III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1
Daya Dukung Lingkungan Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian
kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan (Soemarwoto, 1997). Menurut Hadi (2005), Appropriated carrying capacity adalah lahan yang dibutuhkan untuk dapat menyediakan sumber daya alam dan mengabsorbsi limbah yang dibuang. Konsep daya dukung lahan ini menjadi alat untuk menguji lahan yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas ekonomi kita. Selanjutnya, daya dukung lingkungan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Libosada, 1998): area yang digunakan wisatawan Carrying Capacity (CC) = -------------------------------------------rata-rata kebutuhan area per individu Daya tampung wisatawan per hari = CC X koefisien rotasi Di mana koefisien rotasi diperoleh dari:
Koefisien Rotasi
3.1.2
Jumlah jam area terbuka untuk wisatawan = ------------------------------------------------Rata-rata waktu satu kunjungan
Pendekatan Analisis Biaya dan Manfaat Analisis manfaat dan biaya merupakan penerapan konsep ekonomi
kesejahteraan modern yang ditujukan untuk memperbaiki efisiensi ekonomi dalam alokasi sumberdaya. Karena itu, nilai ekonomi masyarakat dijadikan untuk menilai usulan-usulan tertentu (Abelson, 1979). Untuk menghitung analisis prakelayakan dalam pengembangan wisata agro digunakan :
28
1. Benefit Cost Ratio (BCR) Yaitu rasio jumlah nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak adalah BCR > 1 dan kita meletakkan alternatif yang mempunyai BCR tertinggi pada tingkat pertama. Secara matematis, BCR dapat disajikan sebagai berikut (Gittinger, 1986): t n
BCR
t 1 t n t 1
Bt (1 i) t Ct (1 i) t
Dimana : Bt
= manfaat yang diperoleh tiap tahun
Ct
= biaya yang dikeluarkan tiap tahun
t
= 1, 2, . . . . . , n
n
= jumlah tahun
i
= tingkat bunga (diskonto).
2. Net Present Value (NPV) NPV atau nilai sekarang bersih adalah jumlah nilai sekarang dari manfaat bersih. Kriteria keputusan yang lebih baik adalah nilai NPV yang positif dan alternatif yang mempunyai NPV tertinggi pada peringkat pertama. Secara matematis, Net Present Value dapat disajikan sebagai berikut (Gittinger, 1986): t n
NPV t 1
Bt - C t (1 i) t
Dimana : Bt
= manfaat yang diperoleh tiap tahun
Ct
= biaya yang dikeluarkan tiap tahun
t
= 1, 2, . . . . . , n
n
= jumlah tahun
i
= tingkat bunga (diskonto).
29
3. Internal Rate of Return ( IRR) Internal rate of return adalah discount rate yang dapat membuat besarnya the net present value (NPV) proyek sama dengan nol (0), atau yang dapat membuat B/C ratio = 1. Dalam perhitungan IRR ini diasumsikan bahwa setiap benefit neto tahunan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan memperoleh rate of return yang sama dengan investasiinvestasi sebelumnya. Besarnya IRR ini tidak ditemukan secara langsung, dan harus dicari dengan coba-coba. Mula-mula dipakai discount rate yang diperkirakan mendekati besarnya IRR. Kalau perhitungan ini memberikan NPV yang positif, maka harus dicoba discount rate yang lebih tinggi, dan seterusnya, sampai diperoleh NPV yang negatif. Kalau hal ini sudah tercapai, maka diadakan interpolasi antara discount rate yang tertinggi (i’) yang masih memberi NPV yang positif (NPV’), dan discount rate terendah (i’’) yang memberi NPV yang negatif (NPV’’), sehingga diperoleh NPV sebesar nol (0). Secara matematis, internal rate of return dapat disajikan sebagai berikut (Kadariah, 1988):
Dimana : i’
= discount ratetertinggi yang menghasilkan NPV positif
i’’
= discount rate terendah yang menghasilkan NPV negatif
NPV’ = NPV positif NPV’’ = NPV Negatif Layak bila IRR ≥ Discount Rate 4. Payback Period (PP) Payback Period adalah jumlah tahun yang diperlukan untuk membuat manfaat dapat menutup biaya (Kadariah, 1988). Masa pengembalian biaya investasi atau payback period merupakan jangka waktu yang diperoleh untuk membayar kembali seluruh investasi yang dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek (Gittinger, 1986). Secara matematis, Payback Period (PP) dapat dirumuskan sebagai berikut (Ibrahim, 2003):
30
Payback Period
I Ab
Dimana : I
= besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya dan telah didiskontokan Nilai pertimbangan yang mendasar dari analisis manfaat biaya adalah anggapan bahwa: 1) Kegiatan yang menyumbang terhadap peningkatan kesejahteraan secara positif terhadap ekonomi masyarakat haruslah dapat diukur dengan nilai moneter,
dimana
barang
dan
jasa
yang
masyarakat
bersedia
mengeluarkannya sebagai ganti. 2) Dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat perlu diukur dengan ukuran satuan uang, barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat sebagai imbalan terhadap kondisi buruk yang mungkin muncul. Menurut Suparmoko (2000), dalam penerapannya Analisis Manfaat dan Biaya akan terdapat banyak kesulitan antara lain : 1) Bagaimana mengukur manfaat; 2) Bagaimana mengenal dan mengukur biaya; 3) Bagaimana menentukan waktu dan tingkat diskonto (discount rate) Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah tetap untuk melakukan analisa, yaitu : 1) Menentukan dampak dari proyek, yaitu barang dan jasa apa yang akan diperoleh dari proyek tersebut, dan 2) Menyatakan dampak dari proyek tersebut secara kuantitatif 3.1.3 Pendekatan Analisis Hirarki Proses (AHP) Menurut
Dermawan
(2009),
Model
proses
analitis
berjenjang
diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an. Model yang berada di wilayah probabilistik ini merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan stretegis. Ciri khas dari model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang dan
31
terstruktur atas variabel keputusan. Ide dasar dari model ini memiliki kemiripan dengan konsep taksonomi dalam disiplin biologi. Dalam model ini, proses analitis terhadap suatu masalah dilakukan secara berjenjang dan terstruktur. Adapun bangun dasar konsep matematis yang dipakai adalah matriks. Oleh karena itu, pemahaman yang cukup baik tentang konsep matriks akan membantu memahami sejumlah konsep dasar dan penggunaan dari model kuantitatif ini. Hal-hal berikut ini merupakan langkah standar dalam proses pengambilan keputusan secara berjenjang (Dermawan, 2009): 1.
Tentukan tujuan utama. Tentukan apa yang hendak diwujudkan? Apa yang hendak diraih? Mengapa tujuan yang ditetapkan penting untuk diraih? Dan sebagainya.
2.
Identifikasikan bagian-bagian dari tujuan. Setiap tujuan utama selalu dihadapkan pada sejumlah batasan atau masalah. Batasan atau masalah inilah yang dinamakan dengan sub tujuan, atau faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan. Tentukan pula cakupan waktu yang mempengaruhi tujuan; jangka pendek, menengah dan panjang.
3.
Identifikasi kriteria dan faktor dan sub kriteria secara jelas dan rinci. Langkah ini membutuhkan pengelompokkan sub kriteria berdasarkan wilayah tertentu, seperti: harga, kualitas, tingkat kepentingan dan sebagainya.
4.
Identifikasikan alternatif pilihan yang memungkinkan. Karena proses analitis secara berjenjang merupakan metode perbandingan antar alternatif pilihan, maka tentukan alternatif pilihan yang diasumsikan memiliki nilai yang sama.
5.
Tentukan dan identifikasi konsekuensi dan risiko atas setiap kriteria dan alternatif.
6.
Tentukan pola relasi antar tujuan, variabel keputusan dan alternatif pilihan.
7.
Tentukan evaluasi numeris manfaat dan biaya dari setiap alternatif.
8.
Tentukan keputusan akhir berdasarkan hasil perbandingan nilai numeris yang tersedia. Bandingkan pula nilai risiko yang terkandung di setiap alternatif solusi. Secara umum, hirarki dalam Analisis Hirarki proses (AHP) dapat dibagi
menjadi dua jenis (Saaty, 1991):
32
1.
Hirarki Struktural. Dalam hirarki ini masalah yang kompleks diuraikan menjadi komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat strukturalnya. Misalnya membagi-bagi objek menjadi sejumlah gugusan, sub gugusan dan gugusan yang lebih kecil.
2.
Hirarki fungsional. Hirarki fungsional menguraikan masalah yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensial mereka. Setiap perangkat elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak disebut fokus, terdiri dari satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Tingkat-tingkat berikutnya masing-masing dapat memiliki beberapa elemen
(gambar bagan hirarki): Tujuan
Kriteria
Sub Kriteria
Alternatif
Sumber: Saaty (1980)
Gambar 3.1. Ilustrasi Model Hirarki AHP 3.2.Kerangka Operasional Agrowisata Bina Darma (ABD) merupakan obyek wisata agro yang menawarkan panorama alam dan kenyamanan. Keberadaan Agrowisata Bina Darma tentu diharapkan untuk dapat menguntungkan secara ekonomi, secara sosial dapat diterima oleh masyarakat dan secara lingkungan dapat tetap lestari. Berikut bagan alur penelitian studi pengembangan wisata agro berkelanjutan di Agrowisata Bina Darma :
33
Pengelolaan Agrowisata Bina Darma
Secara ekonomi menguntungkan
Analisis ekonomi
Secara sosial dapat diterima
Lingkungan lestari
Kebijakan (stakeholder)
Analisis Biaya dan Manfaat (BCR,NPV,IRR,PP)
Daya dukung lingkungan
Metode AHP
Rekomendasi pengelolaan Agrowisata Bina Darma yang berkelanjutan Gambar 3.2. Diagram Alir Kerangka Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian diatas, untuk menentukan daya dukung lingkungan atas pemanfaatan Agrowisata Bina Darma digunakan pendekatan Carrying Capacity (CC). Untuk mengestimasi prakelayakan ekonomi dalam pengembangan Agrowisata Bina Darma digunakan analisis biaya dan manfaat dimana pendekatan yang digunakan dalam analisis ini adalah Benefit Cost Ratio (BCR), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). Sedangkan teknik AHP (Analisis Hirarki Proses) digunakan untuk menentukan kebijakan prioritas untuk strategi pengembangan Agrowisata Bina darma berkelanjutan.