III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Perilaku Konsumen Di Indonesia menurut Saragih (1998), pada awal Orde Baru, kegiatan
ekonomi berbasis sumber daya hayati praktis hanya dalam bentuk pertanian primer (on farm agribusiness), sedangkan sekarang ini sedang terjadi industrialisasi yang salah satunya ditandai dengan berubahnya orientasi peningkatan produksi ke orientasi pasar. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang menyadarkan para pemasar untuk lebih banyak menemukan gagasan atau ide-ide yang dapat membuat perusahaan lebih kompetitif termasuk didalamnya memahami perubahan yang terjadi pada perilaku konsumen (consumer behaviour). Menurut Engel (1994), perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Kesuksesan suatu produk sebagian besar tergantung pada cara konsumen menerima
produk
dan
rangsangan
pemasaran
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi perilaku konsumen (Assael, 1992). Untuk itu, para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi dan bagaimana perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
3.1.2
Proses Keputusan Pembelian Keputusan konsumen dalam bentuk tindakan membeli tidak muncul begitu
saja tetapi melalui suatu tahapan tertentu, berdasarkan model Engel (1994) terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan tersebut. Proses pengambilan keputusan konsumen terdiri atas tahap : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologi. Pengaruh lingkungan berasal dari perbedaan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. Sedangkan perbedaan individu didasarkan atas perbedaan sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. Proses psikologi berbeda tiap orang, proses psikologi ini terdiri atas tahap : pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan, sikap dan perilaku. Proses keputusan dari konsumen tersebut nantinya akan sangat mempengaruhi pemasaran yang akan ditetapkan tiap perusahaan (Engel, 1994).
3.1.3
Preferensi Konsumen Assael (1992) mendefinisikan preferensi adalah kesukaan, pilihan atau
sesuatu yang lebih disukai konsumen dan preferensi konsumen terbentuk dari persepsi terhadap suatu produk. Persepsi yang membentuk preferensi dibatasi sebagai perhatian kepada kesan yang mengarahkan kepada pemahaman dan ingatan. Persepsi yang sudah mengendap akan menjadi preferensi.
Nilai, sikap dan kepercayaan dalam suatu lingkungan dapat mempengaruhi seseorang begitu juga dengan tingkat pengetahuan yang berubah dapat merubah persepsi orang tentang objek atau peristiwa yang menimbulkan persepsi tersebut. Setiap konsumen mempunyai kriteria yang berbeda-beda dalam memilih setiap produk yang akan dibelinya. Menurut Engel (1994), produk yang ideal adalah produk yang dapat memberikan manfaat dan kepuasan seperti yang diharapkan konsumen. Adanya berbagai pilihan yang baik menurut konsumen akan menimbulkan preferensi.
3.1.4
Loyalitas Merek Merek (brand) didefinisikan sebagai suatu nama, istilah, tanda, lambang
atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa tersebut dari produk-produk milik pesaing (Kotler, 1995). Merek juga dapat menambah nilai suatu produk sehingga merupakan aspek yang hakiki dalam suatu strategi produk, sekaligus mempermudah konsumen dalam mengidentifikasi barang atau jasa serta menyakinkan konsumen akan memperoleh kualitas barang yang sama jika melakukan pembelian ulang (Stanton, 1993). Menurut Sutisna (2001), loyalitas konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu loyalitas merek (brand loyalty) dan loyalitas toko (store loyalty). Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu.
Terdapat dua pendekatan yang bisa dipakai untuk mempelajari loyalitas merek. Pertama adalah pendekatan instrumental conditioning, yang memandang pembelian yang konsisten
sepanjang waktu sebagai loyalitas merek. Jadi
pengukuran bahwa seseorang konsumen loyal atau tidaknya dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembeliannya terhadap satu merek. Pengukuran loyalitas konsumen dengan pendekatan ini menekankan pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan kognitif. Pendekatan ini menyatakan bahwa loyalitas merupakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus. Konsumen mungkin seringkali membeli merek tertentu karena harganya murah, dan ketika harganya naik, konsumen beralih ke merek lain. Pendekatan behavioral menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh perilaku, dan karena itu perilaku pembelian berulang adalah loyalitas, sementara itu pendekatan kognitif memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psikologi (decision making). Menurut Sutisna (2001), ada lima macam cara mengukur loyalitas konsumen, yaitu: 1. Pengukuran perilaku Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas konsumen diukur berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2. Pengukuran switching cost Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab pada umumnya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan beresiko besar, sehingga tingkat perpindahan konsumen akan rendah. 3. Pengukuran kepuasan Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, tetapi ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan konsumen beralih mengkonsumsi merek lain kecuali ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat. 4. Pengukuran kesukaan terhadap suatu merek Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan merek yang membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. Pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek itu. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek merek produk pesaing dapat dikurangi. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut, walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek
produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk lebih unggul dari berbagai sudut atributnya (Durianto, 2004). Menurut Durianto (2004), pengelolaan dan pemanfaatan yang benar loyalitas merek dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh loyalitas merek kepada perusahaan: 1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) : dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan
dengan
upaya
untuk
mendapatkan
pelanggan
baru.
Kesimpulannya biaya promosi akan menurun jika loyalitas merek meningkat. 2. Trade Leverage (meningkatkan perdagangan): loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3.
Attracting New customers (menarik minat pelanggan baru) : banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut, terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko yang tinggi. Pelanggan yang merasa puas pada umumnya juga akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
4. Provide time to respond competitive threads (memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing) : Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan
produk yang unggul,
pelanggan yang loyal akan
memberikan waktu kepada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikannya atau menetralisasikannya. Menurut Durianto (2004) Loyalitas merek memiliki beberapa tingkatan. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasar yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. 1. Price Buyer (berpindah-pindah) : pelanggan yang berada pada tingkatan ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkatan yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek yang lain mengidentifikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling tampak pada pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) : pembeli yang berada dalam tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Kesimpulannya konsumen pada tingkatan ini membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan selama ini. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) : pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, dan resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka berganti merek. Untuk dapat menarik minat pembeli
yang masuk dalam tingkatan loyalitas ini, maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar. 4. Liking the brand (menyukai merek) : pembeli yang masuk dalan kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan yang emosional terhadap merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya. Baik yang dialami pribadi mapun oleh kerabatnya maupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. 5. Commited buyer (Pembeli yang komit) : pelanggan pada tahapan ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna merek dan merek tersebut bahkan menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Durianto (2004) menyatakan bahwa tiap tingakatan brand loyalty mewakili tantangan pemasar yang berbeda dan juga menwakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Berikut akan disajikan gambar piramida brand loyalty.
A = persen commited buyer
A
B = persen liking the brand
B
C = persen satisfied buyer
C
D = persen habitual buyer
D
E = persen switcher/price buyer
E
Gambar 1. Piramida Loyalitas Merek yang Rendah Sumber : Durianto (2004) Piramida brand loyalty pada gambar diatas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut masih sangat rendah, karena semakin tinggi kualitas brand loyaltynya, luasan yang berarti kuantitas konsumennya semakin kecil. Produk yang brand loyaltynya baik, gambar piramidanya akan berbentuk terbalik. Keterangan: A = persen commited buyer
A
B = persen liking the brand
B
C = persen satisfied buyer
C
D = persen habitual buyer
D
E = persen switcher/price buyer
E
Gambar 2. Piramida Loyalitas Merek yang Tinggi. Sumber : Durianto (2004) 3.1.5
Sensitivitas Harga Sensitivitas merupakan tingkat kepekaan terhadap perubahan sesuatu.
Sedangkan sensitivitas konsumen merupakan tingkat kepekaan konsumen atas
perubahan suatu barang atau jasa. Konsumen yang sensitif terhadap harga merupakan konsumen yang peka terhadap perubahan harga yang ada. Konsumen yang sensitif akan cenderung berperilaku tidak loyal terhadap suatu merek. Konsumen yang sensitif terhadap perubahan harga akan segera berpindah atau mengkonsumsi merek yang lain yang memiliki harga yang lebih murah. Sedangkan konsumen yang tidak sensitif terhadap perubahan harga akan tetap setia mengkonsumsi suatu merek tertentu. Konsumen yang tidak sensitif terhadap perubahan harga disebut konsumen yang loyal (Erwanto, 2005). Menurut Kotler (2000), kurva permintaan menunjukkan jumlah pembelian pasar yang mungkin pada berbagai harga. Kurva tersebut menjumlahkan reaksi berbagai individu yang memiliki kepekaan pasar yang beragam diantaranya kepekaan terhadap harga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga antara lain: pengaruh nilai unik, pengaruh kesadaran atas produk pengganti, pengaruh perbandingan yang sulit, pengaruh pengeluaran total, pengaruh manfaat akhir, pengaruh biaya bersama, pengaruh investasi tertanam, pengaruh mutu harga, dan pengaruh persediaan.
3.1.6
Pemasaran Setiap perusahaan berusaha memproduksi dan memasarkan barang dan
jasa yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Setiap perusahaan juga berusaha meningkatkan pendapatan usaha melalui peningkatan penjualan usaha yang diwujudkan melalui pemasaran. Karena itu kegiatan pemasaran mempunyai peranan yang penting dalam dunia usaha. Sehingga jika kita
membicarakan
pemasaran
berarti
membicarakan
bagaimana
cara
memenangkan pasar (market share), memenangkan pasar pikiran (mind share) dan memenangkan pangsa hati dan pikiran konsumen (heart share). Kotler (1995) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu mupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Dalam konsep pemasaran dibicarakan mengenai brand yang merupakan peningkat atau pembangkit nilai (value enhancher) dan juga dibicarakan mengenai segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi dan penjualan. Selain itu, pemasaran juga termasuk salah satu kegiatan perekonomian dan membantu dalam penciptaan nilai ekonomi. Dimana nilai ekonomi itu sendiri dan menentukan harga barang dan jasa bagi individu. Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran. Alat-alat tersebut membentuk suatu bauran pemasaran. Dalam pemasaran, bauran pemasaran (marketing mix) mempunyai peranan yang sangat penting. Kotler (1995) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terusmenerus mencapai tujuan pemasaran. Perangkat alat pemasaran tersebut digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi konsumen yang berhubungan dengan 4-P, yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi). a.
Bauran Produk Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan
kepada pasar sasaran atau konsumen. Produk adalah fokus dari bauran pemasaran. Produk bukan saja sekedar barang dan jasa yang dirancang, dibuat dan ditawarkan
untuk dijual tetapi juga mencakup seluruh perencanaan yang mendahului produksi actual. Produk mencakup riset dan pengembangan serta semua layanan yang menyertai produk seperti instalasi dan pemeliharaan (Kotler, 1995). Swastha dan Sukotjo (1995) mendefinisikan produk sebagai suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini konsumen membeli sekumpulan sifat fisik dan kimia sebagai alat pemuas kebutuhan. Setiap kombinasi dari sifat-sifat tersebut akan memberikan kepuasan yang berbeda-beda. Istilah produk meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan. Pemasaran mendefinisikan produk berdasarkan karakteristik produknya (Kotler, 2000). Alasan pengklasifikasian tersebut adalah bahwa tiap jenis produk memiliki strategi bauran pemasaran masing – masing. Produk diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut daya tahan atau wujudnya, yaitu barang yang habis terpakai (nondurable goods), barang tahan lama (durable goods), dan jasa (service). b.
Bauran Harga Dalam memasarkan produk, setiap perusahaan harus menetapkan harga
produknya dengan tepat. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, tempat, promosi) menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Harga merupakan unsur bauran yang fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Berbeda halnya dengan karakteristik produk atau komitmen
terhadap saluran distribusi. Kedua hal terakhir tidak dapat disesuaikan dengan mudah dan cepat, Karena biasanya menyangkut keputusan jangka panjang. Kebijakan penetapan harga merupakan salah satu kebijakan yang sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan pemasaran suatu produk. Harga menjadi patokan konsumen atas kemampuan daya belinya terhadap suatu produk. Karena itu, produsen tidak biasa menetapkan harga tanpa memperhatikan daya beli konsumennya. Harga juga memiliki pengaruh terhadap pihak-pihak lain. Karena itu, pihak manajemen juga harus mempertimbangkan reaksi pihak-pihak lain atas harga yang ditetapkan tersebut. Bagaimana pendapat distributor dan penyalur tentang harga tersebut, apakah wiraniaga perusahaan bersedia menjual pada harga tersebut ataukah mereka mengeluh harga tersebut terlalu tinggi, dan bagaimana reaksi pesaing atas harga itu. apakah pemasok akan menaikkan harga jika mereka melihat harga perusahaan, apakah pemerintah akan ikut campur atau mencegah pengenaan harga tersebut (Kotler, 2000). Dalam pemasaran dikenal beberapa strategi penetapan harga mulai dari penetapan harga mark-up, penetapan harga standar berdasarkan sasaran pengembalian, penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan, penetapan harga nilai, penetapan harga sesuai harga berlaku, dan penetapan harga penawaran tertutup. Kebijakan harga diskriminasi mungkin pula ditetapkan dalam penentuan harga akhir dan adaptasi harga. c.
Bauran Distribusi Semua perusahaan perlu melaksanakan fungsi distribusi dan hal ini sangat
penting
bagi
pembangunan
perekonomian
masyarakat
karena
bertugas
menyampaikan barang dan jasa yang diperlukan oleh konsumen (Swastha dan Sukotjo, 1995). Lembaga-lembaga yang ikut ambil bagian dalam penyaluran barang ini adalah produsen, perantara, dan konsumen akhir atau pemakai industri. d.
Bauran Promosi Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menonjolkan keunggulan-keunggulan yang membedakannya dengan perusahaan lain agar konsumen tertarik dan kemudian membeli produk tersebut (Kotler, 2002). Menurut Swashta (1990), promosi merupakan arus informasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran.
3.2
Kerangka mikiran Operasional Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat adanya
peningkatan jumlah produsen kecap manis dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah produsen kecap manis ini menyebabkan banyaknya jumlah merek kecap manis yang beredar di pasaran. Karena itu, konsumen pun semakin memiliki keleluasaan dalam menentukan keputusan pembelian produk kecap manis di pasaran. Keleluasaan konsumen dalam menentukan keputusan pembelian pada produk kecap manis menjadi tantangan bagi produsen kecap manis dalam mempertahankan
loyalitas
konsumennya,
terutama
mengingat
terjadinya
penurunan indeks loyalitas konsumen untuk produk kecap. Penurunan loyalitas ini kemungkinan besar dialami pada konsumen kecap merek Bango, ABC dan Nasional, sebab merek kecap tersebut hadir di industri kecap sebagai tiga merek
pemegang pangsa pasar terbesar. Penurunan loyalitas ini mengindikasikan adanya perubahan preferensi konsumen. Loyalitas konsumen terhadap merek terjadi dengan pertimbangan bahwa merek kecap tersebut menghasilkan produk yang bermanfaat, berkualitas, dan harga yang sesuai. Jika terjadi kenaikan harga pada merek kecap manis tertentu tanpa disertai perubahan kualitas dan manfaat, maka konsumen akan segera menanggapi hal tersebut dengan berpindah ke kecap manis merek lain. Karena itu, loyalitas konsumen terhadap kecap manis dapat dilihat dari preferensi dan sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga produk kecap manis. Adanya persaingan yang tinggi antar beragam merek kecap manis dan permasalahan
dalam
hal
penurunan
loyalitas
konsumen
kecap
manis
menyebabkan pentingnya untuk melakukan analisis atas sensitivitas harga dan loyalitas konsumen terhadap merek kecap manis di pasaran. Namun penelitian ini difokuskan pada tiga merek kecap manis pemegang pangsa pasar terbesar, yaitu kecap merek Bango, ABC, dan Nasional. Penelitian ini dilakukan di kota Depok karena keanekaragaman penduduknya baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Responden pada penelitian ini adalah ibu rumah yang tersebar di berbagai kecamatan di Kota Depok. Responden ini dipilih dengan pertimbangan bahwa ibu rumah tangga merupakan pihak yang selayaknya mengambil keputusan dalam membeli bahan kebutuhan pokok untuk dikonsumsi keluarga. Loyalitas konsumen kecap merek Bango, ABC, dan Nasional pertamatama dianalisis tingkat loyalitasnya yang dilihat dari bentuk piramida loyalitasnya. Selain itu, loyalitas konsumen ini juga analisis melalui Brand Switching Pattern
Matrix. Matriks ini akan memperlihatkan persentase kemungkinan konsumen kecap manis merek yang satu untuk berpindah menggunakan merek yang lain. Setelah itu dilakukan analisis sensitivitas harga. Analisis ini dilakukan dengan membuat skenario kenaikan harga pada masing-masing merek kecap yang diteliti. Respon konsumen terhadap skenario kenaikan harga ini diolah dengan metode Huisman untuk mendapatkan pangsa preferensi konsumen. Kemudian nilai sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga untuk setiap merek akan diperoleh berdasar pangsa preferensi yang dihasilkan dari metode Huisman. Dengan mengetahui keadaan loyalitas konsumen terhadap masing-masing merek kecap manis dan sensitivitas konsumen terhadap harga kecap manis, maka dapat dilihat bagaimana implikasinya terhadap bauran pemasaran bagi produsen kecap manis Bango, ABC, dan Nasional. Strategi pemasaran ini menjadi suatu instrumen yang penting bagi strategi pemasaran masing-masing produsen merek kecap dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3:
Perkembangan industri kecap manis Beragam merek kecap manis Pilihan Konsumen : atribut harga dan atribut merek Loyalitas Konsumen
Kecap manis merek Bango, ABC, Nasional di Kota Depok Analisis Sensitivitas dan Preferensi Konsumen
Analisis Loyalitas Merek
Metode Piramida Loyalitas dan Brand Switching Pattern Matrix
Metode Huisman
Implikasi pada Bauran Pemasaran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional