III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson, 1999). Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi output ini disebut faktor-faktor produksi. Pada umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, inputinput lain seperti bahan mentah (Soekartawi et al. 1986). Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi adalah hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Sedangkan Soekartawi (2003) menjelaskan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Variabel dependen biasanya berupa output dan variabel independen biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,....., Xn) Keterangan: Y
= Hasil produksi (output)
X1, X2, X3,...Xn
= Faktor produksi/input
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu : 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolo ukur, yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolo ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 17
∆Y
Tambahan Output PM =
= Tambahan Input Output
∆X
dY =
= f „(X)
dX
Y
PR =
= Input
X
Pada Gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Total Produk (TP), Produk Rata-rata (PR) dan Produk Marjinal (PM) sebagai berikut (Doll and Orazem, 1978): Y Y=f(x)
TP II
I
III
0<Ep<1
Ep>1
Ep<0 X
PM/PR
PR 0
X1
X2
X3
X PM
Gambar 1. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1978)
Keterangan Kurva: TP : Total produk PM : Produk Marjinal PR : Produk Rata-Rata Y : Produksi X : Faktor Produksi
18
1)
Daerah I Daerah I menunjukkan Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk RataRata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah I mempunyai nilai Ep > 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan otput yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional (irrasional).
2.
Daerah II Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X 2 dan X3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi.
3.
Daerah III Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukan oleh produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irrasional).
3.1.2. Teori Biaya Biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu (Soekartawi et al.1986). Sedangkan biaya produksi adalah pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi (Doll dan Orazem, 1978).
19
Menurut Lipsey (1995), biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Untuk lebih jelasnya kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya TC TVC
TFC
Keluaran Gambar 2. Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Sumber : (Lipsey, 1995).
Keterangan Kurva: TC : Biaya Total (Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost) TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) Biaya tetap total (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun produksi berubah sedangkan biaya variabel total (TVC) adalah biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi. Biaya total (TC) adalah mewakili penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap. 3.1.3. Pendapatan Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk
20
bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga penerimaan. Pada Gambar 3, dapat dilihat hubungan antara pendapatan kotor (TR) dan biaya total (TC) sebagai berikut (Nicholson, 1999) : Pendapatan biaya TR
TC
TFC Keluaran Q1
Q2
Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) Jangka Pendek Sumber : (Nicholson, 1999).
Kurva biaya total (TC) jangka pendek dalam Gambar 3. menjelaskan bahwa ketika output 0, biaya total sama dengan biaya tetap (TFC). Karena input tetap, biaya tersebut tidak berubah sementara output berubah. Untuk output yang rendah, biaya (TC) melebihi penerimaan (TR) maka akan mengalami kerugian. Sedangkan penerimaan (TR) melebihi biaya total (TC), maka hal ini menguntungkan. Menurut Soekartawi, et.al. (1986), Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penilayan besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C rasio terbagi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai, dan R/C rasio atas biaya total. Hasil Perhitungan R/C > 1 memiliki arti bahwa
21
usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan jika nilai R/C =1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 89 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Adapun input-input yang mempengaruhi produktivitas adalah hijauan, konsentrat, 22
ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja. Sedangkan yang mempengaruhi pendapatan adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu sapi. Untuk melihat pengaruh input tersebut terhadap produktivitas susu sapi, maka perlu dilakukan analisis fungsi produktivitas menggunakan model fungsi Cobb Douglas. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produktivitas dan pendapatan peternak. Kerangka penelitian operasional produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Masalah Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari 1. Kemampuan produktivitas rendah 2. Pendapatan usaha ternak rendah
Analisis Usahatani
Analisis Fungsi Pendapatan Cobb Douglas Kombinasi faktor pendapatan - Harga hijauan - Harga konsentrat - Harga Ampas tahu - Harga Vaselin - Biaya kesehatan hewan - Upah tenaga kerja - Harga penjualan susu
Analisis Fungsi Produktivitas Cobb Douglas Kombinasi faktor produktivitas - Hijauan - Konsentrat - Ampas Tahu - Vaselin - Jumlah tenaga kerja
Rekomendasi
Gambar
4.
Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari.
23