BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Faktor 2.1.1 Definisi Analisis Faktor Analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit dari pada variabel yang diteliti. Hal ini berarti, analisis faktor dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian (Suliyanto, 2005). Analisis faktor adalah suatu teknik interdependensi (interdependence technique), dimana tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas dan variabel tergantung dengan tujuan utama yaitu mendefinisikan struktur yang terletak di antara varaibel-variabel dalam analisis. Analisis ini menyediakan alat-alat untuk menganalisis struktur dari hubungan interen atau korelasi di antara sejumlah besar variabel dengan menerangkan korelasi yang baik antara variabel, yang diasumsikan untuk merepresentasikan dimensi-dimensi dalam data (Hair, 2010). Jadi, pada prinsipnya analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan beberapa variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga dimungkinkan dari beberapa atribut yang memengaruhi satu komponen variabel dapat diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Tujuan Analisis Faktor Pada dasarnya, tujuan analisis faktor adalah: 1.
Data Sumarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi.
2.
Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, maka dilanjutkan dengan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. Tujuan umum dari teknik analisis faktor adalah menemukan suatu cara untuk
mereduksi informasi yang terkandung di dalam sejumlah variabel-variabel original ke dalam set variabel yang lebih kecil dari dimensi-dimensi gabungan dan baru. Untuk menemukan tujuan tersebut, ada 4 hal yang mendukung yaitu mengkhususkan unit analisis, mencapai ringkasan data atau pengurangan data, pemilihan variabel, dan menggunakan hasil analisis faktor dengan teknik-teknik multivariat yang lain (Hair, 2010). 2.1.3 Fungsi Analisis Faktor Terdapat 3 fungsi analisis faktor menurut Suliyanto (2005), diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel.
2.
Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi.
Universitas Sumatera Utara
3.
Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya.
2.1.4 Jumlah Sampel Ideal Dan Jenis Data Untuk Analisis Faktor Secara umum, jumlah sampel dalam analisis faktor minimal 50 pengamatan. Bahkan seharusnya ukuran sampel sebanyak 100 atau lebih besar. Biasanya ukuran sampel dalam analisis ini dianjurkan memiliki paling sedikit 5 kali jumlah variabel yang akan diamati, karena semakin banyak sampel yang dipilih akan mencapai patokan rasio 10:1, dalam arti untuk satu variabel ada 10 sampel (Hair, 2010). Dalam pengertian SPSS, hal ini berarti untuk setiap 1 kolom yang ada, seharusnya terdapat 10 baris data, sehingga jika ada 5 kolom (variabel), minimal seharusnya ada 50 baris data (sampel). Data dalam analisis faktor minimal adalah interval, sehingga apabila data yg diperoleh berupa data ordinal, harus ditransformasikan menjadi data interval, misalnya dengan menggunakan metode successive interval (Suliyanto,2005). 2.1.5 Penentuan Jumlah Faktor Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut: 1.
Penentuan berdasarkan apriori. Dalam metode penentuan ini, jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh
peneliti.
Universitas Sumatera Utara
2.
Penentuan berdasarkan eigenvalue. Untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk dapat didasarkan pada
eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki eigenvalue > 1, dianggap sebagai suatu faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak dimasukkan dalam model. 3.
Penentuan berdasarkan scree plot. Scree plot pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan
antara faktor dengan eigenvalue, pada sumbu Y menunjukkan eigenvalue, sedangkan pada sumbu X menunjukkan jumlah faktor. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, ditandai dengan slope yang sangat tajam antara faktor yang satu dengan faktor berikutnya. 4.
Penentuan berdasarkan persentase varian (percentage of variance). Persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu
faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian > 0,5. Sedangkan apabila menggunakan kriteria kumulatif persentase varian, besarnya nilai kumulatif persentase varian > 60%. Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut. Variabel yang memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap
Universitas Sumatera Utara
faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan faktor. 2.1.6 Penamaan Faktor Yang Terbentuk Untuk menamai faktor yang telah dibentuk dalam analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut. 1.
Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.
2.
Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut.
2.1.7 Uji Ketepatan model Analisis Faktor Uji ketepatan model digunakan untuk melihat apakah faktor-faktor yang telah terbentuk berdasarkan analisis faktor benar-benar telah valid. Ada beberapa cara untuk menguji ketepatan model dari faktor-faktor yang telah terbentuk, yaitu sebagai berikut: 1.
Dengan membagi sampel awal menjadi dua sama besarnya. Apabila ada jumlah sampel ganjil, maka satu sampel harus dihilangkan atau dimasukkan kepada dua bagian sampel tersebut. Kemudian sampel yng telah dibagi dua dianalisis satu persatu. Apabila hasil analisis faktor antara sampel pertama dan sampel kedua tidak banyak perbedaan, faktor yang terbentuk dinyatakan baik.
Universitas Sumatera Utara
2.
Dengan melihat nilai perbandingan antara observed correlation dengan reproduced correlations. Diharapkan perubahan matriks korelasi yang baru tidak jauh berbeda dengan matriks korelasi asal. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan atas perubahan yang terjadi, yaitu dengan menghitung selisih nilai koefisien korelasi dari matriks korelasi asal dengan koefisien korelasi dari matriks korelasi baru. Jika nilai mutlak dari selisih tersebut melebihi nilai 0,05, dimasukkan dalam kategori bahwa koefisien korelasi tersebut tidak sama (berubah). Kemudian dihitung jumlah koefisien yang berbeda dan tergolong sama. Jumlah relatif dari koefisien yang tergolong sama dijadikan indikator ketepatan model. Model dikatakan baik apabila koefisien yang tidak berubah atau sama lebih banyak (> 50%) daripada yang tergolong berubah. Dalam perkembangannya metode ini lebih banyak digunakan.
2.1.8 Langkah-langkah Analisis Faktor Menurut Suliyanto (2005), langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: a.
Merumuskan masalah
b.
Membuat matriks korelasi Proses analisis faktor didasarkan pada matriks korelasi antara variabel yang satu
dengan variabel-variabel lain, untuk memperoleh analisis faktor yang semua varaibelvariabelnya harus berkorelasi. Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji statistik yang digunakan adalah barletts test sphericity dan Kiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya.
Universitas Sumatera Utara
1. Nilai KMO sebesar 0,9 adalah baik sekali 2. Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik 3. Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik 4. Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup 5. Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang 6. Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak c.
Penentuan jumlah faktor. Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang
akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari satu yang dipertahankan dalm model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model. d.
Rotasi faktor. Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan
antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Melalui rotasi faktor matriks, faktor matriks ditransformasikan ke dalam matriks yng lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan. Rotasi faktor menggunakan prosedur varimax. e.
Interpretasi faktor. Interpretasi
faktor dilakukan
dengan
mengklasifikasikan
variabel
yang
mempunyai factor loading minimum 0,4 sedangkan variabel dengan faktor loading kurang dari 0,4 dikeluarkan dari model.
Universitas Sumatera Utara
f.
Penyeleksian surrogate variable. Mencari salah satu variabel dalam setiap faktor sebagai wakil dari masing-
masing faktor. Pemilihan ini didasarkan pada nilai factor loading tertinggi. g.
Model Fit (ketepatan model) Tahap akhir dari ananlisis faktor adalah mengetahui ketepatan dalam memilih
teknik analisis faktor antara principal component analysis dan maximum likelihood dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini adalah nilai root mean square error = RMSE), maka semakin tepat penentuan teknik tersebut. 2.1.9 Asumsi Analisis Faktor Prinsip utama dalam analisis faktor adalah korelasi, artinya variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat pada faktor yang lain. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analiss faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut: a.
Korelasi atau keterkaitan antarvariabel harus kuat. Hal ini dapat diidentifikasi dari nilai determinannya yg mendekati nol. Nilai determinan dari matriks korelasi yang elemen-elemennya menyerupai matriks identitas akan memiliki nilai determinan sebesar satu. Artinya, jika nilai determinan mendekati satu, maka matriks korelasi menyerupai matriks identitas, dimana antar item/variabel tidak saling terkait karena matriks
Universitas Sumatera Utara
identitas memiliki elemen pada diagonal bernilai satu, sedangkan lainnya bernilai nol. b.
Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kiser Meyer Olkin measure of sampling adequency (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien parsialnya secara keseluruhan. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial di antara seluruh pasangan variable bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa analis faktor bukan merupakan pilihan yang tepat. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO diangggap cukup apabila nilai KMO > 0,5.
c.
Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Measure of Sampling Adequency (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA > 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA > 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu persatu.
Universitas Sumatera Utara
d.
Dalam beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal.
2.2
Metode Pendugaan Parameter Principal Component Analysis (PCA) Secara sederhana, sebuah variabel akan mengelompok ke suatu faktor (yang
terdiri atas variabel-variabel yang lainnya pula) jika variabel tersebut berkorelasi dengan sejumlah variabel lain yang masuk dalam kelompok faktor tertentu. Ketika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varians dengan variabel lain tersebut, dengan jumlah varians yang dibagikan adalah besar korelasi pangkat dua (𝑅𝑅 2 ). Varians adalah akar dari standar deviasi, yakni jumlah penyimpangan data dari rata-ratanya (Santoso, 2012).
Dengan demikian, varians total pada sebuah variabel dapat dibagi menjadi tiga bagian: 1.
Common variance, yakni varians yang dibagi dengan varians lainnya atau jumlah varians yang dapat diekstrak dengan proses factoring.
2.
Specific variance, yakni varians yang berkaitan dengan variabel tertentu saja. Jenis varians ini tidak dapat dijelaskan dengan korelasi hingga menjadi bagian dari variabel lain. Namun varians ini masih berkaitan secara unik dengan satu variabel.
3.
Error variance, yakni varians yang tidak dapat dijelaskan lewat korelasi. Jenis ini muncul karena proses pengambilan data yang salah, pengukuran variabel yang tidak tepat dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan jika sebuat variabel berkorelasi dengan variabel lain, maka common variance (disebut juga communality) akan meningkat. Proses common analysis hanya berhubungan denngan common variance, sedangkan proses component analysis akan mengaitkan semua varians tersebut. Pada umumnya, component analysis akan digunakan jika tujuan utama analisis faktor adalah data reduction, dan beranggapan bahwa sejumlah specific variance dan error variance berjumlah kecil. Principal component analysis menggunakan total varians dalam analisisnya. Metode ini menghasilkan faktor yang memiliki specific variance dan error variance yang lebih kecil. Kalau ada beberapa faktor yang dihasilkan, faktor yang duluan dihasilkan adalah yang memiliki common variance terbesar, sekaligus specific dan error variance terkecil (Simamora, 2004). 2.3
Metode Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Pendugaan
metode
maksimum
likelihood
adalah
metode
yang
memaksimumkan fungsi kemungkinan. Misalkan X1, X2, …, Xn menyatakan contoh acak yang diambil dari suatu fungsi kepadatan probabilitas yang dinyatakan dengan f(x, 𝜇𝜇), dimana 𝜇𝜇 adalah parameter fungsi kepadatan tersebut. Maka fungsi likelihood
adalah:
n
L(θ ) = ∏ f ( xi ,θ ) i =1
Parameter dari model faktor yang akan diduga dengan metode maksimum likelihood adalah faktor loading dan faktor unik. Faktor loading adalah matriks
Universitas Sumatera Utara
koefisien pengaruh antara variabel dengan faktor, dengan entri konstanta yang belum diketahui. Faktor unik adalah vektor yang tidak dapat diukur secara langsung tetapi berhubungan dengan variabel observasi. Masalah yang timbul sekarang adalah bagaimana cara menduga parameter-parameter dalam analisis faktor tersebut, upaya pendugaan parameter-parameter model tersebut memerlukan teknik analisis statistika yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang ada. Maka menjadi salah satu aspek menarik yang ingin diketahui adalah pendugaan dengan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood) terhadap model faktor tersebut untuk dipelajari secara lebih rinci (Priyanto, 2008). Jika common factor F dan specific factor ε dapat diasumsikan menjadi data yang berdistribusi normal, kemudian estimasi maximum likelihood dari factor loading dan specific variance dapat diperoleh. Ketika Fj dan εj secara bersama-sama dalam keadaan normal, maka observasi Xj
−
μ = LFj + εj akan menjadi normal (Johnson,
2007). 2.4 Makanan Tambahan 2.4.1 Definisi Makanan Tambahan Pada saat ASI tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi, maka makanan pendamping ASI harus ditambahkan untuk diet bayi. Transisi dari ASI eksklusif ke makanan padat yang biasa dimakan oleh keluarga, disebut sebagai makanan tambahan, biasanya dimulai dari umur di atas 6 bulan (WHO, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Makanan tambahan adalah makanan tambahan yang diberikan pada saat bayi memerlukan zat-zat gizi yang kadarnya sudah berkurang pada ASI, dengan tujuan melengkapi zat-zat ASI yang mulai berkurang, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Suryanah, 1996). Makanan tambahan diberikan sebagai komplemen ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein, dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pemberian ASI boleh dilanjutkan selama hal itu masih memungkinkan, karena ASI dapat memberikan sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi, serta mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi (Prasetyono, 2012). 2.4.2 Jenis Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan (pendamping ASI) perlu dipertimbangkan, yakni fungsi pencernaan bayi, kebutuhan makan bayi, serta tingkat usia bayi. Ketiga faktor tersebut akan memengaruhi jenis makanan yang harus diberikan kepada bayi (Sutomo, 2010). 1.
Usia 6-7 bulan Pada usia ini, bayi mengawali pengenalan makanan. Fungsi pencernaan sudah cukup baik, walaupun belum optimal. Sehingga pada tahap awal sebaiknya bayi diberikan makanan yang sudah dihaluskan, encer dan lembut.
Universitas Sumatera Utara
2.
Usia 7-9 bulan Pada usia ini sistem pencernaan bayi sudah semakin berkembang. Gigi geligi mulai tumbuh, tingkat keinginan bayi untuk mengeksplorasi makanan juga mulai tumbuh, karena itu pada usia ini bayi mulai dikenalkan dengan makanan berbentuk lembek dan lembut.
3.
Usia 9-12 bulan Pada usia ini gigi geligi bayi sudah tumbuh banyak. Perkembangan motorik bayi juga berkembang pesat. Bayi mulai dapat berjalan serta aktif bergerak. Sistem pencernaan bayi juga mulai berfungsi dengan baik. Pada usia ini bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan semi padat, seperti nasi tim dan makanan yang dicincang kasar.
2.4.3 Waktu yang Tepat Memberikan Makanan Tambahan Makanan pendamping ASI harus diberikan tepat waktu, yang berarti bayi harus bisa mulai menerima makanan selain ASI dari umur di atas 6 bulan. Hal ini harus memadai, yaitu makanan pendamping harus diberikan dalam jumlah, konsistensi, dan menggunakan berbagai makanan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang sedang tumbuh tetapi dengan tetap memberikan ASI (WHO, 2013). Menurut Suririnah (2009) setiap bayi akan mempunyai penerimaan makanan yang berbeda. Berikut tanda-tanda bayi yang sudah siap menerima makanan tambahannya, jika bayi usia 4-6 bulan:
Universitas Sumatera Utara
1.
Sudah diberikan ASI tapi masih tetap lapar, dan tidak pernah cukup dari biasanya. Ini dapat dilihat jika berat badan bayi tidak bertambah.
2.
Mengonsumsi susu formula dengan jumlah yang berlebihan dari bisanya.
3.
Refleks mendorong dengan lidahnya untuk menolak benda yang masuk ke mulutnya telah menghilang.
4.
Menunjukkan ketertarikannya dengan makanan keluarga.
5.
Sudah dapat duduk dengan sedikit bantuan.
6.
Sudah dapat mengontrol kepala dengan baik, dapat menggerakkan kepala ke arah lain ketika merasa kenyang.
7.
Sudah mempunyai gigi geligi. WHO (2013) merekomendasikan bahwa bayi mulai menerima makanan
pendamping ASI pada usia 6 bulan, awalnya 2-3 kali sehari antara 6-8 bulan, meningkat menjadi 3-4 kali sehari antara 9-11 bulan dan 12-24 bulan dengan makanan ringan bergizi tambahan yang ditawarkan 1-2 kali per hari, seperti yang diinginkan. Jadwal waktu ketat, tidak dianjurkan. Menurut Mitayani (2010), berikut ini merupakan pedoman cara memberikan makanan pada bayi umur 0-6 bulan: 1.
ASI merupakan makanan utama, diberikan setiap saat sesuai kehendak bayi.
2.
Pada usia 5 bulan, bayi dapat diberikan buah yang dihaluskan sedikit demi sedikit.
3.
Pada usia 6 bulan, dapat diberikan makanan lumat seperti bubur tepung, tim saring, nasi pisang dilumatkan, sebanyak 2 kali sehari.
Universitas Sumatera Utara
4.
Mulai usia 7 bulan, makanan lumat dapat diganti dengan makanan lembek secara bertahap.
5.
Usahakan memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Menurut Roesli (2001), terlambat memulai makanan padat sejak bayi usia 6
bulan maka: 1.
Bayi akan berhenti tumbuh. Bayi yang tumbuh baik karena ASI pada 6 bulan pertama akan berhenti tumbuh pada 6 bulan kedua.
2.
Akan lebih sulit melatih bayi makan apabila mereka sudah berumur di atas 8 bulan karena mereka sudah mulai gelisah dan tidak mau mencoba hal-hal baru, sementara pada usia 6-7 bulan banyak bayi merasa sangat lapar sehingga mereka akan makan apa saja yang diberikan pada mereka.
2.4.4 Risiko Pemberian Makanan Tambahan pada Usia Kurang dari Enam Bulan Menurut Suririnah (2009), pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan akan menyebabkan beberapa hal yang dapat merugikan kesehatan bayi diantaranya: 1.
Menimbulkan keluhan perut dan pencernaan dan bahkan akan menimbulkan masalah serius. Hal ini disebabkan oleh karena pencernaan bayi belum dapat mencerna makanan dengan sempurna.
2.
Risiko alergi makanan terutama pada keluarga dengan riwayat alergi meningkat. Setelah usia 6 bulan, sistem kekebalan tubuh dan pencernaan bayi sudah lebih matang sehingga dapat mengurangi risiko alergi berat.
Universitas Sumatera Utara
2.5 ASI Eksklusif 2.5.1 Definisi ASI Eksklusif ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2012). Pemberian ASI eksklusif adalah menyusui bayi secara murni. Bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa pemberian makanan tambahan lain seperti pisang, bubur susu, biskuit, atau nasi tim (Danuatmaja, 2003). Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat. Pemberian ASI eksklusif juga berhubungan dengan tindakan memberikan ASI kepada bayi hingga berusia 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain, kecuali sirop obat (Prasetyono, 2012). Program ASI eksklusif merupakan program anjuran pemberian ASI kepada bayi tanpa diberi makanan lain, termasuk susu formula, kuah sup, atau apapun, selain ASI selama 6 bulan. Badan Kesehatan Dunia WHO menganjurkan program ASI eksklusif selama 6 bulan karena terbukti bagi yang memperoleh ASI eksklusif menjadi lebih cerdas, sehat, dan tidak mudah terinfeksi penyakit (Sutomo, 2010). Bayi biasanya berkembang cepat setidak-tidaknya pada umur 6 bulan pertama walaupun hanya mendapatkan ASI, maka perkiraan komposisi ASI pada berbagai
Universitas Sumatera Utara
tahap laktasi dapat dipakai sebagai taksiran batas atas kebutuhan hampir semua zat gizi pada masa tersebut (Budianto, 2009). 2.5.2 Kandungan ASI Menurut Yuliarti (2010), kandungan yang terdapat di dalam ASI, antara lain: 1.
ASI mengandung 88,1% air sehingga ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. Bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI pertama (kolostrum-cairan kental kekuningan) tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan di dalam tubuhnya. ASI dengan kandungan air yang lebih tinggi biasanya akan keluar pada hari ketiga atau keempat.
2.
ASI mengandung bahan larut yang rendah. Bahan larut tersebut terdiri dari 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa, dan 0,2% bahan-bahan lain. Salah satu fungsi utama air adalah untuk menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui air seni. Zat-zat yang dapat larut (misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan klorida) disebut sebagai bahan-bahan larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia 3 bulan mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Karena ASI mengandung sedikit bahan larut maka bayi tidak membutuhkan banyak air seperti layaknya anak-anak atau orang dewasa.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif a.
Bagi Bayi Menurut Danuatmaja (2003), manfaat ASI secara eksklusif pada bayi terdiri
dari: 1.
ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas terbaik. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumuhan bayi. ASI adalah makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen laktasi secara baik, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh kembang bayi hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai mendapatkan makanan padat, tetapi pemberian ASI dapat terus dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
2.
ASI dapat menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh. Bayi baru lahir secara alamiah mendapatkan immunoglobulin (zat kekebalan atau daya tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akan memproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar immunoglobulin bawaan dari ibu menurun dan yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Kesenjangan ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan pemberian ASI. ASI merupakan cairan yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur. Selain itu, ASI akan merangsang terbentunya antibodi bayi lebih cepat (imunisasi aktif dan pasif). 3.
ASI dapat meningkatkan kecerdasan. Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak. Faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. ASI selain merupakan nutrisi yang ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat sesuai dengan kebutuhan bayi, juga mengandung nutrisi-nutrisi khusus yang sangat diperlukan pada pertumbuhan optimal otak bayi.
4.
Pemberian ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang atau bonding. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram, dan terlindungi. Perasaan seperti menjadi dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri.
b.
Bagi Ibu Menyusui tidak hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga bermanfaat bagi ibu.
Menurut Sutomo (2010), beberapa manfaat pemberian ASI sebagai berikut: 1.
KB alamiah. Menyusui dapat disebut sebagai cara kontrasepsi alamiah. Selama menyusui, ibu dapat menunda kehamilan, tentunya dengan syarat ibu belum mengalami menstruasi.
Universitas Sumatera Utara
2.
Menyusui mampu mencegah perdarahan pasca persalinan sehingga ibu terhindar dari defisiensi zat besi atau anemia.
3.
Diet alami. Menyusui dapat mengurangi berat badan ibu. lemak yang tersimpan selama masa kehamilan, digunakan sebagai energi pembentuk ASI, sehingga kadar lemak dalam tubuh ibu berkurang.
4.
Menyusui dapat mengembalikan kembali bentuk rahim secara cepat.
5.
Menyusui dapat mengurangi risiko kejadian kanker payudara dan kanker rahim.
2.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu Memberikan Makanan Tambahan
pada Bayi Usia 0-6 Bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan adalah faktor pendidikan ibu, faktor pengetahuan ibu, faktor pekerjaan ibu, dan faktor sosial-budaya (Wahyu 2007 dikutip oleh Visyara 2012). Selain faktor-faktor tersebut di atas, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi yaitu faktor ekonomi, faktor petugas kesehatan, faktor kesehatan ibu, dan faktor kesehatan bayi sejak lahir (Sunartyo 2008 dikutip oleh Sulistinah 2010). 2.6.1 Faktor Pendidikan Ibu Faktor pendidikan ibu berkaitan dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh ibu sampai mendapatkan ijazah. Pada umumnya, semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka pola pikir yang dimiliki akan semakin bagus untuk menanggapi dan memandang suatu fenomena yang ada di sekelilingnya. Jadi, ibu
Universitas Sumatera Utara
dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan mengerti bagaimana cara menjaga dan memenuhi kehidupan bayi agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit, begitu juga sebaliknya. Termasuk dalam hal ini, pada pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan. 2.6.2 Faktor Pengetahuan Ibu Faktor pengetahuan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat pengenalan informasi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI-nya kurang atau terbentur kendala menyusui. Untuk itu, ibu dan keluarga perlu mendapatkan informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui (Danuatmaja,2003). 2.6.3 Faktor Pekerjaan Ibu Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4 Faktor Budaya Faktor budaya adalah faktor yang berhubungan dengan nilai-nilai dan pandangan masyarakat yang lahir dari kebiasaan yang ada, dan pada akhirnya mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan budaya. Misalnya budaya yang baru berkembang sekarang ini adalah pandangan untuk tidak memberikan ASI karena bisa menyebabkan perubahan bentuk payudara yang membuat wanita tidak cantik. Masih banyak ibu, khususnya yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya, masih mengikuti tradisi ini. Tradisi lainnya misalnya ibu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan. Produsen susu dan makanan pendamping ASI yang semestinya turut berperan serta dalam program yang notabene bisa menyehatkan generasi penerus, justru banyak yang melakukan penyimpangan. 2.6.5 Faktor Ekonomi Faktor ekonomi adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar. Faktor ekonomi ini menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar. 2.6.6 Faktor Kesehatan Ibu Faktor kesehatan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan, misalnya kegagalan laktasi, penyakit yang membuat ibu tidak dapat memberi ASI, serta adanya kelainan payudara yaitu terjadinya pembendungan air susu karena penyempitan laktus laktiferus oleh karena tidak dikosongkan dengan sempurna, kelainan puting susu seperti puting susu terbenam dan cekung sehingga menyulitkan bagi bayi untuk menyusu, mastitis (suatu peradangan pada payudara disebabkan oleh kuman terutama staphylococcus aureus melalui luka pada putting susu), tidak ada susu (agalaksia), dan air susu sedikit keluar (Oligogalaksia). Menyusui menjadi kontra indikasi bila ibu menderita penyakit berat seperti kegagalan jantung, penyakit ginjal atau paru-paru yang serius dengan penyakit tuberkulosis aktif, masih dapat menyusui bayinya bila diberi terapi dalam dua bulan ibu tidak infeksi lagi, biasanya bayi juga diberi terapi pencegahan dengan imunisasi BCG. Kurangnya dukungan sosial dalam mengatasi masalah diatas maka ibu cenderung memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai pengganti ASI.
Universitas Sumatera Utara
2.6.7 Faktor Petugas Kesehatan
Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak. Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan makanan tambahan dan risiko pemberian makanan tambahan dini pada bayi. 2.6.8 Faktor Kesehatan Bayi Faktor kesehatan bayi adalah faktor yang menyangkut kondisi bayi antara lain galaktosemia, bibir sumbing dan celah palatum, yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayinya. Galaktosemia yaitu kelainan metabolisme sejak lahir yang ditandai adanya kekurangan enzim galaktokinase yang dibutuhkan untuk mengurangi laktosa menjadi galaktosa, jika bayi diberi ASI atau bahan lain yang mengandung laktosa maka kadar laktosa dalam darah dan air kemih akan meningkat secara klinis akan timbul katarak. Bentuk lain adalah kekurangan enzim yang dapat menyebabkan bayi diare, muntah-muntah, hati dan limpa membesar kemudian bayi menjadi kuning. Bibir sumbing dan celah palatum menyebabkan bayi kesulitan
Universitas Sumatera Utara
menciptakan tekanan negatif dalam rongga mulut yang diperlukan dalam proses menyusui, keadaan ini dapat menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan. 2.7
Kerangka Operasional Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan arah dari alur penelitian ini
adalah seperti tergambar dalam kerangka operasional di bawah ini: Variabel Independen 1. Pendidikan Ibu 2. Pengetahuan Ibu 3. Budaya 4. Ekonomi
Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Usia
5. Pekerjaan Ibu 6. Kesehatan Ibu 7. Kesehatan Bayi 8. Petugas Kesehatan
Analisis Faktor
Metode Principal Component (PCA)
Metode maximum likelihood
Model Principal Component (PCA)
Model maximum likelihood
Kesesuaian Model Gambar 2.1. Kerangka Operasional Penelitian
Universitas Sumatera Utara