III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan
penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya, dan teori pendapatan.
3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktorfaktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009). Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah kepemilikan lahan sempit, pendapatan rendah, modal yang dimiliki rendah, pengetahuan rendah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani (wholefarm) merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan peptisida) dengan efektif, efisien, dan berkelanjutan untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga, pendapatan usahataninya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan pengeluaran (output). Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1) Alam Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam
15
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yaitu iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap
kegiatan
masing-masing
komoditas
yang
diusahakan,
kemudian
dijumlahkan untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam orang kerja). Pemakaian HOK ada kelemahan karena HOK masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas persatuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahatannya, topografi, tanah serta jenis komoditas yang diusahakan. 3) Modal Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.
16
4) Pengelolaan dan Manajemen Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
3.1.2 Teori Produksi Secara umum produksi merupakan upaya untuk menghasilkan sejumlah produk maksimum dari sejumlah sumberdaya yang tersedia. Sukirno (2002) menyatakan bahwa produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian berusaha. Soekartawi (1990) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara sistematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,……………….Xn) ............................................. Keterangan: Y F X1, X2, X3.....Xn
(3.1)
= Output (hasil produksi) = Bentuk hubungan yang mentranspormasikan faktor faktor produksi dengan hasil produksi = Input-input yang digunakan dalam proses produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil disbanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986).
Sedangkan
Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah
17
jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai satu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun. Soekartawi (1990) mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan Output dihasilkan (Y). Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan tambahan setiap unit output satu satuan (Y) secara proporsional. Apabila terjadi penambahan suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut law of diminishing return yang menyebabkan PM menurun. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
..........................................................................................
(3.2)
.................................................................................................
(3.3)
..............................................................................................
(3.4)
.........................................................................................
(3.5)
....................................................................................................
(3.6)
Dimana: Ep = Elastisitas produksi ∆Y = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian ∆X = Perubahan penggunaan faktor produksi Y = Hasil Produksi X = Jumlah produksi 18
Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Produksi Total, Marginal dan Rata-rata, (Sumber: Lipsey et al, 1995)
Keterangan: TP = Total product / Produksi Total MP = Marginal Product / Produk Marginal AP = Avarage Product / Produksi Rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yaitu: a. Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.
19
b. Daerah produksi II dengan Ep antara I dan 0 (0 < EP < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional. c. Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional). Soekartawi (2002) menyatakan hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep adalah sebagai berikut : a) Elastisitas produksi (Ep) = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila AP = MP, dan sebaiknya apabila MP = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka Ep=0 b) Elastisitas produksi (Ep) > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. Pada kondisi ini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala menambah sejumlah input. c) 0<Ep<1, dimana dalam kondisi tersebut, maka setiap penambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate. d) Ep<0, dimana terletak pada daerah III, dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi.
3.1.3 Model Fungsi Produksi Pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subyektif. ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pedoman tersebut adalah : 1) Bentuk aljabar fungsi produksi tersebut dapat dipertanggungjawabkan
20
2) Bentuk aljabar fungsi produksi tersebut mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi 3) Mudah dianalisis 4) Mempunyai implikasi ekonomi Fungsi produksi Cobb Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut independen (X) variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (dalam Soekartawi 2002). Menurut soekartawi (1990) menyatakan ada tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglass antara lain: 1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglass relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglass dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier 2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglass akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas 3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant, atau increasing return to scale. a) Decreasing return to scale, bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi
penambahan
input
produksi
melebihi
proporsi
penambahan produksi. b) Constant return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c) Increasing return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
21
Kesulitan yang sering dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb Douglass adalah sebagai berikut : a) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau memiliki nilai terlalu besar atau nilai terlalu kecil. b) Kesalahan pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran Ep terlalu tinggi atau terlalu rendah c) Bias terhadap variabel manajemen d) Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan, dimana variabel X tidak mempunyai hubungan kuat didalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk kedalam faktor produksi. Persamaan matematis dari fungsi produksi secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = b0 X1b1 X2b2 Xb3. . . .Xibi eu ...................................................................
(3.7)
Dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan b1,b2 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa (galat) e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi produksi Cobb-Douglass akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + b1 ln X1 + u .........
(3.8)
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 + b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi produksi Cobb-Douglass sekaligus menunjukan elastisitas X dan Y.
22
3.1.4 Teori Biaya Mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan ke dalam (implisit) (Wesley, 1994). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida,. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan, seperti penerimaan yang di investasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, pengeringan dan bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan seperti sewa lahan. Lipsey, (1995) menyatakan hal yang sama dengan Wesley. Menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC ........................................................................................
(3.9)
Keterangan: TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel
23
Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
TC, TVC, TFC
TC TVC TFC
0
Y Gambar 3. Kurva Biaya Total, (Sumber: Lipsey 1995) Pada Gambar 3, dapat dijelaskan bahwa kurva TFC bentuk adalah
horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.
3.1.5 Teori Pendapatan Usahatani Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai adalah uang diterima dari
24
penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan digunakan untuk benih (input). Biaya usahatani (pengeluaran) usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input miliki kelurga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut: = TR – TC .................................................................................... Keterangan:
π TR TC
(3.10)
= Pendapatan (Rp/musim tanam) = Total penerimaan (Rp/musim tanam) = Total biaya (Rp/musim tanam)
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Menurut Rahim (2008) menyatakan analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian besar, antara lain: R/C > 1: Usahatani meguntungkan R/C = 1: Usahatani impas R/C < 1: Usahatani rugi Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan finansial.
3.1.6 Konsep Efisiensi Produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan tetapi juga efisiensi produksi penggunaan input. Suatu metode dikatakan lebih efisien 25
apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih (output) yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama pada kedua metode yang digunakan. Menurut Lipsey et.al, (1995) efisiensi adalah suatu ukuran relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Konsep usahatani mengandung tiga pengertian yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis ditunjukkan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Efisiensi ekonomis dapat tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi. Menurut Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa efisiensi terdiri dari tiga komponen yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis atau fisik memperlihatkan kemampuan petani untuk menghindari penghamburan dengan memproduksi output semaksimal mungkin dengan menggunakan sejumlah input tertentu dengan kata lain menggunakan input seminimal mungkin untuk memperoleh output yang maksimum. Dengan demikian analisis efisiensi teknis bisa berorientasi pada peningkatan jumlah output atau penghematan input. Petani dikatakan efisien jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang sudah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan dari usahatani untuk menggunakan proporsi input yang optimal sesuai dengan harganya dan teknologi produksi yang dimilikinya, gabungan dari kedua efisiensi tersebut akan menjadi efisiensi ekonomi (Kebede, 2001). Efisiensi teknis bisa dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil (dalam satuan fisik), jadi tergantung dengan teknologi yang ada. Efisiensi alokatif dan efisiensi harga berhubungan dengan kemampuan petani untuk mengkombinasikan input dan output dalam proporsi optimal pada tingkat harga tertentu. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada
26
saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Pendekatan output untuk melihat seberapa besar peningkatan jumlah output tanpa peningkatan jumlah penggunaan input. Ilustrasinya adalah kombinasi dua output dengan satu input. Kurva yang dilihat adalah kurva kemungkinan produksi dan
isorevenue.
Inefisiensi yang dihasilkan melalui pendekatan output
menunjukkan jumlah output yang dapat ditingkatkan tanpa penambahan input. Untuk pendekatan input dan output akan memberikan perhitungan yang setara akan efisiensi teknis dalam constan return to scale.
3.1.7 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Konsep efisiensi ekonomis dengan melihat penggunaan input di setiap faktor produksi (Doll dan Orazem, 1978). Kurva efisiensi produksi dapat dilihat pada Gambar 4. Y
TP2
YB
B TP1
YC
C
YA YD
A
Garis Rasio Harga
D
XD
Xc
XA
XB
X
Gambar 4. Efisiensi Produksi (Sumber: Doll dan Orazem 1978)
Pada Gambar 4, garis produksi TP1 dan TP2 dengan garis rasio harga. Titik A menunjukkan kondisi efisiensi alokatif karena garis harga menyinggung garis produksi total. Efisiensi teknis tidak terjadi pada titik A, karena jumlah output yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah output yang berada pada
27
TP2 atau dengan kata lain, ada cara lain yang lebih baik menghasilkan output tinggi. Titik C hanya menunjukkan terjadinya efisiensi teknis dan titik D tidak menunjukkan adanya efisiensi alokatif dan teknis. Sedangkan titik B menunjukkan kedua kondisi, baik efisiensi alokatif dan teknis. Doll dan Orazem (1978) menyatakan terdapat dua syarat untuk mencapai efisiensi ekonomi, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat keharusan dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (1>Ep>0). Tidak halnya seperti syarat keharusan yang bersifat objektif, syarat kecukupan ditunjukkan untuk nilai dan tujuan individu atau kelompok. Syarat kecukupan dapat secara alami berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Dalam teori abstrak, kondisi ini lebih sering disebut indikator pilihan (choice indicator). Efisiensi secara ekonomi tercapai apabila usahatani tersebut telah mencapai keuntungan maksimal. Syarat mencapai keuntungan maksimal adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1978). Fungsi keuntungan yang dapat diperoleh dapat dinyatakan sebagai berikut : π = Py. Y- {∑Pxi . Xi + TFC} ....................................................................
(3.11)
Keterangan : π = Pendapatan usahatani Py = Harga perunit produksi Y = Hasil produksi i = 1,2,3......n Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i TFC = Total Fix Cost (Total biaya tetap) Dengan demikian, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah : – Pxi = 0 .................................................................................
(3.12)
= Pxi ................................................................................................
(3.13)
= Py Py
28
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor produksi ke – i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke – i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : Xi = f (Py, Px, Y) ....................................................................................... Dengan mengetahui
(3.14)
sebagai marginal product (MPxi) faktor produksi
ke-i, maka persamaan diatas menjadi : Py. MPxi = Pxi ............................................................................................
(3.15)
Sesuai dengan prinsip keseimbangan marginal, bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan faktor produksi ke-i (Py. MPxi) harus lebih besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi berhenti ketika Py.MPxi = Pxi pada saat ini keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan maksimal dari penggunaan faktor produksi ke-i dapat dinyatakan sebagai berikut :
= 1..................................................................................................
(3.16)
Keterangan : Py.MPxi : Nilai Produk Marginal (NPM) faktor ke-i Pxi : Biaya Korban Marginal (BKM) faktor ke-i Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat penambahan penggunaan faktor produksi ke-i tersebut atau resiko keduanya sama dengan satu. Dengan asumsi Py dan Px merupakan nilai konstan, maka hanya
yang mengalami perubahan. Ketika Py.MPxi > Pxi, maka
penggunaan faktor produksi harus ditambah agar tercapai keuntungan maksimum. Sebaliknya jika Py. MPxi < Pxi, maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu Kecamatan yang sebagian
besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Desa Situ Udik adalah 29
salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang yang petaninya melakukan usahatani padi. Gapoktan Tani Bersama adalah gapoktan yang ada di desa Situ Udik, yang anggotanya membudidayakan padi secara serentak dalam setiap musim tanam. Hal ini karena di gapoktan tersebut setiap musim tanam tiba setiap kelompok akan membuat rencana kebutuhan kelompok yang berisi jenis padi yang akan ditanam dan tanggal tanam. Padi varietas ciherang mempunyai potensi hasil 7 - 8,5 ton/ha. Produktivitas padi varietas ciherang di gapoktan Tani Bersama masih dibawah potensi tersebut yaitu antara 3 – 6 ton/ha. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran usahatani di gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik, menganalisis faktor-faktor produksi padi yang berpengaruh dan menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui kegiatan atau prospek usahatani padi dalam kondisi riil sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani, menguntungkan atau tidak. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi antara lain lahan, jumlah benih, pupuk urea, KCl, pupuk NPK, tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk melihat pengaruh input terhadap produksi padi analisis yang digunakan adalah analisis produksi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglass. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produksi. Selain itu analisis ini juga dapt digunakan untuk mengetahui tingkat elastisitas dari masing-masing input yang digunakan. Sedangkan Nilai Produk Marginal (NPM) dan Biaya Korban Marginal (BKM) digunakan untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari masing-masing input. Selain itu dilihat juga pengaruh pendapatan usahatani terhadap efisiensi usahatani yang dilakukan. Faktor-faktor produksi tersebut memerlukan biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan dari hasil produksi padi akan menghasilkan penerimaan. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani padi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi
30
usahatani padi yang diusahakan oleh petani pada gapoktan Tani Bersama desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner terhadap petani padi pada gapoktan Tani Bersama. Adapun kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
Padi varietas ciherang adalah jenis padi yang banyak dibudidayakan oleh petani Produktivitas padi var.ciherang di Gapoktan Tani Bersama masih rendah
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik 2. Menganalisis pendapatan usahatani padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik
3. Menganalisis tingkat efisiensi produksi padi Var.Ciherang
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi : Lahan, Benih, Urea, KCl,NPK dan Tenaga Kerja.
Analisis fungsi produksi : Cobb-Douglass, NPM dan BKM
Faktor-Faktor yang berpengaruh
Efisiensi Produksi
Analisis pendapatan R/C
Rekomendasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi varietas ciherang Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
31