III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diantaranya mengenai efisiensi produksi dan pendapatan. Oleh karena itu, beberapa teori yang dipaparkan adalah mengenai fungsi produksi, daerah produksi, elastisitas produksi, efisiensi produksi, serta pendapatan, penerimaan, dan biaya. 3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi Produksi pada dasarnya merupakan suatu proses penyediaan sejumlah input tertentu untuk mendapatkan sejumlah output tertentu. Hubungan input dan output dapat diekspresikan sebagai sebuah fungsi output : Q = f (K, L, M) Dimana Q adalah kuantitas output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, dan M adalah bahan-bahan setengah jadi. Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi produksi dengan dua jenis input, yaitu : Q = f (K, L) Fungsi produksi tersebut memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal dan tenaga kerja (Nicholson, 1999). Soekartawi (1990) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan
biasanya berupa input. Dengan fungsi produksi dapat diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung. Selain itu melalui fungsi produksi juga dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Y= f (X1, X2, ... Xi, .... , Xn) Dimana: Y = Output X1, X2, Xi, Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi Dengan fungsi produksi seperti tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1…Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Produk marjinal (PM) atau marginal product merupakan tambahan satu unit input (X) atau faktor produksi yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output (Y) atau hasil produksi pertanian, atau dengan kata lain perubahan output (+ atau -) akibat adanya perubahan satu unit input (Rahim dan Hastuti, 2007). Dengan demikian PM dapat dituliskan dengan ΔY/ΔX. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pembahasan terhadap PM akan lebih bermanfaat bila dikaitkan dengan produk rata-rata (PR) dan output atau produk total (PT). Dengan mengaitkan PM, PR, dan PT maka hubungan antara input dan output akan lebih informatif. Artinya melalui cara seperti itu, dapat diketahui elastisitas produksi (EP) yang sekaligus juga akan diketahui apakah proses produksi yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi yang
rendah atau sebaliknya. Rahim dan Hastuti (2007) menggambarkan hubungan antara PM, PR, dan PT melalui Gambar 2 berikut. Y C B
Hasil produksi
PT
A EP >1
0<EP<1
EP<0
0
X Faktor produksi
Kenaikan hasil berkurang
Kenaikan hasil bertambah
Kenaikan hasil negatif
A B PM 0
C
PR X Faktor produksi
Sumber : Rahim dan Hastuti (2007)
Gambar 2. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR) Kurva-kurva di atas menunjukkan tahapan proses produksi komoditas pertanian sebagai berikut. 1.
Tingkat produksi antara titik 0 dan A. Dengan penambahan pemakaian input, PT bertambah atau naik dengan mengikuti increasing return sampai titik balik, yaitu titik A. Nilai PM juga naik dan akan mencapai nilai maksimal di titik A, PR semakin tinggi/naik dengan adanya penambahan pemakaian input. Besarnya elastisitas produksi pada titik produksi ini, EP > 1 karena PM > PR.
2.
Tingkat produksi di titik A. Titik ini merupakan titik balik kurva PM dari bentuk increasing ke bentuk decreasing. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1 karena PM > PR.
3.
Tingkat produksi antara titik A dan B. Bila penggunaan input diteruskan, PT cenderung increasing setelah melewati titik balik A. PM terus menurun setelah mencapai titik maksimal di titik A. PR meningkat terus sampai mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1 karena besarnya PM > PR.
4.
Tingkat produksi di titik B. Pada tingkat produksi ini PR mencapai maksimum dan nilai PR sama dengan nilai PM. Besarnya elastisitas produksi, EP = 1.
5.
Tingkat produksi antara titik B dan C. Bila penggunaan input terus ditambah, besarnya PT terus meningkat sampai mencapai maksimal di titik C. Nilai PM terus menurun dan mencapai nol di titik C. Demikian juga dengan nilai PR terus menurun setelah mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi adalah 0 < EP < 1, PR > PM.
6.
Tingkat produksi di titik C. Kurva PT mencapai maksimal. Pada tingkat produksi ini nilai PM = 0. Besarnya EP = 0.
7.
Tingkat produksi setelah di titik C. Kurva PT menurun setelah mencapai maksimum di titik C. Besarnya PM terus menurun dan mempunyai nilai negatif karena tambahan komoditasnya negatif. Besarnya PR terus menurun dan bila diteruskan maka nilai PR akan semakin kecil. Nilai PR tidak mungkin mencapai negatif, tetapi secara teoritis bisa mencapai nol.
Elastisitas produksi (EP) sendiri menurut Soekartawi (1990) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Secara matematis, EP dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut. EP =
/
EP =
x
, atau
Karena ΔY/ΔX adalah PM, maka besarnya EP tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X. 3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Input Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada dasarnyanya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin (Soekartawi, 1991). Penentuan tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat menghasilkan produksi optimal dalam suatu usaha merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan keuntungan. Menurut Daniel (1997), peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan usahataninya secara efisien. Konsep efisiensi ini dikenal dengan konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Cara seperti ini ditempuh, misalnya dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah, menjual hasil pada harga yang relatif tinggi, dan
sebagainya. Selanjutnya, jika petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga yang bersamaan. Situasi demikian sering disebut dengan istilah efisiensi ekonomi. Jadi petani melakukan efisiensi ekonomi sekaligus juga melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga. Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang dipakai. Umumnya ada dua model yang biasa dipakai, yaitu model fungsi produksi dan model linear programming (Soekartawi, 1991). Namun dalam penelitian ini, pengukuran efisiensi akan dilakukan dengan menggunakan model fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. Bila menggunakan model fungsi produksi, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai acuan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga nilai produk marjinal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Bila fungsi produksi tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, maka: Y = AXb
atau
ln Y = ln A + b ln X
Kondisi produk marjinal adalah : =b Dalam fungsi produksi Cobb-Douglass, b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, nilai produk marjinal (NPM) faktor produksi X dapat dituliskan sebagai berikut : NPM =
Dimana : b
= elastisitas produksi
Y
= hasil produksi (output)
PY = harga output X
= jumlah faktor produksi X
Kondisi efisien harga menghendaki NPMX sama dengan harga faktor produksi X (PX), atau secara matematis ditulis sebagai berikut :
NPMX
= PX
atau
=1
= PX
atau
=1
Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa penggunaan input yang optimum dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut. ΔY . PY = ΔX . PX Dimana : Y
= output
X
= input
ΔY = tambahan output ΔX = tambahan input PY = harga output PX = harga input
= produk marjinal
; atau
=
Penggunaan input yang optimum tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Keuntungan maksimum dapat dicapai saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing produksi sama dengan nol. π = TR – TC TR = PY . Y TC = Σ (PXi . Xi) π = PY . Y - PXi . Xi ; kondisi saat π maks
=0 PY
- PXi
PY
= PXi
=0
PY.PMXi = PXi Dimana : PY.PMXi = nilai produk marjinal Xi (NPMXi) PXi
= harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal Xi (BKMXi)
Persamaan terakhir dapat juga dituliskan sebagai berikut jika harga faktor produksinya tidak dipengaruhi oleh jumlah dari faktor produksi tersebut. NPMXi = BKMXi =1 Namun yang sering terjadi di lapangan adalah bahwa kondisi NPMXi/BKMXi = 1 sulit dicapai karena berbagai hal seperti terbatasnya pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi, kesulitan petani memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu, dan adanya faktor
luar yang menyebabkan petani tidak berusahatani secara efisien. Karena hal-hal tersebut maka kemungkinan kondisi persamaan yang dapat ditemui sebagai berikut : a. NPMXi/BKMXi > 1 ; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien. b. NPMXi/BKMXi < 1 ; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien. 3.1.3. Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi (Soekartawi, 1991). Pendapatan yang nilainya positif disebut juga keuntungan. Sedangkan pendapatan yang nilainya negatif disebut kerugian. Biaya usahatani atau pengeluaran usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap atau biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh (Rahim dan Hastuti, 2007).
Secara matematis pendapatan usahatani dirumuskan sebagai berikut. π = TR – TC TR = Y . PY TC = FC + VC Dimana : π
: pendapatan usahatani
TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost) FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variabel (variable cost) Y
: produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
PY : harga output 3.1.3.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) Soekartawi (1991) mendefinisikan R/C ratio sebagai perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien. Analisis Revenue Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) : a
= R/C
R
= PY . Y
C
= FC + VC
a
= PY . Y / (FC + VC)
Dimana : a
: R/C ratio
R
: penerimaan (revenue)
C
: biaya (cost)
PY : harga output Y
: output
FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variabel (variable cost) Kriteria keputusan : R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi R/C = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi) 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perusahaan penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera merupakan salah satu usaha peternakan dengan skala usaha cukup besar di Jawa Barat yang turut berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Dalam melakukan kegiatan usahanya, hasil produksi utama perusahaan ini adalah sapi potong yang telah melalui masa pemeliharaan sehingga bobot badannya menjadi lebih besar dan daging yang dihasilkan pun menjadi lebih banyak. Untuk memperoleh hasil produksi tersebut, diperlukan beberapa faktor produksi yang dapat menunjang output yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi berupa sapi potong, adalah sapi bakalan, konsumsi pakan konsentrat, dan konsumsi pakan hijauan. Sapi potong
dan sapi bakalan dihitung berdasarkan bobot badan dari ternak sapi. Faktor-faktor produksi tersebut kemudian diuji secara statistik agar diketahui faktor produksi mana yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Kebutuhan daging sapi yang tinggi sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan protein hewani menyebabkan perlunya analisis efisiensi produksi dari suatu perusahaan yang dapat menghasilkan daging sapi. Analisis efisiensi produksi dilakukan untuk mengetahui apakah produksi berada pada tingkat efisien atau tidak. Produksi yang berada pada tingkat efisien dapat menunjukkan hasil produksi yang optimal dimana produksi optimal tersebut dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Efisiensi produksi dapat diketahui melalui efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis dapat dilihat melalui nilai elastisitas produksi dari tiap-tiap faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi. Efisiensi teknis tercapai jika nilai elastisitas produksi berada antara nol dan satu, yang artinya peternak telah mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dicapai hasil yang optimal. Sedangkan efisiensi ekonomis dapat dilihat melalui nilai NPM (nilai produk marjinal) dan BKM (biaya korbanan marjinal) dari faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi. Efisiensi ekonomis tercapai jika nilai NPM = BKM, artinya faktor produksi yang digunakan telah mencapai tingkat optimal sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Selain efisiensi produksi, diperlukan juga analisis pendapatan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Penggunaan faktorfaktor produksi dalam kegiatan usaha tentunya membutuhkan biaya (cost). Selain itu diperlukan juga biaya lain yang dikeluarkan perusahaan dalam menunjang
proses produksinya. Biaya tersebut dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Hasil produksi yang diperoleh perusahaan akan menghasilkan penerimaan. Selisih antara penerimaan dan biaya tersebut merupakan pendapatan yang diperoleh perusahaan. Disamping itu akan dilihat juga bagaimana R/C ratio yang merupakan perbandingan antara penerimaan yang diterima perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Melalui R/C ratio ini dapat diketahui apakah setiap rupiah yang dikeluarkan perusahaan akan memberikan penerimaan yang lebih besar dari biaya tersebut atau tidak. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika R/C ratio lebih besar dari satu. Semakin besar R/C ratio maka semakin bagus. Permintaan daging yang tidak akan berakhir, malah semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat yang tentunya memerlukan pemotongan sapi secara kontinu. Untuk itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai keberlanjutan usaha agar dapat memenuhi kebutuhan daging sapi tersebut, dilihat dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan. Selain itu, penanganan limbah peternakan kedepannya juga perlu dikaji agar tercipta lingkungan yang baik. Analisis keberlanjutan usaha yang juga dimaksudkan agar usaha dapat terus berjalan ini akan dijelaskan secara deskriptif. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan dalam mengelola usahanya sehingga dapat melakukan produksi dengan optimal dimana produksi optimal dari suatu usaha peternakan nantinya dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri
serta membantu agar usaha dapat terus dijalankan dengan baik. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3. Perusahaan Penggemukan Sapi Potong Faktor-faktor Produksi (Xi) Sapi bakalan Pakan konsentrat Pakan hijauan Hasil Produksi (Yi) Sapi potong
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Uji Statistik Faktor-faktor Produksi yang Berpengaruh
Analisis Keberlanjutan Usaha
Biaya TCi = PXi . Xi TC = Σ TCi
Analisis Efisiensi Produksi
Efisiensi Teknis
Ketersediaan bahan baku dan pengelolaan limbah dimasa yang akan datang
Efisiensi Ekonomis
Analisis Pendapatan
Pendapatan π = TR - TC
Alokasi faktor-faktor produksi optimal
Rekomendasi
Keterangan :
Penerimaan TRi = PYi . Yi TR = Σ TRi
hubungan tidak langsung hubungan langsung
Sumber : Penulis (2010)
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
R/C Ratio
Tingkat keuntungan usaha peternakan