III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) ( Soekartawi, 2006). Tjakrawiralaksana
(1983)
menyebutkan
suatu
usahatani
dapat
digambarkan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pada setiap usahatani kita akan selalu dapat menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim. 2. Pada usahatani juga akan dijumpai, Bangunan-bangunan, seperti: rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air dan pagar. Alat-alat pertanian, seperti: bajak, cangkul, garpu, parang, sprayer, dan mungkin juga traktor. Sarana produksi (input), seperti; benih atau bibit tanaman, pupuk pabrik atau pupuk kandang, obat-obatan pemberantas hama penyakit tanaman serta hewan ternak dan makanan ternak. 3. Pada usahatani itu terdapat keluarga tani, yang terdiri dari petani, istri dan anak-anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu, dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan. 4. Petani sendiri, selain sebagai tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manajer, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usahatani. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani
adalah proses
pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk
menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau pun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Menurut Hernanto (1989) usahatani adalah sebagai organisasi alam, kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi itu ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang/sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat secara geologis, politik maupun teritorial sebagai pengelolanya. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi, 1986). Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktorfaktor produksi (Hernanto, 1989) yaitu : 1) Tanah Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari. 2) Tenaga Kerja Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. 3) Modal Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari
milik
sendiri,
pinjaman
atau
kredit
(kredit
bank,
pelepas
uang/famili/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.
23
4) Pengelolaan atau manajemen Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir
dan
mengkoordinasikan
faktor-faktor
produksi
yang
dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a)perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai dan (d) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta tercermin dari keputusan yang diambil agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan menerima resiko sangat tergantung kepada : (a) perubahan sosial serta (b) pendidikan dan pengalaman petani.
3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis
pendapatan
usahatani
pada
umumnya
digunakan
untuk
mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam satu tahun. Tujuannya adalah membantu perbaikan pengolahan usaha pertanian yang digunakan adalah harga berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaanya cukup lama. Penggunaan barang yang bukan tunai seperti produksi yang dikonsumsi sendiri di rumah dan pengeluaran di luar usaha pertanian dikeluarkan oleh karena analisisi ini dimaksudkan untuk mengetahui hanya perkembangan usaha pertanian saja. Analisa tersebut memerlukan suatu perkiraan pengembalian modal investasi dan tenaga petani, dan kemudian dibandingkan dengan pengambilan pola pilihan tanaman lain atau pilihan diluar usaha pertanian (Gittinger, 1986). Menurut Tjakrawiralaksana (1983), pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar di biayai maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan penerimaan. Pendapatan terdiri dari dua unsur, yaitu:
24
1. Imbalan jasa manajemen, “upah” atau honorarium petani sebagai pengelola 2. Sisanya atau laba, yaitu net profit, merupakan imbalan bagi risiko usaha. Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau laba, dalam artian ekonomi perusahaan. Pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pada pengurangan nilai penerimaan-penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan tersebut kemudian dapat dinyatakan besarnya balas-jasa atas peggunaan tenaga kerja petani dan keluarga, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani. Menurut Seokartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani oleh karena itu uraian berikut menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya. 1. Pendapatan Kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan Kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda yang dikonsumsi. 3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4. Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.
25
6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor – faktor produksi. 8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan. Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisa pendapatan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur nilai efisiennya. Salah satu alat untuk mengukur efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (analisa R/C). Perbandingan ini menunjukkan penerimaan kotor untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan semakin tinggi.
3.1.3 Konsep Pemasaran Menurut Sudiyono (2002), definisi pasar sebagai produsen adalah sebagai tempat untuk menjual barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan. Konsumen mendefinisikan pasar sebagai tempat membeli barang-barang dan jasa-jasa sehingga konsumen tersebut
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Sedangkan bagi lembaga pemasaran pasar merupakan tempat untuk melakukan
26
aktivitas usaha dengan melakukan fungsi-fungsi pemasaran tertentu sehingga lembaga pemasaran dapat keuntungan. Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi di pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses penyimpanan. Sebagai proses produksi yang komersil maka pemasaran pertanian merupakan syarat mutlak yang dipertukar dalam pembangunan pertanian. Pemasaran pertanian dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu. Dengan demikian, pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif. Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005). Menurut Hammond dan Dahl (1977) pemasaran didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari tentang (1) kekuatan permintaan dan penawaran, (2) menentukan atau memodifikasi harga, (3) pelayanan pemindahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, dan (4) lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran barang. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang – barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen.
Konsep paling dasar yang
melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan rasa kehilangan. Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen. Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen. Menurut Asmarantaka (1999) pemasaran merupakan serangkaian atau koordinasi aktivitas bisnis yang
merupakan kegiatan produktif karena
menciptakan atau menambah nilai guna (guna kepemilikan, bentuk, tempat dan waktu) yang menghubungkan titik produksi primer (petani) dengan konsumen akhir, serangkaian aktivitas tersebut secara klasik disebut fungsi - fungsi
27
pemasaran dan pelaksanaan aktivitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran atau marketing firms. Adapun tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Dalam proses penyampaian produknya diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan–tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut dinamakan fungsi – fungsi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1997). Fungsi – fungsi pemasaran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga fungsi, yaitu : 1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan. 3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi pengangkutan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar.
3.1.4 Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Kotler ( 2005), mendefinisiskan saluran pemasaran sebagai rangkaian organsasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Adanya jarak antara produsen dan konsumen maka proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen melibatkan beberapa perantara. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), saluran pemasaran adalah lembaga pemasaran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen. Lembaga pemasaran itu sendiri adalah badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, memperlancar arus atau gerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai
28
kegiatan atau aktivitas yang dikenal sebagai perantara (middlemen atau intermediatory). Pihak lembaga perantara (middlemen) adalah yang memberikan pelayanan dan hubungannya dalam pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Adapun gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk-produk pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
TENGKULAK
PEDAGANG BESAR PERANTARA
PABRIK/ EKSPORTIR
PETANI (PRODUSEN)
KOPERASI/KUD
PENGECER
KONSUMEN AKHIR
Gambar 1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian di Indonesia Sumber :
Limbong dan Sitorus, 1987
Penggolongan saluran pemasaran atau lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan: •
Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer, grosir dan lembaga-lembaga perantara lainnya.
•
Lembaga pemasaran yang melakukan kegitan fisik pemasaran, seperti lembaga
pengolahan,
lembaga
pengangkutan
dan
lembaga
pergudangan. •
Lembaga pemasaran yang menyediakan fasilitas pemasaran. Seperti Bank Unit Desa (BUD), Kredit Desa, Koperasi Unit Desa (KUD), lembaga yang menyediakan informasi pasar, lembaga yang melakukan pengujian kualitas (mutu barang) dan lain-lain.
29
2. Penggolongan menurut penguasaan barang: •
Lembaga pemasaran yang menguasai dan memiliki barang yag dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan lain-lain.
•
Lembaga pemasaran yang menguasai tapi tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga pelelangan dan lain-lain.
•
Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak meguasai barang yang dipasarkan ,seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan.
3. Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar: •
Lembaga pemasaran yang bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pedagang pengecer beras dan lain-lain.
•
Lembaga pemasaran monopolistik, seperti pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, pedagang ubin dan lain-lain.
•
Lembaga pemasaran oligopolis, seperti perusahaan semen, impor cengkeh dan lain-lain.
•
Lembaga pemasaran monopolis, seperti perusahaan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain-lain.
4. Pengolongan menurut bentuk usahanya: •
Berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi dan lain-lain.
•
Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan lain-lain.
Firmansyah (1998) dalam Silalahi (2009) menjelaskan, mata rantai saluran pemasaran dan lembaga-lembaga yang terkait di dalamnya harus diketahui agar produk yang dihasilkan oleh petani yang disampaikan kepada konsumen melalui perantara mampu memberikan pembagian keuntungan yang adil terhadap semua pelaku pemasaran. Dalam sistem pemasaran, terdapat lembaga-lembaga yang cukup penting yaitu :
30
1. Pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli atau mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari produsen kemudian memasarkan dalam partai besar kepada pedagang lain. Dalam hal ini pedagang pengumpul biasanya ada di setiap desa. 2. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli dari pedagang pengumpul dalam partai besar dan mendistribusikan ke setiap pedagang pengecer ataupun pasar. 3. Koperasi yaitu badan usaha berbadan hukum yang selain membantu petani dalam permodalan juga membantu petani menyalurkan hasil panennnya. 4. Pengecer yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar dan mendistribusikan barang secara langsung ke konsumen akhir. Pemilihan pola pemasaran yang tepat dapat menguntungkan produsen. Faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan seorang produsen dalam memilih pola pemasran (Limbong dan Sitorus, 1987) adalah: 1. Pertimbang pasar meliputi: siapa konsumennya (rumah tangga, industri, atau keduanya), berapa besar pembeli potensisl, bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbanganm barang meliputi : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan beratnya barang, apakah barang tersebut mudah rusak atau tidak, bagaimana sifat teknisnya, apakah barang standar atau pesanan, dan bagaimana luas jangkauan produk perusahaan bersangkuatan. 3. Pertimbangan dari segi perisahaan meliputi :sumber permodalan, kemampuan dan ang diberikan oleh penjual. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat diberikan lembaga pemasaran, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, volume penjualan dan pertimbagan biaya.
3.1.5. Stuktur Pasar Firmansyah (1998) dalam Silalahi (2009), menyatakan penelitian mengenai struktur pasar secara deskriptif akan bermanfaat jika mampu menjelaskan sampai seberapa jauh “efektifitasnya” dalam kehidupan sehari – hari
31
yang diukur dengan variabel di atas baik untuk produsen, pedagang perantara, maupun konsumen. Hammond dan Dahl (1977) menjelaskan, ada empat faktor penentu karakteristik struktur pasar, yaitu jumlah atau ukuran pemasaran, kondisi atau keadaan produk, kondisi mudah tidaknya keluar masuk pasar, Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti ”size dan concentrasi”’ deskripsi ”product and product differentiation”, syarat-syarat entry dan sebagainya. Berdasarkan strukturnya, pasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna (Limbong dan Sitorus, 1987). Suatu pasar dapat digolongkan dalam struktur pasar bersaing sempurna apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1.Terdapat pembeli maupun penjual jumlahnya banyak, 2. Setiap pembeli maupun penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang ada dipasar oleh karena itu seorang pembeli atau penjual tidak dapat mempengaruhi harga pasar. 3. Barang atau jasa yang dipasarkan homogen, dan 4.Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar. Empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan struktur pasar, yaitu : (1) jumlah penjualan dan pembeli; apakah jumlah relatif banyak sehingga tidak terdapat seorang penjual yang dapat mempengaruhi harga. Atau sebaliknya jumlah penjual sedikit sehingga dapat mempengaruhi harga pasar. (2) keadaan produk yang diperjual belikan; apakah produk tersebut himogen, berbeda corak atau produk tersebut unik sehingga tidak ada penjual lain yang dapat mensubstitusikan komoditi yang dijual penjual tersebut. (3) kemuddahan masuk dan kelluar pasar; apakah perusahaan mudah masuk dalam pasar jika terdapat keuntunga ekonomis atau perusahaan tersebut mudah keluar dari pasar seandainya tidak tercapai keuntungan normal. (4) pengetahuan konsumen terhadap harga dan struktur biaya produksi; apakah terhadap informasi harga yang wajar bagi konsumen atau tidak ada informasi harga yang memadai sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan diskriminasi harga (Sudiyono, 2002).
32
Struktur pasar sangat di perlukan dalam analisis sistem pemasaran karena melalui analisis struktur pasar, secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku partisipan (pembeli dan penjual) yang terlibat (market conduct) dan akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran tersebut (market performance). Dahl dan Hammond (1977) mengemukakan lima jenis struktur dengan berbagai karakteristiknya. Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap pembeli maupun penjual menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang ada di pasar. Oleh karena itu, pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga pasar atau pembeli dan penjual sebaagai penerima harga (price taker) dan bebas keluar masuk pasar (freedom for entry and exit), barang atau jasa yang di pasarkan homogen (homogenous product). Pasar monopolistik memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Adanya beberapa macam hargaa disebabkan penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk yang di jual dalam pasar monopolistik ini tidak homogen. Produk dapat di menurut kualitas, ciri atau gaya, service atau pelayan yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek,periklanan dan personal sellng disamping harga untuk menunjukkan penawaran penjual. Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen atau produk heterogen. Sedikitnya jumlah penjual ini di sebabkan oleh tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan ini seperti paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan dan sifatnya perorangan dam lokasi yang langka. Pasar monopoli memiliki ciri-ciri tedapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopololi, perusahaan atau swasta menurut undang-undang dan dapat beruipa monopoli sawata murni. Produk satu dan tidak bersubstitusi dengan barang lain dan ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga
33
dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda.
3.1.6 Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan stuktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi stuktur pasar tersebut. Perilaku pasar tersebut dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut (Dahl dan Hammond, 1997) Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek pembelian dan penjualan yang dilakukan masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan dan pembayaran harga serta kerjasama antara berbagai lembaga pemasaran. Perilaku pasar juga menentukan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi persaingan.
3.1.7 Keragaan Pasar Struktur pasar dan prilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya, marjin tataniaga dan jumlah komoditas yang diperdagangkan sehingga akan memberikan penilaian baik atau tidaknya sistem pemasaran. penggunaan
teknologi
Keragaan pasar juga dapat didefinisikan melalui
dalam
pemasaran,
pertumbuhan
pasar,
efisiensi
penggunaan sumberdaya, penghematan pembiayaan dan peningkatan jumlah barang yang dipasarkan sehingga mencapai keuntungan maksimum (Dahl dan Hammond, 1977)
3.1.8 Marjin Pemasaran Semakin pentingnya pemasaran dalam agribisnis telah menuntut sistem pemasaran yang efisien. Sistem pemasaran yang efisien akan tercapai jika penyaluran produk dari produsen ke konsumen memberikan keuntungan yang adil
34
bagi para pelaku pemasaran termasuk lembaga-lembaga pemasaran yang ada di dalamnya. Marjin pemasaran didefenisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir suatu produk dan harga yang diterima petani produsen untuk produk yang sama. Hammond dan Dahl (1977) menyatakan bahwa margin pemasaran menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsifungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir.setiap lembaga pemasaran yang mau melibatkan diri dalam suatu sistem pemasaran tentu dasarnya mempunyai motivasi atau tujuan untuk mencarai atau memperoleh keuntungan dari pengorbanan yang diberikan, adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ketingkat konsumen akhir. Secara grafis margin pemasaran dapat dilihat pada gambar berikut ini : Sr
Sf
P Pr MP Pf
Df
Dr 0 Qrf Gambar 2. Margin Pemasaran Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987 Keterangan : Pr : Harga di tingkat pengecer Sr : Penawaran di tingkat pengecer Dr : Permintaan di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Sf : Penawaran di tingkat petani Df : Permintaan di tingkat petani Qrf : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
35
Berdasarkan Gambar 2, besarnya nilai marjin pemasaran yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran (dalam hal ini selisih harga ditingkat pengecer dengan harga di tingkat petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besarnya nilai marjin pemasaran yaitu sebesar daerah segi empat (Pr – Pf) x Qr,f. Nilai Pr – Pf) menunjukkan besarnya marjin pemasaran suatu komoditas per satuan atau per unit. Margin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.9 Farmer Share Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan melihat besarnya margin pemasaran yang diperoleh oleh masing-masing lembaga keuntungan dan biaya pemasaran, serta
pemasaran, rasio
bagian harga yang diterima petani
terhadap konsumen akhir (farmer’s share). Bagian yang diterima lembaga pemasaran sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan sitorus, 1987). Apabila harga yang ditawarkan pedagang atau lembaga pemasaran semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. semakin besar marjin maka penerimaan petani relatif kecil. Dengan demikian dapat diketahui adanya hubungan negatif antara marjin pemasaran denga bagian yang diterima petani.
36
3.2 Kerangka Operasional Penelitian ini mengkaji analisis usahatani dan aspek pemasaran kembang kol pada kelompok tani ”Suka Tani” di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masalah bagi petani di desa Tugu Utara dalam usahatani kembang kol, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi harga jual petani yang sangat jauh. Harga jual kembang kol ditingkat petani di kebun berkisar Rp 1,000,- Rp 6,000,- per kilogram. Sementara harga jual pedagang pengecer di pasar tradisional sebesar Rp 4,000,- – Rp15,000,- per kilogram. Fluktuasi harga jual kembang kol ditingkat petani menyebabkan pendapatan yang diterima para petani menjadi rendah dan tidak stabil. Penelitian ini melibatkan berbagai lembaga pemasaran yang mempunyai peranan masing-masing dalam memasarkan kembang kol. Keterlibatan lembaga pemasaran dikarenakan adanya jarak antara produsen kembang kol dengan konsumen. Lembaga yang terlibat dalam pemasaran kembang kol adalah petani, pedagang pengumpul, grosir (Pasar Induk Keramatjati dan Pasar TU), pedagang pengecer (Pasar Induk Keramatjati, Pasar TU dan Pasar Cisarua). Analisis pendapatan usahatani akan dianalisis dengan menghitung penerimaan dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi kembang kol yang bertujuan untuk mengetahui pendapatan yang dihasilkan petani kembang kol yang diukur dengan rasio penerimaan terhadap biaya (R/C). Apabila nilai R/C lebih besar dari satu berati usahatani kembang kol
menguntungkan untuk
diusahakan oleh petani Kelompok ”Suka Tani” dan bila lebih kecil dari satu, maka usahatani kembang kol tidak menguntungkan untuk diusahakan. Selanjutnya aktivitas pemasaran yang melibatkan petani dan pedagang ke konsumen akhir akan dianalisis melalui analisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi dan lembaga pemasaran, stuktur dan perilaku pasar, marjin pemasaran serta farmer’s share.
Marjin pemasaran yang diperoleh akan menentukan saluran
pemasaran yang lebih menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui farmer’s share.
Pada akhirnya peningkatan pendapatan petani dan
pemilihan saluran pemasaran yang tepat dengan tujuan untuk memberi keuntungan akan dinikmati oleh petani kembang kol sekaligus pedagang serta
37
lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Kerangka operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
• Produksi komoditas kembang kol berfluktuatif • Penyebaran harga dan keuntungan antar lembaga pemasaran tidak merata, akibatnya harga yang diterima petani kembang kol menjadi rendah dan konsumen harus membayar dengan harga yang cukup tinggi
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Rasio R/C
Efisien
Analisis Sistem Pemasaran
Analisis Saluran Pemasaran
Efisiensi Pemasaran: − Analisis Farmer’s Share − Analisis Margin Pemasaran
Tidak Efisien
Analisis Efisiensi Pemasaran Evaluasi Kegiatan Usaha
Pengambilan Keputusan Kegiatan Usahatani
Gambar 3. Kerangka Operasional Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol (Studi Kasus Kelompok Tani ”SukaTani”, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
38