17
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran menurut Kohls et al. (2002) merupakan sebuah sistem meliputi seluruh aliran produk dan jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua produk dan jasa tersebut di tangan konsumen. Griffin et al. (2006) menyatakan bahwa pemasaran merupakan sebuah proses dalam merencanakan dan melaksanakan konsepsi, harga, promosi dan distribusi dari gagasan-gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memberikan kepuasan tujuan individu dan organisasi. Kesamaan dari dua definisi tersebut terdapat pada penekanannya terhadap aliran barang atau jasa. Berbeda halnya dengan Lamb et al. (2001), pemasaran dari segi ekonomi merupakan tindakan atau kegiatan produktif yang menghasilkan pembentukan kegunaan yaitu waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan. Kotler (1993) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Sedangkan Stanton dalam Limbong et al. (1987) mengatakan bahwa konsep pemasaran sebagai suatu sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Saefuddin (1982) mengemukakan bahwa rantai pemasaran atau saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut sampai ditangan konsumen. Pemasaran merupakan pembelian bahan pangan dan semua yang dibutuhkan oleh rumah tangga, mulai dari kegiatan menyimpan hingga menyampaikan produk ke tangan konsumen (Cramer et al., 2001).
18
Pemasaran ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif makro dan mikro (Schaffineret al.dalam Asmarantaka, 2009). Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna, waktu, bentuk, dan tempat, dan kepemilikan kepada konsumen serta kelembagaan yang terlibat dalam sistem pemasaran. Persepektif mikro menekankan pada aspek manajemen dimana perusahaan secara individu pada setiap tahapan pemasaran dalam mencari keuntungan. Menurut Levens (2010), pemasaran adalah sebuah fungsi organisasi dan kumpulan sebuah proses yang dirancang dalam rangka untuk merencanakan, menciptakan, mengkomunikasikan, dan mengantarkan nila-nilai (values) kepada pelanggan dan untuk membangun hubungan yang efektif dengan adanya benefit yang dirasakan oleh organisasi dan para stakeholdernya. Levens menegaskan bahwa salah satu konsep terpenting dari ilmu ekonomi yang digunakan dalam pemasaran adalah ide tentang utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai kepuasan yang diterima oleh konsumen dari produk atau jasa yang dimiliki atau dikonsumsinya. Pemasaran mempengaruhi konsumen berdasarkan pilihan saat ini dan di masa depan, serta berdasarkan kondisi ekonomi. Perusahaan menciptakan nilai-nilai
(values)
berdasarkan
pada
apa
yang
mereka
tawarkan,
mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut kepada konsumen, dan kemudian menghantarkan nilai-nilai tersebut dalam pertukarannya dengan uang yang dapat diberikan oleh konsumen. Menurut Dahlet al. (1977) pemasaran diinterpretasikan sebagai suatu unit fungsi. Kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran bekerja, biasanya dipengaruhi oleh harga dan tempat terjadinya proses perpindahan kepemilikan barang dan jasa melalui transaksi. Kohlset al. (2002) menambahkan dalam menganalis pemasaran dapat digunakan beberapa pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan fungsi (the functional approach), yaitu pendekatan yang mempelajari fungsi pemasaran apa yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi ini merupakan
19
2. aktivitas bisnis atau kegiatan produktif
dalam mengalirnya produk/ jasa
pertanian dari petani sampai konsumen akhir. 3. Pendekatan kelembagaan (the institutional approach), yaitu pendekatan yang mempelajari bermacam-macam lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran komoditas dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga tersebut adalah pedagang perantara yang terdiri atas pedagang pengumpul pengecer, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 4. Pendekatan barang (the commodity approach), merupakan suatu pendekatan yang menekankan terhadap kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap barang atau jasa selama proses penyampaiannya muli dari produsen sampai konsumen. 5. Pendekatan sistem (the system approach), merupakan pendekatan yang harus memperhatikan beberapa aspek yaitu proses ekonomi yang sedang berjalan dan kesinambungannya. Hal tersebut mengindikasikan adanya mekanisme yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas dalam suatu proses dan sistem yang sedang berjalan. 3.1.2.PendekatanStructure-Conduct-Performance Menurut Hamond dan Dahl (1977) analisis sistem pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar (market structure), perilaku pasar (market conduct) dan kinerja pasar (market performance). Sistem analisis ini lebih dikenal dengan model SCP (Structure, Conduct, Performance) yang pertama kali diperkenalkan oleh Joe Bain dalam bukunya “Industrial Organization” yang menjelaskan mengenai hubungan yang dapat diramalkan antara struktur pasar, perilaku pasar dan kinerja pasar (Purcell, 1977). Keuntungan yang diperoleh dari pendekatan ini diantaranya mampu menganalisis kondisi sistem pemasaran yang dilakukan dengan lebih komprehensif dan dinamis dalam mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan . Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan timbal balik diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), performance (P) dalam suatu
20
waktu berada pada sistem dimana S dan C menjadi faktor penentu dari P, dan dilain waktu S dan C dapat ditentukan oleh P. Sesuai dengan pendapat Waldman dan Jensen (2007) yang menyatakan bahwa paradigma SCP dibangun berdasarkan aspek analisis yang saling berhubungan. Pada gambar 1, tanda panah menunjukkan bahwa basic market condition yang dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran akan menentukan struktur pasar yang terjadi. Struktur pasar (market structure) menentukan perilaku pasar (market conduct), dan perilaku pasar akan menentukan kinerja pasar (market condition). Pada sisi kanan, kita melihat bahwa kebijakan pemerintah seperti peraturan pemerintah, pajak dan subsidi, pengaturan harga, kebijakan makroekonomi dan lain-lain dapat mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar. Dan untuk tanda panah putus-putus menunjukkan adanya hubungan timbal balik, dimana kinerja pasar suatu waktu dapat mempengaruhi struktur dan perilaku pasar. Dan perilaku pasar suatu waktu juga dapat mempengaruhi struktur pasar yang terjadi. MARKET BASIC CONDITION Demand Condition and Supply Condition
Market Stucture (Struktur Pasar) Number of sellers and buyers Product differentiation Barriers to entry and exit Market Concentration Technology
Market Conduct (Perilaku Pasar) Pricing Strategy, Product Strategies Advertising, Plant Investment, Collution, Mergers, Research and Development
Government Policy
Market Performance (Kinerja Pasar) Allocative Efficiency Production Efficiency Quality and Service Sumber : Waldman dan Jensen (2007)
Gambar 1.The Structure-Conduct-Performance Paradigm
21
Identifikasi struktur pasar (market structure) terdiri atas berapa jumlah perusahaan yang bersaing dalam pasar, differensiasi produk, penggunaan teknologi, konsentrasi pasar dan hambatan keluar masuk pasar. Perilaku pasar (market conduct) merupakan bentuk perilaku pasar terhadap struktur pasar yang terjadi. Adapun indikatornya yaitu proses penentuan harga, kegiatan integrasi dan merger, penentuan periklanan, penentuan keputusan untuk research and development. Sedangkan kinerja pasar (market performance) merupakan keuntungan dan social welfare yang akan diterima industri dalam suatu pasar sebagai efek dari terbentuknya suatu struktur, perilaku dan kinerja pasar. Cook (1995), Schmid (1987) dalam Krisnamurthi (1998), Konsep Structure – Conduct – Performance (SCP) merupakan salahsatu pendekatan yang dikembangkan oleh pendekatan ekonomi kelembagaan. Struktur dianggap akan menentukan pola perilaku, dan pola perilaku akan mempengaruhi kinerja, serta pada akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi struktur kelembagaan ekonomi yang bersangkutan.Oleh sebab itu kajian terhadap perilaku usaha perlu dimulai dengan memahami struktur kelembagaan atau dapat pula diartikan sebagai berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku, yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola perilaku lembaga serta berbagai penjelasan mengapa perilaku tersebut terbentuk, serta dilanjutkan dengan usaha untuk memahami keterkaitan perilaku dengan keragaan yang ditimbulkannya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Prasetyo (2007) bahwa struktur pasar merupakan kunci penting dari perilaku pasar dan kinerja pasar. Bentuk struktur pasar yang tidak terkonsentrasi ke dalam bentuk oligopoli dan atau monopoli masih dapat dimanfaatkan dengan penerapan model pola perilaku strategi kebijakan produk melalui penciptaan berbagi inovasi produk yang penuh kreasi, inovatif, produktif dan menarik daripada penerapan strategi harga yang saling mematikan. Philips dalam Asmarantaka (2009) mengajukan konsep yang bersifat dinamis, keterikatan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa Structure (S), Conduct (C), dan Performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah
22
faktor penentu dari P, dilain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan. Menurut Sudiyono (2002), upaya memaksimumkan efisiensi pemasaran di Negara berkembang dapat dilakukan dengan pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). Terdapat beberapa indikator dalam menentukan efisiensi pemasaran dengan pendekatan SCP. Indikator dalam struktur pasar seperti jumlah pedagang, hambatan masuk, ada tidaknya kolusi pasar, dan konsentrasi pasar. Sedangkan indikator dari analisis perilaku pasar yaitu penentuan dan pembentukan harga. Analisis keragaan pasar yang menjadi indikator yaitu share produsen, distribusi margin, integrasi pasar, dan elastisitas transmisi harga (Wardiyati dalam Sri , 2004). Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa dalam meningkatkan efisiensi pemasaran dan memperhatikan welfare society, pendekatan SCP merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Struktur pasar yang tercipta dalam suatu pasar akan menentukan bagaimana pelaku industri berperilaku. Akibat dari terbentuknya suatu struktur dan perilaku pasar yaitu adanya penilaian terhadap suatu sistem pemasaran yang disebut sebagai kinerja pasar. Jika struktur pasar yang terjadi adalah pasar persaingan sempurna yang dicirikan dengan banyaknya jumlah pedagang, barang relatif homogen, mudah untuk keluar masuk pasar, dan konsentrasi pasar tidak terletak pada satu orang, maka perilaku pasar yang terjadi adalah akan mencerminkan struktur pasar yang berlaku. Artinya, penetapan harga yang berlaku yaitu berdasarkan mekanisme pasar. Adanya perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen akan menentukan seberapa besar magin pemasaran, farmer’s share, dan integrasi pasar yang merupakan indikator dari kinerja pasar. Adapun hubungan antara struktur, perilaku, dan keragaan pasar dapat dilihat pada Gambar 2.
23
Struktur Pasar (Market Structure)
Perilaku Pasar (Market Conduct)
Keragaan Pasar (Market Performance) Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar
Menurut Baye (2010), paradigma SCP terdiri atas tiga aspek analisis yang saling berhubungan. Identifikasi market structure terdiri dari dari beberapa jumlah perusahaan yang bersaing dalam pasar, penggunaan teknologi, konsentrasi pasar, kondisi pasar, dan hambatan masuk pasar. Sedangkan market conduct merupakan bentuk perilaku pasar terhadap struktur pasar yang terjadi. Adapun indikatornya yaitu proses penentuan harga, kegiatan integrasi dan merger, penentuan periklanan, dan penentuan keputusan untuk research and development. Sedangkan market performance merupakan keuntungan dan social welfare yang akan baru perilaku, dan keragaan pasar. Baye (2010) mengemukakan bahwa ada lima kerangka pemasaran yang akan menentukan posisi, pertumbuhan, dan keberlanjutan suatu industri dalam efisiensi pemasaran. Lima kerangka kekuatan tersebut meliputi kemudahan dalam memasuki pasar (entry), kekuatan dari pembeli (power of buyer), tingkat substitusi dan komplemen dari suatu produk, industri pesaing (industry rivalry), dan kekuatan penyedia input dan sumberdaya (power of input suppliers). Pasar yang efisien jika terdapat kemudahan dalam memasuki pasar bagi pesaing baru, adanya kemampuan perusahaan untuk bersaing satu sama lain, dan cenderung tidak ada perusahaan yang dominan dalam menentukan harga. Adapun lima kerangka kekuatan ini dapat dilihat pada Gambar 3.
24
Power of input suppliers
Entry Level, Growth, and Sustainability of industry profit
Industry rivalry
Power of buyer
Substituties and complements
Sumber: Baye, 2010 Gambar 3. Lima Kerangka Kekuatan Suatu Industri 3.1.2.1. Struktur Pasar (Market Structure) Strukur pasar sangat diperlukan dan paling banyak digunakan dalam menganalisis sistem pemasaran. Hal ini karena melalui analisis sistem pemasaran, maka didalamnya akan menjelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran. Asmarantaka (2009), market structure (struktur pasar) merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Kohls et al. (2002), struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari banyaknya penjual, produk yang homogen, kemudahan perusahaan baru untuk masuk pasar, dan kemampuan dalam menentukan harga. Struktur pasar dapat dianalisis dengan menggunakan Indeks Herfindahl untuk melihat derajat konsentrasi pasar atau pembeli pasar rumput laut yang berada pada satu wilayah yang akan menunjukkan bentuk dari pasar pada wilayah tersebut. Martin (1993) dalam Andriyanty (2005) menggunakan ukuran Indeks Herfindahl untuk mengukur derajat konsentrasi penjual dan pembeli yang ada pada suatu wilayah dalam pasar. Indeks Herfindahl ini hanya menunjukkan
25
kecendrungan struktur pasar, apakah pasar mengarah pada bentuk pasar yangmonopolistik atau bentuk pasar yang bersaing sempurna. Bosena et al. (2011), Concentration Ratio (CR) juga merupakan metode untuk mengukur derajat konsentrasi pasar. Cara penghitungan melalui CR terbagi atas CR1, CR2, CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi pasar yang akan dinilai. Angka 1, 2 dan seterusnya mengindikasikan jumlah share perusahaan yang akan dinilai CR-nya. Rasio konsentrasi merupakan akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total output masing-masing perusahaan yang mendominasi industri atau pendapatan penjualannya, dibagi dengan total output atau penjualan keseluruhan industri (rasio pangsa pasar relatif dari total output industri). Pasar berdasarkan sifat dan bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pasar yang bersaing sempurna dan pasar yang tidak bersaing sempurna. Pasar yang tidak bersaing sempurna terdiri dari pasar monopoli murni, pasar oligopoli, pasar monopsoni dan pasar oligopsoni.Suatu pasar digolongkan kedalam struktur bersaing sempurna apabila memiliki ciri-ciri: (1) jumlah penjual dan pembeli banyak, (2) setiap pembeli maupun penjual menguasai sebagian kecil barang atau jasa yang ada di pasar sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, penjual dan pembeli sebagai price taker (3) barang atau jasa yang dipasarkan homogen, dan (4) pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar. Tabel 8. Perbandingan Struktur Pasar Persaingan Sempurna, Persaingan Monopilistik, Oligopli dan Monopoli Karakteristik Jumlah Penjual Kesamaan Produk Kemudahan memasuki pasar Pengaruh perusahaan terhadap harga
Persaingan Sempurna
Persaingan Monopolistik
Oligopoli
Monopoli
Sangat Banyak
Banyak
Sedikit
Satu
Identik
Diferensiasi
Sama atau berbeda
Unik
Mudah, tidak ada hambatan
Relatif mudah
Sulit dengan beberapa hambatan
Tertutup
Tidak berpengaruh
Sedikit berpengaruh, dibatasi oleh substitusi
Berpengaruh, dibatasi oleh pesaing
Berpengaruh, kecuali ada regulasi
Sumber : Kohls dan Uhl, 2002.
26
Pada Tabel 8, sisi ekstrim pasar persaingan sempurna adalah pasar monopoli dan monopsoni. Monopoli adalah pasar dengan ciri utamanya adalah penjual tunggal sedangkan monopsoni adalah pasar dengan pembeli tunggal. Oligopoli adalah pasar dengan sedikit penjual, sedangkan oligopsoni adalah dengan sedikit pembeli. Pasar persaingan monopolistik adalah situasi
diantara persaingan
sempurna dan oligopoli, yaitu terdapat beberapa perusahaan namun pasar tidak cukup kriteria menjadi pasar persaingan sempurna namun lebih dari interdependen seperti dalam oligopoli. Masing-masing perusahaan berusaha produk atau jasanya unik atau berbeda dari perusahaan lain. Dalam arti lain masing-masing perusahaan seperti “monopoli kecil” tetapi monopoli yang memiliki kekuatan yang kecil karena dari sisi konsumen melihat pesaingnya memiliki barang substitusi yang hampir sama. 3.1.2.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan siasat pemasaran seperti potongan harga (Kohls et al., 2002). Perilaku pasar mencerminkan perilaku yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan, harga produk tersebut, tingkat produksi, promosi dan beberapa variabel operasional lainnya. Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu, meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan dan pembentukan harga, kerjasama lembaga pemasaran, dan praktek fungsi pemasaran (Dahl et al., 1977). Pada SCP, hubungan yang terjadi merupakan pengaruh struktur terhadap perilaku dimana perusahaan yang memiliki kekuatan pasar kemungkinan akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga diatas harga kompetitif. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar. Bowersox et al.dalam Ariani (2000), mengemukakan bahwa ada tiga jenis perilaku dalam rantai pemasaran yaitu :
27
1. Kerjasama antar lembaga pemasaran. Kerjasama ini diartikan sebagai suatu keadaan yang ada dalam rantai tersebut. Hal ini dimaksudkan agar mereka memperoleh sasaran yang akan dicapai 2. Konflik. Permasalahan akan muncul dari setiap hubungan perusahaan di dalam rantai pemasaran yang saling ketergantungan. Jika tidak ada ketergantungan, maka tidak ada perusahaan yang harus bekerja sama atau tergantung dengan kegiatan-kegiatan perusahaan lain yang menimbulkan konflik 3. Penggunaan kekuasaan. Kekuasaan akan menimbulkan suatu konflik akibat ketergantungan perusahaan dengan perusahaan lain. 3.1.2.3. Keragaan Pasar (Market Performance) Keragaan pasar adalah hasil akhir yang dicapai sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang dilakukan oleh lembaga pemasaran (Dahl et al., 1977). Keragaan pasar timbul akibat adanya struktur pasar dan perilaku pasar biasanya terkait dengan harga, biaya dan volume produksi yang menentukan suatu sistem pemasaran. Keragaan pasar dapat diketahui dari tingkat harga yang terbentuk di pasar serta penyebaran harga di tingkat produsen sampai konsumen. Menurut Sudiyono (2002), keragaan pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungan dengan proses tawar menawar dan persaingan harga. Keragaan pasar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh struktur dan perilaku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditi pertanian. Market performance merupakan refleksi/dampak dari structure dan conduct pada harga produk, biaya dan jumlah-jumlah dari output (Cramer et al., 2001). Efisiensi sering digunakan di pertanian dalam mengukur keragaan pasar. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari petani, lembaga pemasaran, konsumen, masyarakat umum dan pemerintah. Semakin tinggi efisiensi pemasaran berarti keragaan pasar semakin baik, demikian pula sebaliknya. Secara normatif pemasaran yang efisien adalah pasar persaingan sempurna tetapi struktur ini pada kenyataannya tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi pemasaran adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan produk atau komoditas mulai dari petani sebagai produsen sampai ke konsumen akhir. Berkaitan dengan efisiensi dalam keragaan pasar,
28
Dahl et al. (1977) menyatakan bahwa ada dua ukuran untuk mengetahui efisiensi yaitu efisiensi operasional dan efisiensi ekonomis. 3.1.2.3.1. Efisiensi Operasional Efisiensi secara operasional menunjukkan kemampuan para pelaku pemasaran untuk meminimukan besarnya rasio biaya input-output dari proses dalam fungsi pemasaran meliputi: pengumpulan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, pendistribusian, hubungan fisik dan fasilitas kegiatan. Output pemasaran yaitu kepuasan atas produk dan jasa, sedangkan input adalah berbagai macam tenaga kerja, modal dan manajemen pemasaran yang digunakan dalam proses tersebut(Kohls dan Uhls, 2002). Efisiensi operasional ini dapat dilihat dari marjin pemasaran, biaya pemasaran dan farmer share. Margin pemasaran dalam structure conduct performance digunakan untuk mengukur keragaan pasar. Sesuai dengan pendapat Dessalegen (1998), bahwa tipikal analisis model structure conduct performance untuk mengkaji keragaan pasar umumnya berdasarkan pada apakah margin pemasaran dari beberapa perilaku dalam sistem pemasaran konsistensi dengan biayanya. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani. Lebih lanjut lagi, Tomek dan Robinson (1977), menyatakan bahwa margin pemasaran sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian margin ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya kesenjangan (gap) antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer. Ada dua alternatif dari margin pemasaran yaitu: (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen, dan (2) merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut. Secara grafis, margin pemasaran menggambarkan perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf), tidak berkaitan langsung dengan kuantitas yang dipasarkan. Namun bila marjin pemasaran dikalikan dengan jumlah komoditi yang ditawarkan (Qr,f), maka
29
hasilnya disebut nilai marjin pemasaran atau Value Marketing Margin (VMM). VMM adalah (Pr-Pf) Qr,f yang berarti sama dengan nilai tambah (added value). Nilai marjin pemasaran dapat dilihat sebagai agregat dibagi dalam komponenyang berbeda. Satu sisi VMM mengandung unsur-unsur faktor produksi yang digunakan seperti upah tenaga kerja, bunga dari modal, sewa lahan dan bangunan, dan laba atas balas jasa dari usaha dan resiko. Bagian VMM ini disebut biaya pemasaran (marketing cost). Bagian lain VMM adalah pembayaran berbagai lembaga pemasaran yang terlibat seperti pengecer, pedagang grosir, pedagang pengolah dan pedagang pengumpul, bagian dari VMM disebut sebagai beban pemasaran (marketing charge).
Harga
Sr
Sf
Pr
Nilai Margin = (Pr-Pf) Qr,f
MP
Pf Dr Df Kuantitas
Q
Sumber : Dahl dan Hammond, 1977 Gambar 4. Margin Pemasaran Keterangan : Pr = Harga tingkat pengecer Pf = Harga tingkat petani Sr = Penawaran tingkat pengecer Sf = Penawaran tingkat petani Dr = Permintaan tingkat pengecer Df = Permintaan tingkat petani Q = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
30
Konsep margin pemasaran sangat erat kaitannya dengan bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), karena bagian harga yang diterima oleh nelayan/petani merupakan bagian dari harga yang dibayarkan konsumen yang dinyatakan dalam persentase. Hal ini dilakukan untuk mengetahui proporsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati petani, atau untuk mengetahui bagian harga yang diterima nelayan dari harga di tingkat pedagang pengecer. semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran akan semakin besar dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pemasaran suatu komoditas, maka margin pemasaran akan semakin besar, sehingga bagian yang diterima oleh petani akan semakin kecil. Hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan panjang atau pendeknya rantai pemasaran, tetapi juga fungsi-fungi pemasaran yang dilakukan, sehingga dapat mengakibatkan dorongan untuk berproduksi menjadi kurang. Farmer’s share merupakan bagian harga yang diterima petani dari harga pengecer. Nilai farmer share ini ditentukan oleh rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr), yang dinyatakan dalam presentase. Besarnya nilai farmer share dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Fs =
x100%
Keterangan: FS: farmer share Pf : harga di tingkat produsen Pr : harga di tingkat pengecer Berpindahnya barang dari tangan produsen ke konsumen adakalanya memakan waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan resiko yang perlu ditangani. Seringkali karena penanganan fungsi-fungsi pemasaran yang kurang efisien, menyebabkan biaya pemasaran menjadi tinggi. Karena tujuan lembaga pemasaran adalah mencari keuntungan maka biaya pemasaran itu dilimpahkan kepada produsen atau kepada konsumen dengan menekan harga pada tingkat produsen dan meningkatkan harga pada tingkat konsumen. Kondisi ini
31
mengakibatkan besarnya perbedaan harga (margin) antara petani produsen dan konsumen, dan bagian harga yang diterima petani menjadi sangat rendah. Suatu proses pemasaran dikatakan berjalan dengan apabila tercipta kepuasan bagi semua pihak, yaitu produsen, konsumen dan lembaga pemasaran yang menghubungkan antara keduanya. Adanya efisiensi dalam pemasaran akan menyebabkan pengurangan biaya-biaya pemasaran, sehingga memperkecil perbedaan harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Tersebarnya lokasi produksi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat pemasaran hasil menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi ini mengakibatkan jasa pedagang pengumpul masih tetap diperlukan. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat atau dengan semakin panjangnya rantai pemasaran, biaya pemasaran akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin besarnya margin pemasaran, sehingga bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) akan semakin kecil. Kecilnya bagian harga yang diterima petani akan mengakibatkan kurangnya dorongan bagi petani untuk berproduksi lebih lanjut. Pada komoditas pertanian, faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran dan farmer’s share, meliputi: biaya transportasi, biaya perlakuan, biaya penyusutan, tingkat harga beli, besarnya keuntungan yang diharapkan, keawetan produk, modal kerja, dan kapasitas penjualan (Kohls et al., 2002). 3.1.2.3.2. Efisiensi Ekonomis Efisiensi secara ekonomis tercermin dari korelasi harga sebagai akibat dari pergerakan produk dari pasar yang satu ke pasar yang lain (Dahl et al., 1977). Korelasi harga sebagai akibat pergerakan produk dari pasar yang satu ke pasar yang lain dapat dilihat dari integrasi pasar. Integrasi pasar berhubungan dengan proses transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya. Menurut Goletti (1994), fluktuasi perubahan harga yang terjadi di suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lainnya dengan ukuran perubahan harga yang proporsional. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi yang mendukung dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari suatu pasar ke pasar lainnya, sehingga perubahan kondisi di suatu pasar seperti adanya
32
perubahan harga dapat ditransmisikan ke harga di pasar lainnya. Jika penyaluran semakin cepat, maka pasar semakin terintegrasi. Anwar (2005) menyatakan bahwa dua pasar dikatakan terintegrasi jika perubahan harga dari salah satu pasar dirambatkan ke pasar lainnya. Di lain pihak, Ravallion (1986) mengembangkan integrasi pasar untuk pasar urban (sentral) yang berhubungan dengan pasar pedesaan (lokal), di mana harga pasar sentral mempengaruhi harga di pasar lokal. Integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu integrasi spasial dan integrasi vertikal. Integrasi spasial dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan harga dalam satu pasar yang direfleksikan ke dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara geografis untuk produk yang sama, sedangkan integrasi vertikal merupakan suatu perubahan harga di suatu pasar produk yang direfleksikan ke dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara vertikal untuk produk yang sama (Trotter, 1992). Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dan pasar ritel (pedagang). Pasar produsen adalah pasar di mana kekuatan penawaran dari produsen berinteraksi dengan kekuatan permintaan dari pedagang tertentu. Sedangkan pasar ritel adalah pasar yang didalamnya bekerja kekuatan permintaan dari konsumen akhir dengan penawaran dari pedagang. Pasar dapat dikatakan terintegrasi secara vertikal dengan baik jika harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Urgensi dari kajian tentang integrasi pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar. Derajat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini terjadi jika arus informasi berjalan dengan lancar dan seimbang. Dengan begitu, tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran di atasnya, sehingga dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga.
33
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke secara umum masih berorientasi pada kuantitas dan belum berorientasi pada kualitas rumput laut tersebut. Mutu rumput laut akan sangat ditentukan oleh serangkaian proses produksi, penanganan pascapanen dan pemasaran yang dilaluinya. Peningkatan mutu rumput laut tidak dapat dibebankan pada nelayan semata, karena mutu menyangkut tanggung jawab semua lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Sistem pemasaran terbentuk karena adanya interaksi antara pihak atau organisasi yang terlibat dalam aktivitas pemasaran tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ini dapat berasal dari daerah yang sama dengan lokasi aktivitas ini berlangsung maupun dari daerah lain. Permasalahan yang dihadapi oleh petani umput laut di Kepulauan Tanakeke yaitu rendahnya harga yang diterima oleh petani. Secara teoritik rendahnya harga yang diterima oleh petani ditentukan oleh struktur, perilaku, dan keragaan pasar. Jika struktur pasar yang berlaku adalah struktur pasar persaingan sempurna maka harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Pembeli maupun penjual sebagai penerima harga (price taker). Indikator yang digunakan untuk melihat struktur pasar yaitu konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Struktur pasar akan menentukan perilaku pasar. Indikator yang digunakan dalam melakukan analisis perilaku pasar yaitu sistem penentuan harga, praktek pembelian dan penjualan, saluran pemasaran dan sistem pembayaran. Interaksi antara struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar. Kondisi ini dapat saja terjadi sebaliknya, dimana perilaku pasar dapat menentukan struktur pasar dan kinerja pasar. Hal ini menunjukkan hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungan dengan proses tawar menawar dan persaingan harga yang akan menentukan margin pemasaran, farmer’s share, dan seberapa besar perubahan harga di tingkat konsumen dapat ditransmisikan dengan baik ke tangan produsen. Oleh karena itu, pendekatan SCP yang digunakan dalam penelitian ini dapat menunjukkan bagaimana pola pembentukan harga di tingat petani. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan muncul rekomendasi kebijakan yang dapat memperbaiki harga rumput laut di tingkat petani.
Rendahnya Harga Rumput Laut Yang Diterima Petani di Kepulauan Tanakeke
Perlu Analisis Sistem Pemasaran
Pendekatan Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar
HARGA Struktur Pasar(Market Stucture) 1. Konsentrasi Pasar 2. Hambatan Masuk Pasar
1. 2. 3. 4.
Perilaku Pasar(Market Conduct) Saluran Pemasaran Praktek penjualan dan pembelian Sistem Penentuan Harga Sistem Pembayaran
Kinerja Pasar(Market Conduct) 1. Margin pemasaran 2. Farmer’s Share 3. Integrasi Pasar
POLA PEMBENTUKAN HARGA DI TINGKAT PETANI
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional