BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Pemasaran Pemasaran didefinisikan sebagai proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Armstrong 2008:6). Peter Drucker dalam Kotler dan Amstrong (1997:3) menyatakan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk membuat penjualan berlebihan. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan dengan sebaikbaiknya sehingga kita dapat menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dan terjual dengan sendirinya. Pemasaran menurut Miller dan Layton dalam Tjiptono (2005:2) adalah sistim total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa dan gagasan yang mampu memuaskan
keinginan
pasar
sasaran
dalam
rangka
mencapai
tujuan
organisasional. Pemasaran menurut Sunarto (2006:4) adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mendapatkan laba.
Universitas Sumatera Utara
Defenisi diatas menjelaskan bahwa aktivitas pemasaran memiliki fokus utama kepada pasar atau konsumen. Secara sederhana proses pemasaran dapat digambarkan prosesnya seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Merancang strategi pemasaran yang digerakkan oleh pelanggan
Memahami Pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan
Memahami Pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan
Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasan pelanggan
Merangkap nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan dan ekuitas pelanggan
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:6) Gambar 2.1 Model Sederhana Proses Pemasaran
2.2 Defenisi Merek Merek adalah suatu nama, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu (Kotler, 2003:349). Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan
(seperti
sebuah
logo,
cap,
kemasan)
dengan
maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol/ lambang,
Universitas Sumatera Utara
desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono, 2002:104). Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi di atas, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek (Tjiptono, 2005:2). 2.3 Pengalaman Sebelumnya (Prior Experience) 2.3.1 Pengertian Pengalamanan Sebelumnya (Prior Experience) Pengalaman sebelumnya adalah pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalu. Sejumlah pengalaman konsumen di masa lalu dapat menggambarkan banyaknya merek produk yang pernah dikonsumsi. Konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku masa lalunya itu. Assael (1998) dalam Waluyo dan Pamungkas (2003) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalaman dalam pembelian produk, mengkonsumsi produk dan merek produk
Universitas Sumatera Utara
yang disukainya.
Konsumen
akan
menyesuaikan
perilakunya
dengan
pengalamannya dimasa lalu. Banyaknya pengalaman konsumen di masa lalu terhadap merek produk dapat digambarkan dengan banyaknya merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah berpengalaman dengan merek-merek tersebut. Pengalaman sebelumnya terjadi ketika para konsumen telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam menggunakan barang atau jasa, tingkat keterlibatan biasanya menurun. Setelah mengulangi produk percobaan, para konsumen mempelajarai cara untuk membuat pilihan yang tepat. Karena para konsumen telah mengetahui produk dan bagaimana produk itu akan memuaskan kebutuhan mereka, maka keterlibatan di dalam keputusan pembelian mereka menjadi berkurang (Lamb dkk, 2001:197). 2.3.2 Dimensi Pengalaman Sebelumnya Suatu pengalaman konsumsi (consumption experience) dapat didefenisikan sebagai kesadaran dan perasaan yang dialami konsumen selama pemakaian produk atau jasa. Menurut Mowen dan Minor (2002:84) terdapat tiga unsur pengalaman konsumsi, yaitu: 1. Pemakaian produk Meliputi tindakan dan pengalaman yang terjadi pada periode waktu dimana seorang konsumen secara langsung menggunakan barang dan jasa. Perusahaan harus merancang produk sedemikian rupa sehingga aman untuk dipakai dengan tujuan yang dimaksudkan. Para pemasar mengidentifikasikan tiga faktor yang
Universitas Sumatera Utara
sangat penting ketika menilai pemakaian produk, antara lain frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi dan tujuan konsumsi. 2. Konsumsi kinerja Kinerja konsumen adalah suatu peristiwa dimana konsumen dan pemasar bertindak sebagai pelaku dan/ atau penonton dalam situasi dimana ada kewajiban dan hak. Terdapat tiga kinerja konsumen, yaitu: a. Kinerja yang telah dikontrakkan: konsumen dan pemasar hanyamemainkan peran minimal, terjadi pada produk dengan keterlibatanrendah. b.
Kinerja
yang
dimainkan:
konsumen
maupun
pemasar
mempunyaikebebasan yang cukup untuk melakukan transaksi, terjadi pada produkdengan keterlibatan tinggi. c. Kinerja dramatis: konsumen maupun pemasar mengetahui pertunjukanyang terjadi. Setiap pihak akan berkaitan dengan motif pihak yang lainnyadan hal ini sering terjadi pada situasi dengan keterlibatan tinggi. 3. Keadaan Suasana Hati dan Pengalaman Konsumsi Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasanahati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. Keadaan suasana hati dapat dipengaruhi oleh apa yang terjadi selama konsumsi produk, dan
keadaansuasana hati yang
tercipta selama proses konsumsi pada gilirannya dapat mempengaruhi evaluasi menyeluruh konsumen atas produk.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kepercayaan (Trusted) 2.4.1 Pengertian Kepercayaan Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993). Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995). Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu sesuai
dengan
harapan
dalam
sebuah
lingkungan
yang
penuh
ketidakpastian.Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan reliabilitas dan integritas dari orang yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994). Doney dan Canon (1997) bahwa penciptaan awal hubungan mitra dengan pelanggan didasarkan atas kepercayaan. Hal yang senada juga dikemukakan oleh
Universitas Sumatera Utara
McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer, 2006), menyatakan bahwa kepercayaan dibangun sebelum pihak-pihak tertentu saling mengenal satu sama lain melalui interaksi atau transaksi. Kepercayaan secara online mengacu pada kepercayaan dalam lingkungan virtual. Menurut Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998), definisi kepercayaan dalam berbagai konteks yaitu kesediaan seseorang untuk menerima resiko. Diadaptasi dari definisi tersebut, Lim et al (2001) menyatakan kepercayaan konsumen dalam berbelanja internet sebagai kesediaan konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap kemungkinan rugi yang dialami selama transaksi berbelanja melalui internet, didasarkan harapan bahwa penjual menjanjikan transaksi yang akan memuaskan konsumen dan mampu untuk mengirim barang atau jasa yang telah dijanjikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah kesediaan satu pihak menerima resiko dari pihak lain berdasarkan keyakinan dan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan sesuai yang diharapkan, meskipun kedua belah pihak belum mengenal satu sama lain. Mowen dan Minor (2002:312) seseorang membentuk tiga jenis kepercayaan yaitu: 1. Kepercayaan Atribut-Objek (object attribute belief) Yaitu pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut-objek. Kepercayaan atribut-objek menghubung atribut dengan objek,seperti seseorang, barang, atau jasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Kepercayaan manfaat atribute (attribute benefit belief) Yaitu seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalahmasalah mereka dan memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kata lain, memiliki atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat dikenal. 3. Kepercayaan manfaat-objek (object-benefit belief) Yaitu jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya.
Kepercayaan
objek-manfaat
merupakan
persepsi
konsumententang seberapa jauh produk, orang, atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu. Barnes (2003:149) menyatakan bahwa ada beberapa elemen penting dari kepercayaan yaitu: 1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan masa lalu. 2. Watak yang diharapkan dari partner, seperti dapat dipercaya dan dapat diandalkan. 3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko. 4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dn yakin pada diri partner. Morgan et al. (dalam Akbar dan Parvez, 2009) menjelaskan beberapa manfaat dari adanya kepercayaan: 1.
Kepercayaan
dapat
mendorong
pemasar
untuk
berusaha
menjaga
hubungan yang terjalin dengan bekerjasama dengan rekan perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Kepercayan
menolak
pilihan
jangka
pendek
dan
lebih
memilih
keuntungan jangka panjang yang diharapkan dengan mempertahankan rekan yang ada. 3. Kepercayaan dapat mendorong pemasar untuk mendatangkan risiko besar dengan bijaksana karena percaya bahwa rekannya tidak akan mengambil kesempatan yang dapat merugikan pasar. 2.4.2 Dimensi Kepercayaan Menurut McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer, 2006), kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses transkasi. McKnight et al (2002a) menyatakan bahwa ada dua dimensi kepercayaan konsumen, yaitu: a. Trusting Belief(Keyakinan Percaya) Trusting belief adalah sejauh
mana
seseorang percaya
dan merasa
yakinterhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting belief adalah persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya (penjual toko maya) yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan konsumen. McKnight et al (2002a) menyatakan bahwa ada tiga elemen yang membangun trusting belief, yaitu benevolence, integrity, competence. 1. Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk berperilaku baik
kepada konsumen.
Benevolence
merupakankesediaanpenjual untuk melayani kepentingan
Universitas Sumatera Utara
2. Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen. 3. Competence
(kompetensi)
adalah
keyakinan
seseorang
terhadap
kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut. Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi adalah kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan konsumen. b. Trusting Intention(Niat Percaya) Trusting intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting intention didasarkan pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain. McKnight et al (2002a) menyatakan bahwa ada dua elemen yang membangun trusting intention yaitu willingness to depend dan subjective probability of depending.
1. Willingness to depend (Kesediaan Untuk Bergantung) Willingness to dependadalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada penjual berupa penerimaan resiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.
Universitas Sumatera Utara
2. Subjective probability of depending(ProbabilitasSubjektif dariDependent) Subjective probability of depending adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan transaksi, serta bersedia untuk mengikuti saran atau permintaan dari penjual. Menurut Mayer et al. (1995) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence),
dan
integritas (integrity). Ketiga faktor tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: a. Kemampuan (Ability) Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam melakukan transaksi. Kim et al. (2003a) menyatakan bahwaability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan institusional, dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan. b. Kebaikan hati (Benevolence) Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat dimaksimumkan, tetapi kepuasan konsumen juga tinggi. Penjual bukan semata-mata mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Kim et al. (2003a), benevolence meliputi perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima. c. Integritas (Integrity) Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas produk yang dijual apakah dapat dipercaya atau tidak. Kim et al. (2003a) mengemukakan bahwa integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan (fulfillment), kesetiaan (loyalty),
keterus-terangan (honestly),
keterkaitan (dependability),
dan
kehandalan (reliabilty). 2.5 Perpindahan Merek (Brand Switching) 2.5.1 Pengertian Perpindahan Merek (Brand Switching) Brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal.Menurut Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (variety seeking buying behavior). Kotler dan Amstrong (2001:222) menjelaskan bahwa pelanggan menjalankan perilaku membeli yang mencari variasi (variety seeking buying behavior) dalam
Universitas Sumatera Utara
situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti sehingga konsumen seringkali megganti merek. Peralihan merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pelanggan untuk beralihbank banyak dan kompleks (Clemens et al, 2007a,. Colgate dan Hedge,2001). Clemens et al (2007), menemukan beberapa faktor penyebab perilaku perpindahan merek yang penting dalam industri perbankan, antara lain : 1. Komitmen pelanggan Adalah bagian yang sangat penting untuk keberhasilan sebuah hubungan jangka panjang. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk membangun komitmen pelanggannya agar tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dan pelanggannya. Indikator yang dikembangkan dari Garbarino dan Johnson (1999),komitmen dibentuk oleh adanya : 1. Keinginan psikologis Cara perusahaan menunjukan keinginan berkomitmennya kepada pelanggan. 2. Rasa peduli perusahaan terhadap pelanggan
Universitas Sumatera Utara
Bentuk kepedulian antara perusahaan dengan pelanggan untukmembentuk hubungan yang baik dan timbal balik. 3. Loyalitas Hubungan kesetiaan antara pelanggan dengan perusahaan.
2.Reputasi Menurut Gerrald dan Cunningham (2004) adalah sebagai kepercayaan menyeluruh atau keputusan mengenai tingkat dimana sebuahperusahaan diberi penghargaan tinggi dan terhormat. Sebuah reputasi yang baik dapat meningkatkan loyalitas pelanggan terutama di industri perbankan. Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator-indikator reputasi perusahaan yang dapat dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. kompetensi perusahaan 2. keunggulan perusahaan 3. kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan 4. pengalaman perusahaan. 3. Kualitas Pelayanan Adalah didefinisikan sebagai keputusan atau keyakinan tentang keseluruhan keunggulan dan superioritas perusahaan. Melalui serangkaian penelitian yang dikembangkan oleh A. Parasuraman,Valeria A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry dalam Tjiptono (2005:132) dimensi dari kualitas pelayanan, meliputi : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty.
Universitas Sumatera Utara
1. Tangibles adalah menunjukkan fasilitas fisik yang nampak,termasuk penampilan produk. 2. Reliability adalah menunjukkan kesesuaian kualitas produk sesuaidengan yang dijanjikan. 3. Responsiveness
adalah
merujuk
pada
kemauan
produsen
dalammenanggapi keluhan konsumen 4. Assurance adalah menunjukkan adanya jaminan yang diberikanprodusen terhadap produk yang dibeli. 5. Empathy menunjukkan perhatian produsen untuk dapatmemposisikan diri sebagai konsumen. Keputusan untuk berpindah dari merek satu ke merek lain merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tertentu, skenario persaingan, dan waktu. Menurut David et al. (1996), perilaku perpindahan merek dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang bersangkutan, misalnya adanya keinginan untuk mencoba merek baru.Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar, misalnyaadanya diskon atau harga yang lebih murah. Bitner, Mary Jo (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor sepertiwaktu, ada atau tidaknya uang, sedikitnya alternatif, switching cost, dan kebiasaan dapat mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu merek dan sebagai akibatnya adalah terjadi perpindahan merek.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Proses Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Setiadi (2003:16-20) tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian yaitu: 1. Pengenalan Masalah Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan norma seseorang yaitu rasa lapar, dahaga atau seks hingga suatu tingkat kebutuhsn tertentu dan berubah menjadi dorongan. 2. Pencarian Informasi Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Kita dapat membedakan dua tingkat yaitu keadaan tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja yang disebut perhatian yang meningkat. Proses mencari informasi aktif yang mencari bahan-bahan
bacaan,
menelepon
teman-teman
dan
melakukan
kegiatankegiatan mencari untuk mempelajari yang lain. 3. Evaluasi Alternatif Bagaimana konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat keputusan akhir. Ternyata tidak ada proses evaluasi yang sederhana dan tunggal yang digunakan oleh konsumen bahkan oleh satu konsumen pada seluruh situasi membeli.
Universitas Sumatera Utara
4. Keputusan Membeli Pada tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. 5. Perilaku Sesudah Pembelian Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pasar. 6. Kepuasan Sesudah Pembelian Setelah membeli suatu produk seorang
konsumen mungkin mendeteksi
adanya suatu cacat. Beberapa pembeli tidak akan menginginkan produk cacat tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk. 7. Tindakan-Tindakan Sesudah Pembelian Kepuasan
atau
ketidakpuasan
konsumen
pada
suatu
produk
akan
mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasda puas maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu kembali. Konsumen yang
tidak puas akan berusaha mengurangi
ketidakpuasannya karena dengan kodrat manusia untuk menciptakan keserasian, konsistensi, dan keselarasan diantara pendapat, pengetahuan dan nilai-nilai pada dirinya. 8. Penggunaan dan Pembuangan Setelah Pembelian
Universitas Sumatera Utara
Para pemasar juga harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan membuang suatu produk. Bila konsumen menemukan cara pemakaian penggunaan baru, ini haruslah minat pemasar karena penggunaan baru dapat diiklankan.
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Perilaku Pasca Pembelian
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:179) Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembelian 2.7 Penelitian Terdahulu Di dalam penelitian ini, digunakan tiga penelitian terdahulu sebagai bahan acuan yang dipilih karena memiliki kesamaan dalam beberapa variabel yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu NO.
Penulis/Tahun
1
Bagus Dwi Pengaruh Kualitas Produk Setyawan dan Kepercayaan Terhadap (2013) Loyalitas Konsumen dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening (Studi pada PDAM Tirta Moedal Semarang)
Lanjutan Tabel 2.1 NO. Penulis/Tahun
Judul Penelitian
Judul Penelitian
2
Dheany Arumsari (2012)
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, harga dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Air Minum Dalam kemasan (AMDK) Merek AQUA
3
Meilida Nadia Analisis Faktor-faktor yang (2012) Mempengaruhi Perilaku Brand Switching Konsumen Jasa Operator
Variabel Kualitas Produk, Kepercayaan, Loyalitas Konsumen, Variabel Intervening
Variabel
Hasil Penelitian 1.Kualitas produk berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas konsumen PDAM Tirta Moedal Semarang. 2.kepercayaan berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas konsumen PDAM Tirta Moedal Semarang
Hasil Penelitian
Kualitas Produk, Harga, Promosi, Keputusan Pembelian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas produk, harga dan promosi terhadap keputusan pembelian AMDK merek AQUA. Hasil penelitian menunjukan bahwa harga mempunyai pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan variabelvariabel bebas lainnya terhadap keputusanpembelian. Brand Penelitian ini Switching, bertujuan untuk Operator menganalisis faktorTelekomunikas faktor yang
Universitas Sumatera Utara
Telekomunikasi
Lanjutan tabel 2.1 NO. Penulis/Tahun 4
PutriRizkiana (2011)
Judul penelitian Pengaruh Prior Experience, Product Knowledgedan Satisfaction Terhadap Keputusan KonsumenMelakukan Brand Switching dalam Pembelian Produk Handphone Pada Mahasiswa Departemen Manajemen FE USU.
i, Harga, Service Failure, Inconvenience
mempengaruhi perilaku brand switching konsumen jasa operator telekomunikasi. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan bagi operator telekomunikasi untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumennya dalam melakukan brand switching.
Variabel
Hasil Penelitian
Prior Experience, Product Knowledge, Satisfaction, Brand Switching
Faktor prior Experiencedan satisfaction berpengaruh positif dansignifikan terhadap keputusan konsumen melakukan brand switching dalam pembelian produk Handphone pada Mahasiswa Departemen Manajemen FE USU. Sedangkan faktor product knowledge tidak signifikan terhadap keputusan konsumen melakukan brand
Universitas Sumatera Utara
5
Irma M Sirait Pengaruh Trust in a Brand Trust in a (2011) Terhadap Brand Loyalty Brand, Brand Pada Konsumen Air Minum Loyalty Aqua di Daerah Medan Baru.
switching dalam pembelian produk Handphone pada Mahasiswa Departemen Manajemen FE USU Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh trust in a brand terhadap brand loyalty pada konsumen air minum Aqua di daerah Medan Baru. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara simultan
Lanjutan Tabel 2.1 Trust in a Brand yang terdiri dari karakteristik perusahaan, karakteristik konsumenmerek berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty pada konsumen air minum Aqua daerah Medan Baru 2.8 Kerangka Konseptual Konsumen dapat memutuskan untuk melakukan perpindahan merek (brand switching) karena adanya faktor pengalaman sebelumnya (prior experience) selamamenggunakan produk. Perilaku berpindah merek yang dilakukan oleh konsumen merupakan perilaku lanjut konsumen sebagai hasil evaluasi setelah menggunakan produk yang dikonsumsi sebelumnya. Konsumen yang mempunyai
Universitas Sumatera Utara
banyak pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan merek secara langsung dapat melakukan perpindahan merek. Kepercayaan sebagai dasar untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Rousseau,dkk dalam Akbar dan Parvez,2009).Keterlibatan yang tinggi dari konsumen atas pembeliannya akan lebih tinggi hubungannya antara kepercayaan, sikap dan perilaku. Sebaliknya keterlibatan yang rendah darikonsumen akan lebih tinggi hubungannya dengan beralih (switcher). Ini yang merupakan dasar para konsumen maupun calon konsumen melakukan perpindahan merek (brand switching) untuk mencari variasi dan juga mencari produk mana yang paling sesuai dengan kebutuhan para konsumen Berdasarkan teori tersebut maka dapat dibuat skema sistematis kerangka konseptual sebagai berikut:
PENGALAMAN SEBELUMNYA (X1)
KEPUTUSAN PERGANTIAN MEREK (Y)
KEPERCAYAAN (X2) Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Prior experience berpengaruh negatif terhadap keputusan konsumen melakukan brand switching dalam pembelian produk air minum isi ulang (studi kasus pada masyarakat Perumahan Villa Setia Budi Regency Jln.Setia Budi/Jln. Mesjid). 2.
Kepercayaan berpengaruh negative terhadap keputusan konsumen
melakukan brand switching dalam pembelian produk air minum isi ulang (studi kasus pada masyarakat Perumahan Villa Setia Budi Regency Jln.Setia Budi/Jln. Mesjid). 3.
Prior experience dan kepercayaan berpengaruh negatif terhadap
keputusan konsumen melakukan brand switching dalam pembelian produk air minum isi ulang (studi kasus pada masyarakat Perumahan Villa Setia Budi Regency Jln.Setia Budi/Jln. Mesjid).
Universitas Sumatera Utara