III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Sebuah usaha akan diikuti oleh kegiatan investasi. Kegiatan investasi yang
dilakukan dalam bidang pertanian memiliki risiko yang relatif besar dibandingkan dengan bidang usaha lain. Oleh sebab itu, diperlukan adanya perencanaan serta pengkajian yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat besarnya manfaat yang diperoleh serta biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya diperlukan suatu analisis serta studi kelayakan usaha untuk melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga risiko kerugian pada masa yang akan datang dapat diantisipasi (Husnan dan Muhammad 2005). 3.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu (Gittinger 1986). Adanya peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan atau kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila diusahakan. Studi kelayakan bisnis digunakan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperolah dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha/proyek, serta sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan dalam bisnis (Ibrahim 2003). Dalam arti luas, studi kelayakan investasi diartikan sebagai suatu penelitian tentang dapat tidaknya proyek investasi dilaksanakan secara menguntungkan dengan indikasi adanya manfaat bagi masyarakat luas yang bisa terwujud dari penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah ataupun manfaat untuk pemerintah berupa penghematan atau penambahan devisa (Husnan dan Muhammad 2005).
Dengan
kata
lain
bahwa
studi
kelayakan
diperlukan
untuk
memperhitungkan apakah suatu modal berupa investasi yang ditanamkan dapat mendatangkan manfaat baik manfaat untuk mikro (stakeholder perusahaan) dan makro (stockholder perusahaan) selama umur proyek. Pengertian ini mengandung makna bahwa sebuah proyek investasi tidak hanya menguntungkan secara finansial, melainkan menguntungkan secara makro bagi daerah dimana lokasi investasi tersebut dilaksanakan. 3.1.2
Aspek-Aspek Analisis Kelayakan Usaha Terdapat
beberapa
aspek
yang
harus
dipertimbangkan
dalam
merencanakan dan menganalisa proyek yang efektif. Aspek-aspek tersebut secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan suatu putusan mengenai suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek-aspek lainnya. Seluruh aspek harus dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus perencanaannya (Nurmalina et al. 2009 ). Aspek-aspek non finansial tersebut antara lain: 1) Aspek Pasar Ibrahim (2003) menjelaskan bahwa analisis pasar dilakukan dengan tujuan untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat mendukung pengembangan usaha atau proyek yang dilaksanakan. Faktor utama yang perlu dinilai dalam aspek pasar adalah jumlah permintaan produk di masa lalu dan masa sekarang serta kecenderungan permintaan di masa yang akan datang, besar kemungkinan potensi pasar yang tersedia di masa yang akan datang, besarnya market share berdasarkan produksi yang dilaksanakan, strategi yang akan dijalankan untuk dapat meraih market share tersebut, dan faktor-faktor yang mungkin akan mempengaruhi permintaan di masa yang akan datang. Sedangkan, menurut Husnan dan Muhammad (2005) aspek pasar mengkaji tentang:
27
a) Pemintaan (Demand) Menurut Kotler diacu dalam Husnan dan Muhammad (2005) menyatakan bahwa jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta untuk komoditi tersebut. Sehubungan dengan konsep ini, terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah yang diminta adalah suatu jumlah yang diinginkan pada tingkat harga komoditi tersebut, dan pada harga komoditi lain, pendapatan kosumen dan sebagainya yang sudah tertentu. Adapun variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan antara lain: 1) Harga komoditi tersebut; 2) Harga komoditi barang lain; 3) Pendapatan rata-rata rumah tangga; 4) Selera; 5) Distribusi pendapatan diantara rumah tangga; 6) Jumlah penduduk. b)
Penawaran Menurut Kotler diacu dalam Husnan dan Muhammad (2005) penawaran adalah jumlah dari suatu komoditi yang ingin dijual oleh perusahaan atau sering disebut sebagai jumlah yang ditawarkan perusahaan. Penawaran menunjukkan apa yang ingin dijual oleh perusahaan. Hal ini mungkin berbeda dengan penawaran yang benar-benar dilakukan oleh perusahaan karena terkait dengan konsep persediaan produk yang dilakukan perusahaan untuk penjualan yang akan datang. Hampir sama dengan konsep permintaan, penawaran juga memiliki beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi besarnya penawaran yang dilakukan oleh suatu industri (perusahaan) yaitu: 1) Harga barang tersebut; 2) Harga barang lain; 3) Harga faktor produksi; 4) Teknologi.
c) Program Pemasaran Menurut Kotler diacu dalam Husnan dan Muhammad (2005) program pemasaran sering disebut sebagai bauran pemasaran (maketing mix) yang terdiri dari empat komponen yaitu produk (product), harga (price), distribusi (distribution), dan promosi (promotion).
28
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada produk yang dapat diterima oleh pasar adalah produk yang benar-benar dibutuhkan oleh konsumen. Dengan kata lain, jika produk itu dibutuhkan maka akan timbul permintaan dari konsumen. Produsen yang cerdas, mampu membaca keinginan konsumen saat itu, sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang ada. Sebelum mengambil peluang tersebut, perusahaan terlebih dahulu melakukan studi kelayakan dalam aspek pasar seperti penelitian tentang permintaan yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, penawaran yang dilakukan oleh produsen dalam industri tersebut, market share perusahaan selama ini, serta peluang market share yang masih bisa ditingkatkan. Hal ini perlu dilakukan terlebih dahulu agar produk yang ditawarkan perusahaan tepat sasaran dan menghindari kerugian bagi perusahaan. Karena ketika produk yang ditawarkan tidak laku di pasaran, maka akan menyebabkan pemborosan pengeluaran yang sangat besar yang tidak mampu ditutupi oleh hasil penjualan dari produk tersebut. 2) Aspek Teknis Husnan dan Muhammad (2005) menyatakan bahwa aspek teknis merupakan analisis yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi dimana proyek baik akan maupun sedang didirikan dan sarana pendukungnya, serta layout bangunan yang dipilih, peralatan dan teknologi yang diterapkan, penentuan luas produksi. Menurut Ibrahim (2003) aspek teknis merupakan lanjutan dari aspek pemasaran, kegiatan ini timbul apabila sebuah gagasan usaha atau proyek yang direncanakan telah menunjukkan peluang yang cukup cerah dilihat dari segi pemasaran. Aspek pokok yang perlu dibahas dalam aspek teknis produksi antara lain masalah lokasi, luas produksi, proses produksi, peralatan yang digunakan, serta lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
29
Sedangkan menurut Gittinger (1986) analisis secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek pertanian yang diusulkan seperti keadaan tanah di daerah proyek dan potensinya bagi pembangunan pertanian, ketersediaan air, varietas benih tanaman, pengadaan produksi, potensi dan keinginan penggunaan mekanisasi, pemupukan, dan alat kontrol yang diperlukan. Analisis teknis akan dapat menentukan hasilhasil yang potensial di areal proyek, pengujian fasilitas-fasilitas pemasaran dan penyimpanan yang dibutuhkan untuk mendukung dalam pelaksanaan proyek, dan pengujian sistem-sistem pengolahan yang dibutuhkan. Dalam
aspek
teknis
yaitu
pada
proses
produksi
harus
mempertimbangkan risiko produksi yang mungkin akan terjadi dari usaha agar hasil analisis tidak over estimate. Menurut Kadarsan (1992) risiko dan ketidakpastian menjelaskan suatu keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian adalah bahwa risiko menjabarkan keadaan hasil dan akibatnya mengikuti suatu penjabaran kemungkinan yang diketahui, sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui. Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa sumber risiko pada kegiatan pertanian meliputi: 1) Risiko produksi; 2) Risiko harga atau pasar; 3) Risiko institusi; serta 4) Risiko finansial. Risiko produksi pada kegiatan pertanian dan peternakan sebenarnya hampir sama hanya saja pada pertanian, yang diusahakan adalah sesuatu yang tidak bergerak sedangkan pada peternakan yang diusahakan adalah sesuatu yang bergerak sehingga penyebab risiko produksinya pun terdapat sedikit perbedaan. Domba merupakan makhluk hidup yang memiliki potensi untuk terserang penyakit. Menurut Blakely dan Bade (1998) daur hidup domba terbagi menjadi anakan (cempe) dimana usia domba ini sekitar 0-3 bulan, setelah anak disapih (tiga bulan) maka anakan tersebut akan beranjak pada fase dara (3-12 bulan). Setelah setahun, domba baik betina maupun jantan sudah dapat dikatakan sebagai domba dewasa dan siap dikawinkan. Dari setiap daur 30
hidup domba tersebut, terdapat kemungkinan untuk adanya risiko kematian (produksi). Pada saat indukan bunting, terdapat kemungkinan (peluang) untuk terjadinya keguguran. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti indukan yang sedang bunting masih terlalu muda atau karena pakan yang diberikan kurang mencukupi sehingga tidak dapat memberikan asupan gizi untuk menjaga anak yang dikandung. Setelah induk melahirkan biasanya anakan mendapat asupan gizi dari susu induk tersebut. Tidak sedikit indukan yang tidak mau merawat anaknya bahkan ada juga induk yang hormon penghasil susunya tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, biasanya pada siklus ini terdapat peluang kematian anakan sebesar 10 persen. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek pasar. Setelah diketahui pasar mampu menyerap penawaran produk perusahaan dengan baik maka fokus perhatian terhadap aspek teknis perlu dilakukan. Pada aspek teknis ada beberapa hal yang perlu diteliti terlebih dahulu sebelum usaha dilakukan, seperti penentuan lokasi usaha dengan variabel utama dan pelengkap, luas produksi, proses produksi dengan perhitungan risiko produksi (kematian) serta layout. Penentuan lokasi usaha diperlukan agar usaha yang telah dipilih untuk dijalankan dapat berjalan dengan lancar di lokasi tersebut seperti dilihat dari sisi kemudahan akses transportasi, ketersediaan bahan baku, pasokan tenaga kerja, pasokan listrik dan air, serta ada tidaknya pasar yang dituju. Selain itu, dukungan dari kondisi agroekosistem, pemerintah serta masyarakat sekitar juga perlu disperhitungkan karena secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha. 3) Aspek Manajemen Menurut Ibrahim (2003) aspek ini berhubungan dengan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Aspek ini meneliti sistem manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlilan staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen 31
operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja. Umar (2005) menambahkan bahwa stuktur manajemen antar perusahaan ada kemungkinan terdapat perbedaan. Hal ini disesuaikan dengan skala usaha, strategi perusahaan serta keadaan karyawan perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan masih dalam skala mikro maka tidak diperlukan direktur utama dan para manajer sebagai pemegang kendali perusahaan melainkan hanya pemilik perusahaan dan beberapa karyawan (jika dianggap perlu). 4) Aspek Hukum Pendirian dan beroperasinya suatu perusahaan akan lebih diketahui serta diakui keberadaannya oleh pemerintah jika berbentuk badan usaha atau memiliki legalitas usaha. Suatu perusahaan yang layak, perlu memenuhi persyaratan legalitas agar mempermudah hubungan ke luar perusahaan (eksternal). Selain itu, dapat memiliki kekuatan hukum sehingga akan terikat pada kebijakan hukum yang berlaku baik yang memihak atau pun tidak kepada perkembangan perusahaan. Analisis pada aspek hukum terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, akta, sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha (Umar 2005). Dengan kata lain, perijinan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan suatu
cara
untuk
menghindari
kesulitan yang mungkin dihadapi yang berasal dari pemerintah. Ketika perusahaan telah melakukan perijinan, maka perusahaan telah terdaftar sebagai badan usaha dan diakui oleh keberadaanya oleh pemerintah setempat dan pusat. 5) Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya Nurmalina
et
al.
(2009)
menyatakan
bahwa
terdapat
beberapa
pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaaan 32
sosial seperti penciptaan kesempatan kerja yang merupakan masalah terdekat dari suatu wilayah. Gittinger (1986) menambahkan bahwa dalam menganalisis aspek sosial perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani proyek serta implikasi sosial yang lebih luas dari adanya investasi proyek. Hal-hal yang perlu dikaji dalam aspek sosial adalah manfaat proyek bagi peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, adanya penerangan listrik, serta kemudahan akses lalu lintas. Dalam studi kelayakan bisnis diperlukan informasi yang berhubungan dengan lingkungan proyek untuk mengetahui seberapa besar lingkungan tersebut memberikan pengaruh terhadap proyek. Proyek yang dijalankan tersebut harus berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat berpengaruh positif maupun negatif pada suatu usaha, sehingga aspek ini juga perlu dianalisis. Dengan kata lain, suatu usaha yang dijalankan perusahaan perlu mendapatkan perijinan dari masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya bentrokan antara perusahaan dengan warga setempat karena secara tidak langsung masyarakat yang mendukung akan berpengaruh positif terhadap kenyamanan, ketenangan dan kelancaran usaha tersebut. 6) Aspek Lingkungan Dalam menganalisis aspek lingkungan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengaruh keberadaan bisnis terhadap lingkungan sekitar. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Nurmalina et al. 2009). Dengan kata lain, pada aspek lingkungan suatu bisnis akan berjalan lama jika usaha yang dijalankan tersebut tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan sekitar seperti polusi udara, suara, air dan sebagainya. Jika hal 33
tersebut mungkin terjadi dan tidak dapat dihidari maka tindakan seperti apa yang perlu dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut. 3.1.3. Analisis Finansial Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungan selama umur proyek (Husnan dan Muhammad 2005). Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha pertanian adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupan mereka kepada usaha pertanian tersebut. Dalam analisis finansial tersebut perlu dibuat proyeksi mengenai anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga petani, agar dapat menentukan berapa besar pendapatan yang diterima oleh rumah tangga petani sebagai balas jasa tenaga kerja, keahlian manajemen, dan modal mereka (Gittinger 1986). Dengan demikian, analisis finansial digunakan untuk melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri, sehingga dalam analisis finansial untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat dan biaya yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat biasanya berupa nilai produksi total, pinjaman, produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam proyek dan nilai sewa. 1) Teori Biaya dan Manfaat Gittinger (1986) mendefinisikan secara sederahana, biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang membantu tujuan. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis tersebut dimulai dan akan terus ada selama bisnis tersebut berlangsung. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis proyek agribisnis adalah biayabiaya langsung seperti biaya investasi, operasional dan lain-lain. Husnan dan Muhammad (2005) mendefinisikan biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk 34
membeli aset-aset proyek baik untuk aktiva tetap maupun aktiva lancar. Secara umum komponen biaya investasi terdiri atas biaya pra investasi dan biaya pembelian aktiva tetap. Aktiva tetap atau aktiva jangka panjang terdiri dari tanah dan pengembangan lokasi, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin, dan aktiva tetap lainnya. Biaya operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Kadariah et al. (2001) membagi manfaat menjadi tiga bagian yaitu : a) Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan atau dari penurunan biaya. b) Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya
dynamic
secondary
effect,
misalnya
perubahan
dalam
produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian. c) Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan distribusi pendapatan, dan lainnya. 2)
Proyeksi Aliran Kas (Cash Flow) Husnan dan Muhammad (2005) mendefinisikan cashflow merupakan arus kas yang ada di perusahaan, baik arus kas masuk (inflow) maupun arus kas keluar (outflow). Aliran kas penting digunakan dalam akuntasi karena laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba. Aliran kas yang berhubungan dengan proyek dapat dikelompokan dalam 3 bagian, yaitu aliran kas permulaan (initial cashflow), aliran kas operasional (operational cashflow), dan aliran kas terminal (terminal cashflow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode merupakan initial cashflow. Aliran kas yang timbul selama operasi proyek disebut operational 35
cashflow. Aliran kas yang diperoleh pada saat proyek telah berakhir disebut terminal cashflow. Pada umumnya initial cashflow bernilai negatif sedangkan operasional dan terminal cashflow bernilai positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak. Dengan kata lain, cashflow terdiri dari biaya dan manfaat. Biaya adalah arus kas yang benar-benar dikeluarkan perusahaan, sedangkan manfaat adalah arus kas yang masuk ke dalam kas perusahaan, dalam hal ini piutang dimasukkan ke dalam komponen manfaat karena masih termasuk ke dalam harta lancar. 3)
Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) Menurut Husnan dan Muhammad (2005) investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang panjang. Uang memiliki nilai waktu yaitu uang yang dihargai secara berbeda dalam waktu yang berbeda. Konsep nilai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima sekarang lebih berharga dari pada uang yang diterima kemudian atau dengan kata lain nilai sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam perhitungan kelayakan suatu usaha perlu memperhitungkan nilai waktu dengan mendiscounting nilai (biaya dan manfaat) di masa yang akan datang ke masa sekarang ini. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui sampai pada umur proyek berapa biaya dan manfaat yang diperoleh perusahaan yang akan mempengaruhi kelangsungan usaha tersebut.
4)
Umur Proyek Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan antara lain (Kadariah et al. 2001): a) Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis suatu aset. Maksud dari umur ekonomis suatu aset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya. Asset yang dijadikan sebagai
36
patokan penetuan umur usaha adalah aset yang memliki nilai investasi terbesar atau yang memiliki umur ekonomis terlama. b) Untuk proyek yang memiliki modal yang sangat besar, umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena absolence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien). Dengan kata lain, penentuan umur proyek ini diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana batasan waktu pengembalian atas modal (investasi) yang telah dikeluarkan pada awal proyek (usaha). Selain itu, umur proyek berguna untuk mengetahui kapan perusahaan tersebut harus melakukan reinvestasi terhadap asset yang terbesar dari usaha sehingga dapat menjadi suatu peringatan bagi perusahaan sebelum aset terbesar harus direinvestasi. 5)
Kriteria Kelayakan Investasi Menurut Kadariah et al. (2001) dalam mencari ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek diperlukan pengukuran menggunakan beberapa kriteria. Kriteria ini tergantung dari kebutuhan akan keadaan masing-masing proyek. Setiap kriteria mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dalam penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode sekaligus. Hal ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih sempurna. Kriteria yang biasa digunakan antara lain : a) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. b) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas bersih masa depan proyek dengan pengeluaran awal proyek. Kriteria penilaiannya yaitu jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari discount rate yang ditentukan maka
37
investasi dapat diterima atau dengan kata lain discount rate yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari suatu proyek (NPV=0) Nilai Sekarang bersih (NPV)
+
IRR 0
Biaya Modal (%)
‐
Gambar 3. Hubungan antara NPV dan IRR Sumber :Weston dan Brigham (1990)
c) Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit-Cost Ratio) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah net present value (NPV) yang positif dengan jumlah Net Present Value (NPV) yang negatif. d) Pengembalian Investasi (Payback Period) Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran 6) Kriteria Kelayakan Investasi Lainnya Menurut Nurmalina et al. (2009), selain keempat kriteria kelayakan investasi yang telah disebutkan di atas terdapat kriteria pelengkap yaitu Break Even Poin (BEP) berupa BEP unit dan BEP harga serta Harga Pokok Produksi (HPP), sehingga dalam penelitian ini dilakukan perhitungan terhadap kriteria tersebut. BEP adalah suatu keadaan yang berada pada titik impas yaitu pada saat tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran perusahaan sehingga pada saat itu, perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Harga pokok produksi (HPP) merupakan cara penentuan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk 38
memproduksi suatu produk (komoditas) dan besarnya harga pokok produksi merupakan acuan yang digunakan oleh produsen dalam penetapan harga jual produk. 3.1.4. Analisis Laba Rugi Nurmalina et al. (2009) mendeskripsikan laporan laba rugi sebagai ringkasan dari empat jenis kegiatan, yaitu: 1) pendapatan dari penjualan produk atau jasa, 2) beban produksi atau biaya untuk mendapatkan barang atau jasa yang dijual, 3) beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk atau jasa pada konsumen, serta yang berkaitan dengan beban administrative operasional, dan 4) beban keuangan dalam menjalankan bisnis (contoh: bunga yang dibayarkan pada kreditur, pembayaran dividen pada pemegang saham preferen).
Analisis laba rugi digunakan
perusahaan
untuk
mengetahui
perkembangan usaha dalam periode tertentu dan akan mempermudah penentuan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu perusahaan. Komponen variabel yang termasuk dalam laba rugi terdiri dari pendapatan pokok dan sampingan perusahaan, biaya operasional perusahaan dimana di dalamnya termasuk biaya penyusutan dari barang invetasi yang ditanamkan, beban bunga (jika perusahaan melakukan pinjaman). Hasil dari perhitungan pengurangan komponen inflow dengan outflow tersebut, mengeluarkan hasil berupa laba kotor perusahaan yang dikenal dengan istilah Earning Before Tax (EBT). Dari EBT tersebut, perusahaan dapat memperhitungkan besarnya pajak (tax) yang harus dibayarkan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Setelah diperhitungkan pajak dan bunga (jika ada) maka akan diketahui besarnya laba bersih perusahaan selama umur usaha. 3.1.5. Analisis Sensitivitas Menurut Kadariah et al. (2001) analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek jika terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar penghitungan benefit. Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu dilakukan karena analisis proyek
39
biasanya didasarkan pada proyeksi yang biasanya mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa depan. Menurut Gittinger (1986) pada proyek di sektor pertanian dapat berubahubah sebagai akibat dari empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya input (cost over run) dan kesalahan dalam memperkirakan hasil produksi. Permasalahan ini timbul karena banyak faktor yang tidak terkendali. Setiap kemungkinan perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan sebaiknya dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas. Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah analisis nilai pengganti (nilai pengganti ). Menurut Gittinger (1986) pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). NPV sama dengan 0 akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan Net B/C sama dengan 1. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Adanya pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang masih
rendah menyebabkan pelaku usaha penghasil protein (peternak) harus lebih meningkatkan kinerjanya. Pemenuhan protein tersebut dapat berasal dari daging, telur, dan susu. Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari unggas, sapi, kambing dan domba. Menurut Dirtjen Peternakan (2009) konsumsi daging domba ekor tipis per kapita per tahun di Indonesia pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 80,76 persen dari 0,26 kg per kapita menjadi 0,05 kg per kapita. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut produksi daging domba menurun sebesar 17 persen dari 56.852 ton pada tahun 2007 menjadi 47.029 ton di tahun 2008. Dengan penurunan produksi akan berpengaruh terhadap peningkatan harga jual daging domba. Dengan adanya program pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berswasembada daging pada tahun 2010, menyebabkan peternak dipicu untuk meningkatkan produktivitasnya. Tidak hanya peternak sapi potong, 40
peternak domba juga meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas yang dilakukan tidak hanya pada satu titik, melainkan mengharuskan peternak untuk melakukan integrasi vertikal seperti melakukan pembibitan domba ekor tipis. Adanya permintaan daging domba yang belum mampu dipenuhi oleh penawaran yang ada selama ini disebabkan karena kurangnya bibit domba berkualitas untuk dijadikan sebagai bibit domba yang menghasilkan domba penggemukan dan pembibitan. Bibit domba dapat ditujukan untuk dua fungsi. Ada yang berfungsi sebagai bibit dan domba pedaging. Dengan semakin sulitnya bibit domba yang berkualitas untuk dicari maka peluang usaha pembibitan domba dapat dinilai cukup prospektif. Tawakal Farm merupakan salah satu peternakan terbesar di Kabupaten Bogor yang telah mengusahakan penggemukan domba sejak tahun 1993. Tetapi semakin lama kualitas domba yang dijadikan sebagai bibit untuk digemukkan semakin menurun. Hal ini disebabkan kurangnya keseriusan masyarakat dalam budidaya domba ekor tipis. Dengan permasalahan seperti ini, maka Tawakal Farm yang awalnya hanya melakukan usaha penggemukan, kini melakukan pengembangan usaha yaitu berupa peralihfungsian satu kandang penggemukan menjadi pembibitan domba ekor tipis. Dengan kata lain, Tawakal Farm melakukan integrasi vertikal berupa unit usaha pembibitan domba ekor tipis. Unit usaha ini baru berjalan selama enam bulan dan belum diketahui tingkat kelayakannya. Melalui penelitian ini, akan dikaji kriteria kelayakannya yang dilihat dari aspek finansial dan non finansial. Aspek non finansial meliputi: 1) Aspek pasar yang meliputi penawaran dan permintaan yang akan menunjukkan adanya peluang pasar serta bauran pemasaran yang diterapkan; 2) Aspek teknis meliputi lokasi usaha, luas produksi, layout, pengadaaan input, proses produksi; 3) Aspek manajemen yaitu bentuk badan usaha, struktur organisasi, job description dan sistem upah; 4) Aspek hukum meliputi izin dalam melakukan usaha baik izin dari pemerintah pusat maupun pemerintah setempat untuk kelancaran usaha peternakan; 5) Aspek sosial-ekonomi-budaya meliputi dampak sosial dan budaya
41
yang ditimbulkan dari usaha; 6) Aspek lingkungan meliputi dampak terhadap lingkungan akibat usaha yang dijalankan. Aspek finansial meliputi analisis finansial serta analisis kepekaan. Analisis finansial akan mengukur kelayakan investasi unit usaha pembibitan domba ekor tipis Tawakal Farm berdasarkan beberapa kriteria, yaitu Net Present Value (NPV) yang merupakan selisih antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya usaha pembibitan peternakan domba pada tingkat suku bunga tertentu, Internal Rate of Return (IRR) sebagai persentase tingkat pengembalian investasi pembibitan domba yang diperoleh selama umur proyek, Rasio Biaya Manfaat Bersih (Net B/C) yang merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap biaya sebesar satu satuan yang dikeluarkan, serta Payback Periode (PP) yaitu lamanya periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Selain itu, diperlukan kriteria investasi yang lain seperti Break Even Poin (BEP unit) dan Harga Pokok Produksi. BEP yaitu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan pengeluaran yag dilakukan sehingga pada saat itu, perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. BEP digunakan untuk mengetahui besarnya unit komoditas yang harus dijual untuk menutupi biaya tetap yang dikeluarkan selama umur usaha. Sedangkan HPP merupakan salah satu cara untuk menentukan harga jual berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk (komoditas) sehingga jika perusahaan tidak ingin mengalami kerugian maka harga jual suatu produk yang dihasilkan tidak lebih rendah dari HPP. Pada penelitian ini, domba yang dikawinkan tidak seluruhnya berhasil menghasilkan anakan melainkan hanya 70 persen yang menghasilkan anakan dan dari 70 persen tersebut akan dilanjutkan pada perhitungan risiko kematian pada anakan sebesar lima persen. Penentuan angka mortalitas ini berdasarkan pengalaman usaha pembibitan selama ini. Setelah diperhitungkan risikonya maka akan dilanjutkan kepada analisis kelayakan finansial dengan kondisi saat ini. Setelah diketahui kelayakan dari kondisi saat ini maka akan dilanjutkan dengan analisis nilai pengganti mengunakan empat variabel perubahan. Penentuan variabel ini diasumsikan memiliki kontribusi terbesar terhadap kelayakan usaha 42
pembibitan dan bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha ketika terjadi beberapa perubahan. Keempat variabel tersebut antara lain variabel pertama dan kedua yaitu penilaian kelayakan akibat adannya penurunan harga jual anak domba yang berbeda-beda untuk betina dara dan jantan muda dengan variasi dari analisis sensitivitas yaitu analisis nilai pengganti. Variabel ketiga dan keempat yang juga menggunakan analisis nilai pengganti. yaitu peningkatan kedua harga indukan yaitu yang sudah dikawinkan dengan yang masih dara. Indukan yang digunakan pada usaha pembibitan ini terbagi menjadi tiga dimana terdapat indukan yang sudah 2x kawin, 1x kawin dan domba dara (siap dikawinkan). Dengan harga beli yang berbeda antara indukan yang sudah pernah kawin dengan yang dara, maka digunakan variabel ketiga dan keempat dalam analisis nilai pengganti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini analisis finansial yang dilakukan adalah kondisi saat ini tanpa dan dengan perubahan. Variabel perubahan tersebut meliputi peningkatan harga beli indukan yang belum dan sudah pernah dikawinkan serta penurunan harga jual anakan betina dan jantan. Kerangka pemikiran konseptual yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
43
Pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat masih rendah Adanya gap antara permintaan dan penawaran daging domba ekor tipis di Jawa Barat
Produksi daging domba ekor tipis untuk memenuhi permintaan di Bogor masih rendah Ketidakpastian kualitas bibit domba ekor tipis untuk penggemukan dan pembibitan
Unit Usaha Pembibitan Domba Ekor Tipis Tawakal Farm Desa Cimande Hilir, Kabupaten Bogor
Analisis Kelayakan Usaha
Finansial
Non Finansial
(Proyeksi L/R, NPV, IRR, Net B/C, Payback Periode, BEP unit dan HPP)
• • • • •
Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Hukum Aspek Sosial-EkonomiBudaya • Aspek Lingkungan
Layak
• •
Analisis Sensitivitas ( Switcing Value) Kenaikan harga beli induk dan dara yang dijadikan sebagai induk Penurunan harga jual anak domba yaitu betina dara dan jantan muda.
Tidak Layak
Usaha Pembibitan Dilanjutkan
Dilakukan Evaluasi
Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 44
45