas maka penelitian ini ingin menguji hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga kecilnya sekala perekonomian yang dimiliki oleh masing-masing daerah dan adanya kesamaan kepentingan untuk memperkuat skala
62
perekonomian daerah tersebut secara bersama telah menjadi faktor pendorong terbentuknya kerjasama antar daerah. 2. Diduga kinerja lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB masih belum menunjukkan hasil yang optimal. 3. Diduga pembentukan kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dapat menjadi pilihan kebijakan bagi penguatan skala ekonomi daerah.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lima kabupaten yang tergabung dalam lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB yang meliputi Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Gambar berikut menunjukkan lokasi penelitian di ke lima kabupaten tersebut berdasarkan peta wilayah administratif kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012.
Gambar 5 Lokasi Penelitian Menurut Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 3.4. Unit Analisis Unit analisis dari penelitian ini berada pada tingkatan organisasi dan individu. Unit analisis pada tingkatan organisasi dimaksudkan untuk menilai karakteristik lembaga kerjasama BARLINGMASCAKEB. Sedangkan unit analisis pada tingkatan individu dimaksudkan untuk mengetahui persepsi individu
63
(anggota organisasi kerjasama tersebut) mengenai penerapan kelembagaan kerjasama antar daerah.
3.5. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara terstruktur dan mendalam. Pengumpulan data sekunder yang digunakan bersumber dari data kabupaten dalam angka, provinsi dalam angka, laporan kegiatan RM BARLINGMASCAKEB, serta laporan kegiatan SKPD di tingkat kabupaten.
3.6. Teknik Pengambilan Sampel Untuk mendapatkan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari responden dengan dua teknik yaitu purposive sampling dan simple random sampling. Teknik purposive sampling dilakukan untuk keperluan analisis AHP. Purposive sampling adalah
cara pengambilan sampel dengan memilih
responden yang dianggap memahami permasalahan yang diteliti. Mereka adalah (1) Anggota Dewan Eksekutif
BARLINGMASCAKEB dari masing-masing
kabupaten anggota yang diwakili oleh para kepala Bappeda sebanyak 5 (lima) orang, (2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari komisi A yang membidangi masalah Pemerintahan di masing-masing kabupaten anggota sebanyak 5 (lima) orang, (3) Para pengusaha di lima kabupaten anggota yang tergabung di dalam organisasi Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) sebanyak 5 (lima) orang, dan (4) seorang ahli di Bidang Pemerintahan Daerah dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Sedangkan pengambilan sampel dengan teknik simple ramdom sampling dilakukan untuk memilih sampel pedagang/pengusaha yang terlibat dalam kegiatan pasar lelang. Dari masingmasing kabupaten diambil enam orang pedagang sebagai sampel yang dipilih secara acak.
64
Tabel 6 Kelompok Sampel dan Jumlah Responden No. 1. 2.
Kelompok Sampel Pengusaha/Pedagang
Anggota Dewan Eksekutif BARLINGMASCAKEB Anggota DPRD Pengusaha Pakar otonomi daerah
Jumlah Responden 30 orang (5 kabupaten) 5 orang
Keperluan Menggali data tentang capaian kinerja output (cost efficiency) Analisis AHP
5 orang 5 orang 1 orang
3.7.Metode Analisis Data 3.7.1. Identifikasi Faktor Pendorong Terbentuknya Lembaga Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang m endorong terbentuknya lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dilakukan dengan beberapa langkah yaitu (1) mendiskripsikan kondisi skala ekonomi masingmasing daerah anggota pada saat lembaga kerjasama antara daerah tersebut terbentuk, (2) menggali motif para pembuat kebijakan dalam membentuk lembaga kerjasama antar daerah, dan (3) menyusun tipologi dan hirarkhi antar wilayah dari kelima kabupaten yang tergabung dalam lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB. 3.7.1.1. Deskripsi Kondisi Skala Ekonomi Daerah Brodjonegoro (2008) mengatakan bahwa lembaga kerjasama antar daerah dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat skala perekonomian daerah. Besar kecilnya skala ekonomi daerah sangat ditentukan oleh aktivitas perekonomian daerah. Aktivitas perekonomian ditentukan oleh sejumlah penggunaan faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari tanah, barang modal (capital) dan tenaga kerja (labour) (Yustika, 2008). Dengan demikian, penggunaan faktor produksi dalam kegiatan perekonomian di suatu daerah menentukan besar kecilnya skala perekonomian di daerah tersebut. Dalam konteks wilayah, kecilnya skala perekonomian daerah disebabkan karena tidak optimalnya penggunaan faktor produksi perekonomian di daerah, seperti; (1) rendahnya investasi, (2) rendahnya penyerapan tenaga kerja, dan (3) kurang termanfaatkannya sumberdaya alam yang tersedia. Untuk mengetahui kondisi skala perekonomian daerah pada saat pembentukan lembaga kerjasama
65
antar daerah dapat dilihat dari pengunaan faktor-faktor produksi perekonomian daerah sebagai berikut: Tabel 7 Pengukuran Skala Ekonomi Daerah No . 1.
2.
3.
Variabel
Definisi
Pengukuran Skala Ekonomi Jumlah Jumlah investasi Perbandingan Investasi langsung baik PMA kondisi maupun PMDN kabupaten terhadap ratarata kabupaten lain di provinsi Penyerapan Proporsi penduduk Perbandingan Tenaga Kerja bekerja terhadap kondisi angkatan kerja kabupaten terhadap provinsi Potensi Proporsi eksplorasi Perbandingan Sumberdaya SDA terhadap kondisi Alam cadangan SDA yang kabupaten bisa dieksplorasi terhadap provinsi Proporsi pemanfaatan Perbandingan SDA untuk tujuan kondisi pariwisata terhadap kabupaten SDA yang berpotensi terhadap sebagai obyek wisata provinsi
Periode Sumber Data Tahun 2000- Kabupaten 2003 Dalam Angka Provinsi Dalam Angka 20002003
Kabupaten Dalam Angka Provinsi Dalam Angka
20002003
Kabupaten Dalam Angka Provinsi Dalam Angka Laporan Kegiatan SKPD
3.7.1.2. Motif Pembentukan Lembaga Kerjasama Antar Daerah Untuk mengetahui motif pembuat kebijakan dalam pembentukan lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB, digali dengan mengkaji berbagai dokumen pembentukan dari lembaga kerjasama tersebut seperti; (1) Kesepakatan Bersama Bupati, (2) Keputusan Bersama Bupati Tentang Pembentukan Lembaga KSAD, (3) Standar Operasional Prosedur (SOP) lembaga KSAD, dan (4) berbagai dokumen yang relevan yang berkaitan dengan pembentukan lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB. 3.7.1.3. Tipologi Wilayah dan Hierarkhi Antar Wilayah Untuk mengetahui tipologi wilayah dilakukan dengan mendeskripsikan struktur ekonomi dari masing-masing kabupaten yang tergabung dalam lembaga KSAD BARLINGMASCAKEB. Untuk menyusun tipologi wilayah ini digunakan teknik statistik deskriptif. Dalam menentukan hierarkhi wilayah akan dikelompokkan berdasarkan hirarkhi wilayah menurut sektor produksi pertanian, perdagangan dan industri.
66
Penentuan hirarkhi wilayah dilakukan dengan suatu kriteria berdasarkan kelengkapan sarana dan prasarana dari masing-masing kelompok hirarkhi. Adapun indikator kelengkapan sarana dan prasarana wilayah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8 Indikator Hierarkhi Wilayah Pertanian serta Perdagangan dan Industri Kabupaten di wilayah BARLINGMASCAKEB tahun 2002 No.
Indikator Hirarkhi Wilayah Pertanian
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Luas lahan tanaman pangan (Ha) luas lahan holtikultura (Ha) Luas lahan perkebunan (Ha) Jumlah RPH Milik pemerintah Jumlah RPH Non Pemerintah Jumlah Kelompok peternak Jumlah kelompok tani Jumlah pasar hewan Jumlah Pos IB Jumlah kelompok petani ikan Jumlah balai benih ikan Luas kolam pendederan Luas kolam pembenihan (Ha) Luas kolam pembesaran (Ha) Luas penangkapan ikan di rawa (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16
Luas penangkapan ikan di sungai ()Ha Luas penangkapan ikan di tambak (Ha) Luas pengkapan ikan di genangan (Ha) Luas penangkapan ikan di cekdam (Ha)
16
Indikator Hirarkhi Wilayah Perdagangan dan Industri Jumlah Departemen Store Jumlah Pasar Swalayan Jumlah Pusat Perbelanjaan Jumlah Pasar Tradisional Jumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Jumlah Bank Umum Jumkah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jumlah KUD Jumlah Koperasi Non KUD Panjang Jalan Kabupaten (Km) Panjang Jalan Provinsi (Km) Panjang Jalan Nasional (Km) Panjang jalan aspal (Km) Panjang jalan dengan kondisi baik (Km) Panjang jalan dengan kondisi sedang (Km) Jumlah Stasiun Kereta
17
Jumlah Terminal Bis
18
Jumlah Pelabuhan Laut
19
Jumlah Lapangan Terbang
20
Jumlah Hotel
17 18 19
Penetapan hirarkhi wilayah dilakukan dengan menjumlahkan sarana dan prasarana yang tersedia di masing-masing kabupaten. Setelah dilakukan standarisasi dengan menggunakan rumus Z Score
X X , masing-masing hirarkhi akan dibedakan ke StDev
dalam tiga kelompok dengan kriteria penentuan hirarkhi sebagai berikut:
67
Tabel 9 Kriteria Penentuan Hirarkhi Wilayah Berdasarkan Kelengkapan Sarana dan Prasarana Sosial dan Ekonomi Wilayah Hirarkhi
Kriteria Hirarkhi Wilayah
I
Jumlah Unit > X + 0,5 St Dev
II
X - 0,5 St Dev < Jumlah Unit < X + 0,5 St Dev
III
Jumlah Unit < X – 0,5 St Dev
Sumber: Sukasmianto, 1999.
Adapun cara penentuan hierarkhi wilayah pertanian dan hierarkhi wilayah industri dan perdagangan untuk masing-masing kabupaten dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1. Kelompokkan sarana dan prasarana dari hierarkhi wilayah yang akan di dibuat untu masing-masing kabupaten (pada penelitian ini pengelompokan dibedakan menurut hierarkhi wilayah pertanian dan hierarkhi wilayah industri dan perdagangan). 2. Hitung jumlah sarana dan prasarana dari kelompok hierarkhi wilayah di tiap kabupaten berdasarkan indikator hierarkhi wilayah yang telah ditentukan. 3. Hitung rata-rata jumlah sarana dan prasarana hierakhi wilayah berdasarkan indikator yang telah ditetapkan di tiap kabupaten menurut indikator yang telah ditetapkan. 4. Hitung standar deviasi jumlah sarana dan prasarana menurut indikator hierarkhi wilayah di tiap kabupaten. 5. Tentukan nilai Z score dari masing masing sarana dan prasarana menurut indikator hierarkhi wilayah di tiap kabupaten dengan rumus jumlah sarana dan prasarana untuk masing-masing indikator hierarkhi wilayah di tiap kabupaten dikurangi rata-rata jumlah sarana dan prasarana menurut indikator hierarkhi wilayah di tiap kabupaten dibagi standar deviasi dari masing-masing indikator hierarkhi wilayah di tiap kabupaten. 6. Kemudian Jumlahkan nilai Z score semua indikator hierarkhi wilayah ditiap kabupaten. 7. Hitung rata-rata nilai Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten. 8. Hitung standar deviasi nilai Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten.
68
9. Hitung ½ standar deviasi nilai Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten. 10. Hitung nilai rata-rata Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten dikurangi dengan nilai ½ standar deviasi nilai Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten. 11. Hitung nilai rata-rata Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten ditambah dengan nilai ½ standar deviasi nilai Z score hierarkhi wilayah untuk lima kabupaten. 12. Setelah semua nilai perhitungan di atas diketahui maka untuk menentukan hierarkhi wilayah pertanian dan hierarkhi wilayah industri dan perdagangan di lima kabupaten didasarkan pada perhitungan berdasarkan tabel 9 di atas.
3.7.2. Evaluasi Kinerja Lembaga BARLINGMASCAKEB
Kerjasama
Antar
Daerah
Evaluasi kinerja lembaga kerjasama antar daerah dilakukan untuk: (1) mengetahui bagaimana kinerja lembaga tersebut selama ini, serta (2) mengindentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan mengapa lembaga tersebut mempunyai capaian kinerja seperti itu. Untuk mengetahui bagaimana kinerja lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dilakukan secara deskriptif melalui penggambaran kinerja dari lembaga kerjasama antar daerah tersebut. Kinerja diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil (the degree of accomplishment) atau tingkat pencapaian tujuan organisasi (Keban, 2004). Bernardin dan Russel (1993) mengartikan kinerja sebagai catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut untuk melakukan evaluasi kinerja didasarkan pada pengukuran output dan outcome. Output adalah hasil langsung dari suatu proses, atau keluaran dari kegiatan organisasi. Ukuran output menunjukkan hasil implementasi dari suatu kegiatan. Sedangkan pengertian outcome adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan dibandingkan dengan yang diharapkan. Ukuran outcome menunjuk pada pencapaian tujuan.
69
3.7.2.1. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerja Sama Antar Daerah Dari Sisi Output Untuk mengukur output dilihat dari berbagai capaian yang diperoleh oleh lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB selama menjalankan aktivitasnya. Untuk megukur capaian hasil kegiatan dapat dilakukan melalui; (1) membandingkan antara realisasi capaian terhadap target capaian berdasarkan program kerja lembaga KSAD, (2) dengan menghitung efisiensi biaya (costefficiency) aktivitas lembaga dalam menghasilkan output (keluaran). Untuk mengukur kinerja dari sisi output dengan membandingkan antara realisasi terhadap target diperoleh melalui capaian indikator sebagai berikut: Tabel 10 Pengukuran Kinerja dari Sisi Output Berdasar perbandingan Realisasi Capaian terhadap Target Capaian Program Kerja Lembaga KSAD No.
Kegiatan
1.
Perdagang Omset perdagangan an yang difasilitasi lembaga KSAD Jumlah peserta lelang Investasi Jumlah nilai investasi yang masuk yang difasilitasi lembaga KSAD Pariwisata Jumlah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata yang pengembangannya difasilitasi oleh lembaga KSAD
2.
3.
Indikator Kinerja
Pengukuran Perbandingan realisasi terhadap target Perbandingan realisasi terhadap target Perbandingan realisasi terhadap target
Periode Sumber Data Tahun 2003 - Laporan 2009 kegiatan RM
2003 - Laporan 2009 kegiatan RM Laporan Kegiatan SKPD 2003 - Laporan 2009 kegiatan RM Laporan Kegiatan SKPD
Untuk mengukur kinerja dari sisi output dengan menghitung efisiensi biaya (cost-efficiency)
yaitu biaya per unit output, dilakukan dengan
menggunakan rumus: (Mahmudi, 2007). efisiensi
Output Input
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan input adalah kondisi hasil kegiatan ketika tidak bekerjasama sedangkan yang dimaksud dengan output adalah kondisi hasil kegiatan ketika bekerjasama. Untuk memperoleh nilai efisiensi biaya berdasarkan rumus di atas diperlukan berbagai informasi capaian kegiatan seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
70
Tabel 11 Pengukuran Kinerja Dari Sisi output berdasar penghitungan efisiensi biaya (cost-efficiency) No . 1.
Kegiatan
Input
Output
Investasi
2.
Perdaga ngan
3.
Pariwi sata
Rata-rata Investasi baru yang masuk di kabupaten dikurangi biaya mendatangakan invesatsi ketika tidak kerjasama Keuntungan pedagang ketika tidak ada pelaksanaan lelang Rata-rata penerimaan retribusi Pariwisata dikurangi biaya pengembangan obyek wisata ketika tidak kerjasama
Rata-rata Investasi baru yang masuk di kabupaten dikurangi biaya mendatangakan invesatsi ketika kerjasama Keuntungan pedagang ketika ada lelang dikurangi biaya lelang Rata-rata penerimaan retribusi Pariwisata dikurangi biaya pengembangan obyek wisata ketika ada kerjasama
Periode Tahun 2003 2009
2003 2009 2003 2009
Sumber Data Lap. kegiat. RM Lap. Kegiat. SKPD Data Primer Lap. Kegiat RM Lap. Kegiat. RM Lap. Kegiat. SKPD
3.7.2.2. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerja Sama Antar Daerah Dari Sisi Outcome Untuk mengukur kinerja organisasi lembaga kerjasama antar daerah dari sisi outcome dilakukan dengan melihat apakah ouput organisasi telah mengarah pada pencapaian tujuan dari dibentuknya lembaga kerjasama antar daerah, yaitu penguatan skala ekonomi daerah. Oleh karena itu, untuk melihat capaian outcome dapat diketahui melalui capaian indikator kinerja sebagai berikut: Tabel 12 Pengukuran Capaian Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah Dilihat Dari Sisi outcome No . 1.
2.
3.
Variabel Nilai Investasi Penyera pan tenaga Kerja Potensi Sumber daya Alam
Indikator Kinerja Kontribusimasuknya investasi baru yang difasilitasi lembaga KSAD terhadap jumlah investasi baru di kabupaten Kontribusi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan yang keberadaannya difasilitasi oleh lembaga KSAD terhadap total tenaga kerja di kabupaten yang bekerja di perusahaan Kontribusi Jumlah perush. pertambangan dan penggalian yang keberadaannya difasilitasi oleh lembaga KSAD terhadap total perusahaan pertambangan dan penggalian di kabupaten Kontribusi jumlah obyek wisata yang telah memberikan manfaat ekonomi yang pengembangannya difasilitasi oleh lembaga KSAD terhadap total obyek wisata yang telah memberikan manfaat ekonomi di kabupaten
Periode Tahun 2003 2009 2003 2009
2003 2009
Sumber Data Laporan Kegiatan SKPD Laporan Kegiatan SKPD Kab. Dlm Angka Laporan Kegiatan SKPD
71
3.7.2.3. Identifikasi Penyebab Capaian Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah Setelah mengetahui capaian kinerja lembaga kerjasama antar daerah, perlu dilakukan indentifikasi faktor penyebab mengapa capaian kinerja dari organisasi tersebut baru pada tingkatan tertentu. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab capaian kinerja lembaga kerjasama antara daerah dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Untuk mendapatkan data akan digali dengan melakukan wawancara mendalam (indept interview) kepada para informan yaitu pengelola lembaga kerjasama BARLINGMASCAKEB serta para stakeholders yang relevan. Faktor-faktor
penyebab
capaian
kinerja
dari
lembaga
KSAD
diidentifikasi berdasarkan aspek kelembagaan dengan mengacu pada pendapat Pratikno (2007) yang mencakup (1) format kerjasama, (2) pengelolaan kerjasama, (3) struktur organisasi, (4) kerangka regulasi, (5) sumber pendanaan, dan (6) sistem pendukung. Berikut ditampilkan berbagai variabel dan ukuran standar penilaian yang akan dianalisis.
72
Tabel 13 Panduan Analisis Faktor Pengaruh Kinerja Lembaga KSAD No. 1.
Variabel Analisis Format Kerjasama
Dimensi Kewenangan
Lingkup Otoritas
Pola Relasi
2.
3.
Pengelola an Kerjasama Struktur Organisasi
4.
Kerangka Regulasi
5.
Sumber Pendanaan
Birokrasi Pelaksana Kesetaraan Organissi yang bekerjasama Lingkup yang diatur
Proporsi pendanan dari berbagai sumber 6. Sistem Ketersediaan Pendukung sistem informasi yang kuat Dukungan lembaga donor Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Provinsi Sumber: Pratikno et al, 2007.
Kriteria Penilaian Lembaga Kerjasama: Developmental networks, outreach networks, dan action networks. Forum Koordinasi: Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar daerah anggota, Forum Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi: Developmental networks, outreach networks, dan action networks. Badan Usaha Bersama: Developmental networks, outreach networks, dan action networks. Lembaga Kerjasama: Otoritas pengaturan (regulatory) yang kuat dalam bentuk Sanksi yang ketat Forum koordinasi: Pengaturan longgar dengan mengutamakan toleransi Forum Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi: Tidak memiliki otoritas pemberian sanksi yang mengikat dan ketat pada anggotanya. Badan Usaha Bersama: Otoritas pengaturan (regulatory) yang kuat dalam bentuk Sanksi yang ketat. Lembaga Kerjasama: Pelibatan anggota tinggi Forum Koordinasi: Hubungan antar anggota bersifat cair dan fleksibel. Forum Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi: Hubungan antar anggota bersifat cair dan fleksibel Badan Usaha Bersama: Pelibatan anggota tinggi Membentuk Struktur Mandiri: Tenaga profesional Struktur Melekat Pada Lembaga Pemerintah: Birokrasi pemerintah daerah Setara: Network Tidak Setara: Hierarkhis MoU: Mengatur pelaksanaan perjanjian induk Deklarasi: Perjanjian mengatur ketentuan umum untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dimasa mendatang Perjanjian: Mengatur hal prisip dan membutuhkan pengesahan Persetujuan: Perjanjian yang mengatur hal teknis Ideal: Proposi terbesar dari anggota Tidak Ideal: Proporsi terbesar dari luar anggota Tersedianya situs resmi yang terupdate Memiliki jaringan (link) dengan lembaga lain Adanya dukungan pendanaan dan dukungan teknis (kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas SDM) Tersedianya perangkat hukum yang mendukung lembaga kerjasama Ketersediaan alokasi pendanaan bagi lembaga kerjasama
73
3.7.3. Analisis Kebijakan Pembentukan Lembaga Kerjasama Antar Daerah Sebagai Strategi Penguatan Skala Ekonomi Daerah. 3.7.3.1. Analisis Efektivitas Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah Untuk mengetahui apakah kebijakan pembentukan lembaga kerjasama antar daerah merupkan strategi yang tepat untuk meningkatkan skala ekonomi daerah dilakukan dengan menggunakan analisis game theory
(game theory
analysis) (Anwar, 2002). Game theory adalah cabang matematika terapan yang sering dipakai dalam analisis ekonomi. Teori ini mempelajari interaksi strategis antar pemain (agen). Game theory menganalisis interaksi sosial manusia menggunakan suatu model strategi permainan. Model ini memakai analisis matematika untuk membantu memahami pilihan strategi yang perlu diambil oleh setiap pemain. (Nachrowi, 2007) Analisis game yang dilakukan dengan menggunakan permainan berbentuk normal (normal form of games) yang sifatnya statik (Anwar, 2002). Analisis ini termasuk dalam cooperative games dimana masing-masing pemain mengetahui strategi yang dimiliki pemain lainnya. Pemilihan strategi oleh masing-masing pemain bergantung pada harapan dan tingkat rasa saling percaya yang dimilikinya kepada pihak lain. Prasyarat terbangunnya kerjasama antar daerah sangat dipengaruhinya adanya rasa saling percaya dari masing-masing pelaku yang bekerjasama. Seperti dikemukakan oleh Shubik (1995) dalam Vipriyanti (2007) bahwa kerjasama antar dua pihak S dan T, hanya akan menguntungkan apabila memenuhi kriteria berikut: (ST) (S) + (T) ; dimana:
=
adalah fungsi karakteristik (characteristic function) yang diformulasikan oleh John von Neuman. (ST) = manfaat yang diperoleh apabila bekerjasama (S) = manfaat yang diperoleh individu S bila memutuskan bekerja sendiri (T) = manfaat yang diperoleh individu T bila memutuskan bekerja sendiri Tujuan
yang
ingin
dicapai
dari
pembentukan
lembaga
KSAD
BARLINGMASCAKEB adalah peningkatan skala ekonomi daerah. Besar kecilnya skala ekonomi daerah sangat ditentukan dari penggunaan faktor produksi ekonomi di suatu daerah. Faktor produksi ekonomi daerah meliputi modal
74
(investasi), tenaga kerja dan potensi sumberdaya alam yang dapat menghasilkan nilai ekonomi untuk kepentingan daerah. Atas dasar inidikator tersebut, besar kecilnya skala ekonomi daerah dapat diukur dari: (1) nilai investasi yang masuk ke daerah; (2) tingkat penyerapan tenaga kerja di daerah; (3) pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk kegiatan pariwisata serta kegiatan pertambangan dan galian. Semakin besar penggunaan faktor produksi ekonomi daerah akan semakin besar tingkat skala ekonomi darah tersebut, demikian sebaliknya. Ada dua strategi yang dapat dipilih oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan skala ekonomi daerah, yaitu strategi: (1) tidak bekerjasama; atau (2) bekerjasama. Apabila tidak bekerjasama maka masing-masing pemerintah daerah akan bekerja sendiri dan akan menanggung seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam upaya meningkatkan skala ekonomi daerah masing-masing berupa belanja langsung dari kegiatan pengembangan pariwisata, perdagangan, ketenagakerjaan, pertambangan dan investasi. Sebaliknya masing-masing daerah juga akan memperoleh penerimaan sebagai akibat dari pengembangan dari berbagai bidang tersebut dalam bentuk retribusi pariwisata, PDRB perdagangan, pendapatan tenaga kerja, penerimaan pajak pertambangan daerah dan nilai investasi yang masuk ke daerah. Apabila memilih bekerjasama berarti masing-masing pemerintah daerah harus bersedia saling membantu dalam upaya meningkatkan skala ekonomi daerah. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh masing-masing daerah apabila mereka bersedia untuk bekerjasama adalah adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan berupa iuran bersama untuk kegiatan promosi potensi ekonomi daerah secara bersama. Namun demikian, mereka juga akan menerima keuntungan berupa berkurangnya biaya transaksi sebagai akibat dari adanya kerjasama antar daerah. Di samping itu, akibat dari adanya sinergi dari kerjasama antar daerah maka pendapatan dari masing-masing daerah dalam bentuk retribusi pariwisata, PDRB perdagangan, pendapatan tenaga kerja, penerimaan pajak pertambangan daerah dan nilai investasi yang masuk ke daerah juga akan meningkat. Analisis game theory digunakan untuk mengetahui apakah dalam meningkatkan skala ekonomi daerah akan lebih menguntungkan apabila dicapai melalui kerjasama antar daerah atau tanpa bekerjasama antar daerah. Analisis
75
dilakukan dengan menghitung nilai payoff dari masing-masing kabupaten dalam aktivitas peningkatan skala ekonomi daerah. Payoff adalah penalti yang harus ditanggung atau reward yang diperoleh masing-masing aktor atau pelaku dalam analisis permainan tersebut. Berdasarkan pay-off optimum yang ingin dicapai maka dapat ditentukan keseimbangan yang dikenal dengan nama Nash Equilibrium yaitu sekelompok strategi yang mempunyai karakteristik dimana tidak satupun dari pemain yang dapat beruntung dengan merubah strateginya, sementara pemain lainnya tetap mempertahankan strategi mereka. Pemain berada dalam keseimbangan (equilibrium) jika perubahan strategi yang dilakukan oleh salah satu dari mereka mengarahkannya pada payoff yang lebih buruk dibandingkan dengan mempertahankan strategi sebelumnya. Secara sederhana interaksi para pemain (lima kabupaten) dalam meningkatkan skala ekonomi daerah dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 14 Matriks Payoff Kerjasama Antar Daerah dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah Pemain/ Strategi
EMPAT KABUPATEN Bekerjasama (J = 1)
KABUPATEN (A,B,C,D atau E)
Tidak Bekerjasama (J = 2)
Bekerjasama (i = 1)
X 11 , Y11
X 12 , Y12
Tidak Bekerjasama (i =2)
X 21 , Y21
X 22 , Y22
Keterangan: X ij = Pay off kabupaten yang dianalisis jika mengambil strategi ke-i dan empat kabupaten
Yij
lainnya mengambil strategi ke-j. = Pay off empat kabupaten lainnya jika mengambil stretegi ke-j dan kabupaten yang dianalisis mengambil strategi ke-i.
Analisis game theory ini dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak program gambit 2007. Tabel berikut menggambarkan berbagai variabel yang digunakan untuk menghitung nilai pay-off apabila lima kabupaten yang tergabung dalam lembaga kerjasama antar daerah bekerjasama atau tidak bekerjasama.
76
Tabel 15 Perhitungan Nilai Pay-Off Untuk Analisis Game Theory Strategi
Indikator Skala Ekonomi Pariwisata Perdagangan
Tidak Kerjasama
Ketenagaker jaan Pertambang an Investasi Pariwisata
Keuntungan
Biaya
Pay-off
Penerimaan Retribusi wisata PDRB Perdagangan
Belanja langsung kegiatan pariwisata Belanja langsung kegiatan perdagangan Belanja langsung kegiatan ketenagakerjaan Belanja langsung kegiatan pertambangan Belanja langsung kegiatan investasi Belanja langsung kegiatan pariwisata + Iuran KSAD untuk pengembangan pariwisata - pengurangan biaya transaksi kegiatan pariwisata Belanja langsung kegiatan perdagangan + Iuran KSAD untuk pengembangan perdagangan - pengurangan biaya transaksi kegiatan perdagangan Belanja langsung kegiatan ketenagakerjaan + Iuran KSAD untuk pengelolaan ketenagakerjaan - pengurangan biaya transaksi kegiatan ketenagakerjaan Belanja langsung kegiatan pertambangan + Iuran KSAD untuk pengelolaan pertambangan - pengurangan biaya transaksi kegiatan pertambangan Belanja langsung kegiatan investasi + Iuran KSAD untuk pengembangan investasi - pengurangan biaya transaksi kegiatan investasi
Keuntung an - Biaya
Upah tenaga kerja Penerimaan Pajak pertambangan Jumlah investasi yang masuk Retribusi wisata + retribusi wisata hasil KSAD (Asumsi Kenaikan 10 %)
Perdagangan
PDRB Perdagangan + Tambahan PDRB perdagangan karena hasil KSAD (Asumsi Kenaikan 10 %)
Ketenagaker jaan
Upah tenaga kerja + Tambahan upah tenaga kerja hasil kontribusi KSAD (Asumsi kenaikan 10%)
Pertambang an
Pajak pertambangan + tambahan pajak pertambangan dari hasil KSAD (Asumsi Kenaikan 10 %)
Investasi
Jumlah investasi yang masuk + Tambahan investasi yang masuk dari adanya KSAD (Asumsi Kenaikan 10 %)
Kerjasama
Keuntung an - Biaya
Untuk menghitung nilai payoff dari masing-masing kabupaten ketika tidak bekerjasama dilakukan dengan mengurangkan nilai keuntungan yang diperoleh
77
sebagai akibat dari meningkatnya skala ekonomi daerah dalam satu tahun dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten untuk membiayai aktivitas yang dilakukan dalam meningkatkan skala ekonomi daerah tersebut. Nilai keuntungan sebagai akibat dari meningkatnya skala ekonomi daerah berupa penerimaan retribusi pariwisata, penerimaan PDRB perdagangan, penerimaan upah tenaga kerja baru, penerimaan pajak pertambangan dan jumlah investasi baru yang masuk di kabupaten. Sedangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai aktivitas meningkatkan skala ekonomi daerah berupa jumlah belanja langsung dari SKPD yang ada di kabupaten yang dialokasikan
untuk
kegiatan
pengembangan
pariwisata,
perdagangan,
ketenagakerjaan, pertambangan dan mendatangkan investasi di daerah. Selisih antara keuntungan dengan biaya tersebut adalah nilai payoff dari masing-maing kabupaten ketika tidak bekerjasama. Untuk menghitung besarnya nilai payoff pada saat bekerjasama dilakukan dengan mengurangkan nilai keuntungan yang diperoleh dari meningkatnya skala ekonomi daerah dalam satu tahun sebagai akibat dari adanya kerjasama antara aerah dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten untuk membiayai aktivitas yang dilakukan dalam meningkatkan skala ekonomi daerah
tersebut
selama
meningkatnya skala
bekerjasama.
Besarnya
nilai
keuntungan
dari
ekonomi daerah pada saat bekerjasama diperoleh dari
penjumlahan nilai keuntungan sebagai akibat dari meningkatnya skala ekonomi daerah ketika tidak bekerjasama dengan kenaikan keuntungan sebesar sepuluh persen dari nilai keuntungan tersebut sebagai akibat adanya sinergi karena mereka saling bekerjasama. Sedangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai aktivitas meningkatkan skala ekonomi daerah pada saat bekerjasama dihitung dengan menjumlahkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masingmasing pemerintah kabupaten untuk membiayai aktivitas yang dilakukan dalam meningkatkan skala ekonomi daerah ketika tidak bekerjasama dengan iuran yang dikeluarkan oleh masing-masing kabupaten untuk membiayai kerjasama antar daerah dalam meningkatkan skal ekonomi daerah. Besaran jumlah tersebut kemudian dikurangi dengan besarnya biaya transaksi yang dapat dikurangi karena
78
adanya kerjasama antar daerah. Selisih antara keuntungan dengan biaya tersebut merupakan nilai payoff dari masing-maing kabupaten ketika bekerjasama.
3.7.3.2. Analisis Efisiensi Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah Sebagaimana
dikemukakan
oleh
Schluter
dan
Hanisch
(1999)
pembentukan kelembagaan baru, seperti munculnya lembaga kerjasama antar daerah, dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dengan cara meminimalkan biaya transaksi (transaction cost) yang mungkin timbul. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mengukur efisien tidaknya desain kelembagaan kerjasama antar daerah digunakan alat analisis ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics). Hipotesis dari analisis ini adalah semakin tinggi biaya transaksi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi (transaksi), berarti kian tidak efisien kelembagaan yang didesain; demikian sebaliknya (Yustika, 2008). Atas dasar asumsi tersebut, untuk menguji efisien tidaknya desain kelembagaan kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dilakukan dengan mengukur keberadaan indikator dari variabel biaya transaksi pada aktivitas peningkatan skala ekonomi daerah sebelum program dan sesudah program sebagai berikut: Tabel 16 Aktivitas Biaya Transaksi Pada Kegiatan Peningkatan Skala Ekonomi Daerah No. 1.
Aktivitas Ekonomi Fasilitasi Investasi Daerah
2.
Kegiatan Ketenagakerjaan
3.
Kegiatan Pengembangan Pariwisata Kegiatan Pengelolaan Pertambangan
4.
Biaya Transaksi 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Biaya promosi potensi daerah Biaya pembuatan rencana kegiatan Biaya yang dikeluarkan dalam mengurus perijinan Biaya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Biaya pembuatan rencana kegiatan Biaya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Biaya yang dikeluarkan untuk mengakses informasi lowongan pekerjaan Biaya promosi wisata Biaya pembuatan rencana kegiatan Biaya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Biaya promosi pengelolaan tambang Biaya pembuatan rencana kegiatan Biaya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan
79
3.7.4. Merumuskan Format Kelembagaan yang Tepat Bagi Lembaga Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB Untuk merumuskan format kelembagaan yang tepat agar lembaga kerjasama antar daerah dapat meningkatkan fungsi kelembagaannya sehingga dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan dilakukan melalui analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1991) adalah sebagai berikut:
3.7.4.1. Tahap Dekomposisi Dengan menggunakan metode AHP masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dapat disederhanakan dalam bentuk hirarkhi. Pada tahap ini ada dua kegiatan penting yang harus dilakukan yaitu: 1. Identifikasi sistem, yaitu mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Para pakar yang dilibatkan dalam merumuskan permasalahan ini adalah anggota Dewan Eksekutif Regional Management BARLINGMASCAKEB yang terdiri dari para Kepala Bappeda dari lima kabupaten anggota, Anggota DPRD Komisi A yang membidangi masalah pemerintahan, para pelaku usaha yang diwakili oleh pengurus Kamar dagang dan Industri (Kadin) daerah dan ahli pemerintahan daerah dari perguruan tinggi. 2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah. Hasil penyederhanaan masalah yang kompleks dalam bentuk hirarkhi untuk merumuskan format kelembagaan lembaga kerjasama antar daerah dapat dilihat pada struktur sebagai berikut:
80
Gambar 6 Hierarki Peningkatan Fungsi Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB. 3.7.4.2. Tahap Comparative Judgement Tahapan ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu level tertentu berkaitan dengan level di atasnya. Hasil dari tahapan ini adalah: 1. Matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Untuk mengukur intensitas tingkat kepentingan setiap expert yang dipilih digunakan skala intensitas sebagai berikut:
81
Tabel 17 Skala Banding Secara Berpasangan Intensitas Pentingnya 1
Definisi Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya Elemen satu lebih penting dibanding yang lain
5
7
Elemen satu jelas lebih penting dari elemen yang lain Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
9
2,4,6,8
Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Kebalikan
Penjelasan Sumbang peran dua elemen sama besar pada sifat tersebut (dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan) Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lain Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas yang lain Satu elemen dengan kuat dominansinya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
Sumber : Saaty (1991)
Tahapan pengolahan setelah matriks berpasangan ditentukan nilainya adalah sebagai berikut (Saaty, 1991): 1. Perkalian baris (z) dengan persamaan: n
zn
a
( i , j 1, 2 ,..., n )
ij
j 1
2. Perhitungan vektor Prioritas n n
Vp
a
ij
j 1
n
t 1
n n
a j 1
ij
82
Vp i adalah vektor prioritas elemen ke-1 3. Perhitungan nilai maks (eigen maximum) VA = (a1j) x Vp, dengan VA = (vai) VB = VA : Vp, dengan VB = (vbi), sehingga :
maks
1 n vbi n i 1
Untuk i = 1,2,...,n, dengan VA dan VB adalah vektor antara. 4. Perhitungan indeks konsistensi (CI, Consistency Index) CI
maks n n 1
5. Perhitungan rasio konsistensi (CR, Consistency Ratio) CR
CI RI
Tabel 18 Nilai RI pada ordo bermatriks n (Saaty, 1991) n
RI
n
RI
n
RI
1
0
6
1.24
11
1.51
2
0
7
1.32
12
1.48
3
0.58
8
1.41
13
1.56
4
0.90
9
1.45
14
1.57
5
1.12
10
1.49
15
1.59
Nilai rasio konsistensi mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen (0,10) atau kurang yang menunjukkan bahwa konsistensi pertimbangan yang dilakukan baik (Saaty, 1991). 2. Matriks pendapat individu Formulasi dari matriks pendapat individu dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 19 Matriks Pendapat Individu
A = (aij) =
C1
C2
.........
Cn
C1
1
a12
.........
a1n
C2
1/a12
1
.........
a2n
.........
.
.
.........
.
Cn
1/a1n
1/a2n
.........
1
83
Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. 3. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat 4. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden
3.7.4.3. Tahap Synthesis of Priority Tujuan dari tahapan ini adalah mencari prioritas elemen pada setiap level berdasarkan matris pairwise comparison (local priotity) melalui normalisasi yang didasarkan pada konsep eigenvector dan eigenvalue. Hasil akhir dari tahapan ini adalah global priority yang merupakan hasil perkalian antar local priority. Hasil akhir ini dapat direvisi apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,1). Jika hasil perhitungan tersebut menunjukkan nilai CR < 0,10 artinya penilaian pada pengisian kuesioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Dalam analisis AHP ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak "Expert Choice 2000".