III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir Suriasumantri, 1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka merupakan
pemikiran penjelasan
yang membuahkan sementara
hipotesis.
terhadap
gejala
Kerangka yang
pemikiran
menjadi
objek
permasalahan. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis 3.1.1 Indikator Keberhasilan Program PUAP Untuk melihat keberhasilan suatu program, perlu dilakukan evaluasi. Program PUAP ini sudah berjalan sekitar tiga tahun, sehingga perlu dilihat perkembangan dalam realisasinya. Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-indikator yang ada. Indikator-indikator dalam mengukur tingkat keberhasilan PUAP antara lain10: a. Indikator keberhasilan output meliputi : i.
Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
10
Pedoman Teknis PUAP, 2008
36
ii.
Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia
Mitra Tani.
b. Indikator keberhasilan outcome meliputi : i.
Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani
ii.
penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.
Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha.
iii.
Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir perdesaan; dan
iv.
Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.
c. Indikator Benefit dan Impact antara lain: i.
Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.
ii.
Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani.
iii.
Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka dalam penelitian ini untuk menilai keberhasilan program PUAP, akan digunakan dua
indikator yang
dianggap bisa mewakili keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah efektivitas penyaluran BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian dan peningkatan kinerja Gapoktan. 3.1.2 Penilaian Kinerja Gapoktan Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan sesuatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan atau hasil karya. John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104), menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut 37
dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional11. Karena itu kinerja merupakan bentuk multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008). Indikator kinerja tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada perhitungan efisiensi, tujuan kebijakan dan pendekatan program juga harus dianalisa. Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok12. Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk mengunakan sumberdaya yang dimiliki secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Lebih jauh lagi Syahyuti (2004) merinci dari Mackay et all. (1998), terdapat dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam memahami kinerja kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya yakni efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya. Terkesan disini bahwa kalkulasi ekonomi merupakan prinsip yang menjadi latar belakangnya. Untuk keefektifan dan efisiensi misalnya dapat digunakan analisis kuantitatif sederhana yakni dengan membuat rasio perolehan seharusnya dengan aktual yang tercapai, serta rasio biaya dan produktivitas. Kinerja kelompok tani dapat diukur berdasarkan kemampuannya dalam menerapkan lima tolok ukur kemampuan kelompok (Pusat Penyuluh Pertanian, 1996), yang selanjutnya dinilai dengan menggunakan indikator : a.
Kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani (termasuk pasca panen dan analisa usahatani) anggotanya
11 12
www.google.com// search//kinerja//wikipedia//html. Diakses tanggal 30 Mei 2009. www.google.com// search//penilaian kinerja//wikipedia//html. Diakses tanggal 30 Mei 2009
38
dengan penerapan rekomendasi yang tepat dalam sumberdaya alam secara optimal. b.
Kemampuan melaksanakan dan menaati perjanjian dengan pihak lain.
c.
Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara rasional.
d.
Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga antara kelompok tani dan koperasi.
e.
Kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerjasama kelompok, yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan peran anggota kelompok. Berdasarkan konsep dan indikator keberhasilan kinerja suatu lembaga
dengan menggunakan beberapa konsep penilaian kinerja diatas, maka dalam penelitian ini akan disusun beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan. Dengan menggunakan beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan menurut Prihartono (2009) serta menambahkan beberapa indikator penting maka berikut ini penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota sebelum dan setelah adanya program PUAP dapat dilihat dari delapan indikator berikut: (1) penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); (2) pertemuan/rapat dalam Gapoktan; (3) keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); (4) rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota; (5) anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; (6) anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya (8) adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus
39
3.2 Konsep Agribisnis Mengutip definisi Agribisnis dari buku Davis dan Goldberg yang diterbitkan pada tahun 1957 di Universitas Harvard, Amerika Serikat yang berjudul ‘A Concept of Agribusiness’, tercantum definisi awal agribisnis, yaitu : “Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and all distribution of farm supplies; production activities on the farm; and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made of them” Akhir tahun 1995, Prof. Bungaran Saragih menawarkan pemikiran dan konsep bahwa sistem agribisnis adalah suatu cara baru melihat sektor pertanian. Cara baru melihat pertanian maksudnya, yang dahulu melihat secara sektoral sekarang menjadi intersektoral. Apabila dahulu melihat secara subsistem maka sekarang melihat secara sistem. Apabila agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem maka ia tidak terlepas dari kegiatan di agribisnis non-usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Jadi pendekatan secara sektoral ke intersektoral, subsistem kepada sistem dan pendekatan dari produksi ke bisnis. Agribisnis dalam pengertian tersebut menunjukkan adanya keterkaitan vertikal antar-subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan sistem atau subsistem lain di luar seperti jasa (finansial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan lainnya). Keterkaitan luas ini (industrial linkages) sudah disadari sejak dahulu oleh ekonom pasacarevolusi industri sehingga mereka menekankan arti strategis dari menempatkan pertanian (dan perdesaan) sebagai bisnis inti (core business) pada tahap pembangunan sebelum lepas landas terutama dalam kaitannya dengan proses industrialisasi. Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (sperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk 40
yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk
dikonsumsi
beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa layanan perndukung seperti lembagan keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain. Menurut Drillon (1974), agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produk pertanian, kegiatan yang dilakukan usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Agribisnis Hulu (off-farm)
Usahatani (on-farm)
Agribisnis Hilir (off-farm)
-Pupuk
Pasca Panen
-Bibit
-Pengemasan
-Alat dan mesin
Budidaya
-Penyimpanan
-Pestisida
-Pengolahan Produk
-Obat-obatan
-Distribusi
-Sarana Produksi lain
Kelembagaan dan Kegiatan Penunjang Bank, R & D, Asuransi, Pendidikan, Penyuluhan, Pelatihan, Kebijakan Gambar 2. Sistem Agribisnis
41
3.2.1 Konsep Usaha Pertanian Budidaya (on-farm) Salah satu subsistem dalam agribisnis adalah budidaya (on-farm) atau yang dikenal dengan dengan proses produksi. Proses produksi atau lebih dikenal dengan budi daya tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam/ budi daya di lahan untuk menghasilkan bahan segar (raw material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan baku untuk menghasilkan bahan setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product) di industri-industri pertanian atau dikenal dengan nama agroindustri (agrifood industry). Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Lubis (2005), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumbersumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian adalah sebagai berikut : a. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. Di pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok, dan jengkal. Maka dari itu jika melakukan penelitian tentang luas lahan, dapat dinyatakan melalui proses transformasi dari ukuran luas lahan tradisional ke dalam ukuran yang dinyatakan dalam hektar atau are. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagi curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan 42
dalam hari orang kerja (HOK). Menurut Soekartawi (2002), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi satuan tenaga kerja yang biasanya disebut hari kerja setara pria (HKSP). c. Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi pertanian. Dalam kegiatan proses produksi tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri dari tanah, bangunan., mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. d. Pupuk Seperti halnya manusia, selain mengkonsumsi nutrisi makanan pokok, tanaman juga membutuhkan nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal tanaman. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Menurut Sutejo (2002), pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Sementara itu pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl. e. Bibit Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap pernyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar. f. Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali dalam setahun. 43
g. Manajemen Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi pertanian, mulai dari perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengendalaian (controlling) dan evaluasi (evaluation). 3.2.2 Konsep Usaha Pertanian Non-Budidaya (off-farm) Agribisnis juga mengedepankan aspek bisnis dan pelaku bisnisnya. Dilihat dari sudut pandang ini, agribisnis dapat diartikan sebagai kegiatan yang terkait dengan pertanian yang pengelolaan organisasinya dilakukan secara rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang menghasilkan barang dan jasa yang diminta. Oleh karena itu dalam agribisnis, proses transformasi material yang diselenggarakannya tidak terbatas pada budidaya proses biologik dari biota (tanaman, ternak, ikan) tapi juga proses pra usahatani, pasca panen, pengolahan, dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (bargaining position) dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut
dinamakan kegiatan off-farm atau dikenal dengan
usahatani non-budidaya.
44
3.3 Konsep Penyaluran Dana PUAP Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuan Gapoktan dalam menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya, serta dana tersebut dipergunakan dalam menunjang kegiatan usaha pertanian. Menurut Prihartono (2009), Penilaian keefektivan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP. 3.3.1 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Pengurus Penilaian kinerja kredit menurut pihak pengurus Gapoktan dilihat dari efektivitas penyaluran kredit (penyaluran dana PUAP) oleh Gapoktan dapat menggunakan beberapa tolok ukur sebagai berikut (Pardosi, 1998) : a.
Target dan realisasi target, yaitu berapa persentasi jumlah permohonan kredit (pinjaman dana PUAP) yang diterima dan direalisasi oleh Gapoktan dan jumlah kredit yang telah disalurkan kepada petani.
b.
Jangkauan kredit (tersalurkannya dana PUAP), yaitu bagaimana jangkauan kredit (pinjaman dana PUAP) terhadap masyarakat (petani), dalam artian beragamnya sektor yang menerima bantuan kredit. Semakin beragam sektor penerima kredit maka kredit semakin efektif.
c.
Frekuensi kredit (pinjaman dana PUAP), yaitu jumlah transaksi yang telah dilakukan pengguna (petani) yang menggunakan dana kredit pinjaman (dana PUAP) sejak mereka mengambil kredit, dalam hal ini transaksi peminjaman dan pengembalian pinjaman. Semakin tinggi persentase pinjaman dan pengembalian maka kinerja kredit semakin baik.
d.
Persentase
tunggakan,
yaitu
perhitungan
tunggakan
kredit
dengan
membandingkan jumlah kredit bermasalah per outstanding (sisa kredit) yang dinyatakan dalam persen. Semakin kecil persentase tunggakan maka kinerja kredit dinilai baik. Persentase tunggakan ditentukan dari banyaknya jumlah tunggakan pinjaman kredit tersebut.
45
3.3.2 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Anggota Selain penilaian kinerja kredit yang dilakukan pihak pengurus Gapoktan maka perlu juga dilakukan penilaian kinerja kredit menurut penilaian anggota. Nilai efektivitas dari sisi anggota dinilai berdasarkan aspek-aspek berikut (Pardosi, 1998) : a. Persyaratan awal, yaitu tanggapan kreditur terhadap persyaratan (mudah, sedang, berat). b. Prosedur peminjaman, yaitu tahapan yang harus dilalui sejak permohonan kredit hingga realisasi pinjaman kepada anggota (mudah, sedang, sulit). c. Biaya administrasi, yaitu biaya yang dikeluarkan selama
permohonan
kredit sampai direalisasikan (ringan, sedang, berat). d. Realisasi kredit, yaitu cairnya kredit setelah melalui tahapan proses dengan melihat ketetapan pada setiap proses yang dilakukan (cepat, sedang, lambat). e. Tingkat bunga, yaitu biaya yang dibebankan kepada anggota bentuk dukungan operasional kegiatan Gapoktan (ringan, sedang, berat). f. Pelayanan Gapoktan, yaitu pelayanan yang diberikan Gapoktan anggota mulai dari proses permohonan hingga pengembalian kredit (baik, sedang, buruk). g. Jarak atau lokasi kreditur, yaitu jarak atau lokasi Gapoktan anggota untuk memperoleh permohonan dana pinjaman (dekat, sedang, jauh).
46
3.4 Kerangka Pemikiran Operasional Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sangat ditentukan pada keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur efektivitas penyaluran bantuan kredit modal (BLM-PUAP)
dan menilai dampak dari
program PUAP dalam meningkatkan kinerja Gapoktan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan sebagai pelaksana program PUAP. Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, produktivitas pertanian yang rendah yang disebabkan keterbatasan terhadap akses sumberdaya modal, pasar, serta teknologi. Kedua, terjadi peningkatan pengangguran dan kemiskinan di perdesaan akibat keterbatasan terhadap sumberdaya manusia dan informasi. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani, keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah, dan peranan kelembagaan pertanian yang rendah. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Hal ini juga menyebabkan kondisi dimana terjadi peningkatan kemiskinan dan pengangguran di desa. Dalam rangka mengatasai masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif solusi sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu 47
dievaluasi untuk menilai apakah bantuan modal tersebut dapat tersalurkan dengan tepat dan mampu meningkatkan kinerja gapoktan. Efektivitas penyaluran bantuan kredit modal dapat dilihat dengan membandingkan penyaluran bantuan kredit modal pada sektor usaha on-farm dengan sektor usaha off-farm. Hasil analisis ini bertujuan untuk menilai sektor usaha manakah yang lebih efisien dalam menyalurkan bantuan dana PUAP. Indikator keberhasilan outcome PUAP yakni adanya peningkatan kinerja Gapoktan. Maka dari itu analisis selanjutnya adalah mengukur dampak program PUAP terhadap aktivitas kinerja Gapoktan dengan menggunakan delapan indikator kinerja Gapoktan.
Untuk mengevaluasi kinerja Gapoktan dapat
dilakukan dengan membandingkan kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah program PUAP. Setelah dilakukan evaluasi, kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan saran perbaikan bagi pelaksanaan program PUAP kedepannya.
48
Masalah Pertanian
Sisi Ekonomi :
Sisi Sosial :
- Produktivitas Rendah
- Tingkat Pengangguran - Kemiskinan
Program PUAP berupa
Gapoktan
bantuan modal
Efektivitas penyaluran bantuan modal PUAP oleh Gapoktan
Penilaian Efektivitas
Penyaluran BLM-
Kinerja Gapoktan
PUAP oleh Gapoktan
Penyaluran BLM-
Penyaluran BLM-
Kinerja Gapoktan
Kinerja Gapoktan
PUAP pada usaha
PUAP pada usaha
sebelum program PUAP
sesudah program PUAP
on-farm
off-farm
Evaluasi
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
49