III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran
teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun kerangka penelitian teoritis adalah sebagai berikut.
3.1.1. Pengertian Kredit Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah percaya kepada penerima kredit merupakan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu. Menurut undang-undang perbankan nomor 7 tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutang-hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang nomor 7 tahun 1992, menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, kesepakatan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 3.1.2. Fungsi dan Tujuan Kredit Fungsi kredit bagi masyarakat menurut Malayu Hasibuan (2008) adalah; 1.Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan perdagangan dan perekonomian; 2.Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat; 3.Memperlancar arus barang dan arus uang; 4.Meningkatkan hubungan internasional (L/C,CGI dan lain-lain); 5.Meningkatkan produktivitas dana yang ada; 6.Meningkatkan daya guna (utility) barang; 7.Memperbesar modal perusahaan; 8.Meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat; 9.Mengubah cara berpikir/bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis.
Tujuan penyaluran kredit menurut Malayu Hasibuan (2008), antara lain adalah untuk; 1.
Memperoleh pendapatan bank dari kredit;
2. Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada; 3. Melaksanakan kegiatan operasional bank; 4. Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat; 5. Memperlancar lalu lintas pembayaran; 6. Menambah modal perusahaan 7. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kasmir (2002) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu : 1.
Kepercayaan Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya
baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang telah disalurkan. 2.
Kesepakatan
Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian dan akad kredit dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban sebelum kredit diberikan. 3.
Jangka Waktu Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah
disepakati kedua belah pihak. 4.
Risiko Pengembalian kredit akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau
macetnya kredit yang diberikan. Dalam pemberian kredit harus memperhitungkan secara cermat indikator yang dapat menyebabkan risiko macetnya kredit dan menetapkan caracara penyelesaiannya. 5.
Balas Jasa Bagi bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian
suatu kredit. Bagi jenis bank konvensional, balas jasa berbentuk bunga bank dan biaya administrasi. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, balas jasa berbentuk bagi hasil.
3.1.3.
Jenis Jenis Kredit Menurut Malayu Hasibuan (2008) jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank
dilihat dari berbagai segi yaitu; 1. Berdasarkan Tujuan a. Kredit Konsumtif Kredit konsumtif adalah kredit yang tidak produktif yang digunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya. b. Kredit Modal Kerja Kredit produktif yang dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. c. Kredit Investasi Kredit untuk investasi produktif dalam jangka waktu relatif lama. 2. Berdasarkan Jangka Waktu a. Kredit Jangka Pendek Kredit jangka waktu paling lama satu tahun b. Kredit Jangka Menengah Kredit jangka waktu antara satu tahun sampai dengan tiga tahun c. Kredit Jangka Panjang Kredit yang tenor jangka waktunya lebih dari tiga tahun 3. Berdasarkan macamnya a. Kredit aksep, adalah kredit yang diberikan bank yang hakikatnya hanya merupakan kredit pinjaman uang biasa b. Kredit penjual, adalah kredit yang diberikan penjual kepada pembeli, dengan arti barang yang telah diterima kemudian baru melakukan pembayaran c. Kredit pembeli, adalah pembayaran telah dilakukan kepada penjual tetapi barang diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka. 4. Berdasarkan sektor perekonomian a. Kredit pertanian, adalah kredit yang diberikan
kepada perkebunan,
perikanan, dan peternakan b. Kredit perindustrian, adalah kredit yang disalurkan kepada industri kecil, menengah dan besar. c. Kredit pertambangan, yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan. d. Kredit ekspor-impor, ialah kredit yang diberikan kepada eksportir dan importir beraneka barang. e. Kredit koperasi, yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.
f.
Kredit profesi, adalah kredit yang diberikan untuk beraneka macam profesi.
g. Kredit perumahan, adalah kredit untuk membiayai pembangunan ataupun pembelian rumah. 5. Berdasarkan Agunan atau Jaminan. a. Kredit agunan orang, adalah kredit yang diberikan dengan jaminan seseorang terhadap debitur yang bersangkutan (personal guarantee) b. Kredit agunan efek, ialah kredit yang diberikan dengan agunan efek-efek dan surat berharga. c. Kredit agunan barang, yaitu kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak, dan logam mulia. d. Kredit agunan dokumen, kredit yang diberikan dengan agunan dokumen transaksi. 6. Berdasarkan Golongan Ekonomi a. Golongan ekonomi lemah, adalah kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah b. Golongan ekonomi menengah dan konglomerat, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha menengah dan besar. 7. Berdasarkan Penarikan dan Pelunasan a. Kredit-kredit perdagangan, adalah kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan. b. Kredit berjangka, kredit yang penarikannya sekaligus. 3.1.4.
Prinsip-prinsip pemberian Kredit Sebelum pihak perbankan memberikan fasilitas kredit kepada nasabah, hal yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan penilaian atau analisa terhadap calon nasabah. Dendawijaya (2005) Ada beberapa cara untuk menetapkan kriteria penilaian dalam mendapatkan analisa debitur, yaitu bank melakukan penerapan ”Prinsip 6-C”. 1. Analisis kredit berdasarkan prinsip 6-C meliputi; a. Karakter (Character) Pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan atau adanya keyakinan bahwa debitur mempunyai watak atau sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Selain itu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, maupun menjalankan kegiatan usaha. Manfaat penilaian character adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik, yaitu kemauan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban sebagai seorang debitur. Character ini merupakan faktor dominan, sebab walaupun seorang calon debitur cukup mampu untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, tetapi bila tidak ada itikad baik tentu akan membawa kesulitan. Pada dasarnya pihak perbankan lebih suka memberikan kredit kepada nasabah yang telah lama menjadi nasabah bank tersebut. Hal ini dikarenakan pihak bank lebih mengetahui watak dan karakteristik debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bahkan pihak bank cenderung menambahkan jumlah kredit kepada nasabah lama tersebut. b. Kapasitas (Capacity) Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi penilaian yang dimaksudkan adalah sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut akan mampu untuk melunasi kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. c. Modal (Capital) Capital
merupakan analisis terhadap permodalan sangat erat hubungannya
dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah.besarnya kemampuan modal calon nasabah dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang dimilikinya. d. Agunan (Collateral) Collateral merupakan jaminan atas kredit yang diserahkan peminjam kepada bank baik bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan harus diteliti keabsahaan dan kesempurnaannya dan hendaknya nilai likuiditasnya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Penilaian terhadap jaminan harus ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut ekonomis dari barang-barang yang menjadi jaminan, serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang yang menjadi jaminan telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk digunakan sebagai barang jaminan. Sedangkan untuk penilaian jaminan yang tidak berwujud kebendaan, tentu harus dilihat dari bonafiditas dari pemberi pinjaman, reputasi bisnis, dan juga perlu diperhatikan intensitas dari keterkaitan si pemberi jaminan bila kredit tersebut benar-benar mengalami kegagalan. Jaminan yang dapat diajukan oleh debitur adalah : Jaminan benda berwujud: seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin atau peralatan, tanaman/kebun/sawah.
Jaminan benda tidak berwujud: merupakan surat-surat yang bisa dijadikan jaminan seperti sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, rekening tabungan yang dibekukan, promes dan wesel.
Jaminan orang
(personal guarantee), jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada calon debitur perorangan maupun badan usaha terhadap kredit yang diajukan dan apabila kredit itu macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang menanggung resiko.
e. Kondisi Ekonomi (Condition of Economy) Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat positif maupun negatif. Kredit adalah bisnis yang berisiko, dimana ada kemungkinan kredit yang diberikan tidak dapat tertagih (default). Debitur (penerima kredit) dapat mengemukakan banyak alasan untuk menghindari tagihan. Disisi lain, bank harus membayar setiap rupiah dana masyarakat yang ditempatkan padanya. Apapun yang terjadi pada kredit, bank tidak boleh tidak membayar imbalan pada dana masyarakat. Bank tidak dapat mengatakan bahwa karena kredit yang diberikannya tidak tertagih, maka dana masyarakat belum dapat dibayarkan. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya bank hanya memberikan kredit kepada debitur yang layak. Bank harus dapat mengendalikan risiko kredit yang diberikannya. Untuk itu bank harus dapat mengembangkan suatu proses seleksi untuk menyaring setiap proposal kredit yang masuk. Melalui proses penyaringan tersebut diharapkan kredit yang diberikan adalah kredit dengan kualitas yang bagus. f.
Constraints Constraints merupakan
faktor hambatan berupa faktor-faktor sosial
psikologis yang ada pada suatu daerah tertentu yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan. 2. Analisis kredit berdasarkan prinsip ”6A” Analisis kredit berdasarkan prinsip ”6A” adalah analisis kredit yang lebih teliti, tepat, dan akurat dari berbagai aspek proyek yang akan dibiayai oleh bank. Analisis kredit berdasakan prinsip ”6A”, meliputi;
a. Analisis Aspek Yuridis (A-1) Analisis aspek yuridis bertujuan untuk meneliti ketentuan-ketentuan legalitas dari perusahaan atau badan hukum yang akan memperoleh bantuan kredit atau pembiayaan dari bank. Analisis ini meliputi badan usaha, izin-izin yang harus dimiliki, dan perjanjian-perjanjian. b. Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran (A-2) Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk meneliti kemungkinan pangsa pasar yang dapat diraih bagi produk atau jasa yang diproduksi dari proyek yang dibiayai dengan kredit bank serta meneliti strategi pemasaran apa yang digunakan oleh investor agar perusahaan dapat memenangkan persaingan yang cukup kompetitif. Analisi ini meliputi luas dan bentuk pasar, pangsa pasar, pesaing usaha dan rencana pemasaran. c. Analisis Aspek Teknis (A-3) Analisis ini bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan pengelola proyek dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan proyek serta kesiapan teknis perusahaan dalam melakukan operasionalnya kelak. Analisis ini meliputi pemilihan lokasi, proses produksi dan produksi. d. Analisis Aspek Manajemen (A-4) Analisis ini bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari manajemen perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Analisis ini meliputi struktur organisasi, uraian tugas, sistem dan prosedur, kebutuhan tenaga kerja, dan evaluasi pribadi pengusaha. e. Analisis Aspek Keuangan (A-5) Analisis ini bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari manajemen perusahaan dalam bidang keuangan. Analisis ini meliputi penilaian data keuangan proyek, penilaian data keuangan yang telah beroperasi. f.
Analisis Aspek Sosial-Ekonomis (A-6) Analisis ini bertujuan untuk menilai sejauh mana proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank memiliki value added (nilai tambah) yang tinggi dilihat dari sudut pandang sosial maupun makro ekonomis, terutama dari pandangan pemerintah maupun masyarakat. Analisis ini meliputi kesempatan kerja, penggunaan bahan baku lokal, menghasilkan devisa, penghematan devisa, penerimaan pajak bagi negara, subsidi negara dan dampak lingkungan.
3. Analisi kredit berdasarkan prinsip ”7P”, meliputi:
a. Personality (P-1) Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalu, emosi, dan sikap nasabah dalam menghadapi masalah dan penyelesaiannya. b. Party (P-2) Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Hal ini bertujuan agar calon nasabah mendapatkan fasilitas pembiayaannya sesuai dengan klasifikasi dan kebutuhannya. c. Purpose (P-3) Yaitu untuk mengetahui tujuan calon nasabah dalam mengambil fasilitas pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan calon nasabah. Hal ini bertujuan agar pembiayaan yang diberikan dan digunakan sesuai dengan kebutuhannya. d. Prospect (P-4) Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain untuk mengetahui prospek usaha calon nasabah. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas pembiayaan disalurkan tanpa mempunyai prospek, maka baik bank maupun nasabah akan mengalami kerugian. e. Payment (P-5) Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diterima, atau dari sumber mana saja dana yang akan digunakan untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterima. Semakin banyak sumber yang dimiliki nasabah, maka akan semakin baik. f.
Profitability (P-6) Tujuan penilaian ini adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba atau keuntungan. Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan adanya tambahan pembiayaan yang akan diperoleh.
g. Protection (P-7) Tujuan analisis ini adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang ataupun jaminan asuransi.
3.1.5.
Siklus Perkreditan Siklus perkreditan dimulai
sejak pengajuan permohonan kredit akhirnya
disetujui, dicairkan, diawasi, dan pelunasan. Dendawijaya (2005) menggambarkan siklus perkreditan melalui proses-proses
Tambahan Kredit
7a
1
Permohonan Kredit
7b
Kredit Bemasalah
7c
Analisis Kredit
2
Pelunasan Kredit
6 Pengawasan Kredit
3 Pencairan Kredit
5 4 Gambar 5. Siklus Kredit
Persetujuan Kredit
Perjanjian Kredit
Sumber: Dendawijaya (2005)
Penjelasan Gambar 5: 1. Permohonan kredit diajukan oleh calon nasabah kepada bank, umumnya dilakukan dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Surat permohonan resmi b. Akte pendirian perusahaan yang merupakan lembaga secara resmi pemohon kredit, sekaligus menjelaskan siapa yang berwenang meminta kredit dan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penerimaan kredit, termasuk bertanggung jawab terhadap kewajiban nasabah kredit, seperti pembayaran angsuran dan pelunasan beserta bunganya dal;am jangka waktu yang disepakati. c. Penjelasan uraian singkat tentang rencana proyek atau bisnis yang akan dilaksanakaan oleh calon nasabah. d. Untuk proyek yang cukup besar dan membutuhkan jumlah kredit yang besar pula, dilengkapi dengan suatu laporan kelayakan proyek yang disusun oleh suatu lembaga konsultan yang ditunjuk oleh calon nasabah. e. Laporan keuangan nasabah. f.
Informasi-informasi lain yang biasa selalu dimintakan oleh bank seperti, NPWP, keterangan domisili dari pemda setempat, izin-izin
yang telah diperoleh dalam rangkan pembangunan proyek maupun bisnis yang telah berjalan, rekening perusahaan pada beberapa bank. 2. Analisis Kredit Setelah permohonan kredit diterima oleh bank maka dilakukan analisis kredit berdasarkan pedoman yang telah ditentukan dalam bank dan biasanya tergantung kepada jenis kredit yang diminta. Analisis kredit dilakukan berdasarkan dua metode,yaitu: a. Metode penilaian “6C” yang meliputi Character, Capital, Capacity, Condition of Economic, Collateral, dan Constraints. b. Metode penilaian “6A”, yang meliputi aspek yuridis (hukum), pasar dan pemasaran, teknis, manajemen, keuangan, dan sosial ekonomi. 3. Persetujuan Kredit Atas dasar laporan analisis kredit, pembahasan dan persetujuan kredit dilakukan oleh divisi yang mungkin berbeda beda tergantung tergantung pada system dan prosedur yang berlaku dimasing-masing bank. Pada beberapa bank umum, pembahasan dan persetujuan kredit dilakukan oleh suatu komite yang dibentuk direksi yang disebut komite kredit. 4. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit (akad kredit) disiapkan oleh seorang notaris publik yang ditunjuk bank atau dipilih oleh calon nasabah (atas dasar kesepakatan bersama antara bank dan calon nasabah). Isi perjanjian kredit berdasarkan masukan dari pihak bank adalah sebagai berikut: a. Pihak pemberi kredit (bank yang bersangkutan) b. Pihak penerima kredit (perusahaan atau nasabah perorangan) c. Tujuan pemberian kredit, tergantung pada jenis bisnis yang akan dibangun, modal kerjanya d. Besarnya biaya proyek, termasuk investasi tetap, kebutuhan modal kerja e. Besarnya kredit yang akan diberikan bank f. Tingkat bunga kredit g. Biaya-biaya lain yang harus dibayarkan nasabah kredit h. Jangka waktu pengembalian kredit i. Jadwal pembayaran angsuran kredit dan pembayaran bunga kredit j. Jaminan kredit k. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum kredit dicairkan
l. Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh nasabah kredit selama kredit belum dilunasi, dan kewajiban mengasuransikan semua aktiva tetap pada proyek yang dibiayai m. Hak- hak yang dimiliki bank selama kredit belum dilunasi. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan notaris publik ditandatangani tiga pihak (bank, nasabah, notaris publik) serta dicatatkan dan didaftarkan oleh notaris publik pada pengadilan negeri yang sesuai
dengan domisili dari bank pemberi kredit sehingga
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat semua pihak. 5. Pencairan Kredit Pencairan kredit yang diminta debitur kredit hanya dapat dilakukan bank setelah debitur yang bersangkutan telah memenuhi berbagai persyaratan yang ditandatangan oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) serta
dicatat
dihadapan notaris publik. Persyaratan untuk pencairan kredit meliputi hal sebagai berikut: a. Perjanjian kredit yang telah ditandatangani b. Penarikan kredit telah sesuai dengan kebutuhan kredit c. Penarikan kredit telah sesuai dengan jadwal pembangunan proyek d. Permohonan pencairan kredit didukung oleh dokumen-dokumen yang sesuai dengan kebutuhan pencairan kredit e. Besarnya kredit harus sesuai dengan perbandingan yang disepakati antara dana sumber dari nasabah dan pembiayaan dari bank. Pencairan kredit oleh bank dilakukan dengan langsung dikirimkan ke rekening nasabah atau dialamatkan ke rekening-rekening perusahaan yang menjadi rekanan nasabah. 6. Pengawasan Kredit Pengawasan kredit yang dilakukan bank setelah kredit dicairkan merupakan salah satu kunci keberhasilan pemberian kredit selain ketajaman dan ketelitian yang dilakukan sewaktu menganalisis kredit. Terjadinya kredit bermasalah terutama oleh kelalaian bank dalam melakukan pengawasan kredit. Pengawasan kredit meliputi: a. Adanya administrasi kredit yang memadai b. Keharusan bagi nasabah kredit untuk menyampaikan laporansecara berkala atas jenis-jenis laporan yang telah disepakati dalam perjanjian kredit c. Keharusan bagi Account Officer untuk melakukan kunjungan ke perusahaan yang dibiayai bank baik selama ataupun setelah berjalannya suatu usaha bisnis
d. Adanya konsultasi yang terukur antara pihak bank dengan debitur. Konsultasi yang dilakukan sejak dini memungkinkan dapat mengurangi atau menekan kemungkinan terjadinya kegagalan proyek yang bisa mengakibatkan kredit macet e. Adanya
suatu
sistem
peringatan
pada
administratsi
bank
untuk
memperlihatkan berbagai informasi tentang nasabah kredit yang berkaitan dengan kepatuhan kepada ketentuan yang telah dibuat dalam perjanjian kredit. 7.a. Pelunasan Kredit Dalam kondisi yang ideal, nasabah akan dapat selalu memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan kesepakatan yang dimuat dalam perjanjian kredit. Nasabah dapat membayar angsuran pokok pinjaman beserta bunganya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, sehingga kredit bank akhirnya dinyatakan lunas. 7.b. Tambahan Kredit Terjadinya permohonan tambahan kredit yang diajukan debitur kepada bank atas dasar perluasan proyek merupakan bukti bahwa proyeksi kredit yang pertama berjalan dengan baik dan sukses, kesempatan untuk menperoleh tambahan pendapatan bagi bank, serta sebagai tujuan promosi dalam memasarkan produkproduknya kepada nasabah. 7.c.
Kredit Bermasalah Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah adanya kredit bermasalah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.7/5/PBI/2005 Kolektibilitas kredit digolongkan menjadi; Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
3.1.6.
Kualitas Kredit Penilaian kualitas kredit yang diberikan dapat dilakukan dengan berbagai cara
untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan sungguh-sungguh, alokasi kredit harus berpedoman pada ketetapan dan surat edaran otoritas moneter dan Bank Indonesia, dan kebijaksanaan pemberian kredit harus memiliki perencanaan. Perencanaan kredit yang diberikan dilakukan secara realistis dan objektif agar pengendalian dapat berfungsi dan tujuan tercapai. Perencanaan kredit yang diberikan harus didasarkan atas keseimbangan antara jumlah, sumber, dan jangka waktu dana agar tidak menimbulkan masalah terhadap tingkat kesehatan dan likuditas bank. Kualitas dari
proses pemberian kredit terletak pada faktor kualitas pejabat kredit yang menanganinya menurut Firdaus (2004), adalah sebagai berikut: 1. Kualitas atau kemampuan dapat mengidentifikasi dan menganalisa risiko yang akan timbul dari usaha yang akan dibiayai. 2. Kualitas mental dan moral dari para pejabat kredit yang menanganinya meliputi adanya kepentingan pribadi dan moral yang kurang baik. 3.1.7.
Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) Pengertian Kredit Bermasalah Menurut Dendawijaya (2005), Kredit Bermasalah (NPL) merupakan kegagalan
pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunganya yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. Sedangkan menurut Lapowila (2000), Non Performing Loan adalah aktiva yang digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet menurut
Bank Indonesia. PSAK No.31 (revisi 2000)
tentang perbankan menyebutkan mengenai kredit yang bermasalah atau non performing sebagai berikut: “Non-Performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan atau bunganya telah melewati masa 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet”. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/5/PBI/2005, tentang penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, untuk usaha kecil dengan plafond sampai dengan Rp 500 juta, kualitas pembiayaan atau kredit hanya ditentukan oleh ketepatan pembayaran pokok dan margin atau bunga, sehingga ketentuan kualitas pembiayaan digolongkan menjadi sebagai berikut: 1. Lancar (kolektibilitas 1), yaitu pembiayaan dengan pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan sesuai dengan persyaratan pembiayaan. 2. Dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pokok dan atau margin sampai dengan 90 hari dan jarang mengalami cerukan. 3. Kurang lancar (kolektibilitas 3), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau margin yang telah melampaui 90 sampai dengan 120 hari, terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
4. Diragukan (kolektibilitas 4), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau margin yang telah melampaui 120 hari hingga 180 hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. 5. Macet (kolektibilitas 5), yaitu pembiayaan dengan tunggakan pokok dan atau margin yang telah melampaui 180 hari. penilaian atau penggolongan suatu kredit ke dalam tingkat kolektibilitas kredit tertentu didasarkan pada kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kriteria penilaian secara kuantitatif didasarkan pada keadaan pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam pembukuan dan administrasi bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran dengan melihat data historis dari masing-masing rekening pinjaman debitur. Kemudian data historis tersebut dibandingkan dengan standar sistem penilaian
kolektibilitas
yang
didasarkan pada peraturan Bank Indonesia. Kemudian untuk penilaian kolektibilitas secara kualitatif didasarkan pada prospek usaha debitur dan kondisi keuangan usaha debitur. Usaha debitur dinilai berguna untuk mengetahui kemampuan debitur membayar kembali pinjaman dari hasil usahanya sesuai dengan perjanjian kreditnya yang dapat dideteksi dari proyeksi arus kas usahanya. Menurut Kasmir (2002:128), dalam praktiknya kredit bermasalah disebabkan oleh dua unsur yaitu: 1. Dari pihak perbankan: analisis kurang teliti, sehingga masalah apa yang akan terjadi dari debitur tidak dapat ditanggulangi atau di prediksi dengan baik dari risiko yang akan timbul atas suatu usaha. Kemudian terjadi kolusi dari pihak analis ataupun pejabat yang berwenang dengan pihak debitur sehingga dalam analisinya dilakukan secara subjektif. 2. Dari pihak nasabah: adanya unsur kesengajaan, tidak adanya unsur kemauan untuk membayar walaupun sebenarnya nasabah tersebut mampu untuk membayarnya. Adanya unsur ketidaksengajaan, artinya debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan nasabah mengalami musibah. Menurut Dendawijaya (2005), implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1. Hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank. 2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif atau yang dikenal dengan Bad Debt Ratio (BDR) menjadi semakin besar yang menggambarkan kredit tersebut tidak sehat.
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan Aktiva Produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya besar modal bank dan sangat berpengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) 4. Return on Assets (ROA) mengalami penurunan 5. Sebagai akibat dari komplikasi dari perihal di atas adalah menurunnya nilai tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan menurut metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Equity, Liability). 3.1.8.
Penyelamatan Kredit Bermasalah Pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan dalam usaha
mengatasi timbulnya kredit bermasalah menurut Dendawijaya (2005) adalah sebagai berikut: 1. Rescheduling Penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur dengan memperpanjang jangka waktu kredit atau angsuran. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitur tidak mampu untuk memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran angsuran pokok maupun bunga (didasarkan pada laporan penelitian dan perhitungan account officer). 2. Reconditioning Merupakan usaha dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitur dan dituangkan kedalam perjanjian kredit. Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi debitur dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya. 3. Restructuring Usaha dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit yaitu dengan menambah modal nasabah melalui pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak 4. Kombinasi 3-R Merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan mengkombinasikan ketiga jenis di atas 5. Eksekusi
Merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak mempunyai itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua kewajibannya. Eksekusi dilakukan melalui penyerahan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara), dan menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata). Ataupun dengan jalan menjual jaminan yang diikat secara notaril untuk melunasi semua sisa kewajiban yang masih ada. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional BMI merupakan salah satu lembaga keuangan bank yang mempunyai komitmen
dan fokus dalam pelayanan keuangan sektor UMKM termasuk agribisnis, salah satunya adalah melalui fasilitas pembiayaan usaha muamalah. Salah satu tujuan BMI memberikan pelayanan pembiayaan ini adalah untuk membantu pelaku usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan usahanya. Namun pembiayaan yang telah disalurkan kepada nasabah memiliki beberapa risiko, risiko yang paling sering terjadi dari penyaluran pembiayaan yang diberikan oleh BMI adalah terjadinya kemacetan atau keterlambatan pembayaran angsuran pembiayaan oleh nasabah yang telah memperoleh fasilitas pembiayaan dari BMI. Lancar atau tidaknya nasabah agribisnis dalam mengembalikan pembiayaan yang telah diterima sangat berkaitan dengan prosedur penilaian kelayakan pembiayaan. Pada tahap ini, petugas BMI melakukan penilaian terhadap calon nasabah yang akan mengajukan pembiayaan. Penilaian kelayakan pembiayaan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif dan menggunakan prinsip penilaian pembiayaan yang sering disebut dengan “6C”, yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economics dan Constraints. Selain menggunakan prinsip “6C” tersebut, terdapat juga prinsip penilaian lain yang digunakan, yaitu “7P” yang terdiri dari personality, party, purpose, prospect, payment, profitability dan protection atau pun “6A” yang meliputi aspek yuridis (hukum), pasar dan pemasaran, teknis, manajemen, keuangan dan sosial ekonomis. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, pihak manajerial BMI dapat memberikan rekomendasi ataupun persetujuan terhadap pengajuan pembiayaan yang diajukan. Penilaian kelayakan merupakan tahap yang paling penting dan paling menentukan baik bagi pihak bank maupun nasabah, sehingga penilaian kelayakan pembiayaan ini harus dilakukan semaksimal mungkin. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman BMI, terdapat beberapa karakteristik yang menjadi pertimbangan utama dalam tahap penilaian kelayakan pembiyaan, karakteristik tersebut dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu karakteristik individu nasabah, karakteristik usaha dan
karakteristik pembiayaan. Karakteristik individu terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pemahaman akad. Karakteristik usaha terdiri dari omset usaha, jenis usaha dan lama usaha sedangkan karakteristik pembiayaan terdiri dari frekuensi pengambilan fasilitas pembiyaan dari BMI. Karakteristik-karakteristik yang digunakan dalam tahap penilaian pembiayaan tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan alat analisis, yaitu regresi logistik yang diolah dengan menggunakan software SPSS.16 yang pada akhirnya akan mendapatkan faktor-faktor mana saja yang dapat mempengaruhi pengembalian pembiayaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pembiayaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh pihak manajerial BMI dalam melakukan penilaian pembiayaan, sehingga penilaian pembiayaan pada BMI dapat dilakukan dengan tepat. Dampak yang diharapkan dari ketepatan dalam melakukan penilaian pembiayaan adalah jumlah nasabah atau pun nominal pembiayaan yang tidak lancar dapat diturunkan. Hal tersebut dapat berdampak pada kinerja bank yang semakin baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada Gambar.5 PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk Capem Depok
Permasalahan: Peningkatan Pertumbuhan Tunggakan Pembiayaan Agribisnis
2.
1. Karakteristik nasabah pembiayaan agribisnis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan agribisnis
Karakteristik Individu Usia Jumlah Tanggungan Pendidikan Pemahaman akad
Karakteristik Usaha - Omset - Lama usaha - Jenis usaha
Karakteristik Pembiayaan Frekuensi Pembiayaan
Analisis Deskriptif Regresi Logistik (SPSS.16)
Rekomendasi
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional