II. TINJA AUAN
P PUSTAKA A
2.1. Kayu Merbau 2.1.1 Risalaah kayu Merrbau Kayu Merbau M mem mpunyai nam ma botanis ln ntsia sp., fam mili Caesalp piniaceae (terutama lnntsia bijuga 0. 0 Ktze dan lntsia palem mbanica Miqq.) dengan beberapa nama daeraah antara laiin Marbau, Merbau, Merbo, M Taritiih, Marbon, Merbau Asam, Merbbau Darat, Merbau Paantai dan laiin-lain. Di Papua New w Guinea (PNG), dik kenal tiga jeenis merbauu, yaitu Intssia bijuga, I. palembannica dan I. acuminata a (Tokede et e al., 2006). Beberap pa daerah di d Papua m memberi nam ma lokal yaang berbedaa, seperti Rang/Tangiibe (Skou-JJayapura), Pakvem (N Njou-Jayapuura), Babriee babilli (Sentani-Jayyapura), Batt (Kemtoek-JJayapura), Djem D (Hattam m-Manokwaari), Plam (Amberbakeen-Manokwaari), Paseh (Asmat-Merauke), Ossa (Waropeen-Serui), Kaboei (Numfor-Biak) (Dishut, 19776). Pohon Merbau meenyebar di Sumatera, Kalimantan K dan Sulaweesi, Jawa Barat, Jawaa Tengah, Maluku, N Nusa Tengggara Timur dan Papuaa dengan Habitus : tiinggi pohonn dapat menncapai 40 m dengan paanjang batanng bebas cabang 4-300 m, dan diaameter samppai 100 cm, tinggi banirr sampai 4 m dengan lebar sampaai 4 m. Kulitt luar berwarrna kelabu, kelabu coklaat, coklat muda m atau merah mudda, beralur dangkal pada p I. bij ijuga dan tidak berallur pada I. palembannica, mengeelupas sedikkit sampai banyak, b besaar dan tebaal, sedikit bergetah beerwarna hitam m atau meraah tua (Marttawijaya et al., 1989) . Adapun tekstur kayuu dan daun Merbau M ditam mpilkan padaa Gambar 1.
Sumber : Marrtawijaya et al., 1989
Gambar 1 Tekstur kayu dan daun Merbau. M 4
Kayu merbaau di Papua tersebar t ham mpir merata di d sekitar wiilayah kepalaa burung, wilayah baggian utara dan d sebagiann pada wilaayah tengah pulau Papuua seperti yang dipetaakan oleh World W Wildliffe Fund (W WWF) Regioon Sahul Pappua pada tahun 2006 (Gambar 2)..
Keteraangan : Penyebaran P M Merbau
Sumber : WW WF Region Sahuul Papua (20066).
Gambar 2 Penyebaran Kayu Merbau di Papua.. wa di Papua persediaann tegakan Tokedee et al., (20006) menyattakan bahw tingkat pohoon jenis merrbau di hutann alam produ uksi rata-rataa sebesar 9 pohon p per hektar denngan potensi volume 244,38 m3 peer hektar. Kerapatan K poohon inti rata-rata lim ma pohon perr hektar (4,69 m3 per heektar) dan ppohon masaak tebang rata-rata em mpat pohon per hektar (19,69 m3 per hektar)), bila diban ndingkan dengan dataa potensi pohon jenis koomersial pad da hutan prim mer yang diilaporkan oleh Rachm man (2003), dimana pohhon inti rataa-rata 37 pohhon/ha (26,116 m3 per hektar) dan pohon massak tebang rrata-rata 10 pohon/ha (333,11 m3 peer hektar) maka poten nsi pohon inti i merbau sekitar 13,5 52 % dan ppohon masaak tebang merbau sekiitar 40 % daari potensi pohon p jenis komersial. Lebih lanjut l Tokedde et al., (22006) menyyatakan pulaa bahwa peersediaan tegakan maasak tebang jenis merbaau di alam masih terseedia cukup. Sebagai gambaran, berdasarkann luas areal konsesi HPH yang belum b ditebaang hasil 5
redesain seluas 5,1 juta ha potensi masak tebang merbau di alam rata-rata 19,69 m3 per hektar, maka potensi yang tersedia sebesar 101 juta m3. Berdasarkan data potensi kayu merbau di beberapa IUPHHK yang beroperasi di beberapa kabupaten di Papua, potensi kayu merbau untuk pohon kelas diameter di atas 50 cm berkisar 1,95-34,43 m3 per hektar (Tabel 1). Dinas Kehutanan Provinsi Papua sendiri menyatakan bahwa rata-rata potensi kayu merbau adalah 17 m3 per hektar. Tabel 1 Potensi Kayu Merbau di beberapa kabupaten di Provinsi Papua No
Kabupaten/ IUPHHK
Kabupaten Keerom 1. PT. Risana Indah Fotest Ind. 2. PT. Hanurata Jayapura II Kabupaten Sarmi 1. PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II 2. PT. Bina Balantak Utama III Kabupaten Waropen 1. PT. Wapoga Mutiara Timber Unit III IV Kabupaten Nabire 1. PT. Jati Dharma Indah V Kabupaten Mimika 1. PT. Dyadini Timber 2. PT. Alas Tirta Kencana VI Kabupaten Teluk Bintuni 1. PT. Rimba Kayu Arthamas 2. PT. Yotefa Sarana Timber VII Kabupaten Kaimana 1. PT. Centrico VIII Kabupaten Fak fak 1. PT. Hanurata Fak fak IX Kabupaten Manokwari 1. PT. Megapura Mambramo Bangun X Kabupaten Sorong 1. PT. Hanurata Unit Salawati 2. PT. Intimpura Timber
Pohon berdiameter > 50 cm N (Pohon/Ha)
V (m3/Ha)
2,00 4,69
9,42 19,45
3,43 6,44
15,29 31,08
0,73
1,95
2,32
11,18
13,96 0,80
34,43 2,80
4,48 2,00
17,34 9,94
4,40
21,53
1,78
12,21
6,52
26,68
3,72 1,59
16,38 5,42
I
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Papua 2008.
6
2.1.2 Sifat dasar dan pengerjaan kayu merbau Kayu Merbau tergolong kayu berat, sangat keras, sangat kuat dan sangat awet. Berat jenis kayu kering udara 0,66 – 0,85 atau 800 – 900 kg per m3 dan 515 -1.040 kg per m3, sehingga jenis merbau digolongkan sebagai kayu tenggelam (Sinkers). Kelas kuat I – II, sehingga mampu menahan beban yang berat. Kelas Awet I, dengan ketahanan terhadap serangan jamur dan serangga perusak kayu yang tinggi hingga tahan untuk pemakaian jangka panjang baik di luar maupun di dalam bangunan. Kayu Merbau mudah kering dengan kembang kerut yang sangat rendah, mudah dikerjakan, daya pagut terhadap paku maupun sekrup sangat baik, namun perlu dibor terlebih dahulu (Tokede et al., 2006). Dalam pengerjaannya kayu merbau umumnya tidak sulit digergaji, dapat diserut dengan mesin sampai halus dan dapat dipelitur dengan memuaskan. Namun jenis kayu ini biasanya pecah jika dipaku dan dapat menimbulkan noda hitam jika berhubungan dengan besi atau terkena air. Kayu I. palembanica menunjukkan sifat pemesinan berupa pemboran, pembuatan lubang persegi dan pengamplasan yang sangat baik,
penyerutan dan
pembentukan yang baik sampai sangat baik, serta dapat dibubut dengan hasil sedang sampai baik. Sementara itu kayu I. bijuga dapat diserut, dibor, dibuat lubang persegi, dibentuk dan diamplas dengan hasil yang sangat baik, tetapi pembubutan akan memberi hasil yang buruk (Martawijaya et al., 1989). 2.1.3 Produk kayu merbau Secara tradisional masyarakat Papua telah menggunakan kayu merbau sebagai material dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari alat makan sampai material untuk membangun rumah tinggal. Beberapa suku di Papua seperti Suku Asmat dan Amugme di Agats dan Timika telah menggunakan kayu merbau sebagai media untuk mengekspresikan kemampuan seni ukir mereka untuk menghasilkan ukiran patung dan ornamen lainnya, seperti pada Gambar 3.
7
Sumber : www w.janeresture.com dan www. internetlinkmaarket.com.
Gambar 3 Patung P Asmaat dan ornam men Asmat. Tokede et al., (20 006) menyaatakan bahw wa kayu m merbau dalaam cocok untuk bahann konstruksi,, baik kontruuksi ringan maupun m konttruksi berat, dan juga dapat digun nakan untukk konstruksi di bawah atap bangunnan maupunn di luar, bahkan ditaanam sekallipun.
Kayyu merbau juga cocook untuk konstruksi k
bangunan aiir. Secara spesifik s kayuu merbau co ocok untuk bberbagai pen nggunaan seperti lanttai, kusen, jendela, pinntu, tanggaa, jembatan,, tiang paggar, tiang pelabuhan, alas jembbatan, veneeer (untuk core) daan furnitur.. Dalam u merbau bannyak diperdaagangkan perdagangann internasionnal belakanggan ini kayu dalam bentu uk flooringg/parquet ddan mouldin ng. Pada beeberapa situss internet j juga menaw warkan venneer kayu merbau. Beberapa B prroduk kayu merbau ditampilkann pada Gambbar 4.
Sumber : ww ww.spec-net.coom, www.kellyyremodeling.coom dan ww ww.woodenfloo oringsales.co.uuk .
Gambar 4 Kayu K merbauu sebagai deeck, komponen tangga ddan flooringg. 2.2. Industri Hasil Huttan Kayu Ijin Ussaha Industrri Primer H Hasil Hutan n Kayu (IUIIPHHK) addalah ijin industri pen ngolahan kaayu bulat daan atau bah han baku serrpih menjad di barang setengah jadi atau barang jaddi (Kepmen nhut No. 326/KPTS--II/2003). 8
Berdasarkan kapasitas terpasangnya industri pengolah kayu diketegorikan dalam tiga kelas yaitu : Industri Kecil (kapasitas < 2.000 m3), Industri Sedang (kapasitas 2.000 – 6.000 m3) dan Industri Besar (kapasitas > 6.000 m3). Untuk kayu merbau ijin industri pengolahan yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom adalah Ijin Penggergajian. 2.2.1 Penggergajian Penggergajian adalah proses mengolah kayu bulat untuk menghasilkan kayu gergajian dengan menggunakan gergaji.
Secara garis besar proses
penggergajian adalah kegiatan membelah dan memotong kayu. Dimana alat utama dari penggergajian adalah headrig dan resaw. Proses pengolahan kayu secara ringkas dimulai saat kayu bulat dibelah pada headrig yang bisa berupa circular saw atau bandsaw dan selajutnya dibentuk sesuai ukuran dimensi hasil akhir kayu gergajian yang diinginkan pada proses berikutnya yaitu resaw (Walker, 2006). Lebih
lanjut
Walker
(2006),
menyatakan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi perancangan penggergajian yaitu: 1.
Bahan baku yang berkaitan dengan jenis, kualitas, jumlah persediaan, dan perkiraan ukuran kayu bulat,
2.
Permintaan pasar yang berkaitan dengan jenis, kualitas, jumlah produksi,
3.
Lokasi, pilihan lokasi paling baik dibangun dekat dengan sumber bahan baku, dimana ini akan mengurangi biaya pengangkutannya dengan pertimbangan lain sebaiknya dibangun ditepi sungai atau poros jalan utama sehingga memudahkan akses masuk kayu bulat dan pengiriman kayu olahan, dan
4.
Modal, modal akan membatasi rancangan sebuah penggergajian berkaitan dengan kapasitas penggergajian, jenis gergaji yang dipakai, tingkat otomatisasi peralatan dan kengkapan lainnya yang secara langsung akan menpengaruhi efisiensi penggergajian itu. Berdasarkan dimensi ukuran produk, kayu gergajian dibagi menjadi tujuh
kelas sortimen (SNI 1999) seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Sortimen Kayu Gergajian No. 1 2 3 4 5 6 7
Sortimen Papan lebar (Boards ) Papan tebal (Planks ) Papan sempit (Narrow boards ) Papan lis (Strips ) Balok (Baulk ) Broti (Scantlings ) Kayu gergajian pendek (Shorts )
Tebal (cm) < 5,0 > 5,0 < 5,0 < ½ lebar > 10 > ½ lebar -
Lebar > 15 > 15 10 - < 15 < 15 > 20 -
Keterangan tebal < ½ lebar berhati Panjang < 1 m
-) Tidak dipersyaratkan Sumber : SNI 01-5008.1-1999
2.2.1.1 Bahan baku Hariadi (1989), menyatakan bahwa perusahaan penggergajian adalah salah satu perusahaan material intensive, yang
mana tingginya biaya produksi
sebagian besar diakibatkan tingginya biaya pengadaan bahan baku. Data dari 11 unit penggergajian Perum Perhutani Unit I dan II menunjukkan bahwa biaya pengadaan bahan baku rata-rata mencapai 82,4% dari biaya produksi tidak tetap (variabel cost). 2.2.1.2 Teknik penggergajian Walker
(2006)
menyatakan
penggergajian
dapat
dikelompokkan
berdasarkan sumber bahan baku yang digunakan, kapasitas produksinya, type alat yang digunakan untuk membelah kayu bulat, dan tingkat otomatisasi. Setiap penggergajian memiliki ciri khas yang membedakan satu dengan yang lain,
karenanya tidak ada desain baku
suatu penggergajian.
Setiap
penggergajian dibangun dengan tujuan memberikan efisiensi operasional yang tinggi dan menguntungkan dimana hal ini dapat dicapai hanya bilamana perancangan penggergajian dilakukan dengan baik dan dikelola dengan benar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi suatau penggergajian yaitu jenis peralatan yang dipakai, lay out peralatan, bahan baku, produk akhir dan kemampuan sawdoctor. Faktor terpenting suatu penggergajian yang efisien adalah pengetahuan dan pengalaman sawdoctor, lebih lanjut khususnya kemampuan sawdoctor dalam mempertimbangkan sejumlah interaksi faktorfaktor seperti material gergaji, ketajaman gigi gergaji, kecepatan masuknya 10
bahan baku (feeding speed), kecepatan gergaji, tegangan gergaji dan lebar gergaji. Penggergajian akan berjalan dengan efisien hanya bila mana keseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi penggergajian dioptimalkan, sehingga akan meminimumkan penggunaan energi, produk yang dihasilkan berkualitas, dan produktifitas yang tinggi. Bowyer et al., 2003, menyatakan cara terbaik untuk mengukur efisiensi suatu penggergajian adalah dengan membandingkan volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan volume input kayu bulat, yang disebut LRF (Lumber recovery faktor) atau rendemen kayu gergajian. Lebih lanjut ditambahkan bahwa efisiensi penggergajian dapat ditingkatkan dengan menerapkan beberapa hal penting berikut ini : 1.
Mengurangi tebal potongan gigi gergaji (kerf),
2.
Mengurangi variasi ketebalan yang memungkinkan terjadi ketebalan melebihi ukuran yang diinginkan,
3.
Membuat keputusan keakuratan posisi membelah untuk tiap-tiap kayu bulat yang optimum sesuai ukuran kayu olahan yang akan dihasilkan. Secara umum jenis gergaji yang banyak dipakai adalah circular saw dan
band saw, adapun perbandingan kelebihan dan kelemahan keduanya disajikan sebagai berikut : Tabel 3 Perbandingan circular saw dan band saw No 1
2 3
4
Circular saw Circular saw dengan diameter antara 0,9-1,5 m dapat membelah kayu bulat dengan diameter sampai dengan 0,9 m. Jika kayu yang akan dibelah lebih besar maka dilakukaan penambahan Circular saw kedua diatas yang pertama. Lebar keratan gergaji (Kerf) berkisar 4,8-9,5 mm. Akurasi penggergajian kurang baik karena keratan gergaji yang lebar
Band Saw Hampir semua kelas diameter kayu bulat dapat dibelah dengan menggunakan gergaji ini.
Lebar keratan gergaji (Kerf) berkisar 3,2-4,8 mm. Akurasi penggergajian lebih baik karena lebar keratan gergaji yang lebih tipis. Serbuk gergaji yang dihasilkan Serbuk gergaji yang dihasilkan lebih banyak sedikit
Sumber: Bowyer et al., (2003) dan Walker (2006).
11
Juga ditambahkan, bahwa investasi awal dan biaya pemeliharaan band saw lebih mahal dibandingkan circular saw namun kecepatan menggergaji band saw lebih lambat dibanding circular saw. Satu kemajuan dalam peningkatan efisiensi penggergajian pada saat ini adalah dengan menggunakan alat pemindai kayu bulat (electronic log scanners) yang dilengkapi komputer untuk mengukur dan menentukan posisi pemotongan pertama serta pola penggergajian. Perpaduan alat pemindai ini dapat meningkatkan
volume
kayu
gergajian
yang
meningkatkan efisiensi penggergajian tersebut.
dihasilkan
yang
berarti
Pada saat penggergajian
dilakukan, bantuan sinar laser memberi tanda garis lurus sepanjang kayu bulat yang akan menuntun operator gergaji meluruskan posisi gergaji sehingga hasil pengergajian akan lebih baik (Walker, 2006). Departemen Kehutanan dalam surat Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, No. S.948/VI-BPPHH/2004 tanggal : 26 Oktober 2004, menyatakan rendemen kayu olahan yang dihasilkan dari proses penggergajian dengan bahan baku kayu bulat dari hutan alam berkisar 53-72%. 2.2.1.3 Produksi dan ekspor Dalam perdagangan internasional Kayu gergajian masuk dalam kategori HS 4407 (Wood Sawn Or Chipped Lengthwise, Sliced Or Peeled, Whether Or Not Planed, Sanded Or Finger-Jointed). Total volume produksi dan nilai ekspor kayu gergajian Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan 2006 disajikan pada Tabel 4 . Tabel 4 Perkembangan produksi dan nilai ekspor kayu gergajian Indonesia No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
3 Produksi (m ) Nilai Ekspor (US$)
623.495 762.604 432.967 1.471.614 679.247
124.753.559 85.839.013 26.876.307 3.408.881 37.008.627
Sumber : Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2007.
12
2.2.2 Woodworking Industri woodworking merupakan proses pengolahan kayu lanjutan, di mana kayu gergajian akan diproses lebih lanjut menjadi produk akhir, bisa berupa furnitur, flooring atau produk lainnya sehingga kayu mempunyai nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk setengah jadi atau kayu bulat. Industri ini mensyaratkan ketersediaan sumber daya manusia dengan kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri penggergajian. Ini dikarenakan produk yang dihasilkan sangat luas dan lebih spesifik
dan
seringkali didasarkan pada permintaan konsumen. Salah satu Industri woodworking yang ada adalah Industri permebelan dan kerajinan di mana industri ini didominasi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan sistem industri rumahan yang bekerjasama dengan industri industri besar. Penyerapan tenaga kerja per US$ 100 investasi adalah yang terbanyak diantara seluruh sektor industri kehutanan (Manurung et al., 2007). 2.2.2.1 Bahan baku Bahan baku proses produksi woodworking sangat beragam baik dari segi jenis maupun ukuran. Ini dikarenakan produk yang dihasilkan sangat beragam mulai dari kerajinan kayu, furnitur, pintu, jendela dan lain sebagainya. Dari alternatif industri pengolahan kayu, woodworking sangat fleksibel dalam hal persyaratan bahan baku. Kebutuhan bahan baku kayu industri furnitur dan kerajinan adalah sekitar 7 – 7,5 juta meter kubik per tahun yang umumnya dari jenis kayu jati, mahoni, pinus, akasia, gmelina, durian, mangga, mbacang, kuweni, bungur, sonokeling, mindi, waru, kayu karet dan sebagian kecil kayu-kayu yang berasal dari hutan alam, seperti meranti, nyatoh, bangkirai dan kempas (Manurung et al., 2007). 2.2.2.2 Teknik pengolahan Pokok kegiatan yang dilakukan di dalam sebuah proses woodworking adalah
memotong,
melubangi dengan bor, penghaluskan dengan amplas,
perakitan, pengecatan dan packing. Adapun proses baku tiap-tiap woodworking tergantung pada produk yang akan di hasilkan, bahan baku yang tersedia dan standar kualitas produk yang akan dihasilkan. 13
2.2.2.3 Produksi dan ekspor Produk yang dihasilkan woodworking sangat luas,
dalam Harmonized
System (HS) berdasarkan jenis komoditi perdagangan internasional, produk woodworking masuk dalam beberapa kategori yaitu : 1.
HS 4413: Densified Wood, In Blocks, Plates, Strips Or Profile Or Similar Objects,
2.
HS 4414: Wooden Frames For Paintings, Photographs, Mirrors Or Similar Objects,
3.
HS 4415: Packing Cases, Boxes, Crates, Drums And Similar Packings, Of Wood; Cable-Drums Of Wood; Pallets, Box,
4.
HS 4416: Coasks, Barrels, Vats, Tubs And Other Coopers`Products And Parts Thereof, Of Wood, Including Stav,
5.
HS 4417: Tools, Tool Bodies, Tool Handles, Broom Or Brush Bodies And Handles, Of Wood; Boot Or Shoe Lasts And,
6.
HS 4418: Builders` Joinery And Carpentry Of Wood, Including Cellular Wood Panels, Assembled Parquet Pnales S,
7.
HS 4419: Tableware And Kitchenware, Of Wood,
8.
HS 4420: Wood Marquetry And Inlaid Wood; Caskets And Cases For Jewellery Or Cutlery, And Similar Articles,
9.
HS 4421: Other Articles Of Wood. Total produksi woodworking Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan
2006 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan volume produksi dan ekspor woodworking No 1 2 3 4 5
Tahun
Woodworking (m3)
Nilai Ekspor (US$)
2004 2005 2006 2007 2008
2.290.054 2.407.233 2.313.012 1.882.184 1.682.015
1.062.407.358 1.265.503.341 1.295.685.621 1.253.080.507 1.197.729.784
Sumber : www.brikonline.com
ASMINDO melaporkan pada tahun 2005, total nilai ekspor furnitur Indonesia adalah US$ 1,79 milyar dengan negara tujuan ekspor Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat (37%), Jepang (12%), Inggris (8%) dan Belanda (8%), Jerman (7%), dan Perancis (7%). Ekspor juga ditujukan ke negara-negara 14
Italia, Belgia, Spanyol, dan Australia. Sementara itu, perdagangan mebel dunia meningkat dari US$ 51 milyar pada tahun 2000 menjadi US$ 80 milyar pada tahun 2005 (Manurung et al., 2007). 2.3. Studi Kelayakan proyek Gray et al., (1985) mendefinisikan proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit (kemanfaatan). Sumber-sumber yang dipergunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berbentuk barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja, dan waktu. Suharto (2002) mendefinisikan proyek adalah kegiatan sekali lewat, di mana waktu dan sumber daya yang terbatas digunakan untuk mencapai hasil akhir yang telah ditentukan, misalnya produk atau fasilitas produksi. Kadariah (2001) mendefinisikan proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat; atau suatu kegiatan dengan pengeluaran biaya dan dengan harapan untuk memperoleh hasil pada waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai satu unit. Kegiatan suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai sesuatu tujuan dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) baik biaya maupun hasilnya yang penting biasanya dapat diukur. Kegiatankegiatan dalam satu bentuk kesatuan berarti bahwa baik sumber-sumber yang dipergunakan dalam satu proyek maupun hasil-hasil proyek tersebut dapat dipisahkan
dari sumber-sumber yang dipergunakan. Kegiatan yang dapat
direncanakan berarti bahwa baik biaya maupun hasil-hasil pokok dari proyek dapat dihitung atau diperkirakan dan
kegiatan-kegiatan dapat disusun
sedemikian rupa sehingga dengan penggunaan sumber-sumber yang terbatas dapat diperoleh manfaat yang sebesar mungkin. Tujuan dari analisis proyek adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek
15
yang tidak menguntungkan,
mengadakan penilaian terhadap kesempatan
investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan untuk menentukan prioritas investasi (Gray et al., 1985). 2.3.1 Tahapan Studi Kelayakan Secara garis besar Gray et al., (1985) mengemukakan tahapan pelaksanaan studi kelayakan adalah sebagai berikut : langkah pertama yang perlu dilakukan adalah identifikasi proyek, yaitu menentukan calon-calon proyek yang akan dipertimbangkan untuk dilaksanakan, langkah kedua adalah melakukan studi persiapan, studi persiapan ini pada dasarnya adalah untuk melihat seberapa jauh calon proyek dapat dilaksanakan, dan seberapa jauh rintangan-rintangan yang ada dapat menghambat pelaksanaan proyek tersebut, langkah ketiga pemilihan proyek adalah menghitung manfaat dan biaya yang diperlukannya sepanjang umur proyek. Kadariah (2001) menyebutkan ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis proyek, yaitu aspek teknis, aspek managerial dan administrative, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomi. 2.3.2 Biaya, manfaat dan periode analisis Ada beberapa konsep terkait definisi biaya diantaranya, sesuatu akibat yang diukur
biaya adalah
dalam nilai uang yang mungkin timbul dalam
mencapai suatu tujuan tertentu, biaya adalah suatu harga tukar atau nilai tukar sebagai akibat atau adanya pengorbanan yang dibuat untuk memperoleh suatu manfaat . Biaya adalah pengorbanan atau pembebanan yang diukur dalam nilai uang, yang harus dibayarkan untuk sejumlah barang dan jasa (McGuigan and Moyer, 1986). Dalam proses perencanaan ataupun produksi, analisis terhadap biaya diperlukan untuk merencanakan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh, mengendalikan pengeluaran, mengukur keuntungan tahunan atau periodik, membantu penetapan harga jual dan kebijaksanaan harga, dan penyediaan data yang relevan untuk proses pengambilan keputusan.
16
Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat dan hubungannya dengan proses produksi dan menurut jumlah satuan produksi atau tingkat kegiatan. Berdasarkan sifat dan hubungannya dengan proses produksi biaya dapat dikategorikan sebagai : 1.
Biaya langsung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membayar bahan dan tenaga kerja yang terkait langsung dengan proses produksi dan bahan tersebut menjadi bagian dari produk jadinya.
2.
Biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membayar bahan dan tenaga kerja tidak langsung yaitu bahan yang tidak secara langsung menjadi bagian dari produk jadi, misalnya bahan bakar mesin; pelumas dan lain-lain, sedangkan tenaga kerja yang tidak terkait langsung dengan proses produksi misalnya satpam pabrik, petugas kebersihan, pegawai kantor dan lain-lain. Biaya tak langsung lain adalah sewa alat ataupun penyusutan alat apabila dilakukan investasi pada alat produksi. Berdasarkan jumlah satuan produksi atau tingkat kegiatan yang dihasilkan
biaya dikategorikan sebagai : 1.
Biaya tetap yaitu biaya yang harus dikeluarkan secara periodik dan besarnya tetap dengan tidak dipegaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Contoh biaya tetap adalah biaya penyusutan, bunga modal, biaya asuransi, biaya sewa tempat/lahan, biaya perawatan dan perbaikan inventaris. Komponen biaya tetap biasanya dinyatakan dalam satuan waktu tertentu secara periodic ,misalnya per tahun.
2.
Biaya Variabel yaitu biaya yang besarnya ditentukan oleh jumlah satuan produk yang dihasilkan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan bakar, biaya pelumas, upah pekerja harian, biaya listrik, biaya untuk penyediaan air. Biaya variabel biasanya dinyatakan dalam satuan volume produk atau kegiatan (misalnya : ton, jam, dsb). Manfaat atau benefit suatu proyek dapat berbentuk tingkat konsumsi yang
lebih besar, penambahan kesempatan kerja, perbaikan dalam tingkat pendidikan atau kesehatan, dan perubahan/perbaikan dalam suatu sistem atau struktur (Gray et al., 1985). Suatu proyek dapat dinyatakan berakhir bila sudah atau diharapkan tidak memberikan benefit lagi. Gittinger (1977),
menyatakan bahwa dalam
melakukan analisis, waktu atau periode yang dipergunakan adalah periode ekonomis dari proyek tersebut. Dimana dalam menentukan waktu ekonomis 17
suatu proyek ditentukan berdasarkan waktu ekonomis dari alat-alat produksi yang dipakai. Secara garis besar komponen biaya produksi dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 6 Jenis dan Komponen Biaya produksi Jenis Biaya Biaya Tetap
Biaya Variabel
Komponen 1. Penyusutan Sarana & prasarana produksi serta bunga modal 2. Gaji pegawai tetap 3. Asuransi 4. Pajak 5. Biaya Overhead umum 1. Bahan baku 2. Bahan penolong 3. Biaya Energi (Listrik, bahan bakar dan pelumas) 4. Upah tenaga langsung 5. Biaya pemasaran 6. Biaya pemeriharaan dan perbaikan
Sumber : Gray et al., 1985.
2.3.3 Kelayakan Finansial dan Ekonomi Dalam menilai Kelayakan finansial dan ekonomi suatu proyek perlu memperhatikan beberapa aspek yaitu, ketersediaan bahan baku, ketersediaan teknologi pengolahan, kriteria kelayakan finansial dan ekonomi, dan perkiraan dampak sosial serta lingkungan. 2.3.3.1 Ketersediaan bahan baku Pabrik memerlukan bahan baku yang
akan diproses menjadi produk.
Suatu perusahaan amat berkepentingan menjaga agar pasokan bahan baku dapat berkesinambungan dengan harga yang layak
dan biaya transportasi yang
rendah. Oleh karena itu, salah satu pertimbangan dalam lokasi adalah dekat dengan sumber bahan baku. Bahkan untuk industri tertentu, hal ini merupakan suatu keharusan bila ingin mencapai biaya produksi yang ekonomis (Suharto, 2002).
18
Ketersediaan bahan baku dinyatakan layak apabila : 1.
Jumlah total volume produksi lestari kayu bulat merbau dari seluruh IUPHHK yang beroperasi dapat mencukupi kebutuhan industri pengolahan yang akan dikembangkan,
2.
Kelangsungan pasokan kayu bulat proyek yang diharapkan
paling kurang sama dengan
umur
2.3.3.2 Ketersediaan Teknologi Pengolahan Teknologi pengolahan dinyatakan layak apabila dapat dioperasikan pada lokasi yang akan dibangun dengan ketersediaan sumber daya manusia dan infrastruktur setempat. 2.3.3.3 Kriteria Kelayakan Finansial dan Ekonomi Kadariah (2001) menjelaskan batasan dan tujuan dari penilaian aspek finansial dan aspek ekonomi dalam menilai kelayakan proyek dengan penjelasan sebagai berikut; Aspek finansial menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan "revenue earnings" proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah
proyek akan mampu membayar
kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. Sedangkan Aspek ekonomi menyelidiki apakah proyek itu akan memberi sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi seluruhnya, dan apakah peranannya cukup besar untuk membenarkan (to justify) penggunaan sumber-sumber yang langka. Lebih lanjut ditambahkan dalam analisis finansial, proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam analisis ini yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek. Hasil finansial sering disebut 'private returns'. Analisis finansial ini penting artinya dalam memperhitungkan rangsangan (incentive) bagi mereka yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanaan proyek.
19
Dalam analisis ekonomi, proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan. Dalam analisis ini yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagai keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut. Hasil ini disebut 'the social return' atau 'the economic return' bagi proyek. Ada beberapa unsur yang berbeda penilaiannya dalam kedua macam analisis tersebut di atas, yaitu harga, biaya, pembayaran transfer dan bunga. Harga, di dalam analisis ekonomi selalu dipakai harga bayangan (shadow prices atau accounting prices), adalah harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil, sedang dalam analisis finansial selalu dipakai harga pasar. Biaya, di dalam analisis ekonomi biaya bagi input proyek adalah manfaat yang hilang (the benefit foregone) bagi perekonomian karena input itu dipakai dalam proyek, atau 'the opportunity cost' bagi input. Pembayaran transfer, Pajak di dalam analisis ekonomi pembayaran pajak tidak dikurangkan/dikeluarkan dari manfaat proyek. Pajak adalah bagian dari hasil neto proyek yang diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan, dan oleh karenanya tidak dianggap sebagai biaya. Subsidi, subsidi akan menimbulkan persoalan dalam penghitungan biaya suatu proyek. Subsidi ini sesungguhnya adalah suatu pembayaran transfer dari masyarakat kepada proyek, sehingga dalam analisis finansial, subsidi mengurangi (menurunkan biaya proyek), jadi menambah manfaat proyek, sedang dalam
analisis
ekonomi harga
pasar
harus
disesuaikan (adjusted) untuk menghilangkan pengaruh subsidi. Subsidi ini menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya
subsidi
harus
ditambahkan pada harga pasar barang-barang input tersebut. Bunga, di dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil bruto.
20
Dan untuk menilai kelayakan investasi terhadap proyek yang direncanakan, Klemperer (1996) memberikan
empat kriteria yang dapat dipakai untuk
menerima atau menolak rencana investasi suatu proyek yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Payback NPV adalah nilai saat ini dari selisih pendapatan yang diperoleh
Period.
dengan biaya yang dikeluarkan. IRR adalah suatu discount rate yang akan membuat nilai NPV menjadi sama dengan 0, atau sama dengan satu nilai yang akan membuat nilai sekarang pendapatan sama dengan nilai sekarang biaya. BCR atau yang biasa disebut profitability index adalah rasio perbandingan antara nilai sekarang pendapatan yang diperoleh dengan nilai sekarang biaya yang
dikeluarkan, dengan menggunakan tingkat bunga minimum yang
diinginkan pemodal. Dalam studi ini tiga kriteria investasi tersebut yang dipakai sebagai pertimbangan. Ketiga kriteria kelayakan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula seperti pada persamaan (1), (2) dan (3).
1
(1)
1
1
1
∑ ∑
1 0
0
(2)
(3)
1
Dimana, Ry = pendapatan yang diperoleh pada tahun ke y, Cy = biaya yang dikeluarkan pada tahun ke y, n = adalah umur ekonomis proyek, r
= adalah real interest rate.
21
Rencana investasi suatu proyek dikatakan layak finansial apabila : 1.
NPV > 0, dimana NPV adalah Net Present Value,
2.
IRR > RI dimana IRR adalah Internal Rate Return dan RI adalah (Rate of Interest) adalah suku bunga yang dipakai dalam perhitungan NPV, BCR > 1, dimana BCR adalah Benefit Cost Ratio.
3.
2.3.3.4 Perkiraan Dampak Ekonomi dan Sosial Menurut Kadariah (2001), tujuan dilakukannya analisis kelayakan ekonomi adalah untuk melihat apakah proyek yang akan dilaksanakan akan memberikan sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi seluruhnya, dan apakah peranannya cukup besar untuk membenarkan penggunaan sumber-sumber daya yang langka. Proyek dinyatakan layak secara ekonomi dan sosial apabila : 1.
Dapat meningkatkan pertumbuhan PAD dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara nyata,
2.
Meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal,
3.
Menambah prasarana yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat,
4.
Tidak ditentang oleh masyarakat setempat.
2.3.3.5 Perkiraan Dampak Lingkungan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 mendefinisikan analisis Dampak Lingkungan adalah hasil studi atas dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Dalam analisis ini potensi dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan akan diprediksi berdasarkan pengalaman perusahaan penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi yang telah beroperasi di Jawa Timur kemudian dibandingkan dengan ambang batas mutu baku limbah cair yang diperkenankan. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP51/MENLH/10/1995 tentang Baku mutu limbah cair bagi kegitan industri, baku
22
mutu limbah industri yang relevan dengan pengolahan kayu adalah industri kayu lapis dengan parameter baku mutu limbah cair seperti yang ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Baku mutu limbah cair untuk industri kayu lapis No 1 2 3 4 5 6 7
Parameter BOD COD TSS Fenol Amonia Total (sbg N) PH Debit Limbah Maksimum
Kadar Maksimum
Beban pencemaran Maksimum
75 125 50 0,25 4
22,5 37,5 15 0,08 1,2
0.30 m3
6.0 – 9.0 per m3 produk kayu lapis
Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995.
Proyek dinyatakan layak terhadap aspek dampak lingkungan apabila : Dampak lingkungan dari industri pengolahan kayu merbau yang akan dikembangkan dapat diatasi dengan teknologi yang tersedia.
23