III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran,
Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi ekonomi. Metode valuasi ekonomi meliputi pendekatan produktivitas, modal manusia, biaya kesempatan, nilai hedonis, biaya perjalanan, dan kesediaan membayar atau menerima ganti rugi kerusakan. 3.1.1. Ekonomi Pencemaran Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi konvensional, dampak dari limbah tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan ke dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut bukan saja syarat bagi optimalisasi produksi dan konsumsi tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh si penerima dampak (Fauzi, 2004). Menurut Fauzi (2004), pencemaran dalam perspektif biofisik diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity) media lingkungan seperti air, tanah, dan udara.
Pada kasus pencemaran air oleh para pengrajin tahu, pencemaran ini menimbulkan eksternalitas negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk mengatasi dampak yang terus berlangsung dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, pengrajin harus melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan melalui pembangunan pengolahan limbah. Para pengrajin yang akan melakukan pengolahan limbah cair akan menghasilkan sejumlah biaya dan juga sejumlah manfaat yang akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan oleh pihak lain yang tidak ikut dalam upaya pengolahan limbah. Dari perspektif ekonomi pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat (Fauzi, 2004). 3.1.2. Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan. CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963. Nilai ekonomi yang didapat merupakan hasil pengukuran pada hubungan fungsi kepuasan dengan konsep Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA). Contingent Valuation Method dipergunakan untuk mengestimasi nilai amenity atau estetika lingkungan yang merupakan public goods. Tujuan dari CVM yaitu untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang ditanyakan (Hanley, 1993).
22
Manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap nilai dari suatu sumberdaya. Mereka melakukan penilaian sesuai manfaat yang dapat mereka peroleh dari mengonsumsi sumberdaya tersebut. Pengertian nilai khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan dapat dipandang berbeda dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu diperlukan persepsi yang sama untuk penilaian sumberdaya tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama sebagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan melakukan pemberian price tag pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan kata lain kita dapat memperoleh apa yang disebut dengan nilai ekonomi sumberdaya alam . Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Dengan kata lain konsep nilai ekonomi dapat dikatakan sebagai keinginan seseorang untuk membayar atau dikenal dengan istilah willingness to pay seseorang untuk membayar suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan mengorbankan barang dan jasa yang ia miliki (Fauzi, 2004). Aplikasi penggunaan CVM dapat diuraikan menjadi enam tahapan (Hanley, 2003) yaitu : 1.
Membangun pasar hipotetik Pasar hipotetik dibangun dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang isu yang terkait dengan barang lingkungan.
2.
Mengukur besaran WTP Setelah pasar hipotetik dibangun maka pertanyaan mengenai barang lingkungan dapat ditentukan dan WTP dari tiap individu akan didapat.
23
Terdapat beberapa metode di dalam memperoleh besaran WTP diantaranya: Permainan penawaran (Bidding Game) Close-ended question Payment card Open ended question Delphi methods 3.
Mengestimasi rataan WTP Setelah nilai WTP tiap individu diperoleh maka dibuat rata-rata WTP dari keseluruhan nilai WTP yang ada.
4.
Mengestimasi kurva penawaran Kurva penawaran dapat diestimasi dari nilai WTP yang diperoleh. Dalam hal ini nilai WTP dijadikan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Contohnya, nilai WTP yang ada dipengaruhi oleh pendapatan (Y), pendidikan (E), umur (A), dan jumlah kualitas lingkungan yang ada (Q),maka model persamaannya adalah: WTPi = f(Yi, Ei, Ai, Qi)
5.
Agrerasi data Agrerasi menunjukkan proses dimana rataan penawaran dikonversikan ke dalam nilai angka total populasi
6.
Mengevaluasi penggunaan CVM Tahap ini dilakukan untuk melihat keberhasilan dari penerapan CVM menggunakan beberapa indikator yang digunakan oleh peneliti
24
3.1.3. Eksternalitas Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh kepada pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan sempurna tidak dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi. Dalam hal eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto, 2000) Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif maupun negatif) dari suatu kegiatan (baik konsumsi maupun produksi) terhadap suatu pihak yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi suatu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi, 2004) Eksternalitas juga merupakan efek dari aktivitas ekonomi dari satu pihak ke pihak lain yang tidak diperhitungkan ke dalam sistem harga. Definisi ini menekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu pelaku dari pelaku lainnya. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pihak lain dan tidak
25
ada kompensasi yang dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut1. 3.1.4. Biaya Produksi Menurut Suhartati dan Fathorrozi (2003), biaya produksi merupakan biaya yang digunakan suatu faktor produksi untuk memproduksi suatu komoditi merupakan nilai dari kesempatan (opportunity) dari penggunaan faktor ini untuk kegiatan lain. Biaya dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, artinya mengaitkan antara pengeluaran yang harus dibayar dengan produk atau output yang dihasilkan. Berdasarkan pembagian ini, biaya dikelompokkan menjadi: 1.
Biaya tetap Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan
2.
Biaya variabel Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu, untuk pembayaran input variabel yang digunakan dalam proses produksi
3.
Biaya total Merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan variabel dalam proses produksi
1
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2 Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=intern alisasi+biaya+eksternaljuarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
26
Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diturunkan dari fungsi biaya total yaitu: 1.
Biaya tetap total Didefinisikan sebagai total semua biaya yang tidak berubah mengikuti perubahan output, bahkan apabila output sama dengan nol
2.
Biaya variabel total Total semua biaya yang berubah seiring perubahan output dalam jangka pendek Selain biaya-biaya di atas juga terdapat biaya variabel rata-rata, biaya total
rata-rata, dan biaya marginal. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel total dibagi dengan jumlah unit keluaran, biaya total rata-rata merupakan biaya total dibagi dengan jumlah output, sedangkan biaya marginal merupakan kenaikan biaya total karena memproduksi satu unit tambahan output (Case dan Fair, 2003). 3.1.5. Konsep Metode Valuasi Ekonomi Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (Human Capital) atau pendekatan nilai yang hilang dan pendekatan biaya kesempatan (Opportunity Cost). Pendekatan non pasar dapat dilakukan melalui metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya perjalanan (Travel Cost), metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima (Contingent Valuation), dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al., 2007)
27
3.1.5.1. Pendekatan Produktivitas Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan digunakan untuk memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan harga pasar yang sesungguhnya. Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pendekatan produktivitas ini, yaitu (a) Perubahan Produktivitas, yaitu teknik yang menggunakan nilai pasar yang ada dari suatu SDA, maka dapat diketahui nilai total dari sumberdaya tersebut. Kuantitas SDA dipandang sebagai faktor produksi. Perubahan dalam kualitas lingkungan mengubah produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur, (b) Biaya Pengganti atau Replacement Cost, yaitu teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai atau mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas lingkungan yang menurun atau karena praktek pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan dari suatu perubahan, (c) Biaya Pencegahan atau Prevention Cost, yaitu apabila nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, maka pendekatan ini baik pengeluaran aktual maupun potensi pengeluaran, dapat dipakai. Melalui teknik ini, nilai lingkungan dihitung berdasarkan hal-hal yang disiapkan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan terrassering untuk mencegah terjadinya erosi di dataran tinggi ((Dhewanthi, et al., 2007) . 3.1.5.2. Pendekatan Modal Manusia (Human Capital) Pendekatan ini sedapat mungkin dapat menggunakan harga pasar sesungguhnya ataupun dengan harga bayangan. Hal ini terutama dapat dilakukan
28
untuk memperhitungkan efek kesehatan dan bahkan kematian dapat dikuantifikasi harganya di pasar. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu : (a) Pendekatan Pendapatan yang Hilang, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan berdampak pada kesehatan manusia, (b) Biaya Pengobatan, yaitu dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada kesehatan, yaitu
menyebabkan
sakit
bahkan
kematian,
(c)
Keefektifan
Biaya
Penanggulangan, yaitu pendekatan yang digunakan apabila perubahan kualitas lingkungan tidak dapat diduga nilainya namun dipastikan bahwa tujuan penanggulangannya penting (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.3. Pendekatan Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan atau pendapatan yang hilang dari penggunaan SDA dapat digunakan sebagai pendekatan. Pendekatan ini dugunakan untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk melestarikan suatu manfaat dan bukan untuk memberikan nilai besaran manfaat ekonomi yang harus dikorbankan jika terjadi perubahan sehingga kualitas lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.4. Pendekatan Nilai Hedonis (Hedonic Pricing) Pendekatan ini merupakan pendekatan kedua setelah pendekatan dengan harga pasar untuk menilai kualitas lingkungan, karena seringkali ditemui keadaan yang sangat sulit untuk mendapatkan harga pasar atau harga alternatif. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan nilai properti (Property Value Method). Pendekatan ini merupakan suatu teknik penilaian lingkungan berdasarkan atas
29
perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi bahwa perbedaan
ini
disebabkan
oleh
perbedaan
kualitas
lingkungan.
Untuk
mendapatkan harga didasarkan atas kesanggupan orang untuk membayar lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak lagsung bentuk kurva permintaan sehingga nilai perubahan kualitas lingkungan dapat ditentukan (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.5. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost) Pendekatan ini menggunakan biaya transportasi atau biaya perjalanan terutama untuk menilai lingkungan pada objek-objek wisata. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan dan waktu yang dikorbankan para wisatawan menuju objek itu dianggap sebagai nilai lingkungan yang dibayar oleh wisatawan (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.6. Pendekatan Kesediaan Membayar atau Menerima Ganti Rugi (Contingent Valuation Method) Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki pasar, misal jasa keindahan. Metode ini menggunakan pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam tersebut tidak rusak. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai guna dan nilai non guna. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan preferensi karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar kepedulian mereka terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat manfaatnya yang besar bagi semua pihak sehingga upaya pelestarian diperlukan agar tidak kehilangan manfaat itu (Dhewanthi, et al., 2007).
30
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Tahu dalam proses produksinya akan menghasilkan produk berupa tahu itu
sendiri, produk sampingan atau limbah yang berupa limbah padat dan limbah cair tahu. Tahu yang dihasilkan kemudian dijual kepada konsumen, produk sampingan berupa limbah cair tahu secara langsung akan dibuang ke sungai atau ke badanbadan air lainnya, dan ampas tahu yang merupakan limbah padat akan diolah kembali menjadi keripik ampas tahu, pakan ternak, atau bahan baku bagi industri lainnya. Sebagian besar dari para pengrajin tahu membuang produk sampingan mereka ke sungai atau badan air lainnya tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang dibuang langsung ke sungai memiliki dampak yang buruk bagi para pengguna air tempat limbah cair itu dibuang. Kandungan yang terdapat di dalam limbah cair dapat menimbulkan penyakit bagi para pengguna air serta bau yang dihasilkan sangat mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, bahan-bahan organik yang terkandung dalam air buangan tersebut memiliki konsentrasi COD berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-52. Beberapa faktor yang mendasari para pengrajin tahu membuang limbah ke sungai tanpa pengolahan telebih dahulu diantaranya adalah karena kurangnya 2
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commi t=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
31
kesadaran mengenai pentingnya melestarikan kualitas air serta pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan apabila mereka membuang limbah ke sungai, serta mahalnya biaya pembangunan pengolahan limbah yang membuat mereka sangat berat untuk membangun pengolahan limbah karena akan berimplikasi pada kenaikan biaya produksi yang akan menurunkan tingkat penerimaan dan keuntungan mereka. Aktivitas dari proses produksi tahu memberikan eksternalitas bagi masyarakat yang kemudian dapat menimbulkan biaya eksternal bagi masyarakat yang terkena dampaknya seperti biaya kesehatan dan biaya penurunan produktivitas pertanian. Salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas adalah dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara membangun pengolahan limbah cair menjadi biogas. Proses pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya pembangunan ini yang ditanggung oleh para pengrajin tahu. Sebelumnya biaya eksternal tidak dimasukkan ke dalam struktur biaya produksi dan ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak dari pembuangan limbah ke sungai tanpa melalui pengolahan, namun setelah dilakukannya internalisasi, biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat kini ditanggung oleh pengrajin tahu. Pemerintah dalam menanggapi dampak yang berbahaya dari limbah yang dibuang langsung ke sungai menetapkan beberapa kebijakan mengenai pembangunan sistem pengolahan limbah. Salah satu pengolahan limbah yang dapat diadopsi oleh para pengrajin tahu yaitu pengolahan limbah cair menjadi biogas. Pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas atau IPAL yang
32
menggunakan limbah cair tahu sebagai bahan baku dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan, selain itu pembuatan IPAL juga dapat menciptakan energi alternatif yaitu pengganti bahan bakar seperti kayu bakar dan minyak tanah. Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu di Desa Kalisari, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengestimasi biaya eksternal dengan menggunakan metode change in productivity approach, replacement cost, dan biaya kesehatan, metode biaya produksi untuk mengestimasi biaya produksi setiap pengrajin tahu berdasarkan skala produksi tertentu, metode biaya produksi dan harga pasar untuk mengestimasi nilai manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal, metode willingness to pay untuk mengestimasi tingkat kesediaan petani untuk membayar biaya pengolahan limbah.
33