III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey 1995). Ada tiga hal penting dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan. Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tapi merupakan permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi itu. Kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu (Lipsey 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut: Qdk = f (Pk, Ps, I, S, PD)……………………………………………………….. (3.1) Dimana : Qdk
= Permintaan komoditas
Pk
= Harga komoditas itu sendiri
Ps
= Harga komoditas lain (subtitusi dan komplementer)
I
= Pendapatan
S
= Selera
PD
= Populasi penduduk
1. Harga Komoditi Itu Sendiri Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, bahwa harga suatu komoditas dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan asumsi ceteris paribus, peningkatan harga komoditas yang bersangkutan akan menurunkan permintaannya. Dengan kata lain semakin rendah harga suatu komoditi, maka jumlah yang diminta untuk komoditi itu akan semakin besar. 2. Harga Komoditas Lain Kenaikan harga komoditas subtitusi akan mempengaruhi permintaan atas komoditas yang bersangkutan secara positif. Kenaikan harga komoditas subtitusi akan meningkatkan permintaan atas komoditas yang bersangkutan dan sebaliknya.
26
Kenaikan harga barang subtitusi menggeser kurva permintaan ke kanan yang menunjukan permintaan untuk komoditi tersebut lebih banyak yang akan dibeli pada tingkat harga. Sedangkan perubahan harga barang komplementer dapat mengubah permintaan komoditas yang bersangkutan secara negatif. Semakin tinggi barang komplementer, semakin rendah permintaan atas komoditi yang bersangkutan. Penurunan harga suatu komoditi komplementer akan menggeser kurva permintaan ke kanan. 3. Selera Selera memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan seseorang untuk membeli. Perubahan selera terjadi dari waktu ke waktu, dan cepat atau lambat akan meningkatkan jumlah permintaan pada periode tertentu dan tingkat harga tertentu. Perubahan selera terhadap komoditi akan menggeser kurva permintaan ke kanan yang menunjukan peningkatan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada tiap tingkat harga. 4. Distribusi Pendapatan Perubahan pendapatan dalam distribusi pendapatan akan menggeser kurva permintaan ke kanan yang menunjukan peningkatan permintaan untuk komoditi yang dibeli oleh mereka yang memperolah tambahan pendapatan dan sebaliknya. 5. Populasi Penduduk Kenaikan jumlah penduduk dapat meningkatkan jumlah permintaan atas suatu komoditas. Semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin banyak komoditas yang ditawarkan sehingga akan menggeser kurva permintaan ke kanan. 3.1.2. Teori Penawaran Penawaran adalah jumlah komoditas yang ditawarkan produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan jangka waktu tertentu. Dalam penawaran antara harga dan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yang positif yaitu, jika harga naik maka jumlah komoditas yang ditawarkan semakin banyak. Dalam teori penawaran ini asumsi yang digunakan adalah ceteris paribus yaitu suatu keadaan dimana faktor-faktor lain dianggap tetap. Misalnya, apabila harga suatu komoditas naik, dengan menggunakan asumsi ceteris paribus maka faktor-faktor selain komoditas tersebut diasumsikan tetap atau tidak mengalami perubahan (Lipsey 1995). 27
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut: Qsk = f (Pk, Ps, PI, G, T, Tx)……………………………………………………. (3.2) Dimana: Qsk
= Penawaran Komoditas
Pk
= Harga komoditas itu sendiri
P
= Harga komoditas lain (subtitusi dan komplementer)
PI
= Harga input (faktor produksi)
G
= Tujuan perusahaan
T
= Tingkat penggunaan teknologi
Tx
= Pajak dan subsidi
1. Harga Komoditas Itu Sendiri Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditas, harga komoditas dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan akan berhubungan secara positif, dimana keadaan semua faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Tingkat harga yang tinggi pada suatu komoditas akan menyebabkan peningkatan keuntungan dan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya, sehingga penawarannya pun akan semakin meningkat. 2. Harga Komoditi Lain (subtitusi dan komplementer) Peningkatan harga barang subtitusi akan menyebabkan penurunan jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan dan sebaliknya penurunan harga barang subtitusi akan menyebabkan peningkatan jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan. Sedangkan peningkatan harga pada barang komplementer akan menyebabkan peningkatan jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan dan sebaliknya penurunan harga pada barang komplementer akan menyebabkan penurunan pada jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan. 3. Harga Input (faktor produksi) Harga input seperti mesin, tenaga kerja dan bahan baku mencerminkan biaya dalam proses produksi suatu komoditas dan akan mempengaruhi jumlah komoditas yang ditawarkan. Semakin tinggi harga input maka biaya produksi akan
28
semakin meningkat, hal ini akan menyebabkan menurunnya keuntungan dan insentif bagi produsen dalam berproduksi. Jadi peningkatan harga input dalam memproduksi suatu komoditas akan menurunkan jumlah komoditas yang ditawarkan. 4. Tujuan Perusahaan Dalam teori dasar ilmu ekonomi menyatakan bahwa tujuan suatu perusahaan adalah memaksimumkan laba. Namun tidak semua perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan laba. Tujuan yang berbeda-beda itu tersebut akan memberikan pengaruh berbeda-beda atas tingkat produksi. 5. Tingkat Penggunaan Teknologi Dalam penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua akibat yaitu, produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan biaya produksi dapat semakin murah. 6. Pajak dan Subsidi Adanya pajak penjualan, pajak penghasilan akan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi sehingga mengurangi insentif untuk berproduksi. Maka penawaran komoditas tersebut akan berkurang. Sebaliknya pemberian subsidi akan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan, sehingga penawaran komoditas tersebut dapat meningkat. 3.1.3. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan masalah yang timbul sehubungan dengan
pertukaran
komoditas
antar
negara.
Perdagangan
internasional
dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan teori keunggulan absolut Adam Smith, perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keunggulan absolut. Jika suatu negara lebih efisien dari pada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Namun, berdasarkan teori keunggulan komparatif David Ricardo, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua 29
komoditi, masih terdapat keunggulan komparatif dalam melakukan perdagangan internasional. Ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu negara melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain adalah adanya keinginan untuk memperluas pemasaran komoditas ekspor, memperbesar penerimaan devisa dalam upaya penyediaan dana bagi pembangunan negara yang bersangkutan dan negara tidak mampu menyediakan kebutuhan masyarakat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu, serta adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara. Perbedaan penawaran dan permintaan antar negara disebabkan oleh adanya kepemilikan faktor-faktor produksi dalam tiap negara. Teori Heckser-Ohlin mengenai perdagangan internasional dirumuskan berdasarkan konsep keunggulan komparatif yang bersumber dari perbedaan-perbedaan dalam kepemilikan faktor produksi antar negara. Menurut Salvatore (1997) teori perdagangan internasional mengkaji dasardasar terjadinya perdagangan internasional dan keuntungan yang diperoleh. Kebijakan perdagangan membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan internasional termasuk dalam ilmu ekonomi internasional. Ilmu ekonomi internasional mengkaji saling ketergantungan antar negara. Secara spesifik, ilmu ekonomi internasional membahas teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan internasional, valuta pasar asing dan neraca pembayaran (Balance of Payment), serta ilmu makroekonomi pada perdagangan terbuka. Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditas. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan internasional mengkaji alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru. Menurut Salvatore (1997) model perdagangan internasional pada dasarnya samasama memiliki sejumlah kesamaan sebagai berikut: 1. Kapasitas produktif dari suatu perekonomian terbuka akan dapat diketahui berdasarkan kurva batas-batas kemungkinan produksinya, dan sesungguhnya
30
perbedaan di dalam batas-batas kemungkinan produksi itulah yang membuka peluang bagi terjadinya hubungan perdagangan di antara negara-negara yang bersangkutan. 2. Batas-batas kemungkinan produksi senantiasa menentukan skedul penawaran relatif dari masing-masing negara. 3. Keseimbangan dunia akan ditentukan oleh permintaan relatif dunia dan skedul penawaran relatif dunia yang terletak antara skedul-skedul penawaran relatif nasional (per negara). Panel A
PX/Py
Panel B
Pasar di Negara 1 untuk komoditi X
P3
B
E
B
Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X
A
SX
Ekspor
P2
Px/Py
P1
S
0
Px/Py
Pasar di Negara 2 untuk komoditi X
Sx A’
Px B’
E
A A
Panel C
Impor
D
E’ Dx
DX X
0
X 0
X
Gambar 2. Kurva Proses Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1997
Berdasarkan teori, suatu negara dimisalkan sebagai negara 1 akan mengekspor suatu komoditas (misalnya kedelai) ke negara lain yang dimisalkan sebagai negara 2. Jika harga domestik pada negara 1 sebelum adanya perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik pada negara 2. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara 1 tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Untuk faktor produksi negara 1 relatif lebih berlimpah sehingga negara 1 memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di sisi lain, negara 2 mengalami kekurangan suplai komoditas kedelai karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestiknya. Hal ini menunjukan adanya kelebihan permintaan (excess demand) sebesar A’B’E’, hal ini menyebabkan harga menjadi tinggi. Pada kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas kedelai dari negara lain yang harganya
31
relatif lebih murah. Apabila terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka di antara kedua negara tersebut akan terjadi perdagangan internasional, yakni negara 1 akan mengekspor kedelai ke negara 2 atau dengan kata lain negara 2 mengimpor kedelai dari negara 1. Pada gambar 2 terlihat, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara 1 adalah sebesar P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan P2, maka di negara 2 akan terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’, sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka akan terjadi kelebihan penawaran sebesar ABE. Dengan adanya perdagangan, negara 1 dapat mengekspor suatu komoditas (misalnya kedelai) sebesar A’B’E’. Dalam pasar internasional besarnya ABE akan sama dengan A’B’E’. Dengan kata lain besarnya ekspor suatu komoditas dalam suatu perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga relatif yang terjadi di pasar merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. 3.1.4. Tarif Bentuk hambatan perdagangan yang menonjol secara historis adalah tarif (tariff). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditas yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif adalah bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan pemberlakukan tarif biasanya tidak hanya ditujukan untuk sumber penerimaan negara atau kas pemerintah namun juga dapat digunakan sebagai alat untuk melindungi sektor-sektor industri tertentu dalam negeri yang pada umumnya bersifat padat karya atau memakai banyak tenaga kerja lokal (Salvatore 1997). Dalam arti luas, kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan ini dapat berupa tarif atau bea masuk, pelarangan impor, kuota, dan subsidi. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk 32
setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Berdasarkan tujuan tarif impor, kebijakan tarif impor (import duty atau impor tariffs) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) tarif proteksi, yaitu merupakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah atau membatasi barang tertentu, b) tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan adanya pemberlakuan tarif ini, konsumen akan dirugikan karena harus menerima harga atas suatu komoditas dengan lebih tinggi. Namun kerugian dari konsumen akan diimbangi dengan adanya pendapatan pemerintah dari pemberlakuan tarif dari komoditas tersebut. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni, tarif spesifik, tarif ad-valorem dan tarif gabungan. Tarif spesifik (specific tariffs) adalah tarif yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya saja, pungutan Rp 1.000.000 untuk setiap ton kedelai). Tarif ad-valorem (ad-valorem tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, Indonesia memungut tarif 10 persen atas total nilai impor kedelai). Terakhir adalah tarif campuran (compound tariff) merupakan gabungan dari tarif spesifik dan tarif ad-valorem. Di samping mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu, juga memungut sekian persen lagi. Dalam kedua kasus dampak tarif akan meningkatkan biaya pengiriman barang ke suatu negara (Krugman dan Obstfeld 2002).
33
D0
Harga
S0
e P0 f
k
g
j
Pt h
Pw
Free Trade
Q1
Keterangan:
i
Q3
Q0
Q4
Q2
Pt-Pw = Besar tarif impor P0
= Harga domestik kedelai di negara Pengimpor
Gambar 3. Kurva Analisis Dampak Tarif Sumber : Salvatore, 1997
Berdasarkan gambar di atas, pada saat harga P0 keseimbangan berada di titik e dimana perekonomian dalam kondisi autarki, tidak ada ekspor dan impor serta jumlah konsumsi sama dengan jumlah produksi. Pada saat harga Pw, perekonomian dalam kondisi free trade dimana produksi sama dengan 0Q1 dan konsumsi sama dengan 0Q2 sehingga permintaan impor sebesar Q1Q2. Terhadap permintaan impor pemerintah memberlakukan tarif sehingga harga naik menjadi Pt. Besarnya tarif impor adalah Pt-Pw sehingga produksi meningkat menjadi 0Q3 dan konsumsi menurun menjadi 0Q4. Permintaan impor berkurang menjadi Q3Q4. Dengan adanya pemberlakukan tarif ini, konsumen akan dirugikan karena harus menerima harga atas suatu komoditas dengan lebih tinggi. Namun, kerugian dari konsumen akan diimbangi dengan adanya pendapatan pemerintah dari pemberlakukan tarif atas komoditas tersebut. Pendapatan pemerintah tersebut diperoleh dari tarif impor dikalikan dengan jumlah kuantitas impor setelah tarif ditetapkan, yakni sebesar fgkj dan pendapatan tambahan yang diterima oleh produsen dalam negeri karena adanya pemberlakukan tarif sebesar PwPtfh,
34
sehingga kerugian bersih masyarakat (dead weight loss) akibat adanya pemberlakukan tarif tersebut sebesar (hfg + jki), dimana hfg (producer loss) yang menggambarkan beban baku akibat produksi kedelai domestik yang berlebihan dan jki (consumer loss) yang merupakan beban baku akibat konsumsi kedelai yang terlalu rendah. Dari uraian di atas telah dipaparkan bahwa tarif meningkatkan harga barang di negara pengimpor, sehingga kalangan konsumen di negara pengimpor secara relatif merugi, sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan. Jadi, tarif membawa biaya sekaligus manfaat. Untuk membandingkan biaya dan manfaat ini, perlu menghitungnya secara cermat agar dapat memutuskan apakah tarif itu secara keseluruhan cenderung menguntungkan atau merugikan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein, yang digunakan untuk membuat bermacam-macam produk makanan, seperti tahu, tempe dan kecap. Kedelai juga merupakan bahan baku industri makanan ternak. Namun, produksi kedelai domestik relatif rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Saat ini, pasar kedelai Indonesia merupakan competitive market (pasar bersaing) yang terbuka untuk impor. Sehingga excess demand yang terjadi diatasi dengan mengimpor kedelai dari luar negeri. Dampak panjang dari ketergantungan tersebut bagi petani kedelai adalah semakin meninggalkan dan malas untuk menanam kedelai karena dari faktor harga petani lokal akan sulit bersaing dengan kedelai impor. Dampak selanjutnya, harga kedelai domestik akan sangat tergantung pada kondisi perkedelaian dunia. Saat ini, Indonesia sudah menjadi negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Setiap tahunnya jumlah kedelai yang diekspor rata-rata di atas 1 juta ton atau rata-rata per tahun mencapai 481 ribu US Dollar. Sebagian besar kedelai yang diimpor berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Argentina dan Brasil. Dilihat dari proyeksi permintaan akan kedelai di Indonesia dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun akan selalu meningkat (tabel 1). Namun, hal ini sangat disayangkan karena kita merupakan negara agraris yang seharusnya dapat menghemat pengeluaran devisa negara dengan jalan peningkatan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi maka diperlukan suatu 35
upaya untuk mengetahui perkembangan produksi, konsumsi dan impor kedelai di Indonesia selama beberapa tahun terakhir dan kebijakan apa saja yang mempengaruhi volume impor kedelai di Indonesia. Adapun kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 4.
36
Komoditas kedelai memegang peranan penting dalam ekonomi rumah tangga petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan perdagangan pangan nasional.
Namun, produksi kedelai domestik yang rendah sehingga excess demand yang terjadi harus diatasi dengan impor. Pasar impor kedelai yang semakin terbuka tidak didukung dengan kebijakan tarif bea masuk yang fluktuatif sehingga semakin menurunkan minat petani untuk menanam kedelai karena dari faktor harga petani lokal sulit bersaing dengan kedelai impor. Mengancam stabilitas produksi kedelai nasional
Analisis perkembangan dan implementasi kebijakan perkedelaian nasional:
Kebijakan Pengembangan Kedelai Nasional Kebijakan Proteksi Harga dan Harga Dasar Kebijakan Tarif Impor Kedelai
Penawaran dan permintaan impor kedelai Indonesia:
Luas Panen, Produktivitas, Produksi dan Tingkat Harga Kedelai Nasional dan Dunia Produsen, Eksportir dan Importir Kedelai Dunia Kebijakan Perkedelaian Negara Eksportir Kedelai Konsumsi dan Impor Kedelai Indonesia
Analisis Deskriptif Kualitatif Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
37