III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Usahatani menurut Mosher (1969) diacu dalam Soekartawi et al. (1985), adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business). Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Hernanto (1996) berpendapat bahwa selalu ada empat unsur pokok dalam usahatani atau dikenal dengan faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu : 1) Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa,
pemberian
negara, membuka lahan sendiri, ataupun wakaf. xxxv
2) Tenaga Kerja Tenaga kerja menjadi pelaku usahatani diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidkan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan kondisi lainnya. Oleh karena itu dalam praktiknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Jika terjadi kekurangan tenga kerja maka petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi upah. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan. 3) Modal Modal adalah faktor produksi dalam usahatani setelah lahan dan tenaga kerja. Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian. Penggunaan modal untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan kekayaan petani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap dan modal tidak tetap. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non formal, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa. 4) Pengelolaan usahatani Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasi xxxvi
oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan risiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum. 3.1.2. Konsep Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan yaitu input (Soekartawi, 1994). Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,……Xm) Dimana: Y
= produksi/output
X1, X2, X3,…..Xm
= input
Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui berapa jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Selanjutnya fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Meskipun demikian, hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994) menjelaskan biasanya petani menemui kesulitan untuk menentukan kombinasi tersebut karena: 1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. 3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran ratarata suatu pengamatan. 4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. 5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah: (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang xxxvii
dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan, dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor, 1985). APP menunjukan kuantitas output produk yang dihasilkan.
Dimana: APP
= Average Physical Product
Y
= output
X
= input
Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input.
Dimana: MPP = Marginal Physical Producttivity dY
= perubahan output
dX
= perubahan input
Fungsi produksi klasik menunjukan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan APP, penurunan APP ketika MPP positif, dan penurunan APP ketika MPP negatif. Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (ε > 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, xxxviii
keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien. Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production). Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (ε < 0) yang terjadi ketika MPP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).
xxxix
output
Produk Total (TP)
input output
Produk Rata-Rata
X1
Gambar 1.
X2
X3
input Produk Marjinal
Kurva Fungsi Produksi Sumber : Beatie & Taylor (1985)
3.1.3. Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya. Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan 0tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien pada tingkat teknologi yang “given”. xl
Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi tekhnis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Kondisi efisiensi allokatif pada suatu kegiatan usahatani sangat terkait dengan tujuan yaitu untuk memaksimalkan
keuntungan.
Oleh
karena
itu
variabel
yang
harus
dipertimbangkan dalam model analisis yang digunakan adalah variabel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total . Secara matematis dapat dirumuskan:
=Laba I
= 1,2,3….n
Py
= harga output
Xi
=faktor produksi ke-i
Pxi
=harga faktor produksi
BTT
=biaya tetap total Keuntungan maksimum akan dicapai ketika turunan pertama dari
persamaan keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi adalah sama dengan nol, sehingga persamaanya py.dy-pxi=0
Dimana
adalah produk marginal faktor produksi ke-i
Sehingga Py.PM=Pxi Dimana xli
Py.PMxi adalah nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi adalah harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal(BKM) Dengan membagi kedua rumus dengan Py maka persamaan menjadi PMxi=Pxi/Py Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaanya dapat dituliskan sebagai berikut: NPMxi=BKMxi NPMxi/BKMxi=1 Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada produksi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika nilai NPM/BKM < 1, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga dicapai kondisi dimana NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM >1, ini menunjukkan penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM=BKM 3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengukur keberhasilan usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gembaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani menurut Soekartawi et al. (1985), diantaranya: 1) Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2) Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3) Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
xlii
4) Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5) Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Selain pengertian diatas pendapatan juga dapat diartikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya maka semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin saja diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah prroduksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. xliii
Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Selain dapat juga dilakukan analisis R/C rasio yang menunjukan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila biaya rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sederhananya, kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Ubi jalar mempunyai potensi yang besar sebagai penunjang program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ubi jalar memiliki keunggulan kandungan berbagai gizi dan nutrisi penting. Di samping sebagai bahan pangan , ubi jalar dapat juga dipergunakan sebagai bahan baku industri pengolahan pangan, sebagai bahan pakan ternak, dan sumber bioethanol. Potensi pasar untuk ubi jalar pun masih terbuka lebar. Dengan perannya yang semakin penting dan strategis tersebut maka peluang untuk mengembangkan komoditi ubi jalar masih sangat terbuka. Kabupaten Bogor sendiri Potensi pengembangan usahatani ubi jalar masih besar dengan luasnya lahan tanam dan xliv
sumber daya manusia yang tersedia. Potensi permintaan pasar akan komoditas ubi jalar pun semakin meningkat, didukung oleh berkembangnya sektor industri pengolahan ubi jalar baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari sebagian besar masih dilaksanakan secara tradisional. Pelaksanaan ushatani dengan teknik budidaya yang tradisional cenderung menggunakan input sumber daya secara berlebihan sehingga tingkat efisiensi produksi optimal tidak tercapai. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik pembudidayaan ubi jalar, menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar. Selanjutnya menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usaha budidaya ubi jalar serta menganalisis efisiensi penggunaanya. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis yaitu lahan, tenaga kerja, bibit, penggunaan pupuk N, penggunaan pupuk K. Kemudian dilakuakn analisis terhadap efsiensi alokasi dari penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubijalar. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 2.
xlv
Usahatani Ubi Jalar 1. Komoditas penunjang Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi Pangan 2. Potensi peningkatan permintaan dan produksi 3. Sebagian besar budidaya tradisional, bargaining position petani rendah, harga given sehingga pendapatan petani masih rendah. 4. Produktivitas mengalami penurunan 5. Tingkat efisiensi petani diduga belum optimal (di bawah potensi produksi)
Diperlukannya analisis pendaptan dan faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubijalar jalar rendah
Keragaan Usahatani Ubi Jalar
Input Produksi
Output Produksi Produksi
Analsisis Faktor-faktor produksi (Lahan, Bibit, TK, Pupuk N, dan Pupuk K)
Usahatani 1. Budidaya : pembibitan-panen 2. Penggunaan Sarana Produksi : bibit, pupuk, alat pertanian, lahan, TK, modal
Analisis efisiensi alokasi faktor-faktor produksi
Pendapatan Usahatani 1. Pendapatan bersih usahatani 2. R/C atas Biaya Tunai dan R/C atas Biaya Total
Pendapatan Usahatani
Rekomendasi Usahatani yang Efisien dan Memberikan Keuntungan Maksimum bagi Petani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional xlvi