III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Peningkatan perekonomian suatu wilayah dapat diidentifikasi sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan. Sebagian besar negara yang berhasil mengurangi kemiskinan secara signifikan dalam jangka waktu yang lama ketika pertumbuhan ekonominya meningkat. Laju pengurangan kemiskinan akibat dari pertumbuhan ekonomi bisa sangat berbeda, tergantung
pada
ketidakadilan
dan
pola
distribusi
pertumbuhan
(Bank Dunia, 2000, 2007). Apabila pertumbuhan memberi keuntungan bagi mereka yang kaya, kemiskinan akan berkurang secara lambat. Sektor pertanian primer memiliki peran sebagai sumber penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan sebagian besar masyarakat maupun sumber penyedia bahan baku sektor industri. Melalui strategi tersebut produksi pertanian primer meningkat secara nyata sekaligus diperoleh pemerataan pendapatan pada tingkat yang moderat (Booth, 2000), namun keberhasilan pertumbuhan ekonomi tidak selamanya dapat bergantung pada sektor pertanian primer. Ketika peningkatan produksi primer terjadi secara melimpah (over supply), maka muncul tekanan harga sehingga peningkatan produksi tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan produsen atau petani. Upaya yang terus memacu
pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan produksi primer justru akan meningkatkan resiko kerugian.
Oleh karena itu perlunya peranan sektor industri pengolahan hasil
pertanian untuk menopang peningkatan produksi sektor pertanian primer. Berdasarkan konsep pemikiran yang telah di kemukakan maka kerangka konseptual penelitian untuk mengembangkan sektor pertanian dan industri
62
pengolahan hasil pertanian melalui investasi di Provinsi Sulawesi Tengah agar tercipta peningkatan perekonomian wilayah, maka salah satu alat yang paling baik digunakan adalah model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi dapat menggambarkan secara lengkap tentang struktur perekonomian wilayah, keterkaitan antar faktor produksi, institusi rumahtangga, sektor produksi, tabungan dan investasi, dan perdagangan luar negeri. Berdasarkan penjelasan tersebut maka kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 7. Aktivitas perekonomian dalam kerangka SNSE terdiri dari neraca aktivitas produksi dan neraca institusi rumahtangga. Neraca aktivitas produksi terdiri dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil rumahtangga
pertanian, Neraca institusi
terdiri dari rumahtangga berdasarkan pendapatan di sektor
pertanian, berpendapatan rendah, dan berpendapatan tinggi di perdesaan maupun di perkotaan. Selain itu terdapat institusi swasta dan pemerintah. Jika pemerintah Sulawesi Tengah mengembangkan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian (Neraca Aktivitas Produksi) maka dampak langsungnya adalah dari sisi penerimaan, aktivitas produksi diperoleh dari penjualan pasar domestik, penerimaan ekspor dan penerimaan pajak ekspor oleh pemerintah. Sisi pengeluaran aktivitasnya meliputi permintaan antara, upah, sewa dan value added (nilai tambah) dari pajak.
Neraca Institusi, yang mencakup rumahtangga
(berdasarkan pendapatan sektor pertanian, pendapatan rendah, dan pendapatan tinggi), perusahaan dan pemerintah. Dampaknya dari pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian bahwa rumahtangga menerima pendapatan faktor produksi, berbagai bentuk transfer seperti transfer pendapatan diantara rumahtangga itu sendiri, transfer pendapatan dari pemerintah, transfer
63
dari perusahaan (berupa asuransi) atau transfer dari luar negeri (misalnya NERACA AKTIVITAS
DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR
3
2
1
1
3
2
4
Keterangan : 1. Sub Sektor Tanaman Pangan 2. Sub Sektor Perkebunan 3. Sub Sektor Peternakan 4 Sub Sektor Kehutanan
Penjualan
Pajak
I mpor
Keterangan : 1. Industri makanan dan minuman 2. Industri kulit 3. Industri hasil hutan dan lainnya
Transfer
LUAR NEGERI
SEKTOR PERTANIAN
5
Investasi
SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
Ekspor
Pembelian Faktor
remittances).
PASAR FAKTOR
Transfer
Pembayaran Pajak
Tabungan Rumah Tangga
GOLONGAN PENDAPATAN SEKTOR PERTANIAN
Subsidi Transfer
KAPITAL Tabungan Pemerintah
INSTITUSI SWASTA
Penerimaan dari Faktor Produksi
Pembayaran Pajak Subsidi
Tabungan
Transfer/Subsi di
INSTITUSI PEMERINTAH
PASAR BARANG/ JASA
Belanja Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi
Transfer
Pajak Tidak Langsung
Transfer
GOLONGAN PENDAPATA N RENDAH
GOLONGAN PENDAPATA N TINGGI
DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR RUMAHTANGGA (DESA/KOTA) NERACA INSTITUSI RUMAH
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah Keterangan : = Neraca endogen institusi rumahtangga = Neraca endogen sektor produksi = Keterkaitan antar sektor = Keterkaitan satu sektor
64
Untuk pengeluaran rumahtangga yang terdiri dari pengeluaran atas barang-barang konsumsi, transfer antara rumahtangga, pajak pendapatan dan sisanya dimasukkan sebagai tabungan dalam Neraca Modal. Perusahaan menerima keuntungan dan transfer, serta membayar pajak dan transfer, kemudian sisanya dimasukkan sebagai tabungan dalam Neraca Modal. Selanjutnya pengeluaran pemerintah berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumahtangga dan perusahaan, dan menabung. Di sisi lain penerimaan pemerintah berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri. Neraca faktor produksi, termasuk di dalamnya adalah tenaga kerja dan modal. Dampak dari pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian, mereka menerima pendapatan dari penjualan jasa mereka untuk aktivitas produksi dalam bentuk upah, sewa dan pendapatan faktor bersih yang diterima dari luar negeri. Pendapatan yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai distribusi keuntungan dan pendapatan tenaga kerja, dan distribusi ke perusahaan sebagai keuntungan yang tidak didistribusikan dan keuntungan perusahaan setelah dikurangi pajak. Neraca Rest of the World mencatat transaksi antara domestik dan luar negeri, dengan adanya injeksi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian dampaknya terhadap sisi penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri dalam perekonomian domestik berasal dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor produksi dan pemasukan modal dari luar negeri, sedangkan pengeluarannya berupa impor, pembayaran faktor dan transfer ke luar negeri. Berdasarkan penjelasan di atas maka sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian dipandang sebagai transmisi yang paling baik dalam
65
menjembatani proses transformasi. Melalui sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian dapat menciptakan kaitan ke depan dan ke belakang. Keterkaitan ke belakang dari investasi baru akan memunculkan peluang investasi lainnya dalam sektor input. Keterkaitan ke depan menciptakan kesempatan investasi baru yang menggunakan output dari proses terdahulu menjadi input pada proses berikutnya. Pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian akan menciptakan kesempatan kerja baru di sektor pertanian karena bahan baku yang digunakan oleh industri pengolahan hasil pertanian berada di perdesaan. Selain itu pengembangan tersebut dapat mencegah urbanisasi sehingga berdampak menurunnya tingkat kemiskinan dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap produk industri pengolahan hasil pertanian sehingga menyebabkan peningkatan output. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berbasis kepada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari strategi perekonomian wilayah Sulawesi Tengah secara menyeluruh yang tidak saja mengalokasikan secara khusus kegiatan bisnis pertanian dengan wilayah pemasok sarana produksi pertanian, pengolahan produksi pertanian dan peningkatan nilai tambah lainnya tetapi kaitannya dengan wilayah pasar yang luas, baik secara nasional, regional maupun internasional. Akhirnya meningkatnya pendapatan rumahtangga akan memperbaiki distribusi distribusi pendapatan, menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan. Kondisi tersebut menggambarkan peningkatan perekonomian wilayah Sulawesi Tengah.
66
3.2. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matriks yang mencatat situasi perekonomian suatu negara dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi tersebut pada waktu tertentu (Badan Pusat Statistik, 2003). Selain itu model SNSE merupakan model yang tidak hanya menggambarkan transaksi jual beli barang dan jasa atau transaksi antar sektor produksi seperti pada model Input-Output, tetapi menggambarkan hubungan timbal balik antar struktur produksi, distribusi pendapatan yang ditimbulkan karena adanya kegiatan produksi, konsumsi, tabungan, dan investasi. Lebih lanjut Sutomo (1995), mengemukakan bahwa kerangka SNSE dibentuk dengan maksud agar menggambarkan keterkaitan antara kegiatan atau struktur produksi, distribusi nilai tambah atau distribusi pendapatan faktorial, distribusi pendapatan rumahtangga, konsumsi, tabungan serta investasi dalam suatu wilayah secara terpadu dan komprehensif. Secara umum, kumpulan neraca dalam model SNSE dibagi menjadi dua kelompok, yaitu neraca endogen dan neraca eksogen. Selanjutnya kelompok neraca endogen dibagi menjadi 3, yaitu blok faktor produksi, blok institusi dan
blok kegiatan produksi. Blok-blok
tersebut disusun dalam bentuk baris dan kolom. Baris pada Sistem Neraca Sosial Ekonomi
(SNSE)
menunjukkan
rincian
penerimaan,
sedangkan
kolom
menunjukkan rincian pengeluaran. Skema Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) secara sederhana disajikan pada Tabel 3. Kerangka SNSE seperti yang disajikan pada Tabel 3 memiliki 4 neraca utama yaitu, (1) neraca faktor produksi, (2) neraca institusi, (3) neraca sektor produksi, dan (4) neraca eksogen/neraca lainnya (rest of world).
67
Tabel 3. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Pengeluaran
Penerimaan
NERACA ENDOGEN Faktor Kegiatan Institusi Produksi Produksi 1 2 3
N T 11 E Faktor 1 0 R Produksi A C T 21 A Pendapata Institusi 2 E N D O G Kegiatan E Produksi 3 N
n Institusi dari Faktor Produksi
T 31 0
T 12 0
T 13 Distribusi Nilai Tambah
T 22 Transfer Antar Institusi
T 23
T 32 Perminta an Akhir Domesti k l2 Tabunga n
T 33 Transaksi Antar Keg. (I-O) l3 Pajak Tak Langsung
0
l1 Peng. NERACA Ekspor Fakt. EKSOGEN Prod y1 ’ y2 ’ y3 ’ 5 jumlah jumlah jumlah TOTAL pengl. pengl. pengl. fakt. institusi keg. prod. prod. Sumber: Thorbecke (2000); Sahara (2006). 4
NERACA EKSOGE N 4 x1 Pendapata n Eksogen Fakt. Prod. x2 Pendapata n Institusi dari Eksogen x3 Investasi
r Transaksi Antar Eksogen
TOTAL 5 y1 Jumlah Pendapata n Fakt. Prod. y2 Jumlah Pendapata n Institusi y3 Jumlah Output Kegiatan Produksi Jumlah Pendapata n Eksogen
Jumlah Pengeluar an Eksogen
Vektor kolom, yaitu nilai-nilai x i yang muncul dalam kolom 4 mewakili injeksi (injections), asumsinya ditentukan secara eksogenus,
misalnya arus
transfer/pengeluaran pemerintah (pusat, daerah), transfer dari luar negeri ke rumahtangga dan perusahaan, investasi dan ekspor, sedangkan vektor baris, yaitu nilai-nilai 1 i dalam baris ke 4 mewakili kebocoran (linkages), misalnya pajak langsung dan tidak langsung, tabungan, impor, dan transfer pendapatan keluar
68
negeri. Tiga neraca lainnya (faktor, institusi, dan aktivitas produksi) diasumsikan ditentukan secara endogenus. Thorbecke
(2000)
mengemukakan
beberapa
hal
penting
dalam
hubungannya dengan menggunakan kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yakni, Pertama, suatu implikasi penting dari koefisien tetap yakni secara normal menganggap harga-harga konstan.
Kasus ini hanya mungkin berlaku
dalam kapasitas berlebih. Kedua, perubahan-perubahan variabel eksogen seperti pengeluaran pemerintah (dirinci menurut aktivitas atau sektor), dan alokasi investasi sektoral terhadap total pendapatan faktor, institusi dan produksi. Dengan skema Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) para perencana atau para analis dapat membuat model-model ekonomi dengan memisahkan variabel-variabel mana yang dapat diturunkan didalam sistem (endogen), dan variabel-variabel mana yang ditentukan dari luar sistem (eksogen). Pemisahan didasarkan atas kepentingan serta persepsi para pembuat model. Ada ketentuan bahwa variabel eksogen adalah variabel yang biasanya dapat dijadikan alat untuk mengatur kebijakan (policy tools) oleh pemerintah, Contohnya pajak, subsidi, investasi, ekspor, impor, dan lain-lain (Antara, 1999).
3.2.1. Analisis Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Multiflier Analysis (Analisis pengganda) di dalam model SNSE dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier pada dasarnya sama dengan pengganda dari Leontief Inverse Matrix yang terdapat dalam model Input-Output. Ini berarti bahwa semua analisis pengganda yang terdapat dalam model Input-Output seperti own multiplier, other
69
linkage multiplier dan pengganda total dapat digunakan dalam analisis SNSE, sedangkan analisis fixed price multiplier mengarah pada analisis respon rumahtangga terhadap perubahan Neraca Eksogen dengan memperhitungkan expenditure propensity. Selanjutnya apabila diasumsikan bahwa besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, A ij , merupakan perbandingan antara pengeluaran sektor ke-j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke-j (Y j ), maka: A ij = T ij / Y j ………………………………………................................... (1) atau dalam bentuk matriks adalah :
0 A = A21 0
0 A22 A32
A13 0 …………………...................................................(2) A33
Apabila persamaan (1) dibagi dengan Y, maka diperoleh: Y/Y = T/Y + X/Y ……………………………………..............................(3) Selanjutnya persamaan (1) disubsitusikan ke persamaan (2) sehingga menjadi : I = A + X/Y I – A = X/Y (I – A)Y = X Y = (I – A)-1 X ………………………………………………..................(4) Jika, M a = (I – A)-1 maka: Y = M a X ...............................................................................................(5) Dimana A adalah koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung (direct coefficients) dari perubahan yang terjadi pada suatu sektor terhadap sektor
70
lainnya. M a adalah pengganda neraca (accounting multiplier) yang menunjukkan pengaruh perubahan suatu sektor terhadap sektor lainnya dari seluruh SNSE. Pyatt and Round (1985) melakukan dekomposisi terhadap pengganda neraca agar mendapatkan dampak langsung dan tidak langsung yang dalam bentuk multiplikatif : Ma
=
M a3
M a2
M a1
………………………………………………...........(6) atau secara aditif dapat ditulis : M a = I + M a1 - I + (M a2 - I) M a1 + (M a3 - I) M a2 M a1 ……………….....(7) M a1 adalah transfer multiplier, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca terhadap dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut : M a1
=
(I
–
A0
)–1
……………………………………………..……..........(8) dimana:
0 0 A 0 = 0 A22 0 0
………………………………………………….....(9) A33 0 0
sehingga:
0 0 0 −1 M a1 = 0 ( 1 − A22 ) 0 ……………………………….......(10) −1 0 0 ( 1 − A33 ) Selanjutnya M a2 adalah open loop multiplier atau cross effect yang menunjukkan pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Dalam hal ini M a2 dapat dirumuskan:
71
M a2
=
(I
+
A*
+
A*2)
……………………………………………….......(11) dimana A* = (I – A0)-1 (A – A0) Oleh karena: A* 13 = A 13 A* 21 = (I – A 22 )-1 A 21 A* 32 = (I – A 33 )-1 A 32 maka M a2 dapat ditulis sebagai berikut:
M a2
1 = A* 21 A* 32 A* 21
A* 13 A* 32 1 A* 32
A* 13 A* 21 A* 13 ………………………............(12) 1
Proses open loop multiplier antara blok tersebut dapat dilihat
pada
Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa apabila injeksi awal terjadi pada peningkatan permintaan ekspor (X 3 ), maka output yang terkait dengan blok aktivitas produksi (Y 3 ) akan meningkat, kemudian memberikan pengaruh berikutnya terhadap pendapatan pada blok faktor produksi (Y 1 ) dengan nilai pengganda sebesar A 13 . Selanjutnya, peningkatan pendapatan pada blok faktor produksi akan memberikan pengaruh lanjutan terhadap pendapatan pada blok institusi (Y 2 ) dengan nilai pengganda sebesar A* 21, dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan blok produksi dengan nilai pengganda sebesar A* 32 . Apabila injeksi awal bersumber dari peningkatan pendapatan blok faktor produksi yang berasal dari luar negeri (X 1 ), maka injeksi ini akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A* 21 dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok aktivitas produksi dengan nilai pengganda A* 32 . Peningkatan pendapatan pada blok aktivitas
72
produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda sebesar A 13.
73
Apabila injeksi berawal dari peningkatan pendapatan blok non-faktor
74
produksi yang berasal dari luar negeri (X 2 ), maka injeksi ini akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok aktivitas produksi dengan nilai pengganda sebesar
Aktivitas
(I-A33)-1X3 X3= permintaan ekspor
Produksi (Y3)
A*32=(I-A33)-1 A32
Y2 Distribusi pendapata n institusi
(I-A22)-1X2 X2= pendapatan non-faktor dari luar negeri
A*13=A13
A*21=(IA22)-1A21
Y1 Distribusi pendapata n faktor produksi
X1= pendapatan faktor dari luar negeri
A* 32 dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda A 13 . Peningkatan pendapatan pada blok faktor produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A* 21 .
75
Sumber : Thorbecke (1998).
Gambar 8. Proses Pengganda Antara Neraca Endogen Sistem Neraca Sosial Ekonomi Terakhir, M a3 merupakan closed loop multiplier yang menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Dalam bentuk matriks M a3 dapat ditulis : M a3
=
(I
A* 3 )-1
–
......................................................................................(13) Persamaan (13) secara rinci dapat ditulis sebagai berikut : ( 1 − A*13 A* 32 A* 21 )−1 0 0 .................(14) M a3 = 0 ( 1 − A* 21 A*13 A* 32 )−1 0 * * * −1 0 0 ( 1 A − 32 A 21 A 13 )
Dekomposisi pengganda neraca tidak hanya dilakukan dengan pendekatan rata-rata, tetapi juga dapat dilakukan dengan pendekatan marjinal. Dekomposisi pengganda neraca dengan pendekatan marjinal memerlukan suatu matriks yang disebut marginal expenditure propensities yang dinotasikan dengan C. Matriks C dibentuk berdasarkan asumsi harga tetap, sehingga pengganda yang diperoleh dengan cara ini seringkali disebut pengganda harga tetap.
Secara matematis
matriks C dirumuskan sebagai : C = ∂T/∂Y………………………………………………………............(15) Secara rinci ditulis sebagai: 0 C = C 21 0
0 C 22 C 32
0 0 ……………………………………….................(16) C 33
karena Y = T + X, maka: ∂Y = ∂T + ∂X………………………………………………………..............(17)
76
dengan demikian: ∂Y = C∂T + ∂X ∂Y = (I – C)-1 ∂X…………………………………………….................(18) atau ∂Y = M c ∂X…………………………………………………….............(19) Dimana M c adalah pengganda harga tetap, yang selanjutnya dapat didekomposisi ke dalam M c1 (transfer multiplier), M c2 (open loop mutiplier), dan M c3 (closed loop multiplier), sehingga: Mc
=
M c3 M c2 M c1
......................................................................................(20) Bentuk matriks M c3 , M c2 , M c1 sama seperti pada matriks dekomposisi sebelumnya, hanya saja yang digunakan disini adalah marjinal pengeluaran (Daryanto dan Hafidzrianda, 2010).
3.2.2. Analisis Jalur Struktural
Thorbecke (1985) dalam Daryanto (2001) metode dekomposisi yang konvensional tidak mampu untuk menguraikan multiplier ke dalam transaksi komponennya atau untuk mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan. Dekomposisi multiplier yang konvensional hanya mampu menguraikan pengaruh-pengaruh dalam dan antara neraca endogen. Structural Path Analysis (SPA) ini digunakan untuk melacak interaksi dalam suatu perekonomian yang dimulai dari suatu sektor tertentu dan berakhir pada sektor tertentu lainnya. Metode Structural Path Analysis (SPA) mampu menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan dalam
77
suatu gambar. Didalam Structural Path Analysis (SPA), masing-masing elemen pada multiplier SNSE dapat didekomposisi kedalam pengaruh langsung, total, dan global. Jadi, pada dasarnya Structural Path Analysis (SPA) itu adalah sebuah metoda yang dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui
sebuah
jalur
dasar
(elementary
path)
atau
sirkuit
(circuit)
(Prihawantoro, 2002). Jalur dasar analisis struktural adalah jalur yang melalui sebuah sektor tidak lebih dari satu kali. Misalkan sektor i mempengaruhi sektor j. Pengaruh dari i ke j bisa terjadi secara langsung, bisa pula terjadi melalui sektor-sektor lain, katakan x dan y. Apabila dalam jalur i ke j tersebut i, x, y, dan j hanya dilalui satu kali, maka hal seperti ini disebut sebagai jalur dasar, seperti terlihat pada Gambar 9.
j x
y
atau
i
j
i
Sumber : Prihawantoro (2002). Gambar 9. Jalur Dasar Analisis Struktural Ada kalanya suatu sektor, setelah mempengaruhi sektor yang lain, pada akhirnya akan kembali lagi mempengaruhi sektor itu sendiri. Misalkan pengaruh
78
sektor i ke j di atas ternyata belum selesai. Jika j mempengaruhi z, dan z mempengaruhi i, maka jalur dari i ke x ke y ke j ke z dan kembali ke i disebut sirkuit. Dalam jalur ini setiap sektor dilalui hanya satu kali, kecuali i. Sektor i dilalui dua kali, yakni pada awal jalur dan pada akhir jalur, seperti terlihat pada Gambar
10. Pengaruh adalah ukuran yang mencerminkan besarnya dampak
pengeluaran dari suatu sektor ke sektor lainnya, dan karenanya menggambarkan keeratan hubungan di antara kedua sektor tersebut. Besaran yang dipakai untuk mengukur keeratan hubungan tersebut tergantung atau pendekatan yang digunakan, apakah pendekatan rata-rata ataukah pendekatan marginal. Oleh karena itu bisa digunakan besaran aij atau cij.
v x
j
i
z
Sumber : Prihawantoro (2002). Gambar 10. Sirkuit Analisis Jalur Struktural
Di dalam metodologi SPA ada tiga elemen penting untuk dibahas, yakni jalur pengaruh langsung (direct influence), pengaruh total (total influence), dan pengaruh global (global influence) (Daryanto, 2001; Prihawantoro, 2001). ketiga pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
79
1. Pengaruh Langsung Pengaruh langsung dari i ke j (ID i → j ) menunjukkan perubahan pendapatan atau produksi
j disebabkan oleh perubahan satu unit i, selama
pendapatan atau produksi pada titik lain (kecuali pada jalur dasar yang dilalui dari i ke j) tidak mengalami perubahan. Dengan pendekatan rata-rata, pengaruh langsung (IDi → j ) dari i ke j adalah :
IDi→ j = aij ............................................................................(21)
80
Industri Kimia
x
Pedagang Eceran/ y Retailer
ayx
axz axi
axy
azy ajy
z
R&D Firm Produsen Minyak
i
j
aji
asi
Supplier Gas s
avi
Buruh Tani
ajs ajv
Kilang Minyak v
avv Sumber : Daryanto (2001). Gambar 11. Kemungkinan Jalur yang Menghubungkan Beberapa Sektor Gambar 11 yang menyajikan contoh tentang SPA untuk kasus dua sektor, jalur dasar ini diukur sepanjang garis ij. Ini berarti petani (sektor j) tampak secara langsung membeli bahan bakar dari produsen bahan bakar (sektor i). Karena jalur yang dilalui hanya sekali, ini berarti jalur dasar dari i ke j mempunyai panjang
81
sebesar satu. Setiap kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity), a ij , dapat diinterpretasikan sebagai kekuatan dari pengaruh transmisi dari sektor i ke sektor j. Matrik An dalam model SNSE dapat dikatakan sebuah matriks pengaruh langsung, yang ditentukan berdasarkan persamaan (21) di atas. Pengaruh langsung bisa juga diukur dengan jalur dasar yang memiliki panjang lebih dari satu. Seperti yang disajikan dalam Gambar 11. Kita lihat petani (sektor j) membeli bahan bakar dari pedagang (sektor s) dimana pedagang membeli bahan bakar tersebut dari produsen (sektor i). Karena tampak ada dua busur, berarti jalur dasar dari pengaruh langsung ini mempunyai panjang sebesar dua. Keterkaitan ini bisa dirumuskan sebagai berikut. ID(i, sj ) =
asi a js ..................................................................( 22)
2. Pengaruh Total
Pengaruh total dari i ke j adalah perubahan yang di bawah dari i ke j baik melalui jalur dasar maupun sirkuit yang menghubungkannya. Secara kuantitatif pengaruh total (IT) merupakan perkalian antara pengaruh langsung (ID) dan penggganda jalur atau path multiplier (Mp), yang dapat dirumuskan :
IT( i→ j ) = ID (i → j ) Mp...................................................................(23)
[
]
−1
IT(i→ j ) = a xi a yx a jy 1 − a yx (a xy + a zy a xz ) ...................................................(24) dimana :
[
]
−1
Mp = 1 − a yx + (a xy + a zy a xz ) ..............................................................(25) Dalam Gambar 11, IT dijelaskan sepanjang tiga jalur busur, yaitu i → x → y → j . Dengan demikian IT mempunyai jalur dasar sebanyak tiga. Dalam hal ini dijelaskan bahwa para petani membeli input obat-obatan dari sektor
82
jasa pedagang besar atau pengecer (y) dimana mereka memperolehnya dari sektor industri obat-obatan pertanian (x). Kemudian untuk memproduksi obat-obatan, sektor industri juga membutuhkan input dari produsen bahan bakar (i). Dari serangkaian jalur transaksi tersebut kita melihat adanya pengaruh timbal balik baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk kasus ini pengaruh timbal balik secara langsung dapat terlihat pada jalur x ke y, yang mengindikasikan bahwa pedagang obat-obatan (y) secara langsung membeli barang dagangannya dari sektor industri (x), sedangkan pengaruh timbal balik secara tidak langsung kelihatan pada jalur z ke y dan x ke z, yang menunjukkan bahwa sektor jasa pedagang (y) bisa membeli output dari perusahaan yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan (reseacrh and development firm) dimana perusahaan ini memperoleh inputnya dari industri kimia (x).
3. Pengaruh Global
Pengaruh global dari i ke j mengukur keseluruhan pengaruh pada pendapatan atau produksi j yang disebabkan oleh satu unit perubahan i. Pengaruh global (GI) dapat dianggap sama dengan pengaruh total (IT) sepanjang seluruh jalur dasar yang saling berhubungan pada titik i dan titik j. Pengaruh global ini dapat diturunkan dengan rumus berikut. n
IG(i − j ) = maji = ∑ IT(i → j ) = ∑ ID(i → j ) Mp..............................................(26) p =1
dimana : IG(i→ j ) = pengaruh global dari kolom ke i dalam SNSE ke baris j, maj i
= elemen ke ( j ,i ) pada matrik multplier Ma ,
83
IT(i→ j ) = pengaruh total dari i ke j ,
ID (i − j ) = pengaruh langsung dari i ke j , dan Mp
= multiplier sepanjang jalur p.
Dalam Gambar 11 titik asal i dan titik tujuan j sama-sama mempunyai tiga jalur dasar. Contohnya ( i , x , y , j ) , ( i , s , j ) dan ( i , v , j ). Anggaplah untuk ketiga jalur itu masing-masing kita beri inisial 1, 2, dan 3, maka kita bisa menurunkan pengaruh global dari lintasan itu sebagai berikut.
IG(i→ J ) = IT(i , x , y , j ) + IT(i ,s , j ) + IT(i ,v , j ) = IT(i→ j )1 + IT(i→ j )2 + IT(i − j )3 = ID(i→ j )1 M 1 + a si a js + (avi a jv )( I − avv ) −1 = ID( i → j ) M 1 + ID( i → j ) + ID( i → j ) M 3 ........................................(27) 1
2
3
Akhirnya, dapatlah dikatakan SPA itu telah membuktikan sebagai suatu perangkat yang mampu untuk mengidentifikasi keterkaitan-keterkaitan yang paling penting didalam model SNSE yang sangat kompleks. Kesulitan yang utama dalam menggunakan pendekatan SPA ini adalah ketika kita ingin menghitung jalur dasar dalam jumlah yang sangat besar, perhitungannya menjadi lebih rumit dan kompleks (Daryanto dan Hafidzrianda, 2010).
3.2.3. Estimasi Entrophy
Sistem Neraca Sosial Ekonomi dengan Metode Cross
Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan pengembangan dari model Input-Output. Umumnya data Input-Output dikelompokkan pada interval waktu yang panjang, yaitu: antara lima tahun atau lebih, sedangkan data-data pendukung seperti data output, pendapatan domestik regional bruto,
84
nilai tambah, dan lainnya tersedia setiap tahun. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang dibangun pada tingkat nasional maupun regional masih banyak yang agregat. Untuk mendapatkan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) pada tahun tertentu dan yang diagregasi secara lebih rinci dapat dilakukan dengan metode Cross Entropy/CE. Menurut Robinson et al. (2000), bahwa metode Cross Entropy merupakan perluasan dari metode RAS, dimana metode Cross Entropy lebih fleksibel dan unggul untuk mengestimasi SNSE ketika data tersebar (scattered) dan tidak konsisten. Sementara itu metode RAS mengasumsikan bahwa estimasi dimulai dari suatu SNSE terdahulu yang konsisten dan hanya mengetahui tentang total baris dan kolom. Kerangka Cross Entropy mengacu pada rentang informasi terdahulu yang lebih luas untuk digunakan secara efisien dalam estimasi. Dengan pemikiran tersebut, maka dalam melakukan agregasi SNSE Sulawesi Tengah akan digunakan dengan metode Cross Entropy . Dua pendekatan yang digunakan dalam penerapan model Cross Entropy, yaitu pendekatan deterministik dan stokastik. Pendekatan deterministik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat fungsional antara satu variabel dengan variabel lainnya. Pendekatan stokastik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat random antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam Penelitian ini estimasi SNSE hanya dilakukan pada tahun tertentu dan ketergantungan antara satu variabel dengan variabel lainnya yang akan diagregasi bersifat fungsional, maka yang akan digunakan metode Cross Entropy
dengan pendekatan
deterministik. Golan, Judge dan Robinson (1994) dalam Robinson, Catteno dan El Said (2000) melakukan estimasi matriks koefisien pada Tabel Input-Output. Dalam
85
penelitian itu diperoleh matriks koefisien A dengan cara meminimumkan jarak entropy antara koefisien A pada matriks sebelumnya dan matriks koefisien yang baru hasil estimasi. Matriks transaksi T dalam SNSE menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan moneter, dimana t ij adalah aliran pengeluaran dari jumlah kolom j terhadap jumlah baris i, hal ini ditunjukkan dengan persamaan : yi =
∑
t ij =
∑
t ji .....................................................................
(28)
j
j
Model SNSE menunjukkan setiap jumlah baris harus sama dengan jumlah kolom, dimana koefisien matriks A dibentuk dari setiap sel pada matriks T dibagi dengan jumlah kolomnya, maka diperoleh sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity), dapat dirumuskan sebagai berikut:
t ij A ij =
yj
.........................................................................................
(29)
Metode Cross Entropy mengukur jarak diantara distribusi probabilitas terhadap penilaian Cross Entropy SNSE, masalah ini ditunjukkan dengan set awal koefisien matriks A dengan cara meminimumkan jarak Cross Entropy antara koefisien A pada matriks sebelumnya. Matriks koefisien hasil estimasi yang baru :
A ij A ln = min ∑∑ A ij ln A ij − ∑∑ A ij ln A …...... (30) ∑∑ Min I = ij i j A ij i j i j {A} dengan kendala:
∑ A ij y *j = y *i j
∑ A j,i = 1 dan 0 ≤ A j,i ≤ 1 j
86
dimana: A
: Matriks koefisien sebelumnya
A
: Matriks koefisien A yang diestimasi
y*
: Matriks vektor kolom diambil dari total masing-masing neraca
Nilai A dan y* diperoleh dari kumpulan data yang berhasil diperoleh di Provinsi Sulawesi Tengah sesuai tahun yang diamati. Namun, apabila untuk beberapa sel matrik A atau matriks vektor kolom total neraca (y*) ternyata tidak tersedia datanya, maka sebagai alternatif akan digunakan informasi-informasi yang tercantum dalam SNSE 2005 ataupun SNSE suatu daerah lain yang pernah dibuat pada tahun tersebut, dimana kondisi perekonomiannya cukup dekat dengan struktur perekonomian Sulawesi Tengah. Dengan estimasi metode Cross Entropy akan diperoleh sebuah matriks SNSE yang baru, dimana jumlah kolom dan baris harus sama. Matriks SNSE yang baru ini harus dikoreksi, oleh karena bisa saja terdapat nilai-nilai yang tidak logis sesuai dengan kondisi obyektif perekonomian Sulawesi Tengah. Dalam hal ini setiap sel yang ada dalam SNSE Sulawesi Tengah yang akan diamati. Angka yang tidak logis, misalnya: terlalu kecil atau terlalu besar dan atau sebenarnya nilai tersebut harus tidak ada, dilakukan pengecekan ulang dengan menggunakan sumber informasi lain. Hasil koreksi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga keseimbangan antara jumlah kolom dan baris tetap terjaga. Membangun SNSE Sulawesi Tengah dengan menggunakan Cross Entropy dilakukan dengan bantuan perangkat komputer software GAMS (General Algebraic Modeling System).