III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.1. Kerangka Teoritis 3.1.2. Studi Kelayakan Proyek Gittinger (1986) mendefinisikan proyek pertanian sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu. Akan tetapi, pada beberapa proyek biaya-biaya produksi atau pemeliharaan yang telah dikeluarkan diharapkan dapat memberikan keuntungan atau manfaat secara cepat, kira-kira dalam jangka waktu satu tahun. Menurut Soeharto (2002) kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan bertujuan untuk menghasilkan produk (deliverable) yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa proyek memiliki ciri-ciri pokok seperti (1) Bertujuan menghasilkan lingkup (deliverable) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir, (2) Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta kriteria mutu, (3) Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas dimana titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas, (4) Bersifat non rutin atau tidak berulang-ulang dimana jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Menurut Suratman (2002) studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang. Penilaian yang dilakukan berupa rekomendasi apakah suatu proyek layak dilaksanakan atau sebaiknya ditunda dulu. Mengingat kondisi di masa mendatang yang penuh dengan ketidakpastian, maka studi yang dilakukan meliputi berbagai aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dari tim gabungan berbagai ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing, seperti ekonom, ahli hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi, dan lain sebagainya. Tujuan dari studi kelayakan proyek adalah untuk mengetahui untung atau rugi yang akan didapat dari bisnis yang akan dijalankan. Studi kelayakan proyek dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehingga
29
pemilik proyek dapat mengetahui apakah investasi yang dilakukan akan menguntungkan. Suratman (2002) menyatakan bahwa tujuan studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari penyebab kegagalan pyoyek akibat kesalahan dalam memutuskan dan menilai alternatif investasi. Sehingga tujuan utama dari studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomi. Selain itu, Soeharto (2002) menyatakan pengkajian kelayakan atas suatu usulan proyek bertujuan untuk mempelajari usulan tersebut dari segala segi secara profesional agar setelah usulan proyek tersebut diterima dan dilaksanakan, betulbetul dapat mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya hasil yang jauh dari harapan setelah proyek selesai dibangun dan dioperasikan. Dengan demikian, analisis proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisis suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspekaspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek. Sedangkan siklus pelaksanaannya adalah: mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai dalam suatu proyek, menghindari pemborosan sumber daya, memilih alternatif proyek yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi. Berdasarkan hasil analisis proyek, tingkat keuntungan dapat diketahui, pemborosan terhadap sumber daya dapat dihindarkan, serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada.
3.1.2. Aspek Kelayakan Proyek Studi kelayakan dan analisa proyek yang efektif dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Seluruh
30
aspek-aspek di dalam proyek ini saling berhubungan antara satu dengan lainnya, dan suatu putusan terhadap satu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan bagi aspek-aspek yang lain. Seluruh aspek harus selalu dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus perencanaannya. Menurut
Gittinger
(1986),
terdapat
enam
aspek
yang
harus
dipertimbangkan dalam melaksanakan proyek pertanian, yaitu aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek komersial atau pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Soeharto (2002) menyatakan terdapat tujuh aspek yang harus dipertimbangkan dalam analisis proyek, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, aspek sosial-ekonomi, aspek manajemen dan organisasi, aspek pendanaan proyek, serta aspek analisis dampak lingkungan. Sedangkan Suratman (2002) menyatakan terdapat lima aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu aspek pasar, aspek hukum-sosial-budaya, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, dan aspek keuangan. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan terdapat enam aspek yang perlu dianalisis dalam studi kelayakan proyek, yaitu: 1) Aspek Pasar Aspek pasar dalam suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dari segi output, analisa pasar untuk hasil proyek sangat penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan pada suatu harga yang menguntungkan karena produk harus dijual menurut harga pasar. Dari segi input, rencana-rencana yang cocok harus dibuat untuk menjamin tersedianya bahan baku yang akan diperlukan dalam menggunakan teknologi baru atau pola produksi baru. Masalah-masalah seperti ketersediaan saluran input, kapasitas yang cukup dan ketepatan waktu dari pemasok, dan pembiayaan bagi penyedia input merupakan masalah-masalah yang juga perlu dipertimbangkan oleh pemilik proyek karena hal-hal tersebut akan berpengaruh bagi pelaksanaan proyek.
31
a. Permintaan Kasmir dan Jakfar (2003) mendefinisikan permintaan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Permintaan juga merupakan kegiatan yang didukung oleh daya beli atau akses untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Hukum permintaan menerangkan bahwa apabila harga suatu komoditas naik, maka jumlah komoditas yang diminta akan turun, dengan catatan bahwa variabel-variabel lainnya tetap. Variabel tersebut mencakup variabel lain yang dapat mempengaruhi jumlah komoditas yang diminta selain komoditas dimaksud, seperti tingkat pendapatan konsumen, selera konsumen, harga komoditas lain selain komoditas yang dibicarakan, jumlah penduduk, advertensi, distribusi, dan lain sebagainya. b. Penawaran Kasmir dan Jakfar (2003) mendefinisikan penawaran sebagai jumlah barang atau jasa yang ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga suatu komoditas naik, maka jumlah komoditas yang ditawarkan akan meningkat, dengan catatan bahwa variabel-variabel lainnya tetap (cateris paribus). c. Program pemasaran Program pemasaran terdiri dari empat aspek strategi bauran pemasaran (marketing mix) yaitu strategi produk (product), strategi harga (price), strategi lokasi dan distribusi (place), dan strategi promosi (promotion) (Kasmir dan Jakfar 2003). Jika suatu usaha memiliki peluang permintaan dan mampu memberikan penawaran yang sesuai dengan keinginan pasar serta memiliki program bauran pemasaran yang terencana, maka usaha tersebut layak berdasarkan aspek pasar. 2) Aspek Teknis Analisa teknis berhubungan dengan penyediaan input proyek dan produksi output berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal ini perlu dibuat secara jelas dan teliti di dalam kerangka kerja proyek. Aspek-aspek lain dari
32
analisa proyek hanya akan dapat berjalan bila analisa secara teknis dapat dilakukan, walaupun asumsi-asumsi teknis dari suatu perencanaan proyek mungkin sekali perlu direvisi sebagaimana aspek-aspek yang lain diteliti secara terperinci. Menurut Soeharto (2002), pengkajian aspek teknis mencakup hal-hal berikut: a) Menentukan lokasi Karena bersifat strategis, maka pemilihan lokasi harus didasarkan atas pengkajian seksama yang berkaitan dengan unit-ekonomi dari instalasi spesifik yang hendak dibangun, baik dari segi teknis konstruksi (keadaan tanah, iklim, gempa bumi) maupun kelangsungan operasi dan produksi di masa depan. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan letak geografis lokasi yaitu mengidentifikasi daerah yang dilakukan berdasarkan faktor seperti dekat daerah pemasaran, tersedianya bahan baku, tersedianya tenaga kerja, kondisi iklim, dan gempa bumi. Selanjutnya, daerah pemilihan dapat dipersempit dengan menentukan lokasi yang pasti di daerah yang dianggap telah memenuhi persyaratan. Selain itu, faktor-faktor penunjang seperti utiliti, infrastruktur, fasilitas pelayanan umum, sikap masyarakat terhadap proyek atau investasi, masalah lingkungan hidup, dan peraturan-peraturan yang mendukung (pajak, perburuhan, bea masuk) juga perlu diperhatikan. b) Mencari dan memilih teknologi proses produksi Proses produksi dapat dikatakan sebagai teknik atau metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang dan jasa, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjanjikan banyak pilihan sekaligus risiko yang terkandung. Di negara berkembang, proses produksi tidak menekankan pada efisiensi, tetapi juga memperhitungkan hal-hal lain yang terjadi di lingkungan sekitar, seperti menciptakan lapangan kerja sehingga perlu dipertimbangkan teknologi yang padat karya. Di samping perlu dipertimbangkan hal-hal yang langsung berpengaruh terhadap biaya, juga perlu dipertimbangkan hal-hal seperti tersedianya bahan baku, teknologi yang akan dipakai telah terbukti andal berdasarkan pengalaman pabrik-
33
pabrik sejenis, dan sedapat mungkin dipilih teknologi terbaru karena biasanya lebih efisien dan tidak segera usang. c) Menentukan kapasitas produksi Kapasitas produksi memberikan arti batas atas produksi yang dapat dicapai oleh suatu instalasi, atau batas atas beban yang dapat ditampung oleh suatu fasilitas hasil proyek. Besarnya kapasitas produksi merupakan parameter penting yang dapat dipakai sebagai masukan dalam perhitungan aspek ekonomi-finansial pada studi kelayakan dan sebagai dasar untuk membuat desain-engineering di tahap-tahap berikutnya. Sedangkan pada masa operasi dan produksi selalu dikaitkan antara kapasitas dan biaya operasi untuk menghasilkan per unit produk. Pada umumnya, semakin besar produksi semakin berkurang biaya produksi per unitnya. Oleh karena itu, dalam menentukan kapasitas suatu instalasi perlu dikaji seteliti mungkin berapa besar potensi penyerapan pasar, persediaan bahan baku, dan ongkos produksi sebelum menentukan angka kapasitas. d) Menyusun denah atau letak instalasi Pengaturan secara tepat tata letak instalasi beserta peralatannya atau disebut juga plant layout merupakan syarat penting karena erat hubungannya dengan efisiensi dan keselamatan selama operasi. Hal ini berarti bentuk dan tata ruang bangunan instalasi harus sesuai dengan maksud kegunaan atau fungsinya. Tujuan ini ditentukan dengan merancang atau merekayasanya sejak awal sewaktu mengkaji aspek teknis. Pada dasarnya menyiapkan denah instalasi meliputi kegiatan pengaturan letak serta hubungan antar fasilitas berikut:
Penampungan dan penyimpanan produk serta bahan baku dan produk sampingan (by product)
Peralatan untuk melaksanakan proses produksi yang diberikan alokasi ruang yang cukup, tidak terbatas hanya untuk tempat kedudukan masing-masing peralatan tetapi juga bagi ruang gerak operasi dan pemeliharaan
Peralatan dan ruang gerak untuk handling material
34
e) Membuat bangunan instalasi (plant building) Gedung atau bangunan civil pabrik (plant building) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari fasilitas instalasi industri dengan fungsi pokok sebagai tempat kerja, tempat peralatan, produk, dan kadang-kadang juga bahan baku agar terlindung dari pengaruh cuaca yang dapat merusak, seperti panas, dingin, kelembaban, dan lain-lain. Selain itu, gedung ini berfungsi juga sebagai tempat penyimpanan yang aman, misalnya dari pencurian. Gedung atau bangunan civil pabrik dapat terdiri dari kantor pusat administrasi di mana pimpinan pabrik berada, kantor desainengineering, bangunan tempat peralatan/mesin produksi disusun, gedung pusat pengendalian, perbengkelan serta pemeliharaan, gudang, dan lainlain. 3) Aspek Manajemen Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik. Keahlian staf yang ada perlu disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan di dalam proyek. Bila ternyata kemampuan
manajerial
terbatas,
maka
latihan
untuk
meningkatkan
kemampuan mereka harus dilakukan. Soeharto (2002) menyatakan hal-hal pokok yang terkandung dalam konsep manajemen proyek yaitu:
Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan.
Kegiatan yang dikelola berjangka pendek dengan sasaran yang telah digariskan secara spesifik. Hal ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian.
Memakai pendekatan sistem (system approach to management).
Mempunyai hierarki horisontal di samping hierarki vertikal. Sedangkan proses mengorganisir mengikuti urutan sebagai berikut:
Melakukan identifikasi dan klasifikasi pekerjaan; mengidentifikasi lingkup kegiatan proyek dan operasi yang terdiri dari sejumlah besar pekerjaan untuk mengetahui seberapa besar volume, macam, dan jenisnya dalam
35
rangka mengetahui sumber daya serta jadwal yang diperlukan sebelum diserahkan kepada individu yang akan menanganinya.
Mengelompokkan pekerjaan ke dalam unit atau paket yang masing-masing telah diidentifikasikan biaya, jadwal, dan mutunya.
Menyiapkan organisasi dan personel yang akan menangani pekerjaan, seperti memilih keterampilan dan keahlian kelompok yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, serta memberitahukan sasaran yang ingin dicapai yang berkaitan dengan unit atau paket kerja yang akan menjadi tanggung jawabnya.
Mengetahui wewenang dan tanggung jawab masing-masing peserta proyek agar hasil pekerjaan sesuai dengan harapan, dan untuk menghindari tumpang tindih dan duplikasi.
Menyusun mekanisme koordinasi agar semua bagian pekerjaan proyek yang ditangani para peserta yang ikut menangani penyelenggaraan proyek dapat bergerak maju menuju sasaran secara sinkron. Jika suatu usaha sudah dapat melaksanakan proses mengorganisir dalam
menjalankan usahanya, maka usaha tersebut sudah layak berdasarkan aspek manajemen. 4) Aspek Sosial Lingkungan Kelayakan proyek juga perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaankebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Selain itu, implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang disusulkan juga perlu diteliti secara lebih cermat. Pertimbangan-pertimbangan sosial lain harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut. Hal lain yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah masalah dampak lingkungan yang merugikan. Dampak bisnis terhadap lingkungan ekologi seperti adanya polusi udara, air, suara, dan limbah padat perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan. Masalah seperti air limbah (waste) dari pabrik industri yang dapat merusak sumbersumber air masyarakat perlu mendapat perhatian khusus dari analis proyek
36
agar tidak merugikan masyarakat sekitar pabrik. Untuk menjaga kelestarian alam tersebut akan lebih baik dilakukan melalui rancangan proyek daripada setelah mengeluarkan biaya untuk penggunaan teknologi yang kurang tepat atau biaya penggantian tanah tetapi proyek tidak memberikan pengaruh baik terhadap lingkungan. Jika suatu usaha sudah mengelola limbah yang dihasilkannya dengan baik atau tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan, maka usaha tersebut layak berdasarkan aspek lingkungan. 5) Aspek Hukum Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi (2009) menyatakan aspek hukum diperlukan untuk mengidentifikasi bentuk badan usaha yang akan digunakan. Hal ini akan terkait dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya, dan mempelajari jaminan-jaminan yang dapat disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, serta izin. Disamping hal tersebut, aspek hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama dengan pihak lain. Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa analisis mengenai aspek hukum perlu dilakukan secara teliti dan cermat dengan mencari sumbersumber informasi yang jelas sampai ke tangan yang memang berkompeten untuk mengeluarkan surat-surat yang hendak diteliti. Secara ringkas, dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan untuk analisis aspek hukum dari sebuah usaha yaitu Badan Hukum, Tanda Daftar Perusahaan, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Surat Izin Usaha, Izin Domisili, Izin Mendirikan Bangunan, Bukti Diri (KTP atau SIM), dan izin-izin lainnya. Sedangkan perizinan lain yang dibutuhkan terutama bagi usaha berbasis pangan yaitu adanya sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, dan sertifikasi halal. 6) Aspek Finansial Aspek finansial bagi perusahaan-perusahaan swasta adalah untuk menentukan berapa banyak modal yang diperlukan untuk mengembangkan proyek yang ingin dijalankan, berapa besar hasil yang akan diterima oleh
37
perusahaan dari investasi yang telah ditanamkan, dan apakah besarnya keuntungan cukup menarik bagi perusahaan (Gittinger 1986).
3.1.3. Analisis Kelayakan Investasi Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu usaha. Untuk mengukur manfaat proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto adalah suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang, sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu: ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger 1986). Kriteria investasi yang digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha menurut Kadariah (1988) adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP).
Net Present Value Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto tertentu. Proyek akan menguntungkan jika NPV bernilai positif. NPV dapat diartikan juga sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi, sehingga untuk menghitungnya diperlukan tingkat bunga yang relevan (Nasution 2009).
Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan
38
menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Jika nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate yang digunakan, maka usaha layak dijalankan. Grafik hubungan antara NPV dan IRR dapat dilihat pada Gambar 2. NPV
NPV1
IRR
Discount Rate (%) DR1
Gambar 2. Grafik Hubungan NPV dan IRR Sumber: Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi (2009) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit-Cost Ratio merupakan rasio keuntungan per biaya. Rasio ini merupakan pembanding antara jumlah present value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan.
Payback Period Payback Period atau Tingkat Pengembalian Investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). Periode pembayaran kembali yang didiskontokan adalah umur dimana tingkat diskonto tertentu, penerimaan bersih kumulatif sama dengan nol, dan menunjukkan pada umur berapa investasi dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain.
39
3.1.4. Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) Semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada. Sementara itu, kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya dan manfaat yang diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya suatu kekeliruan dan ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya perubahan-perubahan. Analisis switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan yang terjadi dapat ditoleransi untuk dilaksanakan. Pada analisis switching value, dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol (NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu (cateris paribus). Artinya, sampai tingkat berapa proyek yang akan dijalankan mentoleransi peningkatan harga atau penurunan input dan penurunan harga atau jumlah output (Gittinger 1986).
3.1.5. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi ialah suatu laporan keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Laporan laba rugi juga merupakan suatu laporan yang menunjukkan hasil-hasil operasi perusahaan selama waktu tersebut (Gittinger 1986). Laba merupakan apa saja yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengeluaran-pengeluaran yang timbul di dalam memproduksi atau menjual barang dan jasa (Napitupulu 2009). Laporan laba rugi ini menghasilkan suatu perhitungan yang akhirnya dapat melihat apakah suatu proyek yang dijalankan mendapatkan keuntungan ataukah mendapatkan kerugian selama proyek berlangsung.
40
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya alternatif penggunaan bahan baku untuk membuat mi mentah yang selama ini menggunakan tepung terigu, yaitu dengan menggunakan tepung jagung. Selama ini, produsen mi mentah hanya menggunakan tepung terigu untuk membuat mi dimana tepung terigu tersebut berasal dari gandum yang harus diimpor dari luar negeri. Tepung jagung dapat menjadi alternatif bahan baku untuk pembuatan mi jagung karena selain harganya lebih murah dibandingkan tepung terigu, tepung jagung merupakan komoditas lokal yang tidak perlu diimpor karena dapat diperoleh dari dalam negeri. Selain itu, mi mentah yang menggunakan bahan baku tepung jagung tidak perlu lagi menggunakan tambahan pewarna makanan karena sudah memiliki warna kuning alami yaitu dari kandungan beta karoten yang terdapat di dalam jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha mi mentah dengan menggunakan bahan baku tepung jagung. Kelayakan pengembangan usaha mi mentah jagung ini dinilai melalui beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, aspek hukum, dan aspek finansial. Analisis finansial mengkaji NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period, dan analisis switching value. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengusaha mi mentah melalui informasi dan rekomendasi mengenai pengembangan usaha mi mentah yaitu Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
41
Perusahaan Mie Mentah Bapak Sukimin mengolah mi mentah berbahan baku tepung jagung
Analisis Kelayakan Usaha
Skenario I Mi mentah 30 persen jagung
Skenario II Mi mentah 100 persen jagung
Aspek Finansial: NPV (Net Present Value) Aspek Non finansial: Aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, aspek hukum
IRR (Internal Rate of Return) Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio) PBP (Payback Period)
Analisis Switching Value karena perubahan harga input atau output.
Tidak Layak
Layak
Perbaikan usaha dengan reorientasi alokasi sumber daya
Pengembangan usaha
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung pada Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin
42