III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang dalam penulisannya dimaksudkan untuk menjabarkan penyerapan tenaga kerja berdasarkan kondisi wilayah penelitian. Analisis dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dengan alat analisis berupa formula-formula yang berhubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat maupun Provinsi, Bank Indonesia (BI), Badan Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Bappenas),
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Struktur perekonomian atas dasar kesempatan kerja yang dianalisis dalam penelitian ini mengacu kepada struktur perekonomian atas dasar kesempatan kerja menurut sektor di DKI Jakarta yang dihitung berdasarkan data antara tahun 20012008. Sedangkan analisis pengaruh pada faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dihitung berdasarkan data antara tahun 1993-2008 dengan menggunakan variabel dummy untuk membagi dua periode sebelum dan setelah penerapan otonomi daerah antara tahun 1993-2000 dan tahun 2001-2008. Selanjutnya, analisis yang dilakukan yakni pada periode setelah berlakunya penerapan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan pada tahun 2001-2008 dengan pembanding analisis pada periode sebelum penerapan otonomi daerah.
3.1.
Model dan Alat Analisis Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Shift Share (SS),
Analisis Location Quotient (LQ), dan Regresi Berganda. 3.1.1. Model dan Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti nilai tambah dan kesempatan kerja pada dua titik periode waktu yaitu tahun 2001 dan 2008 di wilayah DKI Jakarta. Analisis
64
ini untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di DKI Jakarta dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional. Dalam hal ini, analisis Shift Share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat perbedaan pertumbuhan skala wilayah yang lebih luas (wilayah referensi) maupun dalam skala wilayah yang lebih kecil. Analisis ini juga menggambarkan performance (kinerja) perekonomian DKI Jakarta yang ditunjukan dengan shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila wilayah tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional. Analisis ini juga membandingkan laju pertumbuhan perekonomian nasional beserta sektor-sektornya yang mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Apabila penyimpangan tersebut positif, hal tersebut menandakan terdapat keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut. yit − y io = ∆y = yio {[Yt Yo ] − 1} + yio {[Yit Yio ] − [Yt Yo ]} + y io {[ yit y io ] − [Yit Yio ]} dimana komponen: yio {[Yt Yo ] − 1}
= unsur pertumbuhan nasional
= [G]
yio {[Yit Yio ] − [Yt Yo ]}
= unsur bauran industri
= [M]
yio {[ y it y io ] − [Yit Yio ]} = unsur keunggulan kompetitif
= [S]
Perhitungan analisis Shift Share diperoleh dengan menjumlahkan ketiga komponen diatas dan hasilnya harus sama dengan total perubahan dari data industri/sektor yang ada di daerah (∆y) (Bendavid 1991) yang dalam hal ini adalah DKI Jakarta. ∆y
= Pertumbuhan total tenaga kerja DKI Jakarta selama periode t (orang)
y io
= Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun awal (orang)
yit
= Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun akhir (orang)
Yio
= Jumlah tenaga kerja sektor i nasional di tahun awal (orang)
Yit
= Jumlah tenaga kerja sektor i nasional di tahun akhir (orang)
Yo
= Jumlah total tenaga kerja nasional di tahun awal (orang)
65
Yt
= Jumlah total tenaga kerja nasional di tahun akhir (orang)
interpretasi (Bendavid 1991): -
Nilai dari tiap komponen Shift Share (G+S+M) dapat dijadikan acuan dalam analisis.
-
Jika nilai dari komponen Shift dari suatu sektor positif (+) maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor yang relatif maju dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat nasional.
-
Jika pergeseran diferensial (Komponen S) dari suatu sektor positif (+) maka sektor tersebut mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor yang sama pada perekonomian nasional.
3.1.1.1.Evaluasi Kinerja Sektor-sektor dan Aplikasi Analisis Shift Share Menurut Priyarsono et al. (2007), untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase komponen bauran industri (%BIij = %Mij), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase komponen keunggulan kompetitif (%KKij = %Sij). Sektor perekonomian yang berada pada Kuadran I menunjukan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dengan keunggulan kompetitif yang baik pula (sektor progresif). Adapun sektor perekonomian yang berada pada Kuadran II menunjukan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat namun tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan baik. Untuk sektor perekonomian yang berada pada Kuadran III menunjukan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan baik. Sektor perekonomian yang berada pada Kuadran IV menujukkan bahwa sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban namun memiliki keunggulan kompetitif dengan baik. Garis diagonal 45° membagi Kuadran II dan IV menjadi dua bagian. Garis tersebut merupakan garis yang menunjukan nilai pergeseran bersih. Tiap lapangan usaha yang berada di atas garis diagonal termasuk ke dalam sektor perekonomian yang progresif dan yang berada di bawah garis diagonal termasuk ke dalam sektor perekonomian yang tergolong lamban. Di sepanjang garis tersebut pergeseran bersih bernilai nol (PB.j=0). Bagian atas garis tersebut menunjukan PB.j>0 yang mengindikasikan bahwa wilayah-
66
wilayah/sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya, di bawah garis 45º berarti PB.j<0 menunjukan wilayah-wilayah/sektor-sektor yang lamban. Secara matematis nilai persentase pergeseran bersih (PB) sektor i di DKI Jakarta dapat dirumuskan sebagai berikut: % PBi = % BI i + % KK i atau % PBi = %( M i + S i ) = % M i + % S i dimana: M % M i = i × 100 y io S % S i = i × 100 y io keterangan: % PBi = Persentase pergeseran bersih sektor i DKI Jakarta % M i = Persentase komponen bauran industri sektor i DKI Jakarta %S i
= Persentase komponen keunggulan kompetitif sektor i DKI Jakarta
y io
= Jumlah tenaga kerja sektor i DKI Jakarta di tahun awal (orang)
apabila: % PBi > 0 maka pertumbuhan sektor i DKI Jakarta termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). % PBi < 0 maka pertumbuhan sektor i DKI Jakarta termasuk ke dalam kelompok lamban.
3.1.2. Model dan Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Wibisono 2003). Disamping itu, LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau subsektor ekonomi suatu wilayah tertentu (Bendavid 1991). Variabel yang digunakan dalam perhitungan basis ekonomi tersebut adalah kesempatan kerja wilayah yang dititikberatkan pada kegiatan dalam struktur ekonomi wilayah. Teknik ini menyajikan perbandingan antara kemampuan suatu sektor baik lapangan kerja di wilayah yang sedang diteliti dengan kemampuan sektor yang
67
sama untuk lapangan kerja pada wilayah yang lebih luas atau yang lebih tinggi jenjangnya. Kontribusi sektor perekonomian terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta digunakan formulasi model LQ sebagai berikut: Lij LQ =
Lj Li
L
LQ
= Location Quotient
Lij
= Kesempatan kerja sektor i DKI Jakarta (orang)
Lj
= Kesempatan kerja DKI Jakarta (orang)
Li
= Kesempatan kerja sektor i nasional (orang)
L
= Kesempatan kerja nasional (orang)
kriteria yang digunakan adalah: -
Bila LQ > 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basis/sektor ekspor, yang artinya bahwa sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja relatif lebih tinggi dari rata-rata nasional.
-
Bila LQ < 1, maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor nonbasis/sektor lokal,
yang artinya bahwa sektor tersebut secara
proporsional hanya mampu menyerap tenaga kerja relatif lebih rendah dari rata-rata nasional dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja lokal. 3.1.3. Model dan Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesempatan Kerja Untuk mengetahui pengaruh PMA, PMDN, PDRB dan suku bunga kredit terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta dispesifikasikan dalam model penelitian yang merupakan fungsi matematis dari: KK = f ( PMA, PMDN , PDRB, SBK )
Fungsi matematis di atas kemudian dianalisis dengan meregresikan variabelvariabel yang ada dengan Ordinary Least Square (OLS) melalui analisis regresi linear berganda dengan Semi-Logaritma Natural dan Variabel Dummy:
68
LnKK = β + b0 Dummy + b1 LnPMA + b2 LnPMDN + b3 LnPDRB + b4 SBK + e KK
= Tingkat pertumbuhan kesempatan kerja (orang)
Dummy
= Variabel Dummy, dimana : 0 = Pra Otonomi Daerah : 1 = Era Otonomi Daerah
PMA
= Tingkat penanaman modal asing (rupiah)
PMDN
= Tingkat penanaman modal dalam negeri (US dolar)
PDRB
= Tingkat produk domestik regional bruto (rupiah)
SBK
= Tingkat suku bunga kredit riil (persen)
β
= Konstanta
b1 ; b2 ; b3 ; b4 = Koefisien variabel bebas terhadap kesempatan kerja
e
= Nilai residu
3.1.3.1. Uji Asumsi Klasik 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data residual atau
data regresi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dengan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat linier tak bias terbaik (BLUE). Asumsi normalitas ini diperlukan dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk penaksiran dan pengujian hipotesis (Suliyanto 2002). Adanya distribusi data yang tidak normal karena terdapat nilai ekstrim dalam data yang diambil. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak maka dapat digunakan Jarque-Bera test dengan kriteria pengujian sebagai berikut: a.
Jika nilai JB-hitung > nilai X²-tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual u1 berdistribusi normal dapat ditolak.
b.
Jika nilai JB-hitung < nilai X²-tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual u1 berdistribusi normal dapat diterima.
2.
Uji Multikolinearitas Apabila pada model persamaan regresi mengandung gejala multikolinieritas,
ini berarti terjadi korelasi (mendekati sempurna) antar variabel bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya adalah dengan melihat nilai Correlation Matrix antar variabel bebas. Jika nilai
69
korelasi antar variabelnya cukup tinggi (biasanya >0,8), maka diindikasikan ada hubungan antar variabel tersebut. Sehingga akhirnya dapat diduga terjadi multikolinearitas. Pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien determinasi parsial, (r²) dengan koefisien determinasi majemuk (R²) regreasi awal atau yang disebut dengan metode Klein Rule of Thumbs. Jika r²
Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan yang terjadi diantara anggota-anggota dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang atau coss sectional data). Jadi uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section), dengan kata lain uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (periode sebelumnya) (Insukindro et al. 2004). Cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan menggunakan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier (LM) Test dengan kriteria pengujian sebagai berikut: a.
Jika nilai Obs*R-squared > nilai X²-tabel atau nilai Probability Obs*Rsquared < 0.05, maka terjadi autokorelasi.
b.
Jika nilai Obs*R-squared < nilai X²-tabel atau nilai Probability Obs*Rsquared > 0.05, maka tidak terjadi autokorelasi.
3.1.3.2. Uji Dugaan Model 1.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F-Statistik) Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel
bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati 1999): R2 F=
(k − 1)
(1 − R 2)
(n − k )
70
F
= Nilai F hitung
R2
= Koefisien determinan (R-Square)
k
= Banyaknya variabel dalam penelitian
n
= Banyaknya sampel
Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05. Kriteria Pengujian: a.
F hitung ≤ F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).
b.
F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap
variabel tidak bebasnya (dependent variable). 2.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik) Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing
variabel
bebas
terhadap
variabel
tidak
bebas.
Adapun
pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati 1999): t=
bi Sbi
t
= Nilai t hitung
bi
= Koefisien regresi variabel bebas ke-i
Sbi
= Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i
Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05. Kriteria Pengujian: a.
t hitung negatif ≥ t tabel ≥ t hitung positif, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).
b.
t hitung negatif ≤ t tabel atau t hitung positif ≥ t tabel, artinya varibel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu
71
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable).
3.2.
Jenis, Sumber Data dan Definisi Operasional
3.2.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan DKI Jakarta yang meliputi jumlah penduduk yang bekerja, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat bunga kredit dan data lainnya yang mendukung penelitian ini. 3.2.2. Definisi Operasional Variabel 1.
Struktur
perekonomian
dalam
penelitian
ini
merupakan
komposisi/kontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral yang mengacu pada klasifikasi yang telah dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang terdiri dari 9 sektor , yaitu 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Minum; 5. Bangunan; 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Persewaan dan Asuransi; dan 9. Jasa-Jasa Lainnya. 2.
Kesempatan kerja merupakan lapangan pekerjaan yang sudah terisi oleh angkatan kerja, yaitu jumlah penduduk usia 15+ tahun yang sedang atau sudah bekerja menurut lapangan usaha dengan satuan orang.
3.
Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan pengeluaran oleh produsen swasta asing untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna penambahan stok barang dan peralatan perusahaan yang dihitung dengan satuan US dolar.
4.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan pengeluaran oleh produsen swasta domestik untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna penambahan stok barang dan peralatan perusahaan yang dihitung dengan satuan rupiah.
5.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi dalam suatu
72
wilayah dalam suatu periode tertentu. PDRB yang akan dibahas adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 yang dihitung dengan satuan rupiah. 6.
Suku bunga kredit adalah tingkat bunga kredit riil investasi tertimbang bank umum di DKI Jakarta yang dihitung dengan satuan persen pertahun.
7.
Variabel Dummy Variabel Dummy adalah metode pengklasifikasian data yang membagi sebuah sampel menjadi beberapa subgrup berdasarkan kualitas atau atribut. Dalam penelitian ini variabel Dummy yang digunakan adalah nilai D = 0 untuk periode pra otonomi daerah dan D = 1 untuk periode era otonomi daerah.