II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial individual dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain (Kotler & Amstrong, 2008: 7). Pemasaran
menurut
lembaga
pemasaran
yang
terkemuka
di
Inggris
mendefinisikan istilah pemasaran sebagai proses manajemen yang bertanggung jawab terhadap identifikasi, antisipasi, serta pemenuhan kebutuhan konsumen dan dalam waktu bersamaan, menciptakan keuntungan bagi perusahaan (Kotler, 2008: 156)
2.2 Produk
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan, sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar (Tjiptono, 2002: 86).
12
Definisi produk menurut Stanton (1997: 201) adalah sekumpulan atribut yang nyata, didalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer dan pelayanan dari pabrik serta pengecer mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang mungkin bisa memuaskan keinginannnya. Definisi produk menurut Kotler dan Armstrong (2008: 167) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas mengenai produk di atas maka dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan produsen kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan mampu memberikan kepuasan bagi penggunanya.
2.3 Hak Konsumen
Hak Konsumen adalah (1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, (2) hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, (3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa, (4) hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan, (5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, (6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, (7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, (8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau
13
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, (9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak untuk mendapat atau memperoleh keamanan (the right to safety). Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan produk dan jasa. Misalnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen dan masyarakat umumnya. Produk makanan yang aman berarti produk tersebut memiliki standar kesehatan gizi serta tidak mengandung unsur yang dapat membayakan manusia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed). Konsumen dan masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya tentang suatu barang atau jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Informasi ini diperlukan konsumen atau masyarakat, agar saat memutuskan membeli tidak terjebak dalam kondisi risiko yang buruk yang mungkin timbul. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk, misalnya efek samping dari mengonsumsi suatu produk, dan adanya peringatan dalam label pada kemasan produk. 2.4 Edukasi Konsumen 2.4.1 Pengertian Edukasi Konsumen Edukasi konsumen adalah suatu proses mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan pengambilan keputusan konsumen (Michigan consumer education center) (Garman, 1991: 57). Memberikan pengetahuan kepada konsumen agar
14
mempunyai perisai dalam menghadapi perilaku pengusaha atau produsen atau penjual dengan serangannya yang gencar melalui promosi yang mereka lakukan. 2.4.2 Tujuan Edukasi Konsumen Menurut Garman (1991: 156) edukasi mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Tujuan Umum meningkatkan kesadaran & pengetahuan konsumen khususnya mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan perlindungan konsumen b. Tujuan Khusus 1) Menentukan pilihan atas barang & jasa dengan tepat yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan 2) Bagaimana mempergunakan uang, waktu dan tenaga untuk menyelaraskan keinginan dan kebutuhan 3) Perencanaan anggaran yang baik sadar pada lingkungan 4) Mengungkapkan masalah, mengatasi masalah, bertindak mengatasi masalah yang berkaitan konsumen 5) Menyebarluaskan kesadaran 2.4.3 Manfaat Edukasi Konsumen Edukasi konsumen memiliki manfaat bukan hanya kepada konsumen tetapi juga kepada pihak lain. Tabel 2.1 Manfaat Edukasi Konsumen Orang
Manfaat
Konsumen
Informasi membantu untuk dapat menentukan pilihan barang
Pebisnis
Aktifitas yang dapat membantu penjualan barang dan jasa
Pemerintah
Program yang melengkapi hukum dan regulasi yang membantu perkembangan kompetisi perdagangan
Pengacara
Penyedia informasi bagi konsumen untuk melindungi mereka
konsumen
dari praktek perdagangan yang curang dan ekploitasi pasar
Pendidik
Pengembangan pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu
konsumen
konsumen agar dapat berperan efektif di pasar
Sumber: Garman (1991: 156)
15
2.5 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen itu: proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang atau jasa secara ekonomis (Sunyoto, 2014: 2). 2.5.1 Konsumen Anak Istilah konsumen berasal dari bahasa Inggris “consumer” yang berarti “pemakai”. Martinus
(2001:
312)
mendefinisikan
konsumen
sebagai
“orang
yang
menggunakan barang-barang atau pemakai hasil produksi”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud konsumen adalah “pemakai barang hasil produksi (bahan makanan, pakaian, dsb)” (Martinus, 2005: 590). Dan menurut Noeradi dkk, konsumen merupakan “pembeli produk, merek maupun layanan jasa” (1996: 38). Dalam riset ini peneliti merujuk istilah konsumen anak pada pengguna barangbarang hasil produksi (dalam hal ini produk susu) yang berusia antara enam sampai sebelas tahun. Pada usia ini penggunaan bahasa pada anak lebih komunikatif dan bahasa monolog dengan diri sendiri sudah mulai berkurang. Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi
16
pemasaran, semua penduduk berapa pun usianya adalah konsumen. Pemasaran perlu mengetahui pasar potensi dari produk yang dipasarkannya. Para pemasar harus memahami apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai usia, kemudian membuat beragam produk yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut (Sumarwan, 2003: 198). Bagi pemasar, pasar anak sebagai konsumen menyimpan banyak daya tarik. Dibandingkan dengan pasar dewasa, tingkat pertumbuhannya akan lebih efektif.salah satu daya tariknya adalah kenyataan bahwa pasar anak tidak stabil. Anak-anak jauh lebih mudah dididik. Karena itu, perusahaan yang jeli akan dengan cepat dapat merebut pangsa pasar ini. Daya tarik tersebut pasar anak adalah peran anak sebagai influencer (Irawan, 2003: 168). Anak usia sekolah dasar secara langsung mempengaruhi pembelian produk dan secara tidak langsung mempengaruhi apa yang orang tua mereka beli. Anak-anak ini mempengaruhi pilihan orang tua mereka untuk baju dan mainan, bahkan pilihan merek seperti pasta gigi (Shimp, 2003: 131). Anak-anak merupakan target pasar yang potensial untuk semua jenis produk, iklan produk anak-anak setiap hari menghabiskan waktu berjam-jam di layar televisi untuk menonton film. Ada dua jenis film yang sangat disukai anak-anak, yaitu film kartun yang berasal dari Amerika dan Jepang, yang kedua film-film yang menggambarkan kepahlawanan para pembela kebenaran (Sumarwan, 2003: 189). Untuk bisa merebut pangsa pasar anak produsen harus membuat anak-anak tertarik pada produk mereka. Menurut Kartajaya (2002: 448) karakter memegang
17
peranan penting terhadap pemasaran produk pada konsumen anak, karena bukan hanya dapat menimbulkan daya tarik tetapi juga keterlibatan mereka dalam produk. Anak-anak akan menghubungkan atau mengidentikkan diri mereka dengan karakter-karakter yang ada dalam sebuah iklan. 2.6 Label Kemasan 2.6.1 Fungsi Kemasan Hermawan Kartajaya (2002: 85), seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah membuat packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Packaging protects what it sells (Kemasan melindungi apa yang dijual)”. Sekarang “Packaging sells what it protects (Kemasan menjual apa yang dilindungi)”. Dengan kata lain, kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah tetapi harus dapat menjual produk yang dikemasnya. Perkembangan fungsional kemasan tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Sekarang ini kemasan sudah berfungsi sebagai media komunikasi. Misalnya pada kemasan susu atau makanan bayi seringkali dibubuhi nomor telepon toll-free atau bebas pulsa. Nomor ini bisa dihubungi oleh konsumen tidak hanya untuk complain, tetapi juga sebagai pusat informasi untuk bertanya tentang segala hal yang berhubungan dengan produk tersebut. Kemasan juga dapat berfungsi untuk mengkomunikasikan suatu citra tertentu. Contohnya, produk-produk makanan Jepang. Orang Jepang dikenal paling pintar membuat kemasan yang bagus. Permen Jepang seringkali lebih enak dilihat daripada rasanya. Mereka berani menggunakan bahan-bahan mahal untuk membungkus produk yang dijual. Walaupun tidak ada pesan apa-apa yang ditulis pada bungkus tersebut, tapi kemasannya mengkomunikasikan suatu citra yang baik. Semua produk yang dijual di pasar swalayan harus benar-benar direncanakan kemasannya dengan
18
baik. Karena produk dalam kategori yang sama akan diletakkan pada rak yang sama. Jika produsen ingin meluncurkan suatu produk baru, salah satu tugas yang penting adalah membuat kemasannya stands out, lain daripada yang lain dan unik. Kalau tidak terkesan berbeda dengan produk lain, maka produk baru itu akan “tenggelam”. Sebelum mencoba isinya, konsumen akan menangkap kesan yang dikomunikasikan oleh kemasan. Dengan demikian kemasan produk baru tersebut harus mampu bersaing dengan kemasan produk-produk lainnya.
Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merk produk, bahan baku, ukuran, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kedaluarsa, berat isi bersih (netto), aturan pakai, akibat sampingan dan nama alamat usaha serta keterangan untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat. Adapun label sebagai sejumlah keterangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apakah produk mengandung unsur-unsur yang diharamkan atau membahayakan bagi kesehatan dan sebagai konsumen yang baik dan cerdas,kita harus membaca dan memperhatikan label terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan apa sajakah yang terdapat dalam makanan tersebut. 2.6.2 Fungsi Label Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintah kepada para konsumen yang berupa pelaksanaan tertib suatu undang-undang bahan makanan dan minuman atau obat. Dalam hal ini pemerintah mewajibkan produsen untuk melekatkan label/etiket pada hasil produksinya sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam undang-undang bahan makan. Dengan melekatkan label sesuai dengan peraturan berarti produsen memberikan keterangan yang diperlakukan
19
oleh para konsumen agar dapat memilih membeli serta meneliti secara bijaksana. Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidak berbahaya bisa digunakan, untuk megatasi hal ini maka para konsumen membiasakan diri untuk membaca label terlebih dahulu sebelum membelinya. Bagi produsen label dipergunakan untuk alat promosi dan perkenalan terhadap barang tersebut. Konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, isi, kualitas mengenai barang/jasa beredar dan dapat menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa. Dan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib mencantumkan label, diluar atau di dalam kemasan pangan. Serta usaha yang wajib mencantumkan nama dan alamat pangan ialah produsen pangan, importir, pengedar produk pangan. Hal ini bertujuan agar konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap yaitu baik importir pangan yang bersangkutan. Selama produk makanan dan minuman dalam kemasan wajib mencantumkan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Hal ini agar konsumen makanan/minuman dapat mengetahui apakah barang tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak hal ini tertera dalam ketentuan Kadaluarsa menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan ini berlaku mengikat tidak hanya pangan yang diproduksi di dalam negeri, berlaku juga terhadap pangan yang dimasukan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Tujuannya adalah agar informasi tentang pangan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Ketentuan Halal Menurut Undang-
20
Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha wajib mengikuti ketentuan berproduksi secara halal yang di cantumkan dalam label. Untuk mendukung pernyataan halal, produsen wajib memeriksakan pangan pada lembaga pemeriksa yang sudah terakreditasi sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca label tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi bungkusan atau wadah barang tersebut. Karena hampir semua makanan jadi yang dijual di pasaran berada dalam kemasan sehingga konsumen tidak dapat memeriksa apa dan bagaimana keadaan isinya waktu membeli. Penelitian ini dibatasi pada label produk terkandung isi sebagai berikut: 1. Tanggal kadaluarsa Tanggal kadaluarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, dimana pencantuman tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah pencantuman tulisan. Baik digunakan sebelum. Untuk jenis produk yang tidak memerlukan tanggal kadaluwarsa misalnya; sayur dan buah segar,minuman beralkohol, vinegar/cuka, gula/sukrosa, Bahan Tambahan Makanan (BTM) dengan masa simpan lebih dari 18 bulan serta roti dan kue dengan masa simpan kurang atau sama dengan 24 jam. Tanggal kadaluwarsa memberikan informasi mengenai waktu dan tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. Penulisan tanggal kadaluwarsa ini dilakukan oleh produsen atau pabrik yang memproduksi pangan
21
tersebut. Cara pencantuman tanggal kadaluwarsa dan peringatannya adalah sebagai berikut : a. Tanggal kadaluwarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, tahun, untuk pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan. b. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun. c. Tanggal kadaluwarsa dicantumkan pada tempat yang jelas dan mudah terbaca, serta tidak mudah rusak atau terhapus. 2. Label Halal Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label halal dan iklan pangan menyebutkan label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label dimaksud tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta, terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah dilihat dan dibaca. Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 10 Nomor 69, setiap
orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang
dikemas ke dalam wilayah Indonesia untik diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label.
22
3. Izin BPOM
Izin BPOM berarti makanan itu telah mendapat izin dari badan pengawas obat dan makanan dan memenuhi persyaratan keamanan produk serta tidak mengandung bahan-bahan berbahaya. 4. Petunjuk Cara Penyimpanan Pangan olahan dalam kemasan yang tidak mungkin dikonsumsi dalam satu kali makan harus mencantumkan cara penyimpanan setelah kemasan dibuka. 5. Isi Bersih Isi Bersih merupakan jumlah isi atau kuantitas isi produk di dalam kemasan yang telah di takar oleh perusahaan untuk memberikan keterangan kepada konsumen. Sebab, selain memperhatikan kualitas produk, sebagian konsumen juga mempertimbangkan kuantitas produk di setiap kemasan makanan. Berikut ini gambar-gambar label yang dijelaskan di atas.
Gambar 2.1 Contoh label makanan (1) isi bersih (2) Izin Badan POM (3) Tanggal Kadaluarsa,(4) label halal, (5) Petunjuk Cara penyimpanan
23
2.6. 3 Undang-undang kemasan dan pelabelan Undang-undang kemasan dan pelabelan menunjuk komisi perdagangan federal (FTC) dan badan pengawas makanan dan obat-obatan (FDA) untuk menerbitkan peraturan yang menentukan bahwa semua “komoditas konsumsi” diberi label yang menyebutkan isi bersih, identitas komoditas, dan nama serta tempat bisnis produsen, pengemas, atau distributor. Undang-undang tersebut memberi wewenang bagi peraturan-peraturan tambahan bila diperlukan untuk mencegah penipuan terhadap konsumen (atau untuk memfasilitasi perbandingan nilai) terhadap deskripsi komposisi produk, pengisian kemasan yang tidak penuh, “pengurangan berat” atau label harga yang lebih murah, dan karakterisasi ukuran kemasan. Kantor urusan penimbangan dan pengukuran badan standar dan tekhnologi nasional, departemen perdangan AS, diberi wewenang untuk mempromosikan keseragaman peraturan negara bagian dan federal mengenai pelabelan komoditas konsumsi (Mariane dan Sandra, 2007: 24). 2.6.4 Informasi Produk Informasi produk bisa hadir dalam beberapa bentuk. Dalam satu pengertian, seluruh komponen kemasan sebelumnya (seperti desain dan warna) memberi informasi pada konsumen (atau membawa makna) tentang apa yang tersirat dalam kemasan. Namun, saat digunakan dalam pengertian yang lebih terbatas, informasi produk merujuk kata-kata kunci pada kemasan, informasi pada panel atau permukaan dibagian belakang, bahan-bahan, peringatan, gambar-gambar, serta ilustrasi. Suatu contoh efektifitas informasi yang tercakup dalam kemasan datang dari bidang pengalaman yang mengukur penjualan roti mingguan. Ketika
24
pernyataan “dibuat dengan 100 persen bahan-bahan alami: tanpa bahan adiktif (senyawa tambahan)” ditambahkan pada kemasan, volume penjualan meningkat. Ketika pesan tersebut diganti, penjualan kembali ke level sebelumnya. Kata-kata baru, disempurnakan, dan bebas, secara frekuentif muncul pada berbagai kemasan. Kata-kata tersebut menstimulasi pembelian uji coba yang segera atau menyimpan kembali pola pembelian merek bagi konsumen sebelumnya yang telah berganti ke merek lainnya. Lebih jauh, kata-kata kunci tersebut kiranya menawarkan perubahan konsumen, kebaruan, dan kegembiraan. Terdapat pernyataan manakala kata-kata kunci tersebut terlalu banyak dipakai di pasar. Salah satu studi mengarahkan bahwa klaim-klaim baru dan disempurnakan pada kemasan tidak secara signifikan berpengaruh pada evaluasi konsumen atas produk-produk rumah tangga dan perawatan pribadi. Riset kelanjutan diperlukan untuk mendukung atau menolak poin ini. Barang kali, disana terdapat kebutuhan untuk memotivasi kata-kata baru. Beberapa contoh bisa jadi menggunakan angka, seperti dalam Gleem II (pasta gigi) dan Clorox 2 (pemutih cucian). Nama-nama tersebut memberi informasi pada konsumen bahwa terdapat produk baru dan versi pengembangan dari merek lama tanpa secara langsung menggunakan kata-kata yang sudah basi semacam itu. Dalam beberapa contoh, penempatan slogan yang pendek dan mudah diingat pada suatu kemasan adalah taktik pemasaran yang bagus. Slogan-slogan pada kemasan paling baik digunakan ketika suatu asosiasi yang kuat telah terbangun diantara merek dan slogan melalui periklanan yang efektif dan ekstensif. Slogan pada kemasan merupakan pengingat iklan merek yang kongkrit yang bisa memfasilitasi
25
pencarian ulang isi iklan dan oleh karenanya meningkatkan berbagai peluang pembelian uji coba (Shimp, 2003: 311-312). 2.7 Keefektifan Iklan Keefektifan berasal dari bahas inggris “effectiveness”, keefektifan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) berarti “keberhasilan (tentang usaha, tindakan)”. Kata effectiveness dalam Webster’s New Twentith Century Dictionary berarti “the quality of being effective” yang merujuk pada pengertian seberapa besar sesuatu hal itu efektif (Webster, 1979: 577). Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan iklan layanan sosial yang merujuk pada seberapa besar sebuah iklan itu efektif (apakah respon masyarakat yang muncul sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh pembuat iklan atau belum). Sebuah iklan yang tidak memperoleh perhatian dari konsumen tidak akan dibaca, kecuali oleh calon konsumen yang memerlukan produk tertentu dan mencari adanya produk tersebut melalui iklan. Dengan demikian untuk dapat efektif sebuah iklan haruslah menarik agar diperhatikan konsumen. Iklan yang tidak menarik pada prinsipnya merupakan pemborosan (Kasali, 1992: 83). Jika iklan tidak menarik dan tidak dibaca oleh masyarakat pastilah iklan tersebut tidak akan bisa menibulkan reaksi beli masyarakat pada produk yang diiklankan. Jika iklan telah dibuat tidak bisa menimbulkan reaksi beli masyarakat seperti yang diharapkan, besarnya biaya yang telah dihabiskan perusahaan dalam pembuatan iklan akan terbuang sia-sia, bahkan mungkin perusahaan akan menderita kerugian.
26
Menurut Kenneth E. Anderson dalam Rakhmat (2007: 52) perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita konsentrasi pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukanmasukan melalui alat indera yang lain. Informasi yang mendapatkan perhatian seseorang akan disimpan dalam memori jangka pendek orang itu. Memori jangka pendek adalah tempat penyimpanan informasi untuk waktu yang terbatas (Sumarwan, 2003: 87). Perhatian merupakan bagian dari proses pengolahan informasi. Pada tahap pertama pengolahan informasi, produsen memaparkan stimulus pada konsumen. Stimulus adalah input apapun yang datang dari pemasar yang disampaikan kepada konsumen melalui berbagai media, stimulus bisa berupa iklan, merek, kemasan atau hadiah. Stimulus akan dirasakan oleh satu atau lebih panca indera konsumen. Tapi tidak semua stimulus yang dipaparkan dan diterima konsumen akan mendapat perhatian dan berlanjut pada pengolahan stimulus tersebut. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi perhatian konsumen terhadap stimulus yang diterimanya (Sumarwan, 2003: 75). Dua faktor utama yang mempengaruhi perhatian konsumen adalah faktor pribadi dan faktor stimulus. Faktor pribadi adalah karakteristik konsumen yang muncul dari dalam diri konsumen. Faktor pribadi ini meliputi motivasi, kebutuhan dan harapan konsumen. Konsumen yang merasa lapar tentu akan sangat cepat memperhatikan stimulus yang berkaitan dengan makanan. Konsumen akan dengan sengaja memberikan perhatian kepada stimulus yang memberikan solusi pada rasa laparnya. Faktor lain yang mempengaruhi perhatian konsumen adalah
27
faktor stimulus, faktor stimulus adalah karakteristik dari stimulus itu sendiri. Faktor stimulus bisa berupa ukuran, warna, bentuk, letak ataupun gambar dalam iklan. Jadi tidak semua stimulus bisa mendapat perhatian dari konsumen, para pemasar harus kreatif dalam berkomunikasi dengan konsumen agar apa yang disampaikan memperoleh perhatian yang serius dari konsumen. Daya tarik rasional berfokus pada kebutuhan praktis dan fungsional konsumen akan produk atau jasa dan menekankan cirri-ciri sebuah produk atau jasa serta manfaat atau alasan memiliki merek tersebut. Iklan yang menggunakan daya tarik rasional untuk menarik perhatian konsumennya, biasanya menunjukkan pesan yang memamerkan kualitas, ekonomi, nilai atau kinerja produk (Kotler dan Armstrong, 2001: 117; Kotler dkk, 2000: 14; Lee dan Johnson, 2007: 179). Daya tarik emosional berusaha menggugah emosi negatif maupun positif yang dapat memotivasi pembelian, daya tarik ini dirancang disekitar citra yang diharapkan dapat menyentuh hati dan menciptakan tanggapan berdasarkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Pembuat iklan dapat menggunakan daya tarik rasa takut, rasa bersalah dan rasa malu untuk membuat orang melakukan hal yang seharusnya dilakukan atau tidak melakukan lagi hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Daya tarik emosional yang lain adalah adalah daya tarik cinta, rasa bangga, keceriaan, humor, seks dan fantasi (Kotler dan Armstrong, 2001: 117; Kotler dkk, 2000: 14; Lee dan Johnson, 2007: 179). Iklan dengan daya tarik animasi banyak digunakan pada produk-produk yang ditujukan kepada konsumen anak. Dengan animasi tampilan iklan secara visual dapat direkayasa sedemikian rupa hingga dapat menarik perhatian.
28
2.7.1 Iklan Layanan Sosial Menurut Noeradi (1996: 57), iklan layanan sosial adalah jenis periklanan yang dilakukan oleh organisasi komersial maupun non komersial (pemerintah) untuk mencapai tujuan sosial atau sosio-ekonomis (terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Sedangkan menurut Cromptom dan Lamb (1986: 214), iklan layanan sosial adalah bentuk komunikasi visual yang disumbangkan oleh media untuk kepentingan masyarakat yang berarti gratis. Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), iklan layanan sosial adalah pesan komunikasi pemasaran untuk kepentingan publik tentang gagasan atau wacana untuk mengubah, memperbaiki atau meningkatkan sikap atau perilaku mereka. 2.7.2 Pesan Iklan Pesan dalam iklan memiliki klasifikasi tingkatan untuk menyampaikan informasi produk, menyampaikan informasi dan membangun citra, pembenaran tindakan, menyampaikan informasi, membentuk citra, pembenaran dan persuasi tindakan (Bungi, 2007: 175). Namun dalam kenyataannya tahap-tahap pada naskah iklan televisi tersebut hanya terbagi atas dua bagian penting, yaitu tahap penyampaian informasi dan tahap membangun citra, pembenaran dan persuasi tindakan (Burhan Bungi, 1998: 176). Pesan tidak hanya disampaikan dalam komunikasi, tetapi pesan juga disampaikan lewat iklan, baik melalui media massa seperti: televisi, radio, internet dan lewat media cetak, seperti surat kabar, koran, majalah, dan lain-lain. Dalam dunia periklanan, pesan yang disampaikan dalam iklan sangatlah penting dalam pencapaian tujuan iklan yang dimaksud, pemasang iklan harus memperhitungkan
29
apa yang harus disampaikan agar mendapat tanggapan sesuai dengan yang diinginkan. Pesan iklan adalah apa yang direncanakan perusahaan untuk disampaikan dalam iklannya dan bagaimana perencanaan penyampaian pesan itu secara verbal dan non verbal (Sumartono, 2002: 14) Menurut
Wilbur Schramm, jika kita menginginkan pesan kita
dapat
membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki maka ada kondisi yang harus dipenuhi atau disebut juga “the condition of success in communication”, kondisi tersebut dirumuskan sebagai berikut: (1) pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan, (2) pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama dengan komunikan, sehingga sama-sama mengerti, (3) pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut, (4) pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki (Effendy, 1993: 41). Dalam penulisannya, pesan dalam suatu iklan televisi tak lepas dari seni penulisan pesan penjualan (copywriting). Tentu saja, copy iklan itu harus didukung oleh bentuk kreativitas lain seperti gambar, tipografi, dan juga warna. 2.8 Endorser Alat pendukung yang digunakan dalam periklanan untuk tujuan pemasaran suatu produk disebut endorser, adapun Shimp (2002) dalam Umar (2008) menjelaskan bahwa endorser adalah pendukung iklan atau juga yang dikenal sebagai bintang iklan yang mendukung produk yang di iklankan. Endorser adalah icon atau sosok
30
tertentu yang sering juga disebut sebagai direct source (sumber langsung) untuk mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau jasa dalam
kegiatan
promosi
yang
bertujuan
untuk
mendukung
efektifitas
penyampaian pesan produk (Suryadi, 2006: 132; Belch & Belch, 2004: 168). Begitu pula Sutisna (2003: 272) menjelaskan bahwa penggunaan opinion leader biasanya cukup efektif dalam pemasaran bagi konsumen. Manusia cenderung meniru apa yang dilakukan oleh seorang yang dianggap lebih dari dirinya. Penggunaan endorser yang tepat sebagai pendukung sebuah iklan mampu mempengaruhi dan mendapatkan perhatian konsumen atas pesan yang disampaikan dalam iklan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa endorser adalah pendukung iklan atau yang dikenal sebagai bintang iklan yang dipakai dalam kegiatan promosi, dengan cara mengantarkan sebuah pesan dengan memperagakan sebuah produk atau jasa, yang memiliki tujuan untuk mendukung efektifitas penyampaian pesan produk yang diiklankan. Tahap selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis-jenis endorser. 2.8.1 Tokoh Kartun Istilah kartun berasal dari bahasa Italia “cartoone” yang artinya “kertas”. Pada mulanya kartun adalah penamaan sketsa pada kertas sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding (Wijana, 2003: 4). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kartun diartikan sebagai “gambar dengan penampilan yang lucu berkaitan dengan keadaan yang sedang berlaku” (2005: 510).
31
Senada dengan yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Noeradi (1996: 146) dalam artikelnya yang berjudul kartun dan karikatur sebagai wahana kritik sosial mendefinisikan kartun sebagai “suatu bentuk tanggakan lucu dalam citra visual”. Noeradi juga menyebutkan bahwa tokoh dalam kartun bersifat fiktif yang dikreasikan untuk menyajikan komedi-komedi visual serta visualisasi jenaka (Wijana, 2003: 7). Istilah kartun yang diungkapkan oleh Noeradi dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki persamaan, yaitu lebih menitikberatkan kartun sebagai gambar yang lucu. Sachar dan Trisnawati (1998: 31) dalam bukunya Kamus Desain mengartikan kartun sebagai “gambar yang didramatisir, disangatkan, atau dilebih-lebihkan”. Istilah ini oleh masyarakat awam di Indonesia dipakai sebagai kata penyebut “film animasi konvensional” atau “film kartun”. Tidak seperti Noeradi dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sacar dan Trisnawati lebih menitikberatkan istilah kartun pada gambar yang dilebih-lebihkan. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kartun adalah gambar dengan penampilan lucu, didramatisir, disangatkan, atau dilebih-lebihkan, dan tokoh dalam kartun bukan tokoh riil. Untuk penelitian ini peneliti merujuk istilah iklan cetak kartun pada iklan cetak yang disebarkan melalui media cetak yang menggunakan tampilan gambar yang lucu yang dilebih-lebihkan dan tokoh yang dipakai dalam iklan bukan tokoh riil. Berdasarkan pengertian iklan kartun cetak tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian iklan cetak bukan kartun adalah iklan cetak yang disebarkan melalui media cetak yang menggunakan gambar tidak memutarbalikkan logika, tidak dilebih-lebihkan, dan tokoh dalam iklan merupakan tokoh asli.
32
2.8.2 Jenis Kartun Menurut Wijana (2003: 8) secara sederhana kartun dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kartun verbal dan kartun non verbal. Kartun verbal adalah kartun yang memanfaatkan unsur-unsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana di samping gambar-gambar jenaka di dalam memancing senyum dan tawa para pembacanya. Sementara itu kartun non verbal adalah kartun yang semata-mata memanfaatkan gambar atau visualisasi jenaka untuk memancing tawa pembaca. Adapun gambar yang disajikan pada jenis kartun non verbal adalah gambar-gambar yang memutar balikkan logika. Wijana (2003: 11) juga mengungkapkan tiga macam kartun yang terdapat di media cetak, yaitu kartun editorial, kartun murni, dan kartun komik. Kartun editorial digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau masalah yang sedang aktual sehingga sering disebutkan kartun politik. Kartun murni dimaksudkan hanya sebagai gambar lucu saja tanpa bermaksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual. Sedangkan kartun komik merupakan susunan gambar yang biasanya terdiri dari tiga atau enam kotak. Isinya adalah komentar humoris tentang suatu peristiwa atau masalah aktual. 2.9 Penelitian terdahulu 1. Perbedaan keefektifan iklan ditinjau dari jenis iklan cetak kartun dan iklan cetak bukan kartun pada konsumen anak oleh Vina Husnul Khotimah (2010) dengan variabel Bentuk Iklan (X) Keefektifan Iklan (Y). Alat analisis yang digunakan adalah Chi square. Hasil dalam penelitian ini adalah tidak ada
33
perbedaan keefektifan iklan secara signifikan antara iklan cetak kartun dan iklan cetak bukan kartun. Penggunaan iklan cetak kartun dan iklan cetak bukan kartun sama-sama memiliki hasil yang tinggi. 2. Jurnal penelitian yang berjudul “Perbedaan brand recall siswa ditinjau dari pemaparan iklan poster dengan tokoh kartun” oleh Setiawan Nashrul Fuada, Ika Rahma Susilowati, dan Ika Widyarini Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini sama dengan
penelitian Vina husnul khotimah yaitu membandingkan iklan poster dengan tokoh kartun dan bukan tokoh kartun. Hasil penelitian ini adalah adanya perbedaan brand recall siswa dari pemaparan iklan poster dengan tokoh kartun dan poster dengan bukan tokoh kartun.
2.10 Hipotesis Berdasarkan teori yang telah diungkapkan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan tokoh kartun efektif dalam mengedukasi konsumen anak tentang label produk makanan.