III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori-teori yang dipergunakan untuk membantu dalam pelaksanaan setiap tahapan penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain, teori jasa agrowisata, perilaku, kepuasan dan loyalitas konsumen, dimensi kualitas pelayanan (SERVQUAL dimensions), dan konsep Structural Equation Model (SEM). 3.1.1. Jasa Agrowisata Kotler et al. (1996), diacu dalam Tjiptono (2008) dan Rangkuti (2006) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan tak kasat mata yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut Gaspersz (1997) mengungkapkan, terdapat sejumlah kriteria yang mencirikan pelayanan (jasa) sekaligus membedakannya dari barang, yaitu: 1) Pelayanan merupakan output tak-berbentuk (intangible output) 2) Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar 3) Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventory, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi 4) Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan 5) Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan 6) Keterampilan personel “diserahkan” atau diberikan secara langsung kepada pelanggan 7) Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal 8) Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan 9) Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya 10) Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan 26
11) Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif 12) Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses 13) Option penetapan harga adalah lebih rumit Salah satu produk jasa adalah pariwisata. Pariwisata adalah suatu sistem yang multikompleks, dengan berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi antar sesama.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, pariwisata
telah menjadi sumber penggerak dinamika masyarakat, dan menjadi salah satu prime-mover dalam perubahan sosial-budaya (Pitana 1999; 2002a, diacu dalam Pitana & Gayatri 2005). Murphy (1985), diacu dalam Pitana dan Gayatri (2005) juga mendefinisikan pariwisata sebagai keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri, dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Awal pertumbuhan perjalanan wisata didominasi oleh kalangan atas (ningrat) dan orang-orang kaya, tetapi kemudian kegiatan pariwisata mulai melibatkan warga masyarakat yang lebih luas.
Kelas menengah yang mulai
tumbuh bersama orang-orang yang berpenghasilan tinggi ditambah pendidikan yang terus berkembang, semakin meramaikan perjalanan libur tahunan. Perjalanan liburan tersebut pada umumnya didorong oleh maksud atau motivasi yang sama, yakni membebaskan diri dari kesibukan kerja dan santai di tengah lingkungan alam yang indah. Keadaan ini merupakan awal dari industri liburan modern yang kemudian dikenal sebagai industri pariwisata (Sammeng 2001). Pariwisata bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisis atau kajian yang lebih tajam. Sebagai suatu aktivitas dinamis, pariwisata memerlukan kajian terus-menerus (termasuk dari aspek sosial budaya), yang juga harus dinamis, sehingga pembangunan pariwisata bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya masyarakat lokal (Pitana & Gayatri 2005). Wisata pertanian adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan, dan sebagainya. Wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan berbagai jenis sayur mayur dan palawija di 27
sekitar perkebunan yang dikunjungi. Tidak jarang pula pusat-pusat pertanian seperti ini menyediakan pramuwisata guna menjelaskan segala sesuatunya kepada wisatawan rombongan yang datang berkunjung (Pendit 2006). Pengembangan agrowisata merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) bersama Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Menparpostel) dan Menteri Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No.204/KPTS/HK/050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari objek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Tirtawinata & Fachruddin 1996). Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menyatakan, agrowisata telah diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian. Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan adalah kebun raya, agrowisata perkebunan, agrowisata tanaman pangan dan hortikultura, agrowisata perikanan, dan agrowisata peternakan.
Sedangkan, manfaat dari
pengelolaan dan pengembangan agrowisata antara lain: 1) Meningkatkan Konservasi Lingkungan Pengembangan dan pengelolaan agrowisata yang objeknya benar-benar menyatu dengan lingkungan alamnya harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Jangan sampai pembuatan atau pengembangannya merugikan lingkungan.
Nilai-nilai konservasi yang ditekankan pada keseimbangan
ekosistem yang ada menjadi salah satu tujuan pengelolaan agrowisata. 2) Meningkatkan Nilai Estetika dan Keindahan Alam Pembuatan suatu agrowisata diperlukan perencanaan tata letak, arsitektur bangunan, dan lansekap yang tepat. Kebersihan sebagai salah satu unsur keindahan juga perlu mendapat perhatian bagi pengelola agrowisata. 3) Memberikan Nilai Rekreasi Sebagai objek pariwisata, agrowisata tentunya tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan rekreasi. Rekreasi di tengah alam yang indah dan nyaman memang memiliki nilai kepuasan tersendiri.
Sebagai tempat rekreasi,
pengelola agrowisata perlu membuat atau menyediakan fasilitas-fasilitas 28
penunjang atau paket-paket acara yang dapat menimbulkan kegembiraan di tengah alam. 4) Meningkatkan Kegiatan Ilmiah dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Kunjungan para wisatawan ke lokasi agrowisata tidak hanya sebagai sarana hiburan semata, tetapi dapat pula bernilai ilmiah. Kekayaan flora dan fauna dan seluruh ekosistem yang ada di dalam kawasan agrowisata tentunya sangat mengundang rasa ingin tahu dari para peneliti, ilmuwan, ataupun kalangan pelajar.
Dengan demikian, kehadiran agrowisata akan sangat
membantu mereka yang senantiasa haus dengan ilmu pengetahuan. 5) Mendapatkan Keuntungan Ekonomi Selain memberikan nilai-nilai yang sulit diukur secara materi, agrowisata juga memberikan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi ini tentu sangat erat kaitannya dengan tujuan pengelolaan agrowisata itu. Keuntungan tersebut tidak hanya bagi pengelola agrowisata itu, tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya, pemerintah daerah, dan negara pada umumnya. 3.1.2. Perilaku, Kepuasan, dan Loyalitas Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan sebagai sikap atau perilaku yang ditunjukkan secara langsung oleh konsumen dalam melakukan pencarian, pembelian, pemakaian, pengevaluasian, dan penentuan dari produk dan jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan sumberdaya yang tersedia (waktu, uang, tenaga) dengan mengkonsumsi produk-produk terkait. Mencakup apa yang mereka beli, mengapa, kapan, dan dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, menggunakan dan mengevaluasi produk tersebut setelah pembelian dan dampaknya untuk pembelian di masa yang akan datang (Engel et al. 1993; Schiffman & Kanuk 2004). Menurut Peter dan Olson (1993), perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisis, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Persaingan yang semakin ketat karena semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan 29
setiap perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama.
Hal ini tercermin dari semakin banyaknya perusahaan yang
menyertakan komitmennya terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misinya, iklan, maupun public relation release (Tjiptono 2008). Keseluruhan dari pemikiran dan tindakan perusahaan harus difokuskan pada kebutuhan, harapan, dan masalah terkini dan potensial dari konsumen. Sehingga pada akhirnya itu menjadi hal yang sangat penting untuk memperoleh pengetahuan yang pasti terhadap pasar, produk, persaingan, dan tentu saja terhadap konsumen. Agar suatu perusahaan dapat unggul di dalam kompetisi dan guna menjaga keunggulan kompetitif di masa yang akan datang, harapan dan keinginan konsumen harus menjadi pusat perhatian di dalam kegiatan bisnisnya. Orientasi kepada konsumen adalah satu dari sekian banyak faktor kesuksesan yang diperlukan agar suatu perusahaan dapat tetap bertahan di dalam lingkungan bisnis yang sesak dengan kompetisi.
Setiap perusahaan yang berorientasi kepada konsumen mampu
mencapai tujuannya relatif lebih cepat karena mereka dapat secara cepat dan efektif merespon peluang pasar yang baru, konsep fokus pada konsumen, dan menyesuaikan keinginan konsumen yang selalu berkembang (Raab et al. 2008). Berorientasi kepada konsumen merupakan salah satu karakteristik dari sistem kualitas modern. Produk-produk (barang dan/atau jasa) didesain sesuai keinginan konsumen melalui suatu riset pasar, kemudian diproduksi (diproses) dengan cara-cara yang baik dan benar, sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain (memiliki derajat konformans yang tinggi), serta pada akhirnya memberikan pelayanan purna jual kepada konsumen (Gaspersz 1997). Menurut Schnaars (1991), diacu dalam Tjiptono (2008), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat. Manfaat-manfaat yang dirasakan diantaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. 30
Cara untuk mencapai kepuasan konsumen yaitu diperlukan sikap awas terhadap apa yang diharapkannya dan mengetahui apa yang disukai dan tidak disukainya.
Itu bukanlah hal yang tidak biasa bagi perusahaan
untuk berpegang pada kepuasan konsumen, dan bagi perusahaan agar percaya
bahwa
hubungan
yang
terjalin
dengan
konsumen
akan
membawanya untuk mengetahui secara pasti tingkat kepuasan konsumen. Tingkat keluhan yang rendah sering dipersepsikan sama dengan kepuasan konsumen, namun hal ini sering disalahartikan. Pengalaman menunjukkan bahwa hanya empat persen dari seluruh konsumen yang tidak puas mengeluh, sedangkan 96 persen lainnya menentukan untuk berpindah kepada perusahaan lain (Wilson 1991, diacu dalam Raab et al. 2008).
Mengukur
kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan peningkatan (Rangkuti 2006). Menurut Raab et al. (2008), konsumen yang merasa puas kemungkinan akan bersikap seperti: 1) Penjualan silang (Cross-Selling) Penjualan
silang
yaitu
konsumen
yang
merasa
puas
akan
mempersiapkan untuk melakukan pembelian produk lainnya pada perusahaan yang sama. 2) Komitmen dari konsumen Komitmen konsumen menggambarkan ketetapan konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan, yang dimengerti sebagai ikatan khusus, dan didasari dengan pilihan sengaja dan kepuasan. 3) Sensitivitas harga menurun Memperkenalkan harga yang lebih tinggi lebih mudah dilakukan kepada konsumen yang puas dibandingkan dengan konsumen yang tidak puas. Konsumen yang percaya pada kualitas dan pelayanan perusahaan biasanya juga mempersiapkan untuk membayar lebih.
31
4) Promosi dan bercerita dengan kata-kata positif Konsumen yang merasa puas akan menceritakan hal-hal yang positif kepada orang lain tentang perusahaan dan produknya. Konsumen akan secara aktif merekomendasikan produk atau jasa tersebut. Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga kategori tanggapan atau komplain terhadap ketidakpuasan (Singh 1988, diacu dalam Tjiptono 2008): 1) Voice Response Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya. 2) Private Response Tindakan
yang
dilakukan
antara
lain
memperingatkan
atau
memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan. 3) Third-Party Response Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa, atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Ingatan konsumen terhadap barang atau jasa berkaitan dengan kepuasan konsumen menjadi sangat penting karena konsumen saat ini memiliki kesempatan untuk memilih dari sekian banyak barang dan jasa, dan karena persaingan di dalam pasar yang beragam semakin ketat (Wilson 1991, diacu dalam Raab et al. 2008). Loyalitas adalah gambaran dari keinginan konsumen untuk berlangganan dengan suatu perusahaan dalam jangka waktu yang panjang, membeli, dan menggunakan barang dan jasa tersebut secara berulang, dan merekomendasikan produk perusahaan kepada teman dan lembaga (Lovelock & Wirtz 2004). Lovelock dan Wirtz (2004) menambahkan, fondasi terbentuknya loyalitas yang sebenarnya terletak pada kepuasan konsumen. Kepuasan yang tinggi atau bahkan konsumen yang merasa senang terhadap produk akan sangat loyal 32
terhadap perusahaan tersebut, menggabungkan pembelian mereka pada satu perusahaan, dan menyebarkan kata-kata positif mengenai perusahaan tersebut. Schiffman dan Kanuk (2004) mengungkapkan, seperti hubungan pribadi antar individu yang akan melakukan usaha satu sama lain, pemasar yang berhubungan menawarkan konsumen yang loyal dengan pelayanan yang khusus, potongan harga, meningkatkan komunikasi, dan perhatian lebih dari barang atau jasa, tanpa mengharapkan pengembalian yang cepat. Konsumen menghindari risiko dengan bersikap loyal pada merek yang telah memuaskan mereka dari pada membeli merek baru atau yang belum dicoba. 3.1.3. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL Dimension) Merupakan hal yang cukup sulit bagi konsumen untuk menilai kualitas dari pelayanan atau jasa dibandingkan dengan pelayanan dari produk barang. Hal ini benar adanya karena perbedaan karakteristik yang jelas dari jasa: bersifat tidak berwujud, berubah-ubah, tidak tahan lama, dan jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Karena kualitas aktual dari pelayanan dapat berubahubah dari hari ke hari, dari karyawan ke karyawan, dan dari konsumen ke konsumen. Pemasar berusaha untuk menstandarisasi pelayanan mereka untuk menghasilkan kualitas yang sama baiknya (Schiffman & Kanuk 2004). Pelayanan yang sangat baik akan menciptakan konsumen sebenarnya (true consumer), konsumen yang senang dan puas dengan perusahaan yang dipilihnya setelah mendapat pengalaman pelayanan, konsumen yang akan berkunjung kembali dan menceritakan hal-hal yang baik mengenai perusahaan tersebut (Zeithaml et al. 1990). Zeithaml et al. (1990) melakukan suatu studi berupa penelitian untuk mengembangkan konsep yang komprehensif dalam memahami dan meningkatkan kualitas pelayanan atau jasa.
Studi yang dilakukannya yaitu dengan
mewawancarai 12 orang konsumen dengan setiap tiga konsumen mewakili sektor jasa yang berbeda. Melalui wawancara tersebut dapat diketahui bahwa banyak pandangan konsumen mengenai kualitas pelayanan.
Mereka membicarakan
banyak hal, mengenai harapan, prioritas, dan pengalaman mereka. Beberapa puas dengan pelayanannya, sedangkan lainnya puas dengan karyawan yang memberikan pelayanan.
Para konsumen tersebut sepakat bahwa kunci yang 33
memastikan baiknya kualitas pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat memenuhi atau melebihi apa yang mereka harapkan dari produk jasa. Skala kualitas pelayanan dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan konsumen dari jasa dan persepsi mereka dari pelayanan aktual yang diberikan, didasari oleh lima dimensi berikut ini: reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. Dimensi-dimensi tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yaitu, dimensi hasil (yang berfokus pada reliability dari pelayanan) dan dimensi proses (yang berfokus pada responsiveness, assurance, dan emphaty dalam melayani konsumen), dan aspek tangible dari pelayanan atau jasa. Penjelasan dari dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut (Zeithaml et al. 1990): 1) Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan peralatan komunikasi 2) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan 3) Responsiveness, yaitu kemauan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat 4) Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari karyawan serta kemampuan mereka untuk memberikan kepercayaan atau keamanan 5) Emphaty, yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen Suatu pelayanan dapat diterima oleh konsumen dikarenakan adanya pengaruh internal dan eksternal konsumen serta atribut dari setiap dimensi kualitas pelayanan.
Proses dan hubungan dimensi kualitas pelayanan sampai
diterimanya kualitas pelayanan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 2.
34
\ Dimensi Kualitas Pelayanan: Tangibles
Kata-kata positif
Reliability
Kebutuhan pribadi
Pengalaman terdahulu
Komunikasi eksternal
Responsiveness Competence Pelayanan yang diharapkan
Courtesy Credibility Security Access Communication
Penerimaan kualitas pelayanan
Pelayanan yang diterima
Understanding the customer
Gambar 2. Penilaian Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan Sumber: Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990)
3.1.4. Konsep Structural Equation Model (SEM) Sitinjak dan Sugiarto (2006) serta Schumaker dan Lomax (1996), menjelaskan SEM sebagai berikut, SEM merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisis variabel laten, variabel indikator dan kesalahan pengukuran secara langsung.
Dengan SEM kita mampu menganalisis hubungan antara
variabel laten dengan indikatornya, hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lain, juga mengetahui besarnya kesalahan pengukuran. Disamping hubungan searah, SEM yang memungkinkan kita menganalisis hubungan dua arah yang seringkali muncul dalam ilmu sosial dan perilaku. SEM termasuk keluarga multivariate statistics dependensi yang memungkinkan dilakukannya analisis satu atau lebih variabel independen dengan satu atau lebih variabel dependen. SEM merupakan gabungan dari dua metode statistika yang terpisah yang melibatkan analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan di psikologi dan psikometri dan model persamaan simultan (simultaneous equation modelling) yang dikembangkan di ekonometrika. Model-model dalam SEM terdiri dari model struktural, model pengukuran, dan model hybrid (full SEM model).
Model struktural menggambarkan 35
hubungan-hubungan yang ada diantara variabel laten.
Model pengukuran
menggambarkan hubungan variabel laten dengan variabel-variabel teramati atau variabel indikator/manifest. Setiap variabel laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari beberapa variabel teramati yang terkait. Pada umumnya setiap variabel laten memiliki beberapa variabel teramati. Model yang terakhir yaitu model hybrid, merupakan gabungan model struktural dan model pengukuran. Metode SEM mempunyai dua jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen. Variabel laten eksogen adalah variabel yang berasal dari luar model dan merupakan input bagi model. Variabel laten endogen berasal dari dalam model dan merupakan output dari model. Dengan kata lain, variabel eksogen besarnya tetap pada saat memasuki model, sedangkan besar variabel endogen ditentukan dalam model (Sitinjak & Sugiarto 2006).
Wijayanto (2008) menambahkan,
variabel eksogen selalu muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan yang ada dalam model. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya variabel tersebut adalah variabel bebas Variabel laten adalah konsep abstrak yang dihipotesiskan atau yang tidak teramati, dan hanya dapat didekati melalui variabel-variabel teramati. Sementara itu, variabel teramati adalah variabel yang nilainya dapat diperoleh dari responden melalui berbagai metode pengumpulan data dan diukur secara empiris (survey, tes, observasi, dan lain-lain). Variabel teramati yang merupakan efek atau ukuran dari variabel laten seringkali disebut variabel indikator atau manifest (Schumaker & Lomax 1996; Sitinjak & Sugiarto 2006; Wijayanto 2008). Koefisien-koefisien yang dihasilkan dalam metode SEM sudah distandarkan sehingga bisa langsung diketahui variabel mana yang kontribusinya terbesar diantara variabel-variabel yang dilibatkan (Sitinjak & Sugiarto 2006). 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Suatu usaha jasa seperti agrowisata dituntut untuk selalu menyuguhkan program wisata yang unik dan menarik, menciptakan suatu inovasi yang kreatif agar menjadi sesuatu yang berbeda dan bernilai jual.
Terlebih lagi jasa
merupakan produk tak berwujud, sehingga pelayanan yang terbaiklah yang harus 36
diutamakan dan bisa diberikan kepada pengunjung sebagai produk jual. Pelayanan terbaik diberikan agar dapat memenuhi harapan dan kepuasan pengunjung.
Pengunjung yang merasa puas akan memberikan dampak yang
sangat positif bagi suatu agrowisata, seperti memungkinkan akan melakukan kunjungan kembali dan menjadi „agen‟ promosi yang efektif. Upaya TRKWC untuk dapat terus berkembang dan menarik lebih banyak pengunjung terasa cukup berat. Persaingan usaha agrowisata yang semakin ketat dalam memperebutkan jumlah pengunjung merupakan suatu masalah sekaligus tantangan bagi TRKWC. Banyaknya agrowisata yang juga menawarkan konsep pulang kampung atau kembali ke alam menjadikan semakin banyak produk substitusi atau alternatif bagi pengunjung untuk berlibur.
Hal tersebut
berpengaruh terhadap kondisi pangsa pasar TRKWC dalam industri agrowisata. Data menunjukkan bahwa pangsa pasar TRKWC menunjukkan trend yang berfluktuasi dengan jumlah persentase yang sangat kecil (Gambar 1). Jumlah pengunjung yang berkunjung setiap harinya pun masih jauh dari kapasitas jumlah pengunjung maksimum yang disediakan.
Melihat kondisi tersebut, TRKWC
harus selalu memberikan pelayanan yang terbaik agar jumlah pengunjung selalu mengalami peningkatan. Langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan mengukur tingkat kepuasan pengunjung dan mengetahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan terhadap kepuasan dan menjadikan pengunjung loyal terhadap TRKWC.
Salah satu
caranya adalah dengan melakukan analisis kepuasan dan loyalitas pengunjung dengan menggunakan metode SEM.
Analisis dengan metode SEM akan
memperlihatkan keeratan hubungan antara variabel teramati dengan variabel dimensi kualitas pelayanan dan variabel kepuasan dan loyalitas. Analisis yang mengawali dilakukannya analisis SEM yaitu menganalisis karakteristik dari 100 orang pengunjung TRKWC yang menjadi responden. Pengetahuan akan karakteristik dari pengunjung merupakan suatu hal yang penting sehingga diketahui karakteristik sebagian besar atau mayoritas pengunjung TRKWC. Perilaku penggunaan produk jasa wisata juga perlu dianalisis untuk mengetahui kecenderungan dan sikap sebagian besar responden dalam melakukan kunjungan wisata. Hasil analisis tersebut juga bisa menjadi 37
dasar untuk meningkatkan kualitas pelayanan TRKWC. Kedua analisis tersebut dianalisis secara deskriptif. Variabel-variabel
teramati
atau
atribut-atribut
wisata
yang
akan
dimasukkan dalam model SEM harus didasarkan oleh landasan teori yang mendukung hipotesis, yaitu landasan teori yang menyatakan adanya hubungan antara variabel dengan kepuasan dan loyalitas. Landasan teori tersebut yaitu lima dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Melalui analisis SEM, masing-masing dimensi tersebut akan diketahui hubungannya terhadap variabel kepuasan, selanjutnya variabel kepuasan pun akan diketahui hubungannya terhadap variabel loyalitas. Hasil dari analisis SEM berupa keeratan hubungan antar variabel akan menjadi suatu pengetahuan yang sangat berarti bagi TRKWC untuk merumuskan berbagai implikasi manajerial seperti untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan, loyalitas, jumlah pelanggan, dan jumlah pengunjung setiap tahunnya. Bagan pemikiran operasional yang akan dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
38
Permasalahan Tingginya persaingan antar agrowisata Pangsa pasar TRKWC yang berfluktuasi Adanya selisih jumlah riil pengunjung dengan kapasitas maksimum
Target Meningkatkan kepuasan dan loyalitas pengunjung Meningkatkan jumlah pelanggan dan pengunjung setiap tahunnya
Karakteristik pengunjung TRKWC Perilaku penggunaan produk jasa wisata
Fasilitas Areal Parkir Penataan Lokasi
Tangibles
Asri,Nyaman, Bersih Paket Wisata Y11 Akses Manfaat Wisata
Keterlibatan Masyarakat
Kepuasan
Reliability
Harga Bantuan dan Penjelasan
Responsivenes Loyalitas
Kecepatan dan Ketanggapan Keamanan Keramahan dan Kesopanan
Assurance
Y21
Y22
Y23
Pengetahuan Respon Atas Keluhan
Emphaty
Perhatian Personal
Rekomendasi implikasi manajerial untuk peningkatan kepuasan dan loyalitas pengunjung TRKWC
Keterangan: = = = =
Urutan konsep pemikiran operasional Kegunaan Analisis deskriptif Analisis Structural Equation Model
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
39