III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan teknologi baru terhadap produksi, dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani. 3.1.1. Konsep Kemitraan Konsep kemitraan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi. Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumardjo et al. (2004) mengatakan kemitraan sebagai sebuah sistem, harus memiliki unsur-unsur berikut ini: 1. Input (sumberdaya), yaitu material, uang, manusia, informasi, dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output. 2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi. 3. Teknologi, yaitu metode dan proses dalam transformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan. 5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pengambil keputusan. 6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau organisasi dalam proses kemitraan. 7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra. 8. Struktur, yaitu hubungan antar individu, kelompok, dan unit yang lebih besar.
3.1.2. Pola Kemitraan Agribisnis Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah Pola Kemitraan Inti Plasma, Pola Kemitraan Subkontrak, Pola Kemitraan Dagang Umum, Pola Kemitraan Keagenan, dan Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (Sumardjo et al, 2004). 3.1.2.1. Pola Kemitraan Inti Plasma Pola kemitraan inti plasma merupakan hubungan antar petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelas pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada Gambar 1.
Plasma
Plasma
Perusahaan
Plasma
Plasma
Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Sumber : Sumardjo et al. (2004) Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, tercipta peningkatan usaha, dan dapat mendorong perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga komoditas plasma.
3.1.2.2. Pola Kemitraan Subkontrak Pola kemitraan subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini adalah adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencangkup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola subkontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Hubungan kemitraan pola subkontrak dilihat pada Gambar 2.
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Pengusaha Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Sumardjo et al. (2004) Sedangkan kelemahan pada pola ini antara lain : a. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan menengah mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama pada penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran. b. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah. c. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi. 3.1.2.3. Pola Kemitraan Dagang Umum Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak
pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis pola ini telah dilakukan, khususnya hortikultura. Beberapa petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Kelompok mitra tersebut bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Memasok Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
Memasarkan Produk Kelompok Mitra Konsumen/Industri
Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Sumardjo et al. (2004) Keunggulan dari pola ini yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra. Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pola kemitraan dagang ini antara lain : a. Dalam praktiknya harga dan volume produk sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra. b. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Dalam sistem ini pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok
mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan modal. 3.1.2.4. Pola Kemitraan Keagenan Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau perusahaan kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih memahami pola ini, dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok Mitra
Konsumen/Masyarakat
Memasok
Perusahaan Mitra
Memasarkan produk kelompok mitra
Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo et al. (2004) Keunggulan pola ini yaitu mudah dilaksanakan oleh para perusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Kelemahan pola ini adalah kelompok mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen dan sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target. 3.1.2.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,
modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Memasok
Kelompok Mitra
Lahan Sarana Teknologi
Perusahaan Mitra
Biaya Modal Teknologi Manajemen
Gambar 5. Pola Kemitraaan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Sumardjo et al. (2004) Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Pola ini memiliki kelemahan pada pelaksanaannya, antara lain: a. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil bagi kelompok usaha kecil mitranya. b. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya. c. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan diatas.
3.1.3. Pengaruh Penerapan Teknologi Baru terhadap Produksi Agar pelaksanaan kemitraan dapat berjalan dengan baik dan efesien, diperlukan pembinaan dalam teknik penerapan teknologi oleh perusahaan mitra. Untuk itu, perusahaan mitra dapat melakukan pembinaan dalam bidang:8 1. Bimbingan teknologi, mulai dari pengolahan lahan hingga panen. 2. Peningkatan kemajuan manajemen usaha para petani atau kelompok tani sehingga mampu mengembangkan dan mengelola usahanya tersebut secara baik dan efesien. 3. Melakukan
kemampuan
petani,
seperti
memberikan
pelatihan
yang
diperlukan. Salah satu unsur yang harus dimiliki dalam kemitraan menurut Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumardjo et al. (2004) pada subbab sebelumnya adalah teknologi. Kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat, seharusnya mempunyai pengaruh terhadap penerapan teknologi padi sehat yang dilakukan petani mitra, karena teknologi padi sehat ini baru dikembangkan di Kecamatan Kebon Pedes. Bila penerapan teknologi yang dilakukan petani mitra dibandingkan dengan petani non mitra, diduga penerapan teknologi yang dilakukan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena adanya pengaruh kemitraan terhadap peningkatan penerapan teknologi padi sehat. Penerapan teknologi baru harus dapat memberikan kenaikan hasil atau mengurangi biaya dengan jumlah yang sangat besar agar dapat diterima oleh banyak petani. Beberapa ahli terkemuka memperkirakan, bahwa kenaikan hasil yang diperlukan untuk memikat hati petani pada permulaan, berkisar 40 – 100 persen (Mosher 1978). Teknologi baru memberikan inovasi pada produksi, yaitu: 1. Menaikan fungsi produksi sehingga output maksimum yang dihasilkan lebih tinggi dengan menggunakan input yang sama atau dapat menaikkan produktivitas (Gambar 6.a.). Kenaikan ini tidak saja menyangkut kuantitas, namun juga kualitas, input dan output. 8
Sedyowati Y. 2012. Kemitraan dalam usahatani Kacang Tanah. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/kemitraan-dalam-usaha-agribisnis-kacang-tanah [17 Juni 2012]
2. Menggeser ke kiri kurva produksi total, yaitu jumlah output maksimum yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih rendah (Gambar 6.b.). Teknologi baru juga dapat meningkatkan produk fisik total tapi diperlukan usahatani skala besar karena fungsi produksi dengan teknologi baru ada kalanya terletak diatas fungsi produksi lama pada tingkat penggunaan input yang sangat banyak (Gambar 6.c). pada kurva Total Produksi Alternatif Teknologi Baru). Implikasinya, teknologi baru akan merugikan jika diterapkan pada usahatani skala kecil dan menguntungkan jika diterapkan pada usahatani skala besar (Halcrow 1992). Output
Output
Teknologi Baru Teknologi Lama
Teknologi Baru Teknologi Lama
(a)
(b)
Input
Input
Output
Alternatif Teknologi Baru
Teknologi Lama
Teknologi Baru
(c) Gambar 6. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Produksi Sumber : Halcrow (1992)
Input
3.1.4. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Kemitraan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha (Sumardjo et al. 2004). Berarti kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, seharusnya mempunyai pengaruh terhadap pendapatan petani padi sehat. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (semua biaya). Jadi, rumus pendapatan usahatani menjadi (Soekartawi 2006): Pd = TR –TC yaitu : Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya Pendapatan usahatani ini dibedakan menjadi tiga, yaitu total pendapatan usahatani, total pendapatan tunai usahatani, dan pendapatan bersih. Total pendapatan adalah total penerimaan dikurangi total biaya dan total pendapatan tunai adalah penerimaan tunai dikurangi biaya tunai. Sedangkan pendapatan bersih adalah total pendapatan tunai dikurangi biaya penyusutan peralatan (Hernanto 1996). Penerimaan tunai adalah penerimaan yang langsung diterima oleh petani yang berasal dari penjualan hasil produksi, yang pada umumnya dalam bentuk uang tunai. Selain penerimaan tunai, ada penerimaan yang diperhitungkan atau penerimaan non tunai, yaitu hasil produksi yang digunakan untuk konsumsi sendiri atau untuk benih pada musim selanjutnya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan disebut total penerimaan. Biaya usahatani juga dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai, seperti untuk biaya input, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sewa lahan, dan pajak lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak dalam bentuk uang tunai,
namun biasanya dalam bentuk tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang dikeluarkan tanpa dibayar dan input yang didapat dari bantuan Bila pendapatan usahatani padi sehat petani mitra dibandingkan dengan petani non mitra, diduga pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena adanya pengaruh kemitraan untuk meningkatkan pendapatan petani. 3.1. Kerangka Pemikiran Operasional Padi sehat mulai dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini seiring dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup sehat dengan mengkonsumsi pangan organik. Kecamatan Kebon Pedes merupakan salah satu daerah penghasil padi sehat terbesar di Kabupaten Sukabumi. Pasar gabah padi sehat atau beras sehat ini masih jarang ditemui di Kecamatan Kebon Pedes. Bila dijual di pasar gabah atau beras biasa, maka harga yang akan diberlakukan pada gabah atau beras tersebut sama dengan harga gabah atau beras konvensional, padahal biaya yang harus dikeluarkan berbeda. Petani tentu mengharapkan pendapatan yang lebih besar dengan menanam padi sehat. PT. Medco Intidinamika melalui Medco Pure Farming melakukan kerjasama dengan Gapoktan Mekar Tani yang berlokasi di Desa Jambenenggang dalam penyediaan beras sehat. Sejak tahun 2010 kemitraan ini terjalin, Gapoktan Mekar Tani belum dapat memenuhi kuota permintaan beras sehat yang ditentukan oleh perusahaan karena. Hal ini dikarenakan terbatasnya lahan padi sehat di Desa Jambenenggang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka gapoktan ini melakukan kerjasama dengan gapoktan lain di Kecamatan Kebon Pedes. Kurangnya pengetahuan budidaya padi sehat menjadi salah satu kendala belum seluruh petani menerapkan teknologi padi sehat dengan baik, sehingga gabah padi sehat yang dihasilkan kurang maksimal. Dengan melakukan kemitraan diharapkan adanya transfer pengetahuan maupun teknologi padi sehat kepada petani mitra. Selain itu juga petani mitra akan mendapatkan pinjaman benih dan modal, sehingga masalah kekurangan modal dapat diatasi. Benih yang digunakan merupakan benih padi varietas inpari 13 dan sintanur yang sedang dikembangkan PT. Medco Intidinamika.
Responden yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi petani mitra dan petani non mitra. Petani non mitra dijadikan sebagai pembanding petani mitra, untuk melihat apakah ada perbedaan penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Untuk mengukur penerapan teknologi padi sehat dilakukan perhitungan derajat penerapan teknologi pada setiap responden dengan menggunakan Microsoft Excel. Sedangkan untuk melihat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan petani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C). Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan petani yang diterima oleh petani mitra pada saat bekerjasama dengan PT. Medco Intidinamika. Untuk melihat adanya pengaruh kemitraan, maka petani mitra dihitung manfaat kemitraan yang dirasakannya dengan menggunakan skala likert. Pengaruh manfaat kemitraan terhadap derajat penerapan terknologi dan pendapatan petani dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana. Digunakan juga analisis regresi linier berganda untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat penerapan teknologi padi sehat dan pendapatan petani padi sehat selain kemitraan. Kajian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai bahan pertimbangan dan juga masukan bagi perbaikan pelaksanaan kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes. Bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 7.
- Permintaan pangan organik mulai meningkat di Indonesia seiring peningkatan pengetahuan dan teknologi masyarakat - Padi sehat termasuk komoditi baru sehingga masih jarang yang mengembangkannya
Petani padi sehat : 1. Kurangnya Pengetahuan Budidaya 2. Sedikitnya pasar padi sehat (organik) 3. Kurangnya modal petani
Petani Padi Sehat Non Mitra
PT. Medco Intidinamika : 1. Mengembangkan benih padi 2. Jaminan Pasar 3. Modal besar
Petani Padi Sehat Mitra
Penerapan Teknologi Padi Sehat
Pendapatan Petani
1. Derajat Penerapan Teknologi 2. Analisis Regresi Linier Berganda
1. Analisis Pendapatan Usahatani 2. Analisis R/C 3. Analisis Regresi Linier Berganda
Kemitraan dengan PT. Medco Intidinamika membantu petani mengatasi permasalahan yang dihadapi, yaitu permodalan, teknologi, sarana produksi (benih), dan menjamin pasar bagi petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.
Pelaksanaan Kemitraan (Analisi Deskript 1. Manfaat Kemitraan (Skala Likert) 2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Pengaruh kemitraan PT. Medco Intidinamika pada penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambar 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional