III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang
digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah sistem tataniaga, pasar, lembaga dan saluran pemasaran, fungsifungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, efisiensi tataniaga, farmer’s share, marjin pemasaran serta rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.
3.1.1 Sistem Tataniaga Dahl dan Hammond (1977), menerangkan bahwa pemasaran atau tataniaga merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan untuk menggerakkan produk mulai dari produsen utama hingga konsumen akhir. Purcell (1979), menekankan pengertian pemasaran kepada adanya koordinasi dan merupakan suatu proses/ sistem yang menjembatani atau menghubungkan gap antara apa yang diproduksi produsen dan apa yang diinginkan oleh konsumen. Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefenisikan tataniaga pertanian merupakan keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga
dapat
dilakukan
melalui
lima
pendekatan
(Purcell,
1977;
Gonarsyah,1996/1997; Kohls dan Uhl,1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009), yaitu: 1.
Pendekatan Fungsi (The Functional Approach); yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan
dan
pengangkutan),
dan
fungsi
fasilitas
(standarisasi,
pembiayaan, resiko dan informasi pasar). 2.
Pendekatan kelembagaan (The Institutional Approach); yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.
20
3.
Pendekatan Komoditas (Commodity Approach); pendekatan ini menekankan kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi sepanjang gap antara petani (the original point of production)dengan konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini menggambarkan agar penanganannya efisien.
4.
Pendekatan Sistem (System Approach); pendekatan ini mempunyai arti menekankan kepada keseluruhan sistem , efisien dan proses yang kontiniu membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisa keterkaitan yang kontiniu diantara subsistem- subsistem ( misalnya subsitem pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang memberikan tingkat efisiensi tinggi.
5.
Pendekatan Analisa Permintaan dan Harga; titik tolaknya adalah pendekatan analitis dari kegiatan ekonomi di bidang pemasaran antara petani dan konsumen. Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produkyang diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini pada asasnya adalah penciptaan suatu komoditas lebih berguna bagi konsumen. Proses transformasi ini merupakan kegiatan produktif dalam sistem pemasaran karena menciptakan atau menembahkan nilai guna produk. Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas
ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell, 1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkordinasi untuk menciptakan saluran pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan sub-sistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lainnya. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (Communucation system), sistem teknis (technical system) dan sistem kekuatan (power system).
21
3.1.2 Pasar Pasar adalah arena (tempat) mengorganisasikan beserta fasilitas dari aktifitas bisnis untuk menjawab pertanyaan ekonomi pasar; apa yang diproduksi, bagaimana
memproduksi,
berapa
banyak
diproduksi
danj
bagaimana
menditribusikan hasil yang diproduksi ( Kohls dan Uhls, 2002). Dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai (1) lokasi, (2) produk, (3) waktu dan (4) tingkat pasar. Menurut Hammond dan Dahl (1977), pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga. Pasar merupakan himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlibat dalam pertukaran untuk memutuskan kebutuhan atau keinginan ( Kotler, 1993) Pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual-beli atau suatu keadaan terbentuknya suatu harga dan terjadinya perpindahan hak milik tertentu (Limbong dan Sitorus, 1987). Pasar komoditas pertanian merupakan tempat dimana terjadi interaksi antara penawaran dan permintaan produk dan jasa pertanian, terjadi transaksi dan kesepakatan nilai, jumlah dan spesifikasi produk, cara pengiriman, penerimaan dan pembayaran serta tempat terjadinya pemindahan kepemilikan produk dan jasa komoditas pertanian (Salid dan Intan, 2004).
3.1.3 Lembaga dan Saluran Tataniaga Penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dalam sistem tataniaga melibatkan beberapa lembaga tataniaga sehingga membentuk berbagai saluran tataniaga yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya ke konsumen akhir dari titik produsen. Lembaga tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi–fungsi tataniaga mulai dari titik produsen ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Lembaga pemasaran atau lembaga tataniaga merupakan lembaga perantara yang melakukan aktivitas bisnis dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Khols
22
dan Uhls (1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009) lembaga- lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya: 1)
Merchant Middlemen adalah perantara atau pihak-pihak yang mempunyai hak atas suatu produk yang mereka tangani. Mereka menjual dan membeli produk tersebut untuk memperoleh keuntungan.
2)
Agent Middlemen adalah perwakilan dari sutu lembaga atau institusi. Mereka hanya sebagai perwakilan dan tidak mengambil alih apapun dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani.
3)
Speculative Middlemen adalah pihak-pihak atau perantara yang mengambil keuntungan dari suatu produk akibat perubahan harga.
4)
Processors and Manufactures adalah lembaga yang bertugas untuk mengubah produk yang dihasilkan menjadi barang jadi.
5)
Fasilitative organizations adalah lembaga yang berfungsi sebagai penyedia sarana bagi lembaga lain. Hanafiah dan Saefudin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga
adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen akhir. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Limbong dan sitorus (1987), menjelaskan lembaga pemasaran yang merupakan suatu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tataniaga atau pemasaran yang menurut fungsinya dapat dibedakan atas : 1)
Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya badan pengangkut/transportasi.
2)
Lembaga perantara tataniaga ialah suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran
3)
Lembaga fasilitas tataniaga ialah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti Bank Desa, Kredit dan KUD. Lembaga-lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang dan
jasa terdiri dari: 1)
Lembaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang misalnya: Agen, perantara dan Broker
23
2)
Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang. Contohnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir dan importir. Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani,
pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian yang bersifat musiman, volume produk besar dengan nilai yang kecil (bulky), dan tidak tahan disimpan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontiniu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu : 1.
Pertimbangan pasar: siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.
2.
Pertimbangan barang: berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.
3.
Pertimbangan dari segi perusahaan: sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.
4.
Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi: pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya. Produsen adalah golongan yang menghasilkan produk, disamping sebagai
pelaku penjualan yang merupakan salah satu dari fungsi pemasaran. Salah satu dari bagian dari fungsi pemasaran adalah pedagang perantara yang merupakan badan-badan yang berusaha dalam bidang pemasaran, mengatur fasilitas yang menggerakkan barang dari produsen sampai ke konsumen. Mereka yang memberi
24
jasa atau fasilitas yang memperlancar fungsi pemasaran yang dilakukan produsen atau pedagang perantara adalah pihak bank, usaha pengangkutan dan sebagainya yang dikategorikan dalam lembaga pemberi jasa. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983), panjang saluran pemasaran tergantung pada: 1)
Jarak antara produsen dan konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka makin panjang pula saluran tataniaga yang terjadi.
2)
Skala produksi Semakin besar skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya.
3)
Cepat tidaknya produksi rusak Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen.
4)
Posisi keuangan pengusaha Pedagang dengan posisi keuangan yang kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat
diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat.
3.1.4. Fungsi- Fungsi Pemasaran Pendekatan fungsi menurut Downey dan Ericson (1991) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana sistem pemasaran dilakukan. Sedangkan Sarma (1985), berpendapat bahwa fungsi-fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat dengan jalan. 1.
Meningkatkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi.
25
2.
Meningkatkan kegunaan waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum diperlukan ke waktu yang diperlukan, misalnya dari waktu panen ke waktu paceklik.
3.
Meningkatkan kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang jasa dari bentuk semula ke bentuk yang diinginkan. Fungsi-fungsi dalam pemasaran dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi
yaitu: fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar kegiatan perpindahan hak milik dari komoditas yang dipasarkan. Fungsi pertukaran dari fungsi pemasaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu.Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas adalah kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan fungsi grading, fungsi penggunaan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke daerah pemasaran. Selama proses penyimpanan dilakukan tindakan untuk menjaga mutu, terutama hasil-hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah busuk. Pada proses penyimpanan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dilaksanakan adalah biaya penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, risiko kerusakan selama penyimpanan dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama barang tersebut masih disimpan. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah konsumen yang sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkut yang tidak sesuai dengan sifat barang yang akan diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu barang yang bersangkutan.
26
Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran, warna, bentuk, kadar air, kematangan, rasa dan kriteria lainnya. Grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Kedua fungsi ini memberikan manfaat dalam proses pemasaran, yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan.
3.1.5. Struktur Pasar Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefenisikan sebagai hubungan atau (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual)
yang
secara
strategis
mempengaruhi
penentuan
harga
dan
pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Menurut Hammond dan Dahl (1997), struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan sebagainya atau penguasaan pasar. Struktur pasar digunakan untuk menganalisis jenis pasar. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai perilaku pelaku pemasaran serta keragaan dari suatu pasar. Struktur pasar mempengaruhi efektifitas pasar dalam realisasi sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya dan jumlah produksi. Empat faktor penentu dari kerakteristik struktur pasar: 1.
Jumlah atau ukuran perusahaan.
2.
Kondisi atau keadaan produk.
3.
Kondisi keluar masuk pasar.
4.
Tingkat pengetahuan yang dimiliki partisipan dalam pemasaran. Hammond dan Dahl (1977), mencantumkan lima jenis struktur pasar untuk
sistem pemasaran pertanian disajikan pada Tabel 9
27
Tabel 9. Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat Karekteristik No
Jumlah perusahaan
1
2
3
4
5
Banyak
Sifat produk Standar/ homogen
Banyak
Diferensiasi
Sedikit
Standar
Sedikit
Difrensiasi
Satu
Unik
Struktur pasar produk Dari sudut penjual
Dari sudut pembeli
Persaingan murni
Persaingan murni
Persaingan
Persaingan
monopolistik
monopolistik
Oligopoli murni
Oligopsoni murni
Oligopoli
Oligopsoni
difrensiasi
difrensiasi
Monopoli
Monopsoni
Sumber: Hammond dan Dahl (1977)
Berdasarkan sifat dan bentuknya, jenis atau struktur pasar dibedakan menjadi dua macam yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna (Kotler,2006). Suatu pasar dapat dikatakan bersaing sempurna jika memiliki ciriciri seperti terdapat banyak pembeli dan penjual, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, penjual dan pembeli sebagai price taker, produk yang dipasarkan bersifat homogen serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar. Struktur pasar persaingan tidak sempurna dapat dibedakan dari sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli pasar persaingan tidak sempurna yaitu pasar monopsoni, pasar oligopsoni dan lainnya. Sementara dilihat dari sisi penjual pasar persaingan tidak sempurna dibedakan atas pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar duopoli, pasar persaingan monopolistic dan lain-lain.
3.1.6. Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar, dan pembayaran serta kerjasama di antara lembaga pemasaran.
28
Perilaku pasar menunjukkan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaman pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin pemasaran dan jumlah komoditi yang akan dipasarkan, sehingga akan memberikan penilaian baik/tidaknya suatu sistem pemasaran.
3.1.7. Keragaan Pasar Keragaan pasar adalah hasil akhir yang dicapai sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang dilakukan oleh lembaga pemasaran ( Dahl Hammond, 1977). Keragaan pasar timbul akibat adanya struktur pasar dan perilaku pasar biasanya terkait dengan harga, biaya dan volume produksi yang menentukan suatu sistem pemasaran. Keragaan pasar dapat diketahui dari tingkat harga yang terbentuk di pasar serta penyebaran harga di tingkat produsen sampai konsumen. Selain itu dapat pula diamati mengenai tingkat persaingan, marjin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat pasar.
3.1.8. Efisiensi Tataniaga Efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran/tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap fungsi kegiatan tataniaga memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga tataniaga menaikkan harga persatuan kepada konsumen atau menekan harga pada tingkat produsen. Dengan demikian efisiensi tataniaga perlu dilakukan melalui penurunan biaya tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi,
29
penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga, (Dahl dan Hammond, 1977). Menurut
Kohls dan Uhls (2002), pendekatan yang digunakan dalam
efisiensi pemasaran ada dua cara, yaitu: (1) efisiensi operasional; dan (2) efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur dari margin pemasaran, analisis farmer’s share,analisis rasio keuntungan atas biaya serta analisis fungsi-fungsi pemasaran, kelembagaan dari analisis S-C-P (structure, Conduct and performance). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen (Dahl dan Hammond,1977). Menurut Kohls dan Uhls (2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisensi harga biasanya diukur dari korelasi harga untuk komoditi yang sama pada tingkat pasar yang berbeda (Asmarantaka,2009). Dengan menggunakan konsep biaya tataniaga, suatu sistem tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang rendah.
3.1.9. Marjin Tataniaga Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga. Margin tataniaga sebagai bagian dari harga konsumen yang tersebar pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (Kohls and Uhls, 2002). Tomek dan Robinson (1990), menyatakan bahwa marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian marjin pemasaran ini sering
30
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena
yang menjembatani adanya
kesenjangan (gap) antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer. Dua alternatif dari marjin pemasaran, yaitu: 1.
Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen
2.
Merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut. Hammond dan Dahl (1977), menyatakan bahwa marjin tataniaga
menggambarkan perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing margin) merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume produk yang terjual [(Pr – Pf). Qrf] yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge, (gambar 1). Jadi pendekatan terhadap nilai marjin tataniaga dapat melalui returns to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan returns to institution (marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen dan pengecer). Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi yang dilakukan antarlembaga biasanya berbeda-beda, hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafik marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut:
31
P (Harga)
Sr Sf
Pr Marjin pemasaran (Pr -Pf )
Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf Pf
Dr
O
Qr,f
Df
Q (jumlah) Gambar 1. Konsep Margin Pemasaran Sumber : Hammond dan Dahl, 1977
Keterangan: Pr
: Harga di tingkat pengecer
Pf
: Harga ditingkat petani
Sr
: Derived Supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang) : Primary Supply (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat petani) : Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat konsumen akhir) : Primary Demand (kurva permintaan turunan ditingkat pedagang terhadap petani) : Jumlah produk di tingkat petani dan pengecer
Sf Dr Df Qrf
Tinggi rendahnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum, tetapi tinggi rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Marjin tataniaga yang rendah tidak otomatis dapat digunakan sebagai ukuran efisien tidaknya pola pemasaran suatau komoditi. Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, risiko kerusakan dan lain-lain (Limbong dan Sitorus, 1987).
32
3.1.10. Farmer’s Share (Bagian Harga yang diterima Oleh Petani) Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s share (FS) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr, dimana Pf adalah harga di tingkat petani dan Pr adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemprosesan, (2) biaya transpotasi, (3) keawetan, dan (4) jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (Value added) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah bukan besar kecilnya share, melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan produknya. Farmer’s share mumpunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran. Sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah (Simamora S, 2007). Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:
Fsi =
x 100%
Keterangan: Fsi
: Persentase yang diterima petani
Pf
: Harga di tingkat petani
Pr
: Harga di tingkat konsumen
3.1.10. Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan demikian meratanya
penyebaran
rasio
33
keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut. Rasio keuntungan biaya (R/C) =
Keterangan:
Li : Keuntungan lembaga pemasaran Ci
3.2.
: Biaya pemasaran
Kerangka Operasional Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi nenas khususnya di
Jawa Barat. Diantara beberapa daerah sentra produksi nenas di Bogor, Cijeruk merupakan daerah penghasil nenas yang terbesar. Dalam memasarkan komoditi nenasnya yang menjadi persolan bagi petani di Cijeruk adalah rendahnya harga yang diterima oleh petani dari lembaga pemasaran. Petani sebagai produsen sekaligus sebagai pihak penerima harga (price taker). Dalam posisi tawar menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Selain itu, petani tidak memiliki informasi pasar yang lengkap, pada hal tinggi rendahnya harga jual nenas tergantung dari informasi pasar yang hal ini menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Sebagian besar nenas Bogor yang diproduksi di tempat penelitian dipasarkan di pasar lokal (Bogor), hal ini dikarenakan petani belum bisa menjaga kekontiniuan produksinya. Perbedaan harga di konsumen akhir di pasar lokal dengan harga yang diterima oleh petani mempunyai selisih yang tinggi. Petani sebenarnya dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Tetapi yang menjadi kendala bagi petani selama ini adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky), dan cepat busuk (perishable). Kendala yang lain adalah jauh lokasi pemasaran dari areal petani sehingga menggunakan penanganan, mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat. Disamping itu hal lain yang terjadi jika petani menjual langsung ke konsumen biaya yang tidak sebandinng dengan keuntungan yang diperoleh.
34
Proses distribusi nenas Bogor dari produsen ke konsumen selalu melibatkan beberapa lembaga tataniaga mulai dari petani dalam hal ini petani nenas Bogor, lembaga-lembaga perantara seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer sampai ke konsumen akhir. Adanya jarak antara produsen dengan konsumen maka fungsi lembaga perantara sangat berperan dalam memasarkan atau menyalurkan nenas Bogor dari produsen ke konsumen akhir. Berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memperlancar penyaluran nenas dari produsen ke konsumen disebut dengan fungsi tataniaga, yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Kegiatan tataniaga dari petani, lembaga perantara dan konsumen menghasilkan pembentukan harga yang berpengaruh terhadap struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis struktur pasar mengkaji jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk yang diperjualbelikan dan kebebasan keluar masuk pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dari praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran,kerjasama diantara lembaga pemasaran yang terlibat. Untuk melihat efisiensi tataniaga dapat dilihat melalui analisis struktur pasar, prilaku pasar, analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya. Untuk melihat apakah sistem tataniaga nenas ini sudah efisien maka dilakukan analisis marjin pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Untuk mengetahui perolehan petani digunakan analisis farmer’s share dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
35
‐ ‐
Selisih harga yang tinggi antara petani dan konsumen (marjin yang tinggi). Panjang rantai pemasaran terkadang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi. Diduga tataniaga nenas bogor belum efisien
Bagaimana sistem tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang Apakah sistem tersebut efisien atau tidak efisien
Analisis sistem efisiensi tataniaga
Efisiensi tataniaga ‐ ‐ ‐ ‐
Analisis saluran Tataniaga Analisis Marjin Farmer’s share Rasio keuntungan dan biaya (R/C) ‐ Analisis fungsi pemasaran ‐ Analisis sturuktur dan perilaku pasar
Rekomendasi altenatif saluran pemasaran yang efisien
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
36