29
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Produksi Kegiatan produksi dalam kegiatan ekonomi tidak lepas dalam peranan factor-faktor
dalam
perekonomian
dengan factor-faktor
produksi.Produksi
menerangkan hubungan teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan output dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi digunakan untuk menentukan output maksimum yang dapat dihasilkan dari penggunaan sejumlah input. Konsep fungsi produksi berguna untuk mengetahui keragaan proses produksi. Fungsi produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan sejumlah bahan mentah yang minimal, tenaga kerja minimal, dan barang-barang lain yang minimal (Debertin,1986). Dalam berbgai literatur ekonomi produksi, pendekatan analisis produksi suatu perusahaan pertanian atau usahatani selalu dikategorikan atas beberapa bagian yakni sistem produksi satu output dengan satu input produksi atau dengan multi input, atau multi input dengan multi output. Berbagai sistem anlisis produksi tersebut memakai konsep fungsi produksi yang sama. Konsep fungsi produksi (production function) sudah banyak dibahas oleh para ahli ekonomi pertanian yang antara lain oleh Doll dan Orazem (1984), Debertin (1986). Dari semua konsep diketahui bahwa fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kualitatif dari berbagai macam kemungkinankemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Dalam suatu proses produksi terdapat banyak faktor-faktor produksi yang digunakan tetapi tidak semua faktor produksi digunakan dalam analisis fungsi produksi, karena analisis ini hanya merupakan fungsi pendugaan sehingga tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor produksi tersebut terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya dalam proses produksi pertanian terdapat variabel peubah tak bebas (dependent variable) (Y) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi atau variabel-variabel bebas (independent variable) (X); atau dalam bentuk umumnya Y = f(X). Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan petani untuk mengambil keputusan tentang kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang sesuai dengan jumlahnya dalam suatu proses produksi menentukan tingkat performansi produksi suatu usahatani.
30
Dalam teori ekonomi mikro yang standar, konsep fungsi produksi membentuk
dasar
untuk
mendeskripsikan
hubungan
input-output
bagi
perusahaan atau produsen. Jika diasumsikan bahwa faktor produksi adalah homogen dan informasi tersedia lengkap (sempurna) tentang teknologi yang ada, maka fungsi produksi mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output. Lebih jelas lagi, fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah input. Coelli, et al., (1998), menjelaskan bahwa fungsi produksi frontier (frontier production function) memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi fungsi produksi dan banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efisiensi. Frontier digunakan untuk lebih menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Debertin (1986) menjelaskan tiga tahap proses produksi yaitu : tahap pertama, kondisi di mana produk rata-rata atau avarage product (AP) meningkat, daerah ini dikatakan sebagai daerah yang irasional atau daerah tidak atau belum efisien; tahap kedua, kondisi yang ditandai memuncaknya kurva produk rata-rata (AP), kemudian menurun dan dibarengi dengan menurunnya produk marginal atau Marginal Product (MP) tetapi masih positif, daerah ini disebut daerah yang rasional atau efisien; dan tahap ketiga, kondisi yang ditandai menurunnya produk marginal (MP negatif), daerah ini disebut sebagai daerah yang tidak rasional atau sudah tidak efisien. Petani yang bertujuan memaksimumkan keuntungannya akan bekerja pada tahap kedua. Penjumlahan elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi sekaligus menunjukkan tingkat besaran skala ekonomi usaha (return to scale). Skala ekonomi usaha merupakan respon dari perubahan output yang dihasilkan karena perubahan proporsional dan seluruh inputnya. Fungsi produksi Linier Berganda, Cobb-Douglas dan Translog dapat digunakan untuk menguji fase pergerakan skala ekonomi usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi
yang
menjumlahkan
digunakan elastisitas
dalam
suatu
produksi
dari
proses
produksi
masing-masing
yaitu
faktor
dengan produksi.
Berdasarkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor- faktor produksi ke-i. 1. Kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan produksi (output) yang proporsinya lebih besar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i lebih besar dari satu (ΣEpi>1)
31
maka ada tiga kemungkinan keadaan fase pergerakan skala ekonomi usaha (return to scale) yaitu: 2. Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Kondisi tersebut menunjukkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i sama dengan satu (ΣEpi=1). 3. Kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi yang diperoleh. Kondisi tersebut menunjukkan penjumlahan elastisitas produksi dari faktor produksi ke-i lebih kecil dari satu (ΣE< 1). Coelli, et al., (1998) memperkenalkan berbagai jenis fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi. Dengan metode fungsi produksi stokastik faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang diduga akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis produksi yang akan dicapai dapat ditangkap dan dijelaskan dengan bantuan model ekonometrika. Sementara itu, faktor-faktor penyebab ketidak-efisienan juga dapat ditangkap pada saat yang bersamaan. Di samping itu juga dapat diestimasi apakah inefisiensi disebabkan oleh random error dalam pengumpulan data dan sifat dari beberapa variabel yang tidak dapat terukur (faktor eksternal) atau disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam proses produksi (faktor internal). 3.2. Konsep Efisiensi, Efisiensi Teknis, Ekonomis dan Alokatif Menurut Vachozka dan Vachal (2011) dalam literature ekonomi, konsep efisiensi didefinisikan secara komperhensif yang ddikenal dengan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi adalah suatu kondisi dimana sumberdaya dapat dikerahkan secara optimal dalam sistem ekonomi tertentu. Vochozka (2008) membagi konsep efisiensi dengan berbagai pengukuran diantaranya sebagai berikut : 1 )
Kriteria efisiensi adalah berorientasi output maksimum (atau
kombinasi output). 2) Kriteria efisiensi adalah jumlah minimum masukan (biaya) pada tingkat output tertentu (atau kombinasi input dan faktor harga. 3) Kriteria efisiensi adalah memenuhi kondisi keberadaan sistem tertentu. Turunan-turunan efisiensi ini dikembangkan menjadi berbagai ukuran efisiensi yang bisa dilihat pada Gambar 1.
Efisiensi teknis
merupakan turunan dari efisiensi yang
berorientasi terhadap input dimana banyak dikembangkan oleh Farrell (1957).
32
Efisiensi teknis murni dalam ekonomi adalah tidak adanya pemborosan input (Hassan, 2005). Pendekatan
pengukuran efisiensi diukur dengan paramerik-
ekonomitrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrk dikembangkan oleh Farrel (1957); Aigner, et al., (1977); Broeck (1997). Sedangkan pendekatan nonparametrik banyak dikembangkan oleh Cooper, et al., (2006).
Economical Efficiency
Output oriented efficiencies
Input oriented efficiencies
Other kinds of efficiencies
x efficiency Parreto efficiencies
Production efficiency
Kaldor-Hicks efficiencies
Distribuitive efficiencies
Production consume efficiencies
Efficiencies of financial markets
Technical efficiency
Other kinds of efficeincies
Pure-Technical efficiency Scale efficiency transaction xefficiency
Transaction efficiencies
Production xefficiency
Gambar 8. Klasifikasi Efisiensi Sumber : Vochozka and Vachal (2011) Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil, juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai output yang sama besarnya. Tujuan produsen untuk mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen
dalam
pengambilan
keputusan
untuk
usahataninya.
Dalam
pengambilan keputusan usahatani, seorang petani yang rasional akan bersedia
33
menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input itu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Menurut Kumbakhar dan Lovell (2000), produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah
input
tertentu
(Debertin,
1986).
Pada
saat
produsen
telah
menggunakan sumberdayanya pada tingkat produksi tetapi kurang bisa ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor penghambat tetapi banyak faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi. Penentuan sumber dari inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total (Bakhshoodeh and Thomson, 2001). Forsund, Lovell dan Schmidt (1980) berpendapat bahwa inefisiensi biasanya berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek manajemen pertanian. Faktor-faktor tersebut meliputi pendidikan, ukuran keluarga dan komposisi, pengalaman, kedekatan dengan pasar dan akses kredit. Pendidikan, yang secara langsung berkaitan dengan kemampuan manajemen yang memadai (Nyemeck, et al., 2003);. Tian dan Wan, 2000); (Weir, 1999); (Weir dan Knight, 2000). Pendidikan meningkatkan kemampuan rumah tangga untuk memanfaatkan teknologi yang sudah ada dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi (Battese dan Coelli, 1995). Praktisnya dalam penelitian sering menggunakan faktor pendidikan kepala rumah tangga sebagai proxy untuk keterampilan manajemen dan usia kepala rumah tangga sebagai proxy untuk pengalaman (Kalirajan dan Shand, 1997). TE diperkirakan akan meningkat dengan usia sebagai pengalaman petani keuntungan, pada tingkat penurunan sebagai petani menjadi tua. Akses ke sumber daya (input khusus tenaga kerja dan dibeli) merupakan salah satu alasan untuk jenis perilaku, karena sangat berpengaruh terhadap waktu aplikasi dari
34
input dan pelaksanaan praktik usaha tani. Tepat waktu penerapan input dan pelaksanaan manajemen diharapkan dapat meningkatkan efisiensi. Rumah tangga muda kekurangan sumber daya dan tidak mungkin dapat menerapkan masukan atau menerapkan usaha tani tertentu praktek dalam waktu. Sebaliknya, rumah tangga tua cenderung lebih efisien karena mereka memiliki lebih banyak pendapatan dan aset, yang mereka gunakan untuk membeli input dan menerapkannya dalam waktu dan untuk menyewa tenaga kerja dan mampu menerapkan praktek agronomi dalam waktu. Faktor lain yang menjelaskan hubungan kuadratik antara usia dan efisiensi mencerminkan akses ke informasi. Lansia petani cenderung tidak memiliki kontak dengan ekstensi dan program pelatihan, dan Oleh karena itu kecil kemungkinannya untuk mengadopsi praktekpraktek baru dan input modern (Hussain, 1989). Daryanto (2000) memasukan aspek social-ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Faktor umur petani, pengalaman dan pendidikan petani berpengaruh terhadap efisiensi teknis petani (Akinbode, et al., 2011), (Carambas, 2011). Faktor kelembagaan seperti akses terhadap kredit, dan partisipasi dalam kelompok pendidikan berpengaruh dalam efek inefisiensi petani (Idiong, 2007). Inefisiensi produksi pertanian telah dikaitkan dengan ketidaksempurnaan dalam pasar kredit dan modal (Adesina dan Djato, 1996). Pendapatan (income) dari non-pertanian dapat merangsang investasi pertanian dan meningkatkan produktivitas pertanian dan efisiensi (Hazell dan Hojjati, 1994). Menurut Reardon, et al., (1994) pendapatan non-farm berdampak positif pada produktivitas pertanian jika pasar kredit tidak berfungsi.
Aspek pengalaman usaha berkaitan juga dalam pengambilan
keputusan usaha (Obwana, 2006) termasuk keterampilan dalam manajerial usaha .manajerial usaha (Rougoor et. al., 1998; Johansson, 2007). Manajemen usaha dalam usaha petani garam berperan dalam mengelola produksi garam tiap fasenya, mulai dari perencanaan, pengorganisasian usaha, pengendalian dan evaluasi uasaha. Faktor manajerial dalam usaha garam yaitu mengelola pengaturan alur air (irigasi) dan petak lahan garam. Pengelolaan saluran primer sebagai saluran pada sungai yang menyalurkan air laut menuju area tambak garam dan pengelolaan saluran sekunder. Pengelolaan saluran sekunder adalah lokasi penampungan air muda, dicirikan terdapat pintu air sebagai pengatur debet air laut ketika pasang. Pengelolaan saluran tersier sebagai saluran yang mengalirkan air muda menuju meja peminihan, ditandai keberadaan kincir angin sebagai pemompa air. Faktor produksi lain yaitu
35
penggunaan ramsol sebagai bahan aditif yang bertujuan untuk mempercepat proses pemuaian air tua menjadi Kristal garam dan menambah berat garam (Dirjen KP3K-KKP, 2011). Efisiensi alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif jika dalam mencapai keuntungannya harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada (Myint and Kyi, 2005).
Lebih lanjut studi
tentang perilaku petani dan
efisiensi alokasi sumber daya dalam sistem pertanian tradisional dikembangkan oleh Schultz (1964) yang menyatakan bahwa petani sebagai pengusaha dalam waktu pendek tidak dapat signifikan meningkatkan produksi pertanian. Teknologi yang ada dianggap terlalu rendah untuk mendorong produksi (Sahota, 1968). Menurut Ellis (1993) pada tahun 1960-an dan 1970-an tingkat efisiensi alokatif petani sangat rendah oleh kerana itu rekayasa perubahan harga input produksi dan harga output pertanian dipercaya dapat mengubah metode produksi dan pengembangan inovasi. Dengan demikian kebijakan seperti subsidi harga pupuk dan skema kredit yang dipromosikan pada 1980-an dilakukan diberbagai negara dengan tujuan untuk merangsang adopsi teknologi (Ellise and Freeman, 2004). Penurunan produktifitas dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, produktivitas pertanian rendah, efisiensi rendah dan sumber daya terdegradasi seperti lahan tercemar (Bruntland, 1987), kegagalan pasar (Holden dan Binswanger, 1998), penggunaan input yang tidak baik, kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kontribusi terhadap harga input froduksi dan infrastruktur (Craig, et al., 1997), lingkungan sosial ekonomi yang tidak menguntungkan, kebijakan yang tidak menguntungkan, kendala biofisik, dan praktek manajemen lahan (Binswanger dan Townsend, 2000). Intensifikasi pertanian dikaitkan dengan meningkatnya tekanan penduduk, dimana tanah akan lebih intensif diusahakan melalui penggunaan tenaga kerja yang berlimpah dalam produksi (Ruttan, 1984).